Anda di halaman 1dari 16

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1 Pembuatan dan Analisis Biofilm C. albicans 5.1.1 Pembuatan biofilm C. albicans Untuk mendapatkan biofilm, C. albicans ditumbuhkan diatas membran filter selusosa nitrat pada media pertumbuhan biofilm. Media pertumbuhan biofilm yang digunakan adalah media SDA yang kaya akan sumber karbon, asam amino, serta garam anorganik yang dibutuhkan dalam pertumbuhan biofilm. Biofilm akan matang atau siap panen setelah massa pertumbuhan selama 48 jam. Biofilm yang terbentuk dianalisis secara kualitatif melalui pengamatan makroskopis secara visual. Pertumbuhan biofilm C. albicans secara visual pada membran filter selulosa nitrat setelah inkubasi selama 48 jam ditunjukkan pada Gambar 5.1.

kontrol Biofilm pada membran

Gambar 5.1.

Penampakan makroskopis biofilm C. albicans yang tumbuh pada membran filter selusosa nitrat pada media biofilm selama selama inkubasi 48 jam. Membran selulosa nitrat kontrol (tidak mengandung biakan C. albicans) berada di tengah. Sedangkan delapan buah membran disekelilingnya merupakan membran yang ditumbuhi biofilm C. albicans.

Berdasarkan Gambar 5.1, biofilm yang terbentuk setelah inkubasi 48 jam tampak sebagai lapisan berwarna putih susu diatas membran. Pada Gambar 5.1 tampak
52

53

adanya lapisan tebal pada delapan buah membran filter selulosa nitrat. Adapun kontrol, yaitu sebuah membran berwarna putih bersih yang berada di tengah yang tidak diberi suspensi C. albicans. Ketebalan lapisan biofilm pada delapan buah membran berbedabeda, disebabkan perbedaan jumlah sel hidup pada suspensi digunakan pada awal pembuatan biofilm. Inokulum C. albicans yang digunakan dalam pembuatan biofilm ditumbuhkan dalam media cair yeast peptone dextrose (YPD). Tujuannya agar mendapatkan bibit sel yang siap mengadakan pertumbuhan untuk membentuk biofilm dengan cara menyiapkan sel yang berkualitas. Pelet sel C. albicans dicuci dan disuspensikan dalam PBS untuk menghilangkan sisa media yang ada di kultur cair, kemudian diukur densitas optiknya (OD) menggunakan Spektrofotometer. Suspensi C. albicans selanjutnya diteteskan diatas membran filter selulosa nitrat pada media biofilm SDA. Sel C. albicans akan tumbuh dan berkembang menjadi biofilm dengan cara mengambil makanan dari media padat di bawah membran. Adanya padatan pendukung berupa membran filter selulosa nitrat akan memicu terbentuknya hifa. Hal ini terjadi karena sel khamir akan mulai berkembang menjadi bentuk filamen, yaitu hifa yang memungkinkannya untuk menembus membran dan memperoleh nutrisi dari media biofilm yang ada di bawah membran. Kondisi demikian, yakni minimum nutrisi dan adanya padatan pendukung, akan memicu terbentunya biofilm. Kondisi minimum terjadi karena suspensi khamir C. albicans yang diteteskan pada membran merupakan suspensi C. albicans dalam PBS. Dengan demikian sel khamir akan berkembang menjadi hifa yang mampu menembus membran guna mendapatkan nutrisi. Keragaman morfologi membuktikan terbentuknya biofilm sebagai suatu komunitas mikroba yang C. albicans yang

54

terstruktur dimana sel terikat secara kuat pada suatu permukaan dan tertanam di dalam matrik ekstraseluler. 5.1.2 Analisis biofilm C. albicans Gambaran biofilm C. albicans yang telah ditumbuhkan selama 48 jam terlihat dengan jelas melalui pengamatan menggunakan Scanning elektron microscope (SEM) yang ditunjukkan pada Gambar 5.2. Pada gambar tersebut tampak komponen pembentuk biofilm, meliputi sel budding-yeast, sel khamir, hifa dan matrik ekstraseluler yang merupakan komponen spesifik pada biofilm. Sel budding-yeast dan sel khamir adalah bentuk uniseluler C. albicans. Sel budding-yeast merupakan hasil germinasi sel khamir, yang telah membentuk mikrokoloni, sedangkan sel khamir berbentuk bulat utuh. Hifa adalah bentuk uniseluler C. albicans yang berbentuk tabung mikroskopik. Matrik ekstraseluler merupakan matrik yang menyelimuti sel C. albicans.

Gambar 5.2

Gambar scanning electron microscope (SEM) biofilm C. albicans dengan perbesaran 3000x. Biofilm C. albicans, tersusun atas sel budding-yeast, sel khamir, hifa dan matrik ekstraseluler. 5.2 Pembuatan Antibodi Poliklonal Anti C. albicans

55

Antibodi poliklonal yang diproduksi pada penelitian ini adalah anti terhadap C. albicans. Antibodi poliklonal ini akan digunakan sebagai antibodi primer pada analisis Western blot untuk mengidentifikasi protein antigenik C. albicans serta protein antigenik yang spesifik biofilm C. albicans. Antibodi poliklonal merupakan antibodi yang dapat mengenali dan mengikat banyak epitop. Bila antigen tertentu diinjeksikan ke dalam sistem imun hewan percobaan, semua sel B yang mengenal berbagai epitop pada antigen tersebut akan diinduksi dan diproduksi antibodi. Serum darah yang diambil dari hewan tersebut mengandung antibodi multipel yang akan bereaksi dengan masing-masing epitop. Antibodi tersebut disebut poliklonal karena mengandung produk yang berasal dari banyak klon sel B. Antibodi poliklonal disekresikan oleh beberapa klon limfosit dan dapat mengenal lebih dari satu epitop sehingga bersifat tidak spesifik dan heterogen. Walaupun demikian, dalam penelitian ini digunakan antibodi poliklonal karena sasaran penelitian ini adalah protein antigenik spesifik biofilm C. albicans yang belum diketahui atau diidentifikasi. Dengan menggunakan antibodi poliklonal yang bersifat heterogen maka dapat diidentifikasi protein antigenik spesifik biofilm diantara banyak protein antigenik yang ada. Dalam penelitian ini antibodi primer diproduksi secara in vivo dalam inang mencit betina. Mencit disuntik menggunakan antigen C. albicans secara intra peritoneum. Penyuntikan dilakukan sebanyak 3 kali, dengan selang waktu penyuntikan setiap 2 minggu. Empat hari setelah penyuntikan terakhir mencit dibedah pada bagian jantung untuk mendapatkan darah yang mengandung antibodi. Selanjutnya darah yang telah diperoleh dipisahkan dari sel darah merah hingga diperoleh serum. Proses C. albicans

pemisahan serum diperlakukan sedemikian hingga tidak ada sel darah merah yang

56

terikut di dalam serum. Serum yang dihasilkan berupa cairan bening. Dalam penelitian ini diperoleh serum sebanyak 700 L. Serum yang diperoleh selanjutnya disimpan pada suhu -20C untuk selanjutnya digunakan sebagai antibodi primer pada analisis Western blot untuk mengidentifikasi protein antigenik spesifik biofilm C. albicans. Gambar 5.3 menggambarkan proses pembedahan mencit untuk mendapatkan serum yang mengandung antibodi anti C. albicans.

Gambar 5.3

Proses pembedahan mencit untuk memperoleh serum yang mengandung antibodi anti C. albicans yang diproduksi secara in vivo

5.3 Penentuan Kadar Protein Melalui Uji Bradford Ekstrak protein ekstrasel planktonik dan ekstrak protein matrik biofilm yang dihasilkan diuji kadar proteinnya melalui uji Bradford. Uji Bradford dilakukan untuk mengetahui kadar protein masing-masing sampel berdasarkan persamaan kurva standar bovine serum albumin (BSA). Larutan standar protein yang digunakan adalah larutan standar BSA (Bovine Serum Albumin) dengan konsentrasi 25-200 g/ml. Berbagai konsentrasi larutan standar diukur absorbansinya pada 595 nm. Berdasarkan data hasil pengukuran berbagai konsentrasi larutan standar ini, dibuat kurva standar hubungan antara konsentrasi larutan standar BSA dengan absorbansi larutan standar BSA. Gambar 5.4 merupakan kurva standar hubungan antara konsentrasi larutan

57

standar BSA dengan absorbansi larutan standar BSA. Dari pengukuran diperoleh persamaan y = 0,03x + 0,092. Dari persamaan kurva standar BSA diketahui kadar masing-masing sampel ekstrak protein planktonik, ekstrak protein planktonik yang terkandung dalam pelet protoplas, ekstrak protein biofilm dan ekstrak protein biofilm yang terkandung dalam pelet protoplas masing-masing adalah 295 g/ml, 563 g/ml, 187 g/ml dan 462 g/ml.

Gambar 5.4

Kurva standar hubungan antara konsentrasi larutan standar BSA dengan absorbansi larutan standar BSA

5.4 Penentuan Protein Antigenik Spesifik Biofilm C. albicans Penentuan protein antigenik spesifik biofilm C. albicans dilakukan dengan memisahkan protein hasil preparasi ekstrak protein planktonik dan biofilm C.

albicans berdasarkan berat molekulnya melalui metode SDS-PAGE. Setelah terjadi fraksinasi dan terpisah berdasarkan berat molekulnya, selanjutnya gel hasil elektroforesis ditransfer ke membran nitroselulosa untuk dilakukan analisis Western blotting. Analisis ini berguna untuk mengidentifikasi protein antigenik spesifik biofilm C. albicans diantara beberapa protein antigenik planktonik dan biofilm albicans yang berhasil dipisahkan pada penelitian ini. C.

58

5.4.1 Sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) Sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) merupakan tahapan awal dari imunoblotting. Melalui SDS-PAGE, komponen protein dalam ekstrak protein planktonik dan biofilm C. albicans akan terpisah berdasarkan berat molekulnya. Penggunaan SDS (Sodium Dodecyl Sulphate) berfungsi untuk mengikat gugus hidrofobik protein, yang menyebabkan pelepasan struktur lipat (folding) protein. Dengan demikian protein akan tetap stabil di dalam larutan dalam bentuk konformasi linier. Oleh karena itu, ukuran kompleks SDS-protein proporsional dengan berat molekul protein. Dimana protein dengan berat molekul tinggi akan bergerak lebih lambat, sehingga terfraksinasi lebih dahulu dan protein dengan berat molekul rendah akan bergerak lebih cepat, sehingga terfraksinasi kemudian. Elektroforesis terhadap ekstrak protein planktonik dan biofilm C. albicans dilakukan menggunakan gel diskontinyu yang terdiri dari gel penumpuk (stacking gel) dan gel pemisah (separating gel). Penggunaan gel diskontinyu dengan gel penumpuk berfungsi untuk menyamakan starting point setiap molekul protein dalam sampel ketika bergerak memasuki gel pemisah. Gel penumpuk dibuat dengan konsentrasi akrilamid-bisakrilamid sebesar 5% sehingga jarak antar partikel akrilamidbisakrilamid (ukuran pori) besar, dengan demikian pergerakan protein menjadi lebih cepat dibandingkan pada gel pemisah. Adapun gel pemisah dibuat dengan konsentrasi akrilamid-bisakrilamid lebih tinggi, yaitu 12%. Pada gel pemisah ini, terjadi pemisahan protein berdasarkan berat molekulnya. Dengan konsentrasi akrilamidbisakrilamid yang lebih besar, maka kerapatan antar partikel akrilamid-bisakrilamid lebih tinggi sehingga ukuran pori lebih kecil. Dengan demikian pemisahan protein berdasarkan berat molekulnya dapat terjadi dengan optimal.

59

Elektroforesis untuk memisahkan ekstrak protein planktonik dan biofilm

C.

albicans pada penelitian ini dilakukan pada tegangan konstan 100V. Melalui SDSPAGE ekstrak protein baik planktonik maupun biofilm akan terpisah menjadi pita-pita protein tergantung pada berat molekulnya. Marker protein yang digunakan adalah marker prestained. Marker prestained biasa digunakan ketika SDS-PAGE menjadi tahap awal dalam imunoblotting. Penggunaan marker prestained memiliki dua fungsi. Pertama ketika proses elektroforesis berlangsung warna marker prestained telah tampak, sehingga dapat dengan mudah mengetahui waktu penghentian elektroforesis. Fungsi lainnya berkaitan dengan proses Western blotting. Dalam analisis Western blotting, gel ditransfer tanpa pewarnaan sehingga saat proses transfer ke membran nitroselulosa diperlukan suatu indikasi bahwa protein telah tertransfer ke membran. Dengan adanya marker prestained yang berwarna, maka keberhasilan proses transfer protein dari gel ke membran dapat diketahui dengan mudah. Standar berat molekul marker prestained berada pada kisaran 4 kDa sampai dengan 250 kDa. Komposisi marker prestained meliputi: insulin, B chain (4 kDa), aprotinin (6 kDa), lisosim (16 kDa), myoglobin red (22 kDa), karbonat anhidrat (36 kDa), alkohol dehidrogenase (50 kDa), glutamat dehidrogenase (64 kDa), BSA (98 kDa), fosforilase (148 kDa), dan myosin (250 kDa). Tabel 5.1 memaparkan Rf dan berat molekul masing-masing komponen marker.

Tabel 5.1 Data hasil perhitungan Rf dan berat molekul komponen marker (SeeBluePlus2 Prestained Standard) Komponen marker Myosin Fosforilase Rf 0.015385 0.061538 Berat Molekul (kDa) 250 148

60

BSA Glutamat dehidrogenase Alkohol dehidrogenase Karbonat anhidrat Myoglobin red Lisosim

0.123077 0.215385 0.307692 0.661538 0.907692 1

98 64 50 36 22 16

Berdasarkan berat molekul dan jarak migrasi (Rf) komponen marker yang tampak sebagai pita-pita protein, dapat dibuat persamaan regresi hubungan antara berat molekul dan Rf, seperti pada Tabel 5.1. Persamaaan regresi berat molekul marker terhadap Rf adalah y = -75,22x + 87,97. Gambar 5.5 merupakan kurva standar hubungan antara berat molekul marker dan Rf.

Gambar 5.5 Kurva standar hubungan antara berat molekul dan Rf protein marker Berdasarkan persamaan regresi pada Gambar 5.5 ditentukan berat molekul protein dalam sampel, yang telah terfraksinasi berupa dengan Rf tertentu. Gambar 5.6 merupakan elektrogram hasil pemisahan ekstrak protein ekstrasel planktonik (PEP), ekstrak protein matrik biofilm (PMB), protein intrasel biofilm (PIB), dan protein intrasel planktonik (PIP) C. albicans serta enzim zymolyase.

61

Gambar 5.6

Elektroforegram protein planktonik dan biofilm C. albicans dengan metode SDS-PAGE. Berturut-turut baris pertama hingga sembilan dari kiri ke kanan adalah: marker prestained, protein intrasel planktonik I dan II (PIP II dan PIP I), protein intrasel biofilm I dan II (PIB II dan PIB I), protein matrik biofilm (PMB), protein ekstrasel planktonik (PEP), dan enzim zymolyase.

Keberadaan protein dalam protoplas planktonik (PIP) maupun biofilm (PIB) menunjukkan bahwa protein tersebut merupakan protein intrasel, dengan asumsi prosedur preparasi ekstrak protein planktonik dan biofilm dapat melepas seluruh protein dinding sel dan matrik biofilm C. albicans. Dengan demikian pita-pita protein dari pemisahan sampel protoplas planktonik dan biofilm C. albicans yang diperoleh pada penelitian ini merupakan pita protein intrasel C. albicans. Namun apabila prosedur preparasi ekstrak protein planktonik dan biofilm kurang sempurna dalam melepas seluruh protein dinding sel dan matrik biofilm C. albicans, maka residu protoplas tersebut dimungkinkan masih mengandung komponen dinding sel dan matrik biofilm C. albicans. Hal ini disebabkan dinding sel C. albicans sangat kompak dan

62

liat, terlebih lagi matrik biofilm C. albicans. Berdasarkan kekuatan dinding sel dan matrik ekstrasel biofilm tersebut sehingga dinding sel dan matrik ekstrasel biofilm sulit untuk dipecah guna mendapatkan protein dinding sel dan protein matrik biofilm C. albicans. PIB merupakan sampel protoplas biofilm yang mengandung protein intrasel biofilm, sedangkan PIP merupakan protoplas planktonik yang mengandung protein intrasel planktonik. PMB merupakan sampel yang mengandung protein matrik biofilm. PEP merupakan sampel yang mengandung protein ekstrasel planktonik. Pada Gambar 5.6, PIB II dan PIP II merupakan sampel protoplas biofilm dan protoplas planktonik yang mengandung protein intrasel yang dianalisis melalui SDS-PAGE tanpa melalui proses pemisahan massa kental yang terdapat dalam sampel melalui sentrifugasi. Sehingga sampel yang dianalisis SDS-PAGE merupakan sampel yang pekat. Sedangkan PIB I dan PIP I merupakan sampel protoplas biofilm dan protoplas sel planktonik yang merupakan cairan bening, dari sampel yang sama dengan terlebih dahulu disentrifugasi untuk menghilangkan massa kental. Penggunaan 2 jenis sampel yaitu PIP I dan PIP II maupun PIB I dan PIB II bertujuan untuk mendapatkan keseluruhan (total) pita protein hasil pemisahan. Dimana salah satu sampel menggunakan cairan supernatan hasil sentrifugasi dan sampel yang lainnya merupakan sampel induk. PMB merupakan ekstrak protein matrik biofilm gabungan antara isolat hasil perlakuan biofilm menggunakan -merkaptoetanol dan isolat hasil perlakuan biofilm menggunakan zymolyase. PEP merupakan ekstrak protein ekstrasel planktonik gabungan antara isolat hasil perlakuan sel planktonik menggunakan -merkaptoetanol dan isolat hasil perlakuan sel planktonik menggunakan zymolyase. Enzim zymolyase juga dielektroforesis sebagai kontrol untuk membedakan antara pita protein sampel

63

pita protein komponen enzim. Dari hasil pemisahan sampel PIP, PIB, PEP, dan PMB, maka protein terpisah berdasarkan berat molekulnya yang tampak sebagai pita-pita protein. Sebagaimana pada Gambar 5.6, tampak adanya pengganggu dalam elektroforesis sampel PIP II yang lebih besar dibandingkan PIP I. Hal ini terlihat dimana gel hasil SDS-PAGE dengan pewarnaan Coomasie Briliant Blue tampak lebih pekat dibanding sampel yang lain. Sampel PIP II menunjukkan kekentalan yang sangat tinggi karena mengandung polimer glukan dan kitin. Polimer glukan dan kitin tersebut merupakan hasil degradasi dan pembentukan gel dari komponen dinding sel pada proses preparasi ekstrak protein ekstrasel planktonik. Pembentukan gel dari polimer glukan dan kitin yang terikut pada sampel protoplas planktonik, mengakibatkan kentalnya protoplas planktonik. Polimer glukan dan kitin sebagai pengganggu dalam proses elektroforesis dapat diselesaikan melalui sentrifugasi sehingga kandungan glukan dan kitin telah dipisahkan dan hasilnya adalah sampel PIP I. Melalui sentrifugasi, glukan dan kitin akan mengendap sebagai pelet. Adapun pada sampel PIB, keberadaan pengganggu yang berasal polimer glukan dan kitin tidak tampak. Hal ini disebabkan oleh proses degradasi matrik biofilm yang tidak sempurna, dikarenakan matrik biofilm lebih kuat dan liat dibandingkan dinding sel. Sehingga diperlukan perlakuan yang lebih kuat dibanding perlakuan terhadap dinding sel agar matrik biofilm dapat terurai lebih sempurna. Dari hasil SDS-PAGE tampak beberapa pita protein yang menunjukkan protein komponen masing-masing sampel PIP, PIB, PMB, PEP dan enzim zymolyase. Berdasarkan data Rf sampel yang dimasukkan ke dalam persamaan regresi berat molekul marker terhadap Rf yaitu y = -75,22x + 87,97, maka ditentukan estimasi berat

64

molekul komponen protein dalam sampel PIP, PIB, PMB, dan PEB. Tabel 5.2 memaparkan komponen protein masing-masing sampel PIP, PIB, PMB, PEP dan enzim zymolyase. Tabel 5.2 Rf
0.046 0.153 0.230 0.246 0.276 0.307 0.338 0.423 0.476 0.538 0.553 0.630 0.707 0.923

Data hasil perhitungan Rf dan berat molekul (BM) pita elektrogram sampel PIP, PIB, PMB, PEP pada Gambar 5.6 PIP II
76,4 kDa 70,6 kDa 64,8 kDa 56,1 kDa 52,1 kDa 47,4 kDa 46,3 kDa 40,5 kDa 34,7 kDa 18,5 kDa

PIP I
76,4 kDa 70,6 kDa 64,8 kDa 56,1 kDa 52,1 kDa 40,5 kDa 34,7 kDa 18,5 kDa

PIB II
84,4 kDa 76,4 kDa 70,6 kDa 64,8 kDa 56,1 kDa 52,1 kDa 18,5 kDa

PIB I
76,4 kDa 70,6 kDa 69,5 kDa 67,1 kDa 64,8 kDa 62,5 kDa 56,1 kDa 52,1 kDa 18,5 kDa

PEM PEP
-

Zymolyase
64,8 kDa 18,5 kDa

Berdasarkan data pada Tabel 5.2, tidak tampak pita protein hasil pemisahan ekstrak protein ekstrasel planktonik (PEP) dan ekstrak protein matrik biofilm (PMB). Hal ini mengindikasikan bahwa dalam sampel PEP dan PMB tidak mengandung protein ekstrasel planktonik dan protein matrik biofilm C. albicans, atau pewarnaan menggunakan Coomassie Briliant Blue yang kurang peka. Batas deteksi pewarnaan menggunakan Coomasie Briliant Blue adalah 0,1 g untuk sebuah pita protein. Namun berdasarkan data hasil uji Western blot yang lebih sensitif (pada 5.5.2), pada sampel PEP dan PMB tidak terdeteksi pita protein. Dari Tabel 5.2, dapat diketahui pita-pita protein sampel PIP dan PIB. Keseluruhan pita protein sampel PIP meliputi pita yang menunjukkan berat molekul:

65

76,4; 70,6; 64,8; 56,1; 52,1; 47,4; 46,3; 40,5; 34,7; 18,5 kDa. Sedangkan keseluruhan pita protein sampel PIB meliputi pita yang menunjukkan berat molekul: 84,4; 76,4; 70,6; 69,5; 67,1; 64,8; 62,5; 56,1; 52,1; 18,5 kDa. Pita protein 64,8 kDa dan 18,5 kDa terdapat pada sampel protoplas planktonik dan protoplas biofilm serta enzim zymolyase. Dengan demikian dimungkinkan pita tersebut adalah pita protein komponen enzim zymolyase yang terikut pada sampel PIP dan PIB. Hal ini terjadi karena sampel yang dipisahkan dengan SDS-PAGE merupakan sampel hasil perlakuan menggunakan enzim zymolyase. Pita protein intrasel planktonik C. albicans meliputi: 76,4; 70,6; 56,1; 52,1; 47,4; 46,3; 40,5; 34,7 kDa. Sedangkan keseluruhan pita protein intrasel biofilm C.

albicans meliputi: 84,4; 76,4; 70,6; 69,5; 67,1; 62,5; 56,1; 52,1 kDa. Diantara pita protein yang diperoleh terdapat protein spesifik planktonik dan protein spesifik biofilm C. albicans yang dipaparkan dalam Tabel 5.3. Tabel 5.3 Komposisi protein spesifik planktonik dan protein spesifik biofilm albicans 47,4 kDa, 46,3 kDa, 40,5 kDa, 34,7 kDa 84,4 kDa, 69,5 kDa, 67,1 kDa, 62,5 kDa C.

Protein spesifik planktonik C. albicans Protein spesifik biofilm C. albicans 5.4.2 Western blotting

Penentuan protein antigenik dilakukan dengan teknik elektroblotting. Melalui teknik analisis Western blot dapat diidentifikasi protein tertentu yang merupakan protein virulen yang bersifat antigenik. Protein antigenik spesifik biofilm C. albicans ini merupakan kandidat biomarker kandidiasis. Gel hasil elektroforesis yang telah mengandung pita-pita protein komponen C. albicans dari sampel ekstrak protein ekstrasel planktonik (PEP), ekstrak protein matrik biofilm (PMB), ekstrak protein intrasel planktonik (PIP) dan ekstrak protein intrasel biofilm (PIB) direaksikan dengan antibodi primer yang mengandung anti C.

66

albicans. Adanya sinyal menunjukkan bahwa protein tertentu telah bereaksi dengan antibodi anti C. albicans. Selanjutnya pita protein antigenik yang spesifik hanya terdapat pada biofilm, merupakan protein antigenik spesifik biofilm. Dalam penelitian ini antibodi primer diproduksi di dalam inang mencit. Dengan adanya antigen C. albicans yang dimasukkan ke dalam rongga perut mencit akan memproduksi antibodi tertentu sebagai bentuk perlawanan terhadap antigen tersebut. Dari beberapa protein yang berhasil dipisahkan terdapat beberapa protein yang merupakan protein antigenik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya reaksi yang tampak sebagai pita yang spesifik hasil Western blot (Gambar 5.7).

Gambar 5.7

Hasil analisis Western blot pita-pita hasil pemisahan sampel ekstrasel planktonik (PEP), protein matrik biofilm (PMB), intrasel planktonik (PIP), dan protein intrasel biofilm (PIB) antibodi primer anti C. albicans. Berdasarkan hasil analisis Western blot, teridentifikasi beberapa

protein protein dengan protein

antigenik C. albicans, yang dipaparkan dalam Tabel 5.4. Tabel 5.4 Komposisi protein antigenik intrasel planktonik, protein antigenik intrasel biofilm, dan protein antigenik spesifik biofilm C. albicans 76,4 kDa, 70,6 kDa, 52,1 kDa, 47,4 kDa dan 40,5

Protein antigenik planktonik

67

Protein antigenik biofilm Protein antigenik spesifik biofilm

kDa 76,4 kDa, 70,6 kDa, 67,1 kDa, 52,1 kDa dan 40,5 kDa. 67,1 kDa

Hasil analisis Western blot sampel ekstrak protein ekstrasel planktonik (PEP) dan sampel ekstrak protein matrik biofilm (PMB) C. albicans terhadap antibodi anti C. albicans menunjukkan bahwa di dalam ekstrak protein planktonik dan biofilm C.

albicans tidak terdapat protein yang bersifat antigenik. Data ini sesuai dengan data hasil SDS-PAGE menggunakan pewarnaan Coomassie Briliant Blue. Dari hasil tersebut diperoleh pita protein antigenik yang spesifik biofilm C. albicans yaitu pita protein dengan berat molekul 67,1 kDa. Ada kesamaan antara protein intrasel penyusun bentuk planktonik dan biofilm, yaitu protein dengan berat molekul 76,4 kDa, 70,6 kDa, 56,1 kDa, dan 52,1 kDa. Namun yang terpenting dalam penelitian ini adalah penentuan protein yang spesifik biofilm, yaitu protein dengan berat molekul 84,4 kDa, 69,5 kDa, 67,1 kDa, dan 62,5 kDa. Protein-protein tersebut merupakan protein komponen matrik biofilm C. albicans. Diantara protein-protein tersebut diharapkan terdapat protein yang bersifat antigenik, sehingga didapatkan protein spesifik biofilm C. albicans, yang dapat dikembangkan menjadi kandidat biomarker kandidiasis atas dasar reaksi imunogenik. Protein antigenik spesifik biofilm C. albicans yaitu protein dengan berat molekul 67,1 kDa. Disamping yang antigenik, diantara protein spesifik biofilm tersebut ada pula yang tidak antigenik, diantaranya adalah protein dengan berat molekul 84,4 kDa, 69,5 kDa, dan 62,5 kDa. Protein tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam mendesain target obat untuk penyakit kandidiasis, yaitu dengan mendesain ligan yang dapat membentuk komplek yang stabil dengan protein tersebut.

Anda mungkin juga menyukai