Anda di halaman 1dari 26

PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN BAHASA MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu Ibu Sumilah

Disusun Oleh:

Rombel

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2012

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pengetahuan itu bukanlah salinan dari obyek dan juga bukan berbentuk kesadaran apriori yang sudah ditetapkan di dalam diri subyek, ia bentukan perseptual, oleh pertukaran antara organisme dan lingkungan dari sudut tinjauan biologi dan antara pikiran dan obyeknya menurut tinjauan kognitif. sebagai calon pendidik perlu kita ketahui bahwa individu pada masa anak-anak atau pun saat usia sekolah mengalami perkembangan kognitif yang terus berkembang, dari mulai masa bayi sampai anak remaja. beberapa teori tentang perkembangan kognitif seperti teori perkembangan kognitif Piaget, Bruner,

Vigotsky, Chomsky wajib kita ketahui sebagai landasan dalam menjalankan tugas kependidikan kelak. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana teori perkembangan kognitif menurut pandangan Piaget ? 2. Bagaimana teori perkembangan kognitif menurut pandangan Bruner ? 3. Bagaimana teori perkembangan kognitif menurut pandangan Vigotsky ? 4. Bagaimana teori perkembangan bahasa menurut pandangan Chomsky ? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui teori perkembangan kognitif menurut pandangan Piaget 2. Untuk mengetahui teori perkembangan kognitif menurut pandangan Bruner 3. Untuk mengetahui teori perkembangan kognitif menurut pandangan Vigotsky 4. Untuk mengetahui teori perkembangan bahasa menurut pandangan Chomsky D. Manfaat Dengan memahami teori teori perkembangan kognitif menurut pandangan Piaget, bruner, Vigotsky, dan juga teori perkembangan bahasa menurut Chomsky maka kita dapat memiliki wawasan yang luas tentang tahapan kognitif anak, memahami hakekat perkembangan individu sehingga kita dapat mengefektifkan proses belajar mengajar yang berorientasi pada peserta didik.

KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME berkat limpahan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah Perkembangan Kognitif dan Bahasa dengan lancar. Terimakasih penulis ucapkan kepada : 1. Ibu Sumilah sebagai dosen Pembimbing mata kuliah Pembelajaran Kelas Rangkap 2. Orang tua penulis 3. Teman teman seperjuangan 4. Segenap pihak lain yang turut membantu terselesaikannya makalah ini yang tidak dapat penulis sebut satu persatu Akhir kata tak ada gading yang tak retak, apabila ada kata kata yang kurang berkenan penulis mohon maaf. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamualaikum wr.wb.

Semarang, 23 Maret 2012

Penulis

BAB II PEMBAHASAN A. Teori perkembangan kognitif menurut Piaget 1. Konsep Kunci Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini. Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak. Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.

Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas. Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya. 2. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Menurut Piaget Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif. Artinya, perkembargan terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Dengan demikian, apabila teriadi hambatan pada perkemb;rngan terdahulu maka perkembangan selaniutnya akan memperoleh hambatan. Piaget membagi perkembangan kognitif ke dalam empat fase, yaitu fase sensorimotor, fase praoperasional, fase operasi konkret, dan fase operasi formal (Piaget, 1972: 49-91). 1. Fase Sensorimotor (usia O - 2 tahun) Pada masa dua tahun kehidupannya, anak berinteraksi dengan dunia di sekitarnya, terutama melalui aktivitas sensoris (melihat, meraba, merasa, mencium, dan mendengar) dan persepsinya terhadap gerakan fisik, dan aknvitas yang berkaitan dengan sensoris tersebut. Koordinasi aktivitas ini disebut dengan istilah sensorimotor. Fase sensorimotor dimulai dengan gerakan-gerakan refleks yang dimiliki anak sejak ia dilahirkan. Fase ini berakhir pada usia 2 tahun. Pada masa ini, anak mulai membangun pemahamannya tentang lingkungannya melalui kegiatan sensorimotor, seperti menggenggam, mengisap, melihat, melempar, dan secara perlahan ia mulai menyadari bahwa suatu benda tidak menyatu dengan lingkungannya, atau dapat dipisahkan dari lingkungan di mana benda itu berada. Selanjutnya, ia mulai belajar bahwa benda-benda itu memiliki sifat-sifat khusus. Keadaan ini mengandung arti, bahwa anak telah mulai membangun

pemahamannya terhadap aspek-aspek yang berkaitan dengan hubungan kausalitas, bentuk, dan ukuran, sebagai hasil pemaharnannya terhadap aktivitas sensorimotor yang dilakukannya. Pada akhir usia 2 tahun, anak sudah menguasai pola-pola sensorimotor

yang bersifat kompleks, seperti bagaimana cara mendapatkan benda yang diinginkannya (menarik, menggenggam atau meminta), menggunakan satu benda dengzur tujuan yangb erbeda. Dengan benda yanga da di tangannya,ia melakukan apa yang diinginkannya. Kemampuan ini merupakan awal kemampuan berpilar secara simbolis, yaitu kemampuan untuk memikirkan suatu objek tanpa kehadiran objek tersebut secara empiris.

Table sub tahap sensorimotorik

Sub tahap Reflek sederhana.

Usia lahir 1 bulan 1 4 bulan Koordinasi

Deskripsi penginderaan dan

tindakan melalui perilaku reflektif. Reaksi sirkuler primer dan kebiasaan pertama. Koordinasi penginderaan dua jenis skema: kebiasaan (refleks) dan reaksi melingkar primer (reduksi peristiwa yang pada mulanya terjadi karena kebetulan). Fokus utamanya masih pada tubuh bayi. Reaksi sekunder. sirkuler 4 8 bulan Perkembangan menjadi kebiasaan. pada Bayi objek,

berorientasi

bergerak keluar dari kebiasaan yang mengasikan, dan mengulang-ulang kegiatan yang membawa hasil yang menarik dan menyenangkan. Koordinasi sekunder. sirkuler 8 12 bulan Koordinasi penglihatan dan sentuhan (koordinasi mata dengan tangan), dan koordinasi skema dengan kesenjangan dalam bertindak. Reaksi sirkuler tersier, baru, dan ingin tahu. 12 18 bulan Bayi dibangkitkan minatnya oleh karakteristik objek dan oleh beberapa benda yang dapat dijadikan sebagai objek, dan mencoba perilaku baru. Internalisasi skema. 18 24 bulan Bayi mengambangkan kemampuan menggunakan symbol primitif dan

membentuk representasi mental yang abadi.

2. Fase Praoperasional (usia 2 - 7 tahun) Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari bahwa pemahamannya tentang benda-benda di sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Kegiatan simbolis ini dapat berbentuk melakukan percakapan melalui telepon mainan atau berpurapura menjadi bapak atau ibu, dan kegiatan simbolis lainnva Fase ini rnemberikan andil yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Pada fase praoperasional, anak trdak berpikir secara operasional yaitu suatu proses berpikir yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya. Fase ini merupakan rlasa permulaan bagi anak untuk membangun kenrampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak pada fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik. Fase praoperasional dapat clibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi simbolis, subfase berpikir secara egosentris dan subfase berpikir secara intuitif. a. Sub tahap simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun. Pada masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk menggarnbarkan suatu objek yang secara fisik tidak hadir dan penggunaan bahasa mulai berkembang ditunjukkan dengan sikap bermain, sehingga muncul egoism dan animisme. Kemampuan ini membuat anak dapat rnenggunakan balok-balok kecil untuk membangun rumah-rumahan, menyusun puzzle, dan kegiatan lainnya. Pada masa ini, anak sudah dapat menggambar manusia secara sederhana. Subfase berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun. Berpikir secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Benar atau tidak benar, bagi anak pada fase ini, ditentukan oleh cara pandangnya sendiri yang disebut dengan istilah egosentris. Animism merupakan keyakinan bahwa objek yang tidak bernyawa adalah mampu bertindak dan memiliki kualitas seperti kehidupan. b. Sutahap intuitif tenadi pada usia 4 - 7 tahun.

Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif (menggunakan penalaran primitive dan ingin tahu jawaban semua pertanyaan) pada saat ini anak kelihatannva mengerti dan mengetahui sesuatu, seperti menyusun balok meniadi rumah-rumahan, akan tetapi pada hakikatnya tidak mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan balok itu dapat disusun meniadi rumah. Dengan kata lain, anak belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis (rasional) tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian. 3. Fase Operasi Konkret (usia 7- 12 tahun) Pada fase operasi konkret, kemampuan anak untuk berpikir secara logis sudah berkembang, dengan syarat, obyek yang menjadi sumber berpikir logis tersebut hadir secara konkret. Kemampuan berpikir logis ini terwujud dalarn kemampuan

mengklasifikasikan obyek sesuai dengan klasifikasinya, mengurutkan benda sesuai urutannya, kemampuan untuk memahami cara pandang orang lain, dan kemampuan berpikir secara deduktif. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah: a. Pengurutan Kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. b. Klasifikasi Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan) c. Decentering Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi. d. Reversibility

Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya. e. Konservasi Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. f. Penghilangan Sifat Egosentrisme Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang. 4. Fase Operasional Formal Pada fase ini anak sudah mampu bepikir abstrak, idealis, dan logis. Pemikiran operasional formal tampak lebih jelas dalam pemecahan problem verbal. Anak juga mampu berpikir spekulatif tentang kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka dan diri orang lain. Pemikiran ini bisa menjadi fantasi, sehingga mereka sering kali menunjukkan keinginan untuk segera mewujudkan citacitanya. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Disamping itu, anak sudah mampu menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji solusinya. Kemampuan berpikir seperti ini oleh Piaget disebut sebagai hypothetical-deductive-reasoning,

yaitu mengembangkan hipotesis untuk memecahkan problem dan menarik kesimpulan secara sistematis.

3. Implikasi pembelajaran Pemahaman tentang tahap-tahap kognitif anak, dapat membantu guru untuk memudahkan tatkala melakukan pembelajaran di dalam kelas. Terdapat beberapa hal yang dapat dimanfaatkan untuk dasar pertimbangan tatkala mengajar: a. Tatkala guru mengajar hendaknya menyadari bahwa banyak siswa remaja yang belum dapat mencapai tahap berpikir operasional formal secara sempurna, kondisi ini menuntut konsekuensi pada penyusunan kurikulum, hendaknya tidak terlalu formal atau anbstak, karena hal ini justru akan mempersulit siswa remaja tatkala menyerap materi pembelajaran. b. Kondisi pembelajaran diciptakan dengan nuansa oksplorasi dan penemuan, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk mengembangkan minat belajarnya sesuai kemampuan intelektualnya. c. Metode pembelajaran yang digunakan hendaknya lebih banyak mengarah pada konstruktivisme, artinya siswa lebih banyak dihadapkan pada problem solving yang lebih menekankan pada persoalan-persoalan actual yang dekat dengan kehidupan mereka, kemudian mereka diminta menyusun hipotesis tentang mencari solusinya. d. Setiap akhir pembelajaran dalam satu pokok bahasan, siswa diminta untuk membuat map mine. Secara sederhana implikasi teori Piaget dalam pembelajaran: a. Memaklumi akan adanya perbedaan invidual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Ditambah cara berfikir anak kurang logis dibanding dengan orang dewasa, maka guru harus mengerti cara berfikir anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru. b. Pendidikan disini bertujuan untuk mengembangkan pemikiran anak, artinya ketika anak-anak mencoba memecahkan masalah, penalaran merekalah yang lebih penting daripada jawabannya. Oleh sebab itu guru penting sekali agar tidak menghukum anak-anak untuk jawaban yang salah, tetapi sebaliknya menanyakan

bagaimana anak itu memberi jawaban yang salah, dan diberi pengertian tentang kebenarannya atau mengambil langkah-langkah yang tepat untuk untuk menanggulanginya. c. Anak belajar paling baik dengan menemukan (discovery). Artinya di sini adalah agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah sendiri. B. Teori perkembangan kognitif menurut Bruner Bruner menjabarkan 6 konsep pokok dalam perkembangan kognitif, yaitu: 1. Perkembangan intelektual ditandai oleh meningkatnya variasi respon terhadap stimulus. anak yang pada mulanya berada dalam kendali stimulus, belajar membebaskan diri dari stimulus. ketika anak itu memperoleh bahasa, mereka belajar memediasi hubungan antara stimulus dengan respon. dengan mediasi itu, anak belajar membedakan gratifikasi, memodifikasi respon, dan memiliki respon yang sama walaupun stimulusnya berubah-ubah. 2. Pertumbuhan tergantung pada perkembangan intelektual dan sistem pengolahan informasi yang dapat menggambarkan realita. anak-anak tidak pernah dapat memprediksikan ataupun mengekstrapolasi hasil yang akan dicapai apabila mereka tidak belajar system symbol yang mencerminkan dunia. oleh karena itu untuk memahami pengalaman yang ada di luar dirinya, anak memerlukan representasi mental tentang dunia sekitarnya. 3. Perkembangan intelektual memerlukan peningkatan kecakapan untuk

mengatakan pada dirinya sendiri dan orang lain melalui kata-kata atau symbol, mengenai apa yang telah dikerjakan dan apa yang akan dikerjakannya. hal ini menjelaskan adanya kesadaran diri. Tanpa perkembangan kemampuan untuk menggambarkan kegiatan masa lalu dan masa depan, maka tidak akan terjadi perilaku analitik lingkungannya. 4. Interaksi antara guru dengan siswa sangat penting bagi perkembangan kognitif. orang tua, guru, dan, masyarakat harus menddidik anak-anak. kebudayaan yang yang diarahkan pada dirinya sendiri atau terhadap

ada di masyarakat tidak cukup mampu mengembangkan perkembangan intelektual anak, sehingga guru harus menafsirkan dan berbagi kebudayaan dengan anak agar mereka mengalami perkembangan intelektual. 5. Bahasa menjadi kunci perkembangan kognitif. setiap individu belajar menggunakan bahasa untuk memediasi peristiwa yang terjadi di dunia. Kemampuan berbahasa ini menjadi sarana untuk mengaitkan berbagai peristiwa dalam bentuk sebab akibat. 6. Pertumbuhan kognitif ditandai oleh semakin meningkatnya kemampuan menyelesaikan berbagai alternatif secara simultan, melakukan berbagai kegiatan secara bersamaan, dan mengalokasikan perhatian secara runtut pada berbagai situasi tertentu. Bruner dalam memahami karakteristik perkembangan kognitif didasarkan pada tingkah lakunya sesuai tahapannya. Tahapan tersebut yaitu: 1. Tahap enaktif Anak mulai memahami lingkungannya. Misalnya tidak ada kata yang membantu orang dewasa ketika mengajar anak berlatih sepeda. Belajar naik sepeda berarti lebih mengutamakan kecakapan motorik. pada tahap ini anak memahami objek sepeda berdasarkan pada apa yang dilakukannya, mislanya dengan memegang, menggerakkan, memukul, meyentuh, dsb. 2. Tahap ikonik Anak membawa informasi yang didapatnya melalui imageri. Karakteristik tunggal pada obyek yang diamati dijadikan sebagai pegangan, dan pada akhirnya anak mengembangkan memori visual. 3. Tahap simbolik Anak berkembang pemahaman perseptualnya dan tindakan tanpa pemikiran terlebih dahulu juga sudah berkembang. Anak mampu menyusun gagasannya secara padat. Implikasi terhadap pembelajaran

a. Anak memiliki cara berpikir yang berbeda dengan orang dewasa. guru perlu memperlihatkan fenomena atau masalah kepada anak. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan wawancara atau pengamatan terhadap objek. b. Anak, terutama pada pendidikan anak usia dini dan anak SD kelas rendah, akan belajar dengan baik apabila mereka memanipulasi objek yang dipelajari, misalnya dengan melihat, merasakan, mencium, dan sebagainya. Pendekatan pembelajaran disoveri atau pendekatan pembelajaran induktif lainnya akan lebih efektif dalam proses pembelajaran anak. c. Pengalaman baru yang berinteraksi dengan struktur kognitif dapat menarik minat dan mengembangkan pemahaman anak. Oleh karena itu pengalaman baru yang dipelajari anak harus sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki anak. C. Teori perkembangan kognitif menurut Vigotsky a) Pandangan tentang perkembangan kognitif Ada tiga konsep yang dikembangkan dalam teori Vygotsky (Tappan,1998): (1) keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diinterpretasikan secara developmental; (2) kemampuan kognitif dimediasi dengan kata,bahasa, dan bentuk diskursus yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan menstraformasi aktivitas mental; dan (3) kemampuan kognitif berasal dari relasi social dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural. b) Konsep Sosiokultural Vygotsky percaya bahwa kemampuan kognitif berasal dari hubungan social dan kebudayaan. Oleh karena itu perkembangan anak tidak dapat dipisahkan dari kegiatan social dan cultural (Holland,dkk,2001). Dia percaya bahwa perkembangan memori, perhatian dan nalar, melibatkan pembelajaran untuk menggunakan alat yang ada dalam masyarakat, seperti bahasa, sistem matematika, dan strategi memori. Pada satu kultur, konsep ketiga dimaksudkan berupa pembelajaran berhitung dengan menggunakan computer, namun pada kultur yang berbeda, pembelajaran seperti ini berupa pembelajaran berhitung menggunakan batu dan jari. Banyak developmentalis yang bekerja di bidang kebudayaan dan pembangunan menemukan dirinya sepaham dengan Vygotsky, yang berfokus pada konteks pembangunan sosial budaya. Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya.

Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang kesepian. Piaget memandang anak-anak sebagai pembelajaran lewat penemuan individual, sedangkan Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai alat kebudayaan tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam kebudayaannya. Vygotsky menekankan baik level konteks sosial yang bersifat institusional maupun level konteks sosial yang bersifat interpersonal. Pada level institusional, sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan alat-alat yang berguna bagi aktivitas kognitif melalui institusi seperti sekolah, penemuan seperti komputer, dan melek huruf. Interaksi institusional memberi kepada anak suatu norma-norma perilaku dan sosial yang luas untuk membimbing hidupnya. Level interpersonal memiliki suatu pengaruh yang lebih langsung pada keberfungsian mental anak. Menurut vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia. Melalui pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi matang.

Lingkungan sosial yang menguntungkan anak adalah orang dewasa atau anak yang lebih mampu yang dapat memberi penjelasan tentang segala sesuatu sesuai dengan nilai kebudayaan. Sebagai contoh, bila anak menunjuk suatu objek, orang dewasa tidak hanya menjelaskan tentang obyek tersebut, namun juga bagaimana anak harus berperilaku terhadap objek tersebut (Rita, dkk, 2008:134). Vygotsky membedakan proses mental menjadi 2, yaitu : a. Elementary. Masa praverbal, yaitu selama anak belum menguasai verbal, pada saat itu anak berhubungan dengan lingkungan menggunakan bahasa tubuh. b. Higher. Masa setelah anak dapat berbicara. Pada masa ini, nak akan berhubungan dengan lingkungan secara verbal. Vygotsky menggambarkan teorinya sebagai berikut :

Batas kemampuan potensial Batas kemampuan aktual The zone of proximal development Gambar 1. Ilustrasi Teori Vygotsky A. Perkembangan Bahasa Para pakar perilaku memandang bahasa sama seperti perilaku lainnya, misalnya duduk, berjalan, atau berlari. Mereka berpendapat bahwa bahasa hanya merupakan urutan respons (Skinner,1957) atau sebuah imitasi (Bandura, 1977). Tetapi banyak diantara kalimat yang kita hasilkan adalah baru, kita tidak mendengarnya atau membicarakannya sebelumnya. Kita tidak mempelajari bahasa di dalam suatu ruang hampa sosial (social vacuum). Kebanyakan anak-anak diajari bahasa sejak usia yang sangat muda. Kita memerlukan pengenalan kepada bahasa yang lebih dini untuk memperoleh keterampilan bahasa yang baik (Adamson,1992; Schegloff,1989). Dewasa ini, kebanyakan peneliti penguasaan bahasa yakin bahwa anak-anak dari berbagai konteks sosial yang luas menguasai bahasa ibu mereka tanpa diajarkan secara khusus dan dalam beberapa kasus tanpa penguatan yang jelas ( Rice,1993).

Dengan demikian aspek yang penting dalam mempelajari suatu bahasa tampaknya tidaklah banyak. Walaupun begitu, proses pembelajaran bahasa biasanya memerlukan lebih banyak dukungan dan keterlibatan dari pengasuh dan guru. Suatu peran lingkungan yang membangkitkan rasa ingin tahu dalam penguasaan bahasa pada anak kecil disebut motherese, yakni cara ibu dan orang dewasa sering berbicara pada bayi dengan frekuensi dan hubungan yang lebih luas dari pada normal, dan dengan kalimat-kalimat yang sederhana. Bahasa dipahami dalam suatu urutan tertentu. Pada setiap tahap di dalam tahap perkembangan, interaksi linguistik anak dengan orang tua dan orang lain pada dasarnya mengikuti suatu prinsip tertentu ( Conti-Ramsden & Snow, 1991; Maratsos, 1991). Perkembangan pemahaman bahasa pada anak bukan saja sangat dipengaruhi oleh kondisi biologis anak, tetapi lingkungan bahasa di sekitar anak sejak usia dini jauh lebih penting dibandingkan dengan apa yang diperkirakan di masa lalu ( Von Tetzchner & Siegel, 1989). Pemahaman terhadap fungsi-fungsi kognitif dengan cara memeriksa alat yang memperantarai dan membentuknya membuat Vygotsky percaya bahwa bahasa adalah alat yang paling penting (Robbin,2001). Vygotsky berpendapat bahwa pada masa kanakkanak awal, bahasa mulai digunakan sebagai alat yang membantu anak untuk merancang aktivitas dan memecahkan problem. Penggunaan bahasa untuk mengatur diri sendiri, dinamakan pembicaraan bathin atau berbicara sendiri. Tatkala anak sering melakukan pembicaraan bathin, ia justru kan lebih kompeen secara social. Karena anak menginternalisasikan pembicaraan egosentrisnya dalam bentuk pembicaraan bathin, kemudian pembicaraan bathin ini menjadi pemikiran mereka. Vygotsky lebih banyak menekankan bahasa dalam perkembangan kognitif daripada Piaget. Bagi Piaget, bahasa baru tampil ketika anak sudah mencapai tahap perkembangan yang cukup maju. Pengalaman berbahasa anak tergantung pada tahap perkembangan kognitif saat itu. Namun, bagi Vygotsky, bahasa berkembang dari interaksi sosial dengan orang lain. Awalnya, satu-satunya fungsi bahasa adalah komunikasi. Bahasa dan pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak mendalami bahasa dan belajar menggunakannya sebagai alat untuk membantu memecahkan masalah.

Dalam tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan bahasa untuk menyelesaikan masalah, mereka berbicara lantang sembari menyelesaikan masalah. Sebaliknya, begitu menginjak tahap operasional konkret, percakapan batiniah tidak terdengar lagi. c) Zone Perkembangan Proksimal Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain. Pada satu sisi, Piaget menjelaskan proses perkembangan kognitif sejalan dengan kemajuan anak-anak, dan dia menggambarkan bahwa anak-anak mampu melakukan sesuatu sendiri. Pada sisi lain, Vygotsky mencari pengertian bagaiman anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan. Penggunaan pendekatan developmental berarti memahami fungsi kognitif anak dengan memeriksa asal-usulnya dan transformasinya dari bentuk awal ke bentuk selanjutnya. Jadi, tindakan mental tertentu seperti menggunakan ucapan bathin tisadak bisa dilihat dengan tepat secara tersendiri tetapi harus dievaluasi sebagai satu langkah dalam proses perkembangan bertahap. Vygotsky mengemukakan beberapa ide tentang zone of proximal developmental (ZPD). Zone of proximal developmental (ZPD) adalah serangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak secara sendirian, tetapi dapat dipelajari dengan bantuan orang dewasa atau anak yang lebih mampu. ZPD menurut Vygotsky menunjukkan akan pentingnya pengaruh social terutama pengaruh instruksi atau pengajaran terhadapa perkembangan kognitif anak (Hasse, 2001). Salah satu contoh konsep ZPD adalah tutorial tatap muka yang diberikan guru di Selandia Baru dalam program Reading recovery. Tugas ini dimulai dengan tugas membaca yang sudah dikenal dengan baik, kemudian pelan-pelan memperkenalkan stategi membaca yang belum dikenal dan kemudian menyerahkan control aktivitas kepada si anak sendiri (Clay & Cazden, dalam Santrocks, 2008). Vygotsky membedakan antara actual development dan potensial development pada anak. Actual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu

tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak. Ketika siswa mengerjakan pekerjaanya di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk

memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. Melalui perubahan yang berturut-turut dalam berbicara dan bersikap, siswa mendiskusikan pengertian barunya dengan temannya kemudian mencocokkan dan mendalami kemudian menggunakannya. Sebuah konsekuensi pada proses ini adalah bahwa siswa belajar untuk pengaturan sendiri (self-regulasi). Menanggapi pandangan Piaget yang mengatakan terdapat umur yang dijadikan patokan secara universal seperti umur 0-2 tahun adalah tahapan pengembangan sensorymotor stage, tahap perkembangan sensori motor, umur 2 sampai 5 tahun adalah tahapan preoperational stage, umur 711 tahun adalah tahap concrete operation, dan 12 ke atas adalah tahap penguasaan pikiran, Vigostsky mengatakan jangan hanya terikat pada apa yang dijadikan patokan oleh Piaget apa lagi Piaget mengambil penelitian di rumah anak yatim piatu yang sesungguhnya meneliti anak yang pertumbuhannya tidak wajar karena tidak memiliki sanak keluarga kecuali teman-teman mereka sendiri. Padahal sangat perlu adanya interaksi dengan yang lain. Oleh karena itu, Vigostsky mengajukan teori yang dikenal dengan istilah Zone of Proximal Development (ZPD) yang merupakan dimensi sosio-kultural yang penting sebagai dimensi psikologis. ZPD adalah jarak antara tingkat perkembangan actual dengan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan yang dimaksud terdiri atas empat tahap.

Pertama, more dependence to others stage, yakni tahapan di mana kinerja anak mendapat banyak bantuan dari pihak lain seperti teman-teman sebayanya, orang tua, guru, masyarakat, ahli, dan lain-lain. Dari sinilah muncul model pembelajaran kooperatif atau kolaboratif dalam mengembangkan kognisi anak secara konstruktif. Kedua, less dependence external assistence stage, di mana kinerja anak tidak lagi terlalu banyak mengharapkan bantuan dari pihak lain, tetapi lebih kepada self assistance, lebih banyak anak membantu dirinya sendiri. Ketiga, Internalization and automatization stage, di mana kinerja anak sudah lebih terinternalisasi secara otomatis. Kasadaran akan pentingnya pengembangan diri dapat muncul dengan sendirinya tanpa paksaan dan arahan yang lebih besar dari pihak lain. Walaupun demikian, anak pada tahap ini belum mencapai kematangan yang sesungguhnya dan masih mencari identitas diri dalam upaya mencapai kapasitas diri yang matang. Keempat, De-automatization stage, di mana kinerjan anak mampu mengeluarkan perasaan dari kalbu, jiwa, dan emosinya yang dilakukan secara berulang-ulang, bolakbalik, recursion. Pada tahap ini, keluarlah apa yang disebut dengan de automatisation sebagai puncak dari kinerja sesungguhnya. Untuk mendeskripsikan bagaimana anak berkembang dari tahap kapasitasnya mulai berfungsi hingga masa perkembangan lanjutan, dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2 : Tahapan Perkembangan Vygostsky adalah seorang ilmuan yang menekankan pada pentingnya

memperhatikan konstruksi sosial. Menurut dia, seluruh perkembangan dan prilaku manusia selalu ada proses kesesuaian antara prilakunya dengan konstruksi sosial, process of approriation by behavior. Appropriation berarti kesesuaian prilaku dengan konstruksi sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu teorinya dikenal dengan istilah social constructivist. Sedangkan, Piaget membangun teorinya lebih pada perkembangan pribadi perorangan, yang oleh kebanyakan ahli memposisikannya pada teori personal constructivist. Piaget sangat terkait dengan proses dasar-dasar biologis manusia. Sedangkan, Vygostsky mengatakan bahwa memang perkembangan kognitif sangat terkait dengan proses dasar-dasar biologis manusia yang banyak kemiripannya dengan binatang, tetapi masih ada psikologis tinggi seperti pada setiap anak lahir dengan membawa rentangan kemampuan, persepsi, dan perhatian dalam konteks sosial dan pendidikan akan tertransformasikan. Artinya perubahan itu terjadi kalau anak tersebut dididik dalam konteks sosial melalui hukum sosial, bahasa, sarana, kebudayaan tertentu yang dapat menjadikan fungsi psikologis kognisi tinggi. Inilah ciri pandangan Vygostsky yang mendapat pertentangan yang sangat hebat di Rusia, terutama dari kaum behavioris yang bernama Ivan Pavlov. Selanjutnya, Vygostsky juga mengemukakan adanya scaffolded instruction, pembelajaran yang mengikuti lompatan-lompatan, yang dia bagi ke dalam tiga prinsip utama, yaitu holistik yang artinya harus bermakna, harus dalam konteks sosial tertentu, harus memiliki peluang untuk berubah dan terkait antara tingkat yang satu dengan tingkat berikutnya. Kalau ketiga hal ini dapat diwujudkan, maka hal itulah yang disebut dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan timbal balik atau dikenal dengan istilah Reciprocal Teaching Approach. Malah anak itu akan memperoleh tantangan yang terkait dengan aktivitas di luar dari tingkat perkembangannya.

d) Konsep Scaffolding Scaffolding, erat kaitannya dengan ZPD, yaitu suatu teknik untuk mengubah tingkat dukungan. Selama sesi pengajaran orang yang lebih ahli (guru atau siswa yang lebih mampu0 menyesuaikan jumlah bimbingannya dengan level kinerja siswa yang telah dicapai.ketika tugas siswa yang akan dipelajari merupakan tugas baru, maka orang yang lebih ahli dapay menggunakan teknik instruksi langsung. Saat kemampuan siswaq

meningkat, maka semakin sedikit bimbingan yang diberikan. Dialog merupakan alat yang penting dalam teknik ini di dalam ZPD (John Steiner & Mahn, tappan dalam Santrock, 2008). Dalam hal ini Vygotsky menganggap bahwa nak mempunyai konsep yang banyak, namun tidak sistematis, tidak teratur, dan spontan. Tatkala anak mendapat bimbingan dari para ahli, maka mereka akan dapat membahas konsepy yang lebih sistematis, logis, dan rasional. 2. Implikasi dalam Pembelajaran Pembelajaran akan menjadi efektif tatkala seorang guru mengajar menggunakan Teori Vygotsky sebagai landasan, bentuk pembelajaran yang dimaksud adalah : a. Sebelum mengajar, seorang guru hendaknya memahami ZPD siswa batas bawah sehingga bermanfaat untuk menyusun struktur materi pembelajaran. Dampak pengiringnya adalah siswa dapat belajar sampai tingkat keahlian yang diharapkan dan mencapai ZPD pada batas atas . b. Untuk mengembangkan pembelajaran yang berkomunitas, seorang guru perlum memanfaatkan tutor sebaya di dalam kelas. c. Dalam pemvbelajaran, seorang guru hendaknya menggunakan teknik scaffolding dengan tujuan siswa dapat belajar atas inisiiatifnya sendiri, sehingga mereka dapat mencapai keahlian pada batas atas ZPD. D. Teori perkembangan kognitif menurut Chomsky 1. Pengertian Perkembangan Bahasa Perkembangan bahasa dalam psikolinguistik diartikan sebagai proses untuk memperoleh bahasa, menyusun tatabahasa dari ucapan-ucapan, memilih ukuran penilaian tatabahasa yang paling tepat dan paling sederhana dari bahasa tersebut

(Tarigan,1986:243). Anak anak melihat kenyataan bahasa yang dipelajari dari tatabahasa asliorang tua, kemudian menyusun suatu tatabahasa yag disederhanakan dengan membuat pembaharuan-pembaharuan tertentu. perkembangan bahasa ini bersifat universal.

Proses perkembangan bahasa dapat dijelaskan melalui dua pendekatan yaitu : (1) navistik atau organismic innatences hypothesis, dan (2) empiristik atau behaviourist hypothesis. menurut kaum navistik yang dipelopori oleh Chomsky, struktur bahasa telah ditentukan secara biologik sejak lahir (Monks,1989:131); Tarigan,1986:257). Anak sejak awal telah menunjukkan kemampuan berbahasa yang terus berkembang. ada aspek linguistic dasar yang bersifat universal dalam otak manusia yang memungkinkan untuk menguasai bahasa tertentu (Tarigan,1986:257). Menurut kaum empiris, yang dipelopori oleh kaum behavioris, kemampuan berbahasa merupakan hasil belajar individu dalam berinteraksi dengan lingkungan( orang dewasa yang berbahasa), penguasaan bahasa merupakan hasil dari penyatupaduan peristiwa-peristiwa (Tarigan,1986:260) 2. Tahapan Perkembangan Anak Perkembangan bahasa sebagai aspek universal berlangsung dalam suatu pola yang bertahap sebagai berikut : a. Tahap pralinguistik atau meraban (0,3-1,0 tahun) linguistic yang dialami selama masa perkembangannya

Pada tahap ini anak mengeluarkan bunyi ujaran dalam bentuk ocehan yang mempunyai fungsi komunikatif. anak mengeluarkan berbagai bunyi ujaran sebagai reaksi terhadap orang lain yang mencari kontak verbal dengan anak tersebut atau sebaliknya (Monks,1989:137) b. Tahap holofrastik atau kalimat satu kata (1,0-1,8 tahun)

Pada usia sekitar 1 tahun anak mulai mengucapkan kata-kata. Satu kata yang diucapkan oleh anak-anak harus dipandang sebagai satu kalimat penuh mencakup aspek intelektual maupun emosional sebagai cara untuk menyatakan mau tidaknya terhadap sesuatu. Contoh anak yang menyatakan mobil dapat berarti saya mau main mobil-mobilan. c. Tahap kalimat dua kata (1,6-2,0 tahun)

Pada tahap ini anak mulai memiliki banyak kemungkinan untuk menyatakan kemauannya dan berkomunikasi dengan menggunakan kalimat sederhana yang disebut

dengan istilah kalimat dua kata yang dirangkai secara tepat. Misalnya, anak mengucapkan mobil mobilan siapa?. d. Tahap pengembangan tata bahasa awal (2,0-5,0 tahun)

Pada tahap ini anak mulai megembangkan tata bahasa, panjang kalimat mulai bertambah, ucapan-ucapan yang dihasilkan semakin kompleks, dan mulai menggunakan kata jamak. e. Tahap pengembangan tata bahasa lanjutan (5,0-10,0 tahun)

Pada tahap ini anak semakin mampu mengembangkan struktur tata bahasa yang lebih kompleks lagi serta mampu melibatkan gabungan kalimat-kalimat sederhana komplementasi, relativasi, dan konjungsi. f. Tahap kompetensi lengkap (11,0 tahun-dewasa) dengan

Pada akhir masa kanak-kanak, perubahan kata terus meningkat, gaya bahasa mengalami perubahan, dan semakin lancar serta fasih dalam berkomunikasi. 3. Hubungan Kemampuan Berbahasa Dengan Kemampuan Berpikir Berpikir pada dasarnya merupakan rangkaian proses kognisi yang bersifat pribadi atau pemrosesan informasi yang berlangsung selama munculnya stimulus sampai dengan munculnya respons (Morgan, 1989). Dalam proses berpikir digunakan simbol-simbol yang memiliki makna atau arti tertentu bagi masing-masing individu. Manifestasi dari proses berpikir manusia serta sekaligus menjadi karakteristik dari proses berpikir manusia adalah bahasa (Glover, 1987). Orang beraktivitas berpikir menggunakan symbol-simbol verbal (kata) dan hukum-hukum tata bahasa untuk menggabungkan kata-kata dalam suatu kalimat (Morgan, 1989:140). Berpikir merupakan percakapan dalam hati (Morgan, 1989:231). Berpikir dan berbahasa merupakan dua aktivitas yang saling melengkapi dan terjadi dalam kurun waktu yang relative bersamaan. Kemampuan berpikir seseorang menentukan dan sekaligus dapat dipahami dari kemampuan berbahasanya. sebaliknya kemampuan berbahasa seseorang merupakan pencerminan dari kemampuan berpikirnya. kapasitas atau kemampuan kognisi mempengaruhi kemampuan berbahasa seseorang. walaupun dasarnya individu dapat belajar bahasa, namun individu yang berkemampuan piker dan

nalarnya tinggi, tingkat pencapaian bahasanya cenderung lebih cepat, lebih banyak, dan lebih bervariasi daripada individu yang kemampuan berpikirnay rendah. 4. Karakteristik Perkembangan Bahasa Remaja Karakteristik perkembangan bahasa remaja sesungguhnya didukung oleh perkembangan kognitif yang menurut Jean Piaget telah mencapai tahap operasional formal. Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, remaja mulai mampu

mengaplikasikan prinsip-prinsip berpikir formal atau berpikir ilmiah secara baik pada setiap situasi dan telah mengalami peningkatan kemampuan dalam menyusun pola hubungan secara komprehensif. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Aliran nativisme berpandangan bahwa perkembangan kemampuan berbahasa seseorang ditentukan oleh factor-faktor bawaan sejak lahir yang diturunkan oleh orang tuanya. Aliran empirisme atau behaviorisme justru berpandangan sebaliknya, yaitu bahwa perkembangan kemampuan berbahasa seseorang tidak ditentukan oleh bawaan sejak lahir melainkan ditentukan oleh proses belajar dari lingkungan sekitarnya. Jadi, menurut aliran ini proses belajarlah yang sangat menentukan perkembangan kemampuan bahasa seseorang. Aliran konvergensi merupakan kolaborasi dari factor bawaan dan pengaruh lingkungan. Secara rinci dapat didefenisikan sejumlah factor yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu sebagai berikut : a. Kognisi Tinggi rendahnya kemampuan kognisi individu akan mempengaruhi cepat lambatnya perkembangan bahasa individu. b. Pola komunikasi dalam keluarga Dalam satu keluarga yang pola komunikasinya banyak arah atau interaksinya relative demokratis akan mempercepat perkembangan bahasa anggota keluarganya. c. Jumlah anak atau anggota keluarga

Suatu keluarga yang memiliki banyak anak atau banyak anggota keluarga, perkembangan bahasa anak lebih cepat, karena terjadi komunikasi yang bervariasi dibandingkan keluarga yang hanya memiliki anak tunggal. d. Posisi urutan kelahiran Perkembangan bahasa anak yang posisi urutan kelahirannya ditengan akan lebih cepat ketimbang anak sulung atau anak bungsu. e. Kedwibahasaan (bilingualism) Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang menggunakan bahasa lebih dari satu

akan lebih bagus dan lebih cepat perkembangan bahasanya ketimbang yang hanya menggunakan satui bahasa saja karena anak terbiasa menggunakan bahasa secara bervariasi. 6. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Bahasa Adanya perbedaan individual secara biologis, genetis, pertumbuhan,

perkembangan, dan lingkungannya, maka berbeda pula kemampuan dan perkembangan bahasa masing-masing individu. Perbedaan individu dalam perkembangan bahasa akan meningkat sejalan dengan pertambahan usia. semakin bertambahnya usia seseorang, akan semakin bervariasi lingkungan perkembangannya, semkin kompleks kemampuan bahasanya, maka akan semakin berbeda antar individu dalam perkembangan bahasanya (Neugarten, 1976:79). Perbedaan individu dalam perkembangan bahasa ini, merupakan fakta universal, suatu kenyataan dalam psikologi perkembangan (Hurlock, 1986:7) 7. Upaya Perkembangan Bahasa dan Implikasinya Bagi Pendidikan Jika perkembangan kemampuan berbahasa merupakan konvergensi atau perpaduan dari factor bawaan dan proses belajar dari lingkungannya, intervensi pendidikan yang dilakukan secara terencana dan sistematis menjadi sangat penting. Hanya mengandalkan factor bawaan yang diturunkan oleh orang tua adalah keputusan yang tidak bijaksana karena hasilnya yang kurang memuaskan. Intervensi pendidikan melalui proses belajar dari lingkungan dapat diupayakan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi perkembagan bahasa secara optimal. Lingkungan yang dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar dan berlatih mengembangkan kemampuan bahasa perlu dikembangkan secara maksimal, baik dalam lingkungan

keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Agar kemampuan berbahasa remaja dapat berkembang secara optimal, sejak dini anak perlu diperkenalkan dengan lingkungan yang memiliki kemampuan berbahasa yang variatif.

Anda mungkin juga menyukai