Anda di halaman 1dari 24

BAB I STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN Nama pasien Umur Jenis kelamin Alamat Pendidikan Pekerjaan Status perkawinan: kawin Agama Suku Tanggal rawat di RS Tanggal pemeriksaan II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama: perut sebah

: Tn.M : 55 tahun : laki-laki : plalangan jenangan : SMA : Petani : Islam : Jawa : 25 Juni 2012 : 8-10 Juni 2012

B. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke RS dr.Hardjono Ponorogo dengan keluhan perut sebah. Keluhan ini dirasakan pasien sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pasien merasakan perutnya terasa penuh di daerah ulu hati. Dirasakan memberat saat makan. Pasien mengeluhkan perutnya terdapat benjolan yang semakin lama makin membesar dirasakan mulai muncul1 bulan yg lalu. Menurut cerita pasien,

selama pasien perut sebah, pasien belum memeriksakan dirinya ke dokter dan belum minum obat untuk mengurangi keluhannya tersebut. Keluhan tambahan lainnya adalah pusing (-), lemas (+), mual (+), sesak (-), nyeri dada (-), nyeri perut (-),BAB (+), warna/konsistensi normal. BAK normal, nyeri (-), darah (-), panas (-) berwarna keruh(-)., nafsu makan menurun Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat sakit serupa b. Riwayat opname

: disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : diakui : diakui :disangkal : diakui, pasien kebiasaan minum : disangkal

c. Riwayat alergi d. Riwayat DM


e. Riwayat hipertensi

f. Riwayat penyakit jantung : disangkal


g. Riwayat penyakit paru h. Riwayat trauma

C. Riwayat penyakit keluarga a. Riwayat sakit seperti pasien b. Riwayat alergi c. Riwayat DM d. Riwayat hipertensi f. Riwayat penyakit paru D. Riwayat pribadi a. Merokok b. Konsumsi jamu
c. Konsumsi minuman berenergi

e. Riwayat penyakit jantung : disangkal

d. Konsumsi alkohol
e. R. Makan pedas f. R. Makan tidak teratur g. R. Obat bebas h. Minum kopi

kopi 2 gelas sehari.

III. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan umum : baik

B. Kesadaran

: compos mentis, GCS E4V5M6

C. Vital Sign Tekanan darah : 120/90mmHg Nadi RR D. Kepala


1. 2.

: 84 x/menit : 20 x/menit

Suhu : 36,20C Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+) Leher : PKGB (-/-), JVP (-/-)

B. Thorax .1. Pulmo


a.

Inspeksi : simetri (+/+), ketinggalan gerak (-/-), retraksi Palpasi Depan belakang -

intercostae (-/-) b. a) Ketinggalan gerak

b) Fremitus Depan N N N c. Perkusi : Depan S S S S S S belakang S S S S S S N N N belakang N N N N N N

d. Auskultasi : Depan belakang


3

SDV SDV SDV SDV SDV SDV SDV SDV SDV SDV SDV SDV Suara tambahan : wheezing (- / -), ronkhi (- / -) 2. Jantung
a.

Inspeksi Palpasi Perkusi

: ictus cordis tidak tampak : ictus cordis tidak teraba : Batas kiri jantung
-Atas : SIC II di sisi lateral linea parasternalis sinistra -Bawah : SIC V linea midclavicula sinistra .

b.
c.

Batas kanan jantung -Atas : SIC II linea parasternalis dextra -Bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
d.

Auskultasi: Bunyi jantung I-II: reguler, bising jantung (-) Inspeksi : distended (-), caput medusa (-), venektasi

3.

Abdomen:
a.

(-)
b. c.

Auskultasi : menurun Perkusi Palpasi : timpani, pekak beralih (+), pembesran : nyeri tekan (-), hepar teraba, lien dan ren tidak

hepar, nyeri ketok costovertebrae (-)


d.

teraba 4. Ekstremitas a.Clubing finger tidak ditemukan b. Edema dan pitting edema ekstremitas inferior IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan darah lengkap (tanggal 12 Juni 2012)

Pemeriksaan Hb Eritrosit

Hasil 10.6 3,54

Satuan gr/dl 106 uL

Nilai Normal 11,0-16,0 3,50 5,50

Hematokrit Indeks Eritrosit MCV MCH MCHC Leukosit Trombosit Limph Mid Gran Ureum Creat Gula Darah Sewaktu SGOT SGPT TBIL DBIL Alb Glob Chol TG HDL LDL

31,6 89,4 24,9 33,5 8,3 174 1,5 0,5 7,7 49,73 1,12 108 204,3 142,9 1,28 0,63 2,9 4,4 478 342 34 378

% Pf Pg % 103 uL 103 uL 103/ul 103/ul 103/ul mg/dl mg/dl mg/dl UI UI mg/dl mg/dl gr/dl g/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl

37-50 82,5-92,0 27-31 32-36 5,0-10,0 100-300 0,8-4 0,1-0,9 2-7 10-50 0,7-1,4 60-115 0-38 0-40 0-0,35 0,2-1,2 3,5-5,5 2-3,9 140-200 36-165 45-150 0-190

B. Pemeriksaan USG Abdomen

Tanggal 3-8-2012 Hasil : Liver serosis dengan acites V. POMR

Daftar masalah

Problem

Assesment Sirosis Hepatitis dengan degenerasi maligna

Planning Diagnosa Klinis USG abd

Plannning Terapi Inf pz 12 tpm Inj ranitidin 2x1 amp Inj furosemid 110 Propanolol 2x40 g Lasoprazol 2x400g Hepabalance 2x1 Simptomatis

Planning Monitoring Klinis Tes faal hati

1. Perut sebah Gangguan LFT diulu hati,, nafsu , makan ,BAK warna keruh, membesar, perabaan halus, uk 16 cm
SGOT : 204, 3 U/l SGPT: 142,9 ALP: 1074 U/l GamaGT: mg/dl DBIL: mg/dl TBIL: mg/dl Alb: 2,9 g/dl GLOB: 4,4 g/dl HbSAg (+) 1,28 0,63 441

Inj ceptriaxon 3x1 amp DL

kuning hepar

2. CHOL: 478 mg/dl Hiperkolester olemia, hipertrigliseri demia

Dislipidem ia

Diet rendah lemak Lab <200mg/hari Simvastatin 10 mg 001

kimia

darah (chol total, LDL, HDL, TG)

TG:342mg/dl HDL:34mg/dl LDL: 376 mg/d

Diet purin Allopurinol 3 x 100 mg Darah UA urin

3.UA:8,3 mg/dl Gangguan metabolisme (2,4-5,7


mg/dl)

hiperurise mia
6

purin

Follow up Monitoring Bangsal Hari I (9-8-2012) Ku: lemes, perut sebah inferior Td : 120/70 mmHg Terapi Inf pz 12 tpm Inj ceftriaxon 3x1 amp Inj vit k 2x1 amp Inj furosemid 110 Propanolol 2x40 tab Letonal 2x100 tab Hari II (10-8-2012) Ku: lemes, perut sebah O: ikterik, acites, edem ekstremitas inferior TD: 130/80 mmHg Lanjut

O : ikterik, acites,edem ekstremitas Inj ranitidin 2x1 amp

Hari III (11-8-2012) Pasien pulang

BAB II DISKUSI
A. Hepatoma1,2,3

Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (cirrhosis). Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, dipermukaan hepar maupun ekstra hepatik seperti pada metastase jauh. Tumor dapat konsistensinya muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa yang difus dan sulit dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena yang tidak dapat dibedakan dengan jaringan hepar biasa. Massa ini dapat mengganggu jalan dari saluran empedu maupun menyebabkan hipertensi portal sehingga gejala klinis baru akan terlihat setelah massa menjadi besar. Tanpa pengobatan yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian dalam 6 20 bulan. B. Etiologi 1.Virus hepatitis a) HBV Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Pada pasien pengidap HbsAg setelah dievaluasi beberapa tahun, terdapat risiko yang tinggi untuk terjadinya hepatoma. Prevalensi HbsAg positif didapatkan cukup tinggi pada pasien-pasien HCC. Dari sediaan biopsi hati pasien HCC ditemukan HbsAg. b) HCV Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma pada pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval

antara saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinfiamasi kronik dan sirosis hati. 2. Aflatoksin Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun ialah RNA. Salah AFB satu 1 mekanisme hepatokarsinogenesisnya kemampuan

menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gensupresor tumor p53


C. Faktor resiko 2,5,7

1. Sirosis Hati Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko utama hepatoma didunia dan melatar belakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Otopsi pada pasien SH mendapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC. Prediktor utama hepatoma pada SH adalah jenis kelamin lakilaki, peningkatan kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktifitas proliferasi sel hati. Kemungkinan timbulnya KHS pada sirosis hati adalah adanya hiperplasi nodular yang berubah menjadi adenomata multiple dan kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple. Namun demikian tidak semua jenis sirosis hati mempunyai resiko HCC. Dari beberapa penelitian didapatkan bahwa sirosis hati makronodular (post nekrotik) sering ditemukan pada pasien hepatoma. Penelitian ini mengatakan bahwa sirosis hati mempunyai beberapa faktor agen sebagai karsinogenik primer. 2. Obesitas Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholicsteatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.

3. Diabetes Melitus (DM)DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik maupun steatohepatitis untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan (NASH). Di samping itu, DM non-alkoholik

dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker. 4. Alkohol Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol(>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan risiko terjadinya HCC. Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisilain yang merupakan faktor risiko HCC namun lebih jarang dibicarakan/ ditemukan, antara lain : penyakit hati autoimun ( hepatitis autoimun, sirosis bilier primer) , penyakit hati metabolik ( hemokromatosis genetik, defisiensi antitripsin-alfa 1 ,penyakit Wilson), kotrasepsi oral, senyawa kimia ( thorotrast, vinilklorida, nitrosamin, insektisida organoklorin, asam tanik), tembakau.
D.

Klasifikasi 2,8,9 Secara makroskopis dibedakan atas : 1. tipe masif : biasanya di lobus kanan, batas tegas, dapt disertai nodulnodul kecil di sekitar massa tumor, bisa dengan atau tanpa sirosis. 2. tipe nodular : terdapat nodul-nodul tumor dengan ukuran yang bervariasi tersebar di seluruh hati. 3. tipe difus tumor. : secara makroskopis sukar ditentukan daerah massa

E. Manifestasi klinis 1

a. Hepatoma fase sub klinis

10

Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik pencitraan terutama dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT atau MRI. Yang dimaksud kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer
F. Patofisiologi1,4,5,6

Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus berlanjut merupakan proses khas dari cirrhosis hepatic yang juga merupakan proses dari pembentukan hepatoma walaupun pada pasien pasien dengan hepatoma, kelainan cirrhosis tidak selalu ada. Hal ini mungkin berhubungan dengan proses replikasi DNA virus dari virus hepatitis yang juga memproduksi HBV X protein yang tidak dapat bergabung dengan DNA sel hati, yang merupakan host dari infeksi Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA ini akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari sel nantinya hati dan menyebabkan suatu perkembangan dari keganasan yang

akan mengahambat apoptosis dan meningkatkan proliferasisel hati. Para ahli genetika mencari gen gen yang berubah dalam perkembangan sel hepatoma ini dan didapatkan adanya mutasi dari gen p53, PIKCA, dan Catenin. Sementara pada proses cirrhosis terjadi pembentukan nodul nodul di hepar, baik nodul regeneratif maupun nodul diplastik. Penelitian prospektif menunjukan bahwa tidak ada progresi yang khusus dari nodul nodul diatas yang menuju kearah hepatoma tetapi, pada nodul displastik didapatkan bahwa nodul yang terbentuk dari sel sel yang kecil meningkatkan proses pembentukan hepatoma. Sel selkecil ini disebut

11

sebagai stem cel dari hati. Sel sel ini meregenrasi sel sel hati yang rusak tetapi sel selini juga berkembang sendiri menjadi nodul nodul yang ganas sebagai respons dari adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh infeksi virus. nodul nodul inilah yang pada perkembangan lebih lanjut akan menjadi hepatoma Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas,biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik pencitraan terutama dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT atau MRI. hepatoma umumnya Yang adalah: dimaksud kelompok risiko tinggi masyarakat di daerah riwayat hepatitis atau HBsAg

insiden tinggihepatoma; pasien dengan hepatomaprimer. b. Hepatoma fase klinis

positif; pasien dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi

Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut ,manifestasi utama yang sering ditemukan adalah:
1.

Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan kanan atas. Nyeri umumnya kencang, disebabkan tumor bersifat tumbuh

lanjut sering datang berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen merasa area hati terbebat tumpul ( dullache) atau menusuk intermiten atau kontinu, sebagian dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur hepatoma. 2. Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat hepatomegali hepatoma di bawah arkus kostae menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan berbenjol benjol; segmen inferior lobus kanan

sering dapat langsung teraba massa di bawah arkus kostae kanan;

12

hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah prosesus xifoideus atau massa di bawaharkus kostae kiri. 3. 4. Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor asites dan gangguan fungsi hati mendesaksaluran gastrointestinal, perut tidak bisa menerma makanan dalam jumlah banyak karena terasa begah. 5. Letih,mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor gana masukan makanan dll, yang parah dapat s dan berkurang nya sampaikakeksia. 6. Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.
7.

Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya

karena gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumo rmendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif. 8. Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis ditemukan perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertai udem kedua tungkai. 9. Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare , nyeri bahu belakang kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spidernevi, vena dilatasi dinding abdomen dll. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang dan banyak organ lain
G. Diagnosis 2,4

Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan majupesat, maka berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini. Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa

13

dideteksi lebih awal terutamanya dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 95%1,4,8 dan pendekatan laboratorium alpha fetoprotein yang akurasinya 60 70%. (9) Kriteria diagnosa HCC menurut PPHI Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu: 1. Hati membesar dengan/tanpa disertai bising arteri. 2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml. 3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya HCC. 4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya HCC. 5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan HCC. Diagnosa HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima
H. Pemeriksaan penunjang 3,4

a. Ultrasonografi (USG)USG merupakan metode paling sering digunakan dalamdi agnosis hepatoma. Ke-gunaan dari USG dapat dirangkum sebagaiberiku t: memastikan ada tidaknya lesi pe-nempat ruang dalam hati;dapat dilakukan penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagaimetode diagnosis penapisan awal untuk hepatoma; mengindikasikansifat lesi penempat darah ruang, membedakan lesi berisi cairan dari yang padat; membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh penting dalam hati, berguna dalam mengarahkan proseduroperasi; membantu memahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma dalam hati dan jaringan organ sekitarnya, memperlihatkan ada tidaknya trombus tumor dalam percabangan vena porta intra hepatik;di bawah panduan USG dapat dilakukan biopsi.

14

b. CT CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalamhati hubungannya dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CT-lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm. c. MRI MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat kontras berisi iodium, pembuluh memperlihatkan struktur dapat secara jelas menunjukkan struktur dalam hati, juga cukup baik internal jaringan hati dan hepatoma, darah dan saluran empedu

sangatmembantu dalam menilai efektivitas aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%. d. Angiografi arteri hepatika Sejak tahun 1953 Sel dinger merintis penggunaan metode kateterisasi arteri femoralis perkutan untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri hepatika selektif atau supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting dalam diagnosis hepatoma. Namun karena metode ini tergolong invasif, penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak kurang baik, dewasa ini indikasinya adalah: klinis suspek hepatoma atau AFP positif tapi hasil pencitraan lain negatif hasilnya; berbagai teknik pencitraan noninvasif sulit menentukan sifat lesi penempat ruang tersebut. e. Tomografi emisi positron (PET) Dewasa ini diagnosis terhadap hepatoma masih kurang ideal,na mun karsinoma kolangioselular dan karsinoma hepatoselular

15

berdiferensiasi buruk memiliki daya ambil terhadap 18F-FDG yang relatif kuat, maka pada pencitraan PET tampak sebagai lesi metabolisme tinggi
I.

Sistem Staging 4 Saat ini sistem the Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) yang lebih lebih populer digunakan karena memasukan sirosis dalam salah satu hal penilaiannya, seperti halnya sistem Okuda Prognosis terbaik adalah stadium I, tumor soliter <2> Tabel 2.4 Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Points 0 Single yang <50 A <400 No (Tabel 2.4 dan 2.5).

Variables i. Jumlah Tumor Ukuran tumor

pada

Hepar

1 2 Multiple <50 >50 B 400 Yes C

menggantikan hepar normal (%)a ii. Nilai Child-Pugh iii. -Fetoprotein level (ng/mL) iv. Trombosis Vena Porta (CT) a = Luas tumor pada hati 3, 3 points

Stadium CLIP : CLIP 0, 0 points; CLIP 1, 1 point; CLIP 2, 2 points; CLIP

Tabel 2.5 Klasifikasi Okuda Ukuran Tumora Ascites 50% (+) Albumin (g/L) Bilirubin (mg/dL)

<50 + 3 >3 3 <3 () (+) () (+) () (+) () Stadium Okuda: Stadium 1= semua (-), Stadium 2= 1 atau 2 (+), Stadium 3 = 3 atau 4 (+).

a = Luas tumor pada hati

16

J.

Penatalaksanaan 5,6,9 a. Karsinoma Hepatoseluler Stadium I dan II Tumor tahap awal dapat berhasil diobati dengan menggunakan berbagai teknik, termasuk reseksi bedah, ablasi lokal (thermal atau radiofrekuensi), dan terapi injeksi lokal (etanol atau asam asetat). Banyak juga yang memiliki penyakit hati yang signifikan yang mendasari dan tidak dapat mentolerir terapi bedah karena kehilangan parenkim hati, namun mungkin mereka memenuhi persyaratan untuk transplantasi hati orthotopic (orthotopic liver transplant = OLTX) di masa yang akan datang. Prinsip penting dalam perawatan tahap awal HCC adalah dengan menggunakan perawatan hati-hemat dan berfokus pada pengobatan baik tumor maupun sirosis 1. Eksisi Bedah Risiko hepatectomi utama adalah tinggi (mortalitas 510%) diakibatkan oleh penyakit hati yang mendasari dan potensi untuk menjadi gagal hati. Oklusi vena portal preoperative kadang-kadang dapat dilakukan untuk menyebabkan atrofi lobus HCC yang terlibat dan hipertrofi kompensasi dari hati yang masih normal.Pada pasien sirosis, operasi hati besar dapat mengakibatkan kegagalan hati. Klasifikasi Child-Pugh dari gagal hati dapat menentukan prognosis untuk toleransi operasi hati yang dapat diandalkan, dan hanya Child A yang dapat dipertimbangkan untuk reseksi bedah. Pasien dengan Child B dan C dengan tahap I dan II HCC harus dirujuk untuk OLTX jika sesuai, seperti pada pasien dengan asites atau riwayat pendarahan varises. Meskipun terapi bedah eksisi terbuka merupakan terapi yang paling dapat diandalkan, namun pasien mungkin lebih baik ditawarkan dengan pendekatan secara laparoskopi untuk reseksi, menggunakan RFA atau injeksi etanol perkutan (percutaneous ethanol injection=PEI).

17

2. Strategi Ablasi Lokal Ablasi radiofrekuensi (Radiofrequency ablation=RFA) menggunakan panas untuk ablasi tumor. Ukuran maksimum dari array probe dapat dilakukan untuk zona nekrosis 7-cm, yang akan cukup untuk tumor berukuran 3-4 cm. Pengobatan tumor yang dekat dengan pedikel portal utama dapat menyebabkan cedera duktus empedu dan obstruksi. Hal ini membatasi terapi tumor yang secara anatomi cocok untuk teknik ini. RFA dapat dilakukan secara perkutan dengan panduan CT atau USG, atau dengan laparoskopi dengan panduan USG. 3. Terapi Injeksi Lokal Sejumlah agen telah digunakan untuk dilakukannya injeksi lokal ke dalam tumor, yang paling sering, ethanol (PEI). HCC lunak relatif dengan riwayat sirosis hati keras memungkinkan untuk dilakukan injeksi etanol volume besar ke dalam tumor tanpa terjadi difusi ke dalam parenkim hati atau kebocoran keluar dari hati. PEI menyebabkan kerusakan langsung dari sel-sel kanker, tetapi juga akan menghancurkan sel-sel normal di sekitarnya. Hal ini biasanya memerlukan beberapa suntikan (rata-rata tiga), berbeda dengan satu untuk RFA. Ukuran maksimum tumor terpercaya diperlakukan adalah 3 cm, bahkan dengan beberapa suntikan. 4. Transplantasi Hepar Sebuah pilihan yang layak untuk HCC Stadium I dan II pada tumor dengan sirosis adalah OLTX, dengan kelangsungan hidup mendekati pada kasus-kasus nonkanker. OLTX dapat digunakan pada pasien dengan lesi tunggal 5 cm atau 3 nodul atau kurang, setiap 3 cm, menghasilkan kelangsungan hidup yang bagus tanpa tumor (70% selama 5 tahun). Untuk HCC lanjut, OLTX telah ditinggalkan karena adanya tingkat kekambuhan tumor yang tinggi. Prioritas skoring untuk OLTX sebelumnya

18

menyebabkan pasien HCC menunggu terlalu lama untuk dilakukan OLTX, sehingga beberapa tumor menjadi lebih parah selama pasien menunggu hati yang disumbangkan. Berbagai terapi yang digunakan sebagai "jembatan" untuk OLTX, ialah RFA, PEI, dan chemoembolization transarterial (TACE). 5. Terapi Adjuvant Peran kemoterapi ajuvan bagi pasien setelah reseksi atau OLTX masih belum jelas. Telah ditemukan bahwa tidak ada manfaat yang jelas dalam kelangsungan hidup dalam keadaan bebas penyakit atau secara keseluruhan baik untuk pendekatan adjuvant maupun neoadjuvant, meskipun suatu meta-analisis beberapa percobaan menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam keadaan bebas penyakit dan secara keseluruhan. Analisis dari uji coba kemoterapi ajuvan pasca operasi sistemik tidak menunjukkan manfaat ketahanan hidup dalam keadaan bebas penyakit atau secara keseluruhan, namun studi tunggal TACE dan neoadjuvant 131I-ethiodol telah menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup setelah dilakukan reseksi. b. Karsinoma Hepatoseluler Stadium III dan IV Pilihan bedah tumor menjadi lebih sedikit pada HCC stadium III. Pada pasien tanpa sirosis, hepatectomi adalah layak, meskipun mempunyai prognosis yang buruk. Pasien dengan sirosis Child A dapat direseksi, tetapi lobektomi berhubungan dengan morbiditas yang signifikan dan kematian, dan prognosis jangka panjangnya adalah kurang. Namun demikian, sebagian kecil pasien akan mencapai kelangsungan hidup jangka panjang. Karena sifat dari tumor ini, setelah reseksi berhasil dapat diikuti oleh kekambuhan yang cepat. Pasienpasien pada stadium ini bukan kandidat untuk dilakukannya transplantasi karena adanya tingkat kekambuhan tumor tinggi, kecuali tumor mereka bisa turun-bertahap terlebih dahulu dengan terapi

19

neoadjuvant. Mengurangi ukuran tumor primer dapat dilakukan untuk menguragi operasi, dan penundaan operasi dilakukan untuk penyakit yang extrahepatic dengan menggunakan studi imaging dan menghindari OLTX karena tidak akan membantu. Stadium IV memiliki prognosis yang buruk, dan tidak ada pengobatan bedah yang dianjurkan. 1. Kemoterapi sistemik Sejumlah besar studi klinis terkendali dan tidak terkendali telah dilakukan pada sebagian besar kelompok utama kemoterapi kanker. Tidak ada obat tunggal atau obat kombinasi yang diberikan secara sistemik berpengaruh baik, bahkan hanya mengarah ke tingkat respons sebesar 25% atau hanya sedikit berpengaruh kepada kelangsungan hidup. 2. Kemoterapi Regional Berbeda dengan hasil buruk pada kemoterapi sistemik, berbagai agen yang diberikan melalui arteri hepatik memiliki aktivitas yang terbatas pada HCC (Tabel 2.6). Dua uji terkontrol acak telah menunjukkan keunggulan untuk bertahan hidup untuk TACE dalam subset yang dipilih pasien. Satu digunakan doxorubicin dan lainnya menggunakan cisplatin. Terlepas dari kenyataan bahwa terjadi peningkatan ekstraksi hepatik dari kemoterapi untuk obat sangat sedikit, beberapa obat seperti cisplatin, doxorubicin, C mitomycin, dan mungkin neocarzinostatin menghasilkan respon yang cukup besar bila diberikan secara regional. Hanya sedikit data yang tersedia pemberiannya melalui infus arteri secara terus-menerus untuk HCC, meskipun studi utama dengan cisplatin telah menunjukkan respon yang baik. Karena laporan kelangsungan hidup tidak dibuat berdasarkan berdasarkan stadium TNM, sulit untuk mengetahui prognosis jangka panjang dalam hubungannya dengan batas tumor. Sebagian besar penelitian tentang kemoterapi arteri hepatik regional juga menggunakan agen embolisasi seperti ethiodol, gelatin partikel

20

spons (Gelfoam), pati (Spherex), atau mikrosfer. Dua produk yang terdiri dari mikrosfer didefinisikan dengan ukuran berkisarEmbospheres (biosphere) dan Sensual SE-menggunakan partikel 40120, 100-300, 300-500, dan 500-1000 m ukurannya. Diameter optimal partikel untuk TACE belum didefinisikan. Penggunaan secara luas dari beberapa bentuk embolisasi di samping kemoterapi telah menambah efek toksisitas. Hal ini meliputi demam yang sering terjadi tetapi transient, sakit perut, dan anoreksia (semua dalam> 60% pasien). Selain itu, pada > 20% pasien terjadi peningkatan asites atau elevasi transien enzim transaminase. Toksisitas hati yang disebabkan oleh embolisasi dapat dibantu dengan penggunaan mikrosfer pati yang dapat didegradasi, dengan tingkat respon 50-60%. Sebuah masalah besar dalam menunjukkan keunggulan harapan hidup pada pasien menanggapi TACE adalah bahwa banyak pasien meninggal akibat sirosis yang mendasari mereka, bukan tumor. Namun, meningkatkan kualitas hidup pasien adalah tujuan utama dari terapi regional.

21

BAB III KESIMPULAN Karsinoma hepatoseluler adalah suatu tumor ganas primer pada hati yang paling sering ditemukan. Faktor risiko karsinoma hepatoseluler adalah infeksi hepatitis B, infeksi hepatitis C, alkohol, aflatoxin B1, dan sirosis. Gejala klinis karsinoma hepatoseluler adalah sakit perut, rasa penuh, bengkak di perut kanan, nafsu makan berkurang dan rasa lemas. Diagnosis karsinoma hepatoseluler ditegakkan bila ditemui dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima dari PPHI. Pemeriksaan karsinoma hepatoseluler terdiri dari laboratorium, biopsi, radiologi imaging berupa USG, CT Scan, dan MRI. Pengobatan karsinoma hepatoseluler meliputi tindakan bedah hati, transplantasi hati, tindakan non bedah hati seperti injeksi lokal dan kemoterapi

22

DAFTAR PUSTAKA 1. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiohadi, Idrus Alwi, MarcellusSimadibrata K, Siti Setiati. 2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jilid I,Edisi IV . Hal: 455-459. Pusat Penererbitan Ilmu Penyakit DalamFKUI. Jakarta: Juni 2006. 3. Desen, Wan. Onkologi Klinik: Edisi 2 . Hal 408-423. BalaiPenerbit FKUI. Jakarta: 2008 4. Gani, Abdulah. Gastroentero Hepatologi: Edisi I.Hal 370-381.Info Medika Airlangga. Jakarta: 1990
5. Media

Medika Muda .HUBUNGAN KADAR ALFA FETOPROTEINSERUM DAN GAMBARAN USG PADA KARSINOMA HEPATOSELULER update : 11 agustus 2012.

6. diunduh dari:http://www.m3undip.org/ed2/artikel_09_full_text_01.htmlast

7. Axelrod, David, MD,MBA. Hepatocellular Carcinoma diunduhdari:


8. http://emedicine.medscape.com/article/197319-overview last

up

date:

12Agustus 2012.

23

9. Hepatocllular Carsinoma diunduh dari:http://en.wikipedia.org/wiki/Hepat

omalast up date: 12 Agustus 2012

24

Anda mungkin juga menyukai