Anda di halaman 1dari 35

TUGAS MIKROBIOLOGI INDUSTRI Pembuatan Insulin Manusia dengan Teknik DNA Rekombinan Sebagai Salah Satu Aplikasi Mikrobiologi

dalam Bidang Kesehatan

Gede Mas Teddy Wahyudhana Ni Made Ayu Suartini Enny Laksmi Artiwi Ni Putu Martiari \

(0808505010) (0808505015) (0808505018) (0808505023)

JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus atau penyakit kencing manis tergolong ke dalam salah satu penyakit yang menimbulkan mortalitas dan morbiditas tinggi. Penyakit ini berkembang terutama karena faktor genetik dan pola hidup yang tidak sehat, seperti terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi, jarang berolahraga, dan sebagainya (Depkes RI, 2005). Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronik dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Seseorang dikatakan menderita diabetes melitus jika kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari 126 mg/dL dan kadar glukosa darah 2 jam setelah makan lebih tinggi dari 200 mg/dL (Depkes RI, 2005). Terdapat 2 tipe utama diabetes melitus, yaitu Insulin- Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) disebut juga diabetes melitus tipe 1 dan Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang disebut juga diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena kekurangan insulin, sedangkan diabetes melitus tipe 2 terjadi karena insulin di dalam tubuh tidak berfungsi dengan baik ((Wells et al., 2009). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia tergolong banyak, di mana pada tahun 2009 diperkirakan penderita diabetes melitus mencapai mencapai 24 juta orang dan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat pada tahun yang akan datang (Foster, 2006). Diabetes melitus yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama mengakibatkan kerusakan pada dinding pembuluh darah atau kapiler. Kerusakan ini akan menyebabkan sumbatan yang bisa mengganggu aliran darah ke jaringan dan jika hal ini berlangsung lama akan menyebabkan jaringan kekurangan oksigen hingga bisa berakibat fatal, yaitu dapat menimbulkan kematian pada penderita (Darmono, 2005). Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat (Soegondo, 2004). Pada penderita diabetes melitus, fungsi insulin di dalam tubuhnya terganggu. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel-sel beta pankreas dan memiliki fungsi penting dalam tubuh. Insulin berfungsi untuk mengatur metabolisme glukosa menjadi energi dan mengkonversi glukosa

darah menjadi glikogen untuk selanjutnya disimpan di hati dan sel otot (MedStar, 2010). Akibat terjadinya insufisiensi insulin, maka kadar glukosa darah akan meningkat melebihi kadar normalnya, sehingga menimbulkan penyakit sindrom metabolik, yaitu diabetes melitus (Nita, 2007). Pengobatan diabetes melitus, terutama diabetes melitus tipe 1, hampir selalu melibatkan penggunaan insulin yang diberikan kepada pasien melalui injeksi. Adapun fungsi insulin yang disuntikkan tersebut adalah untuk mengembalikan fungsi insulin di dalam tubuh yang mengalami gangguan (Depkes RI, 2005). Pada mulanya sumber insulin untuk terapi diabetes melitus pada manusia diperoleh dari pankreas sapi atau babi. Insulin yang diperoleh dari sumber tersebut efektif bagi manusia karena identik dengan insulin manusia. Insulin pada manusia, babi, dan sapi mempunyai perbedaan dalam susunan asam aminonya, namun aktivitasnya tetap sama. Namun, dengan semakin banyaknya penderita, penggunaan insulin sapi atau babi sebagai pengganti insulin manusia menjadi kurang relevan dan efektif karena harus tersedia banyak sapi atau babi agar dapat diambil insulinnya, di mana insulin yang diekstraksi dari 1 babi hanya cukup untuk 1 orang selama 3 hari, padahal saat ini jumlah penderita diabetes melitus yang tergantung insulin diperkirakan ada 60 juta orang di seluruh dunia dan jumlah tersebut diduga akan meningkat 5-6 % tiap tahunnya (Almazini, 2010). Penggunaan insulin dari hewan untuk memenuhi kebutuhan insulin pada manusia dapat menimbulkan dua masalah. Pertama, adanya perbedaan kecil dalam asam amino penyusunnya dapat menimbulkan efek samping berupa alergi pada beberapa penderita. Kedua, memerlukan prosedur pemurnian yang kompleks dan cemaran berbahaya dari hewan tidak selalu dapat dihilangkan dengan sempurna. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, maka digunakan aplikasi mikroorganisme dalam pembuatan insulin, yaitu melibatkan vektor bakteri Escherichia coli yang telah dilemahkan melalui penerapan teknik DNA rekombinan atau teknik rekayasa genetika. Dalam pembuatan insulin modern ini, gen insulin manusia diambil dari pulau Langerhans pankreas manusia, kemudian disambungkan ke dalam plasmid bakteri, hingga membentuk kimera (DNA rekombinasi). Kimera tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam sel target E. coli. Bakteri E. coli yang telah mengandung DNA rekombinasi kemudian dikultur untuk dikembangbiakkan (Rosalia, 2010). Insulin hasil rekayasa genetika ini mempunyai efek samping yang relatif sangat rendah dibandingkan dengan insulin yang diperoleh dari ekstrak pankreas hewan, tidak menimbulkan efek alergi, dan tidak mengandung kontaminan berbahaya (Wijaya, 2009). Selain itu, dengan rekayasa

genetika pada E. coli, peneliti dapat memproduksi insulin secara tidak terbatas dan tanpa tergantung pada hewan (Anonim, 2011). Pentingnya peranan mikroorganisme di bidang kesehatan, terutama dalam pembuatan insulin di tengah banyaknya insidensi diabetes melitus, menjadi faktor pendorong penyusunan makalah ini. 1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tahapan pembuatan insulin dengan menggunakan bakteri E.coli melalui

teknik DNA rekombinan ? 2. Apa saja parameter-parameter yang harus diperhatikan dalam pembuatan insulin ? 1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tahapan pembuatan insulin dengan menggunakan bakteri E.coli melalui

teknik DNA rekombinan. 2. Untuk mengetahui parameter-parameter yang harus diperhatikan dalam pembuatan insulin. 1.4 Manfaat 1. Memperluas pengetahuan mahasiswa mengenai cara pembuatan insulin dengan memanfaatkan mikroba melalui teknik DNA rekombinan, sehingga dapat diaplikasikan dalam bidang kesehatan. 2. Mengetahui parameter yang harus diperhatikan ketika akan memproduksi insulin, sehingga nantinya akan dapat dihasilkan produk sesuai dengan yang diinginkan dan dapat meminimalisasi kerugian dalam proses produksinya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Industri Mikrobiologi industri atau bioteknologi mikroorganisme adalah usaha memanfaatkan mikroba sebagai komponen industri atau melibatkan mikroba dalam proses industri. Beberapa tahun terakhir ini mikrobiologi industri sudah diperbaharui dengan adanya penambahan teknik rekayasa genetika. Mikrobiologi industri awalnya dimulai dengan proses fermentasi alkohol, seperti pada pembuatan beer dan wine (minuman dibuat dari buah anggur). Selanjutnya, Proses mikrobial dikembangkan untuk produksi bahan farmasi seperti antibiotika, produksi makanan tambahan seperti asam amino, serta produksi enzim, dan produksi industri kimia seperti butanol dan asam sitrat. Semua proses industri yang digambarkan sudah membuktikan kemampuan suatu mikroorganisme. Namun sekarang, dengan hadirnya teknologi gen kita berada dalam era baru bioteknologi mikroorganisme (Zaenab, 2009). Teknologi gen memungkinkan suatu pendekatan baru secara lengkap terhadap bioteknologi mikroorganisme yang menggunakan mikroorganisme hasil rekayasa genetika untuk menghasilkan suatu substansi atau bahan yang secara normal tidak dapat dihasilkan. Sebagai contoh, proses pembuatan hormon insulin, dikembangkan dengan menyisipkan gen insulin manusia ke dalam suatu bakteri. Bioteknologi mikroorganisme dapat dipisahkan menjadi dua fase yang berbeda, yaitu : 1. Teknologi mikroorganisme tradisional, yang melibatkan pembuatan produk berskala besar oleh mikroorganisme yang dilakukan secara normal melalui proses fermentasi. Dalam proses bioteknologi ini, ahli mikrobiologi pada awalnya memodifikasi organisme atau proses sehingga produk yang diharapkan dapat diperoleh dalam jumlah yang terbanyak. 2. Teknologi mikroorganisme dengan rekayasa genetika, yang melibatkan penggunaan mikroorganisme yang sudah diberi sisipan gen asing. Dalam bioteknologi baru ini, ahli mikrobiologi industri bekerja secara teliti dengan teknik rekayasa genetika dalam mengembangkan mikroorganisme yang sesuai, sehingga dalam hal ini mikrooganisme tidah hanya dapat menghasilkan produk yang menarik tetapi juga dapat dibiakkan dalam skala besar yang dibutuhkan secara komersial. Mikrobiologi industri mencakup pengkajian tentang sifat dan peranan mikroorganisme dalam bidang industri, baik industri makanan maupun farmasi. Penggunaan mikroroganisme dalam industri pengolahan bahan makanan ditujukan untuk meningkatkan kualitas makanan dan

mencegah kerusakan bahan pangan.Penggunaan mikroorganisme dalam dunia kedokteran dan farmasi ditujukkan untuk menggali obat-obatan baru yang memiliki daya antimikroba yang tinggi, serta ditujukkan untuk mencegah berbagai penyakit dengan pembuatan vaksin dan antibodi. Perkembangan baru dalam bidang rekayasa genetika menghasilkan produk-produk baru untuk proses industri, terutama dalam bidang kedokteran dan farmasi, seperti produksi hormon, antibodi, zat antikanker, dan sebaginya (Kusnadi, 2005; Zaenab, 2009). 2.2 Syarat Mikrobioorganisme Industri Selain harus mampu menghasilkan substansi yang menarik, mikroorganisme yang dianggap layak untuk digunakan dalam industri juga harus tersedia sebagai biakan murni, sifat genetiknya harus stabil, dan tumbuh dalam biakan berskala-besar. Biakan juga harus dapat dipelihara dalam periode waktu yang sangat panjang di laboratorium dan dalam plant industri. Karakteristik penting yang harus dimiliki mikroorganisme industri yaitu harus tumbuh cepat dan menghasilkan produk yang diharapkan dalam waktu yang relatif singkat, karena alasan sebagai berikut : 1. Alat-alat yang digunakan pada industri berskala besar termasuk mahal, hal tersebut tidak menjadi masalah (secara ekonomi) jika produk dapat dihasilkan dengan cepat 2. Jika mikroorganisme tumbuh dengan cepat, maka kontaminasi fermentor akan berkurang 3. Jika mikroorganisme tumbuh dengan cepat, maka akan lebih mudah mengendalikan berbagai faktor lingkungan dalam fermentor. Sifat penting lain yang harus dimiliki mikroorganisme industri antara lain : 1. Tidak berbahaya bagi manusia, dan secara ekonomik penting bagi hewan dan tumbuhan 2. Harus nonpatogen dan bebas toksin, atau jika menghasilkan toksin, harus dapat cepat diinaktifkan. 3. Mudah dipindahkan dari medium biakan. Di laboratorium, sel mikroorganisme pertama kali dipindahkan dengan sentrifugasi, tetapi sentrifugasi bersifat sulit dan mahal untuk industri skala-besar. 4. Mikroorganisme lebih disukai jika berukuran besar, karena sel lebih mudah dipindahkan dari biakan dengan penyaringan (dengan bahan penyaring yang relatif murah). Karena

alasan ini, fungi, ragi, dan bakteri berfilamen, lebih disukai untuk digunakan dalam mikrobiologi industri.
5. Terakhir, mikroorganisme harus dapat direkayasa secara genetik. Dalam bioteknologi

mikroorganisme tradisional peningkatan hasil diperoleh melalui mutasi dan seleksi. Mutasi akan lebih efektif untuk mikroorganisme dalam bentuk vegetatif, haploid, dan bersel satu. Pada organisme diploid dan bersel banyak, mutasi yangdilakukan pada salah satu genom tidak akan menghasilkan mutan yang mudah diisolasi. Untuk fungi berfilamen, lebih disukai yang menghasilkan spora, karena filamen tidak mampu mempermudah rekayasa genetika. Organisme juga diharapkan dapat direkombinasi secara genetik. Rekombinasi genetik memungkinkan penggabungan genom tunggal sifat genetik dari beberapa organisme. Teknik yang sering digunakan untuk menciptakan hibrid, bahkan tanpa siklus seksual adalah fusi/penggabungan protoplasma. (Zaenab, 2009).

2.3 Escherichia coli Klasifikasi Escherichia coli : Divisio : Protophyta Kelas : Shizomycetes Ordo Suku : Eubacteriaceae : Escherichiaeae Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli

Gambar 2.1 Bakteri Gram Negatif, Escherrichia coli, Penghuni Alami Saluran Pencernaan Manusia (Sumber : Rosalia, 2010; Yalun. 2008). Escherichia coli yang ditemukan oleh Theodor Escherich pada tahun 1886 merupakan salah satu tulang punggung dunia bioteknologi. E. coli yang hidup di dalam usus besar manusia termasuk ke dalam keluarga Enterobacteriaceae. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri batang gram negatif yang heterogen, dengan habitat alami di saluran intestinal manusia dan binatang. Escherichia coli merupakan bakteri yang berbentuk batang pendek (kokobasil), gram negatif, tidak berkapsul, umumnya mempunyai fimbiria, dan bersifat motil. Bakteri E. coli memiliki ukuran panjang 1-3 m dan lebar 0,4-0,7 m (Pelczar dkk, 2005). Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna kristal violet ketika dilakukan proses pewarnaan gram, sehingga akan berwarna merah bila diamati dengan mikroskop. Dinding sel bakteri gram negatif memiliki struktur yang lebih kompleks dibandingkan bakteri gram positif, di mana pada bakteri gram negatif dinding selnya tersusun atas membran luar, peptidoglikan, dan membran dalam. Kurang lebih 1% dinding sel bakteri gram negatif terdiri dari peptidoglikan. Peptidoglikan berfungsi untuk mencegah lisis sel di dalam media hipotonis, sehingga menyebabkan sel menjadi kaku dan memberi bentuk kepada sel. Membran luar bakteri E. coli terdiri atas lipida amfifatik, lipopolisakarida, dan protein. Bagian proteinnya terutama terdiri dari protein porin yang berperan dalam jalur pengangkutan dan sekaligus sebagai perintang bagi molekul-molekul yang akan melewati membran sebelah luar (Feriyanto, 2009). Struktur membran luar bakteri E. coli mirip dengan struktur membran sel. Hal yang membedakan kedua membran tersebut adalah membran luar terdiri atas fosfolipid pada lapisan dalam dan lipopolisakarida pada lapisan luar, sementara pada membran sel terdiri atas dua lapis fosfolipid (Anonim, 2010).

Gambar 2.2 Dinding Sel Bakteri Gram Negatif (Sumber : Anonim, 2010). E. coli pada umumnya diketahui hidup secara normal pada alat pencernaan. Namun, E. coli juga dapat bersifat oportunis dengan menyebabkan penyakit pada manusia apabila jumlah E. coli terlalu banyak atau berada di luar usus, misalnya pada infeksi saluran kemih dan infeksi luka (Hardiansyah dan Rimbawan, 2001). E.coli mempunyai antigen O, H, dan K. Pada saat ini telah ditemukan sekitar 150 tipe antigen O, 90 tipe antigen K, dan 50 tipe antigen H. E. coli memiliki waktu generasi yang cukup singkat yaitu berkisar 15-20 menit (Pratiwi, 2008). Bakteri yang secara tipikal mesofilik ini dapat tumbuh pada rentang suhu sekitar 7-50C, dengan suhu optimum 37C; dan pada rentang pH 4,4-8,5. Bakteri E. coli tidak bisa bertahan pada tempat yang kering dan akan mati pada suhu 60C selama 30 menit. Bila dilihat dibawah mikroskop maka kumpulan E. coli berwarna merah, sedangkan secara makroskopik terlihat kilau metalik disekitar media (Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2003). Escherichia coli relatif peka terhadap panas, di mana bakteri ini akan segera hancur oleh suhu pasteurisasi dan pemanasan. Proses pembekuan (0C) tidak akan dapat membunuh bakteri ini, sehingga E.coli dapat hidup dalam suhu yang rendah dalam jangka waktu yang relatif panjang. Pembekuan dalam freezer, yaitu pada suhu 0C dapat menghambat pertumbuhan bakteri, tetapi tidak membunuh bakteri. Namun pengaruh pembekuan dalam deep freezer storage pada suhu -17,8C sampai -34,4C atau kurang dari -10C dapat menurunkan jumlah populasi E.coli secara drastis dan mematikan bakteri ini secara perlahan (Pratiwi, 2008).

Hampir semua rekayasa genetika di dunia bioteknologi dan mikrobiologi industri selalu melibatkan E. coli karena bakteri ini memiliki struktur genetik yang sederhana dan mudah untuk direkayasa. Bakteri ini juga merupakan media kloning yang paling sering dipakai, terutama dalam teknik DNA rekombinan. Banyak industri kimia mengaplikasikan teknologi fermentasi yang memanfaatkan E. coli misalnya dalam produksi obat-obatan (insulin, antiobiotik) dan bahan kimia berniali tinggi (1-3 propanediol, laktat). Secara teoritis, ribuan jenis produk kimia dapat dihasilkan dengan cara melakukan rekayasa genetika yang sedemikian rupa pada bakteri ini guna menghasilkan jenis produk tertentu yang diinginkan. Jika mengingat besarnya peranan ilmu bioteknologi dalam aspek-aspek kehidupan manusia, maka tidak bisa dipungkiri juga betapa besar manfaat E. coli bagi kita (Yalun, 2008). Salah satu peranan E. coli di bidang kesehatan adalah sebagai bahan dalam pembuatan insulin untuk pengobatan diabetes mellitus melalui proses rekayasa genetika atau teknik DNA rekombinan. Ketika E. coli bereproduksi, gen insulin akan direplikasi bersama dengan plasmid bakteri. Beberapa alasan penggunaan E. coli dalam pembuatan insulin antara lain :
-

E. coli memiliki rentang umur pendek Jumlah generasinya banyak Susunan genetiknya mudah dimodifikasi Lingkungan luar E. coli dapat dengan mudah dimodifikasi untuk mempengaruhi ekspresi gen Menghasilkan produk yang hampir mendekati dengan yang diinginkan (menyerupai insulin yang dihasilkan sel pankreas). (Rosalia, 2010).

2.4 Diabetes Melitus Diabetes melitus (DM) adalah serangkaian penyakit terkait di mana tubuh tidak dapat mengatur jumlah gula (secara spesifik, glukosa) dalam darah. Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalis karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Sukandar,dkk., 2008). Seseorang dikatakan menderita diabetes melitus jika kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari 126 mg/dL, kadar glukosa darah 2 jam setelah makan lebih tinggi dari 200 mg/dL, dan nilai

HbA1c 8%. Jika kadar glukosa 2 jam setelah makan > 140 mg/dL tetapi lebih kecil dari 200 mg/dL dinyatakan glukosa toleransi lemah (Depkes RI, 2005) Berdasarkan klasifikasi dari WHO, diabetes mellitus dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu : a. Diabetes mellitus tipe 1, Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD), yaitu tipe diabetes mellitus di mana pasien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan. Sering disebut diabetes tergantung insulin dan diabetesmulai kecil, di mana tubuh tidak dapat memproduksi insulin atau memproduksi insulin hanya dengan jumlah yang sedikit. Gejala yang timbul biasanya datang secara tiba-tiba, terutama pada individu yang berumur dibawah 20 tahun. Diabetes tipe 1 digolongkan sebagai penyakit kekebalan tubuh karena sistem kekebalan tubuh (sistem yang terdiri dari organ, jaringan dan sel yang membunuh organisme dan membuang zat-zat yang menimbulkan penyakit) menyerang dan menghancurkan sel yang menghasilkan insulin, yang dikenal sebagai sel beta dalam pulau Langerhans di pankreas. b. Diabetes mellitus tipe 2, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes (MOD). Diabetes tipe 2 ini disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya akibat resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Diabetes ini biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas. Pada diabetes tipe ini, kemampuan tubuh untuk menyelaraskan antara insulin yang dihasilkan dengan kemampuan sel untuk menggunakan insulin menjadi buruk. Karakteristik gejala yang ditimbulkan pada tipe 2 sama seperti gejala yang terjadi pada tipe 1, termasuk infeksi yang berulang atau luka di kulit yang lama sembuh atau tidak sama sekali, kelelahan dalam arti umum, dan kesemutan atau rasa kebal di tangan dan kaki.

Tabel 1. Perbedaan Diabetes Melitus Tipe I dan Tipe II Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2

Penderita menghasilkan sedikit insulin atau sama Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang

sekali tidak menghasilkan insulin

kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif

Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu anak-anak dan remaja. Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur c. Diabetes melitus tipe lain.

Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah obesitas dimana sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas. Tipe 2 merupakan suatu proses jangka panjang dalam tubuh dimana pola hidup dan pola makan yang salah membuat organ tubuh menjadi rusak, dan tidak mampu berfungsi baik lagi. Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung

kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin diturunkan secara genetik dalam keluarga

1.) Diabetes melitus akibat beberapa sebab, seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lainlain. 2.) Diabetes melitus akibat obat-obat yang dapat menyebabkan hiperglikemia, antara lain furosemid, diuretik tiazid, glukortikoid, dan asam hidotinik. 3.) Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) akibat intoleransi glukosa selama kehamilan. Diabetes ini terjadi karena pada pertengahan kehamilan sekresi hormon pertumbuhan dan Hormon Chorionik Somatomamotropin (HCS) meningkat Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus, sehingga kadar glukosa darah menjadi meningkat. 2.5 Insulin

Sejarah peneluan insulin diawali pada tahun 1891, di mana Frederick Banting yang lahir di Alliston, Ontario dan lulusan sekolah kedokteran Universitas Toronto pada 1916 mulai tertarik mempelajari diabetes setelah melakukan pelayanan pada perang dunia I. Pada tahun 1919, Musa Barron, seorang peneliti dari Universitas Minnesota, menunjukkan penyumbatan saluran yang menghubungkan dua bagian utama dari pankreas menyebabkan pengkerutan dari kedua jenis sel. Banting percaya bahwa dengan mengikat duktus pankreas dapat menghancurkan sel-sel asinar, dia bisa menjaga hormon dan ekstrak dari sel-sel islet (Anonim, 2011). Awal Mei 1921, Banting dan Best megikat saluran pankreas pada anjing sehingga sel-sel asinar akan atrofi, kemudian menghilangkan pankreas untuk mengekstrak cairan dari sel-sel islet. Sementara itu, mereka menghilangkan pankreas dari anjing lain untuk menyebabkan diabetes, kemudian disuntikkan cairan sel islet. Pada bulan Januari 1922, 14 tahun Leonard Thompson menjadi manusia pertama yang berhasil mengobati diabetes dengan menggunakan insulin (Anonim, 2011). Pada 1980-an, peneliti menggunakan rekayasa genetika untuk memproduksi insulin manusia. Pada tahun 1982, Perusahaan Eli Lilly menghasilkan insulin manusia yang menjadi produk farmasi pertama yang dihasilkan dengan rekayasa genetika yang disetujui. Dengan rekayasa genetika, peneliti dapat memproduksi insulin secara tidak terbatas dan tanpa tergantung pada hewan. Menggunakan insulin yang berasal dari hewan juga menimbulkan kekhawatiran terkait dengan terjadinya perpindahan penyakit yang potensial dari hewan ke manusia (Anonim, 2011). Menurut Eli Lilly Corporation, pada tahun 2001 sebanyak 95% pengguna insulin di seluruh dunia menggunakan insulin manusia yang dibuat dengan rekayasa genetika dan saat ini sebagian besar perusahan telah berhenti membuat insulin dari hewan, dan beralih ke sintesis insulin manusia dan analog insulin dengan rekayasa genetika (Anonim, 2011). Insulin merupakan suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Hormon ini disintesa di dalam retikulum endoplasma kasar sel B pankreas, kemudian ditranspor ke apparatus golgi untuk dipaket dalam bentuk granul-granul, yang bergerak ke membran sel dan akhirnya kandungan granul dilepaskan dengan cara eksositosis. Insulin kemudian melewati laminal basal sel B dan kapiler dan fenestrata endotel kapiler untuk mencapai aliran darah Insulin disintesa sebagai bagian dari preprohormon. Dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 UI/mg. Insulin diberikan secara subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal

sepanjang hari yaitu 80-160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia di atas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan. Insulin dapat segera diberikan dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria (Dinar,2009). Peranan insulin sebagai hormon yang memodulasi ambilan glukosa secara umum telah banyak diketahui. Dalam kaitan dengan fungsi kardiovaskular, ternyata insulin juga memiliki peran penting dalam kondisi kardiovaskularm baik kondisi yang sehat maupun sakit. Insulin berperan dalam penggunaan glukosa oleh sel tubuh untuk pembentukan energi. Apabila tidak ada insulin maka sel tidak dapat menggunakan glukosa, sehingga proses metabolisme menjadi terganggu. Proses pembentukan energi yang difasilitasi oleh insulin terjadi sebagai berikut. Karbohidrat dimetabolisme oleh tubuh untuk menghasilkan glukosa, glukosa tersebut selanjutnya diabsorbsi di saluran pencernaan menuju ke aliran darah untuk dioksidasi di otot skelet sehingga menghasilkan energi. Glukosa juga disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen kemudian diubah dalam jaringan adiposa menjadi lemak dan trigliserida. Insulin akan meningkatkan pengikatan glukosa oleh jaringan, meningkatkan level glikogen dalam hati, mengurangi pemecahan glikogen (glikogenolisis) di hati, meningkatkan sintesis asam lemak, menurunkan pemecahan asam lemak menjadi badan keton, dan membantu penggabungan asam amino menjadi protein. Insulin merupakan protein kecil dengan BM 5808 pada manusia mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam 2 rantai (A dan B) yang terhubung oleh jembatan disulfida, di mana terdapat perbedaan spesies dalam dua rantai tersebut (Depkes RI, 2005).

Gambar 2.3 Struktur Kimia Insulin Struktur kimia insulin : Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 2 rantai, yaitu rantai A dan rantai B Rantai A terdiri dari 21 asam amino, rantai B terdiri dari 30 asam amino Kedua rantai trsebut dihubungkan oleh jembatan disulfida, yaitu pada A7 dengan B7 dan pada A20 dengan B19. Ada pula jembatan disulfida intra rantai pada rantai A yaitu pada A6 dan A11. Posisi ketiga jembatan tersebut selalu tetap.

Kadang terjadi substitusi asam amino terutama pada rantai A posisi 8, 9, 10 namun tidak mempengaruhi bioaktivitas rangkaian tesebut (Depkes RI, 2005).

2.6 Teknologi DNA Rekombinan

DNA rekombinan adalah pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan cara menyisipkan molekul DNA ke dalam suatu vektor, sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang. Teknologi DNA rekombinan juga disebut sebagai rekayasa genetika atau kloning gen. Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam struktur DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat berasal dari organisme apa saja. Pada proses rekayasa genetika organisme yang sering digunakan adalah bakteri Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli dipilih karena paling mudah dipelajari pada taraf molekuler. Teknologi DNA rekombinan mempunyai dua segi manfaat. Pertama, dengan mengisolasi dan mempelajari masing-masing gen akan diperoleh pengetahuan tentang fungsi dan mekanisme kontrolnya. Kedua, teknologi ini memungkinkan diperolehnya produk gen tertentu dalam waktu lebih cepat dan jumlah lebih besar daripada produksi secara konvensional (Anonim, 2009). Pada proses penyisipan gen diperlukan tiga faktor utama, yaitu : 1. Vektor, yaitu pembawa gen asing yang akan disisipkan, biasanya berupa plasmid, yaitu lingkaran kecil AND yang terdapat pada bakteri. Plasmid diambil dari bakteri dan disisipi dengan gen asing. 2. Bakteri, berperan dalam memperbanyak plasmid. Plasmid di dalam tubuh bakteri akan mengalami replikasi atau memperbanyak diri, makin banyak plasmid yang direplikasi makin banyak pula gen asing yang dicopy sehingga terjadi cloning gen.
3. Enzim, berperan untuk memotong dan menyambung plasmid. Enzim ini disebut enzim

endonuklease retriksi, enzim endonuklease retriksi yaitu enzim endonuklease yang dapat memotong ADN pada posisi dengan urutan basa nitrogen tertentu (Wijaya, 2009). Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkan melalui teknologi DNA rekombinan melibatkan beberapa tahapan tertentu. Tahapan-tahapan tersebut antara lain isolasi DNA genomik/kromosom yang akan diklon, pemotongan molekul DNA dalam vektor untuk menghasilkan molekul DNA rekombinan, transformasi menggunakan molekul DNA rekombinan, dan seleksi rekombinan. sel menjadi inang sejumlah fragmen dengan berbagai ukuran, isolasi DNA vektor, penyisipan fragmen DNA ke

Isolasi DNA Isolasi DNA diawali dengan perusakan dan atau pembuangan dinding sel, yang dapat dilakukan baik dengan cara mekanis seperti sonikasi, tekanan tinggi, beku-leleh maupun dengan cara enzimatis seperti pemberian lisozim. Langkah berikutnya adalah lisis sel. Bahanbahan sel yang relatif lunak dapat dengan mudah diresuspensi di dalam medium bufer nonosmotik, sedangkan bahan-bahan yang lebih kasar perlu diperlakukan dengan deterjen yang kuat seperti triton X-100 atau dengan sodium dodesil sulfat (SDS). Pada eukariot langkah ini harus disertai dengan perusakan membran nukleus. Setelah sel mengalami lisis, remukan-remukan sel harus dibuang. Biasanya pembuangan remukan sel dilakukan dengan sentrifugasi. Protein yang tersisa dipresipitasi menggunakan fenol atau pelarut organik seperti kloroform untuk kemudian disentrifugasi dan dihancurkan secara enzimatis dengan proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein dan remukan sel masih tercampur dengan RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan DNA dari RNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan penambahan amonium asetat dan alkohol atau dengan sentrifugasi kerapatan menggunakan CsC. Teknik isolasi DNA tersebut dapat diaplikasikan, baik untuk DNA genomik maupun DNA vektor, khususnya plasmid. Untuk memilih di antara kedua macam molekul DNA ini yang akan diisolasi dapat digunakan dua pendekatan. Pertama, plasmid pada umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai bentuk covalently closed circular (CCC), sedangkan DNA kromosom jauh lebih longgar ikatan kedua untainya dan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi. Perbedaan tersebut menyebabkan DNA plasmid jauh lebih tahan terhadap denaturasi apabila dibandingkan dengan DNA kromosom. Oleh karena itu, aplikasi kondisi denaturasi akan dapat memisahkan DNA plasmid dengan DNA kromosom. Pendekatan kedua didasarkan atas perbedaan daya serap etidium bromid, zat pewarna DNA yang menyisip atau melakukan interkalasi di sela-sela basa molekul DNA. DNA plasmid akan menyerap etidium bromid jauh lebih sedikit daripada jumlah yang diserap oleh DNA kromosom per satuan panjangnya. Dengan demikian, perlakuan menggunakan etidium bromid akan daripada kerapatan DNA plasmid sentrifugasi kerapatan. menjadikan kerapatan DNA kromosom lebih tinggi sehingga keduanya dapat dipisahkan melalui

Enzim Restriksi Tahap kedua dalam kloning gen adalah pemotongan molekul DNA, baik genomik maupun plasmid. Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari saat ditemukannya sistem restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli, yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteriofag lambda (). Virus digunakan untuk menginfeksi dua strain E. coli, yakni strain K dan C. Jika yang telah menginfeksi strain C diisolasi dari strain tersebut dan kemudian digunakan untuk mereinfeksi strain C, maka akan diperoleh progeni (keturunan) yang lebih kurang sama banyaknya dengan jumlah yang diperoleh dari infeksi pertama. Dalam hal ini, dikatakan bahwa efficiency of plating (EOP) dari strain C ke strain C adalah 1. Namun, jika yang diisolasi dari strain C digunakan untuk menginfeksi strain K, maka nilai EOP-nya hanya 10-4. Artinya, hanya ditemukan progeni sebanyak 1/10.000 kali jumlah yang diinfeksikan. Sementara itu, yang diisolasi dari strain K mempunyai nilai EOP sebesar 1, baik ketika direinfeksikan pada strain K maupun pada strain C. Hal ini terjadi karena adanya sistem restriksi/modifikasi (r/m) pada strain K. Pada waktu bakteriofag yang diisolasi dari strain C diinfeksikan ke strain K, molekul DNAnya dirusak oleh enzim endonuklease restriksi yang terdapat di dalam strain K. Di sisi lain, untuk mencegah agar enzim ini tidak merusak DNAnya sendiri, strain K juga mempunyai sistem tersebut. DNA bakteriofag yang mampu bertahan dari perusakan oleh enzim restriksi pada siklus infeksi pertama akan mengalami modifikasi dan memperoleh kekebalan terhadap enzim restrisksi tersebut. Namun, kekebalan ini tidak diwariskan dan harus dibuat p ada setiap akhir putaran replikasi DNA. Dengan demikian, bakteriofag yang diinfeksikan dari strain K ke strain C dan dikembalikan lagi ke strain K akan menjadi rentan terhadap enzim restriksi. Metilasi hanya terjadi pada salah satu di antara kedua untai molekul DNA. Berlangsungnya metilasi ini demikian cepatnya pada tiap akhir replikasi hingga molekul DNA baru hasil replikasi tidak akan sempat terpotong oleh enzim restriksi. Enzim restriksi dari strain K telah diisolasi dan banyak dipelajari. Selanjutnya, enzim ini dimasukkan ke dalam suatu kelompok enzim yang dinamakan enzim restriksi tipe I. Banyak enzim serupa yang ditemukan kemudian pada berbagai spesies bakteri lainnya. modifikasi yang akan menyebabkan metilasi beberapa basa pada sejumlah urutan tertentu yang merupakan tempat-tempat pengenalan (recognition sites) bagi enzim restriksi

Pada tahun 1970 T.J. Kelly menemukan enzim pertama yang kemudian dimasukkan ke dalam kelompok enzim restriksi lainnya, yaitu enzim restriksi tipe II. Ia mengisolasi enzim tersebut dari bakteri Haemophilus influenzae strain Rd, dan sejak saat itu ditemukan lebih dari 475 enzim restriksi tipe II dari berbagai spesies dan strain bakteri. Semuanya sekarang telah menjadi salah satu komponen utama dalam tata kerja rekayasa genetika. Enzim restriksi tipe II mempunyai sifat-sifat umum yang penting sebagai berikut :
-

Dapat mengenali urutan tertentu sepanjang empat hingga tujuh pasang basa di Dapat memotong kedua untai molekul DNA di tempat tertentu pada atau di dekat tempat Menghasilkan fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran dan urutan basa.

dalam molekul DNA


-

pengenalannya
-

Ligasi Molekul - molekul DNA Pemotongan DNA genomik dan DNA vektor menggunakan enzim restriksi harus menghasilkan ujung-ujung potongan yang kompatibel. Artinya, fragmen-fragmen DNA genomik nantinya harus dapat disambungkan (diligasi) dengan DNA vektor yang sudah berbentuk linier. Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meligasi fragmen-fragmen DNA secara in vitro. Pertama, ligasi menggunakan enzim DNA ligase dari bakteri. Kedua, ligasi menggunakan DNA ligase dari sel-sel E. coli yang telah diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau lazim disebut sebagai enzim T4 ligase. Jika cara yang pertama hanya dapat digunakan untuk meligasi ujung-ujung lengket, cara yang kedua dapat digunakan baik pada ujung lengket maupun pada ujung tumpul. Sementara itu, cara yang ketiga telah disinggung di atas, yaitu pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3. Dengan untai tunggal semacam ini akan diperoleh ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi menggunakan DNA ligase. Suhu optimum bagi aktivitas DNA ligase sebenarnya 37C. Akan tetapi, pada suhu ini ikatan hidrogen yang secara alami terbentuk di antara ujung-ujung lengket akan menjadi tidak stabil dan kerusakan akibat panas akan terjadi pada tempat ikatan tersebut. Oleh karena itu, ligasi biasanya dilakukan pada suhu antara 4 dan 15C dengan waktu inkubasi (reaksi) yang diperpanjang (sering kali hingga semalam). Pada reaksi ligasi antara fragmen-fragmen DNA genomik dan DNA vektor,

khususnya plasmid, dapat terjadi peristiwa religasi atau ligasi sendiri sehingga plasmid yang telah dilinierkan dengan enzim restriksi akan menjadi plasmid sirkuler kembali. Hal ini jelas akan menurunkan efisiensi ligasi. Untuk meningkatkan efisiensi ligasi dapat dilakukan beberapa cara, antara lain penggunaan DNA dengan konsentrasi tinggi (lebih dari 100g/ml), perlakuan dengan enzim alkalin fosfatase untuk menghilangkan gugus fosfat dari ujung 5 pada molekul DNA yang telah terpotong, serta pemberian molekul linker, molekul adaptor, atau penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3 seperti telah disebutkan di atas. Transformasi Sel Inang Tahap berikutnya setelah ligasi adalah analisis terhadap hasil pemotongan DNA genomik dan DNA vektor serta analisis hasil ligasi molekul-molekul DNA tersebut. menggunakan teknik elektroforesis. Jika hasil elektroforesis menunjukkan bahwa fragmen-fragmen DNA genomik telah terligasi dengan baik pada DNA vektor sehingga terbentuk molekul DNA rekombinan, campuran reaksi ligasi dimasukkan ke dalam sel inang agar dapat diperbanyak dengan cepat. Dengan sendirinya, di dalam campuran reaksi tersebut selain terdapat molekul DNA rekombinan, juga ada sejumlah fragmen DNA genomik dan DNA plasmid yang tidak terligasi satu sama lain. Tahap memasukkan campuran reaksi ligasi ke dalam sel inang ini dinamakan transformasi karena sel inang diharapkan akan mengalami perubahan sifat tertentu setelah dimasuki molekul DNA rekombinan. Teknik transformasi pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 oleh M. Mandel dan A. Higa, yang melakukan transformasi bakteri E. coli. Sebelumnya, transformasi pada beberapa spesies bakteri lainnya yang mempunyai sistem transformasi alami seperti Bacillus subtilis telah dapat dilakukan. Kemampuan transformasi B. subtilis pada waktu itu telah dimanfaatkan untuk mengubah strain-strain auksotrof (tidak dapat tumbuh pada medium minimal) menjadi prototrof (dapat tumbuh pada medium minimal) dengan menggunakan selanjutnya juga dikembangkan pada transformasi E.coli. Hal terpenting yang ditemukan oleh Mandel dan Higa adalah perlakuan kalsium klorid (CaCl2) yang memungkinkan sel-sel E. coli untuk mengambil DNA dari bakteriofag . Pada tahun 1972 S.N. Cohen dan kawan-kawannya menemukan bahwa sel-sel yang diperlakukan preparasi DNA genomik utuh. Baru beberapa waktu kemudian transformasi dilakukan melalui perantara vektor, yang

dengan CaCl 2

dapat juga mengambil DNA plasmid. Frekuensi transformasi tertinggi akan

diperoleh jika sel bakteri dan DNA dicampur di dalam larutan CaCl 2 pada suhu 0 hingga 5C. Perlakuan kejut panas antara 37 dan 45C selama lebih kurang satu menit yang diberikan setelah pencampuran DNA dengan larutan CaCl 2 tersebut dapat meningkatkan frekuensi transformasi tetapi tidak terlalu esensial. Molekul DNA berukuran besar lebih rendah efisiensi transformasinya daripada molekul DNA kecil. Mekanisme transformasi belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Namun, setidaknya transformasi melibatkan tahap-tahap berikut ini. Molekul CaCl2 akan menyebabkan sel-sel bakteri membengkak dan membentuk sferoplas yang kehilangan protein periplasmiknya sehingga dinding sel menjadi bocor. DNA yang ditambahkan ke dalam campuran ini akan membentuk kompleks resisten DNase dengan ion-ion Ca 2+ yang terikat pada permukaan sel. Kompleks ini kemudian diambil oleh sel selama perlakuan kejut panas diberikan. Seleksi Transforman dan Seleksi Rekombinan Oleh karena DNA yang dimasukkan ke dalam sel inang bukan hanya DNA rekombinan, maka kita harus melakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman yang membawa DNA rekombinan. Selanjutnya, di antara sel-sel transforman yang membawa DNA rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk mendapatkan sel yang DNA rekombinannya membawa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi dilakukan, yaitu (1) sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi gagal, (2) sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan (3) sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara kemungkinan pertama dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan dua sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan kedualah yang terjadi. Selanjutnya, untuk membedakan antara kemungkinan kedua dan ketiga dilihat pula perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang hanya memperlihatkan salah satu sifat di antara kedua marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan ketigalah yang terjadi. Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang pembuatannya

dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase chain reaction (PCR). Pelacakan fragmen yang diinginkan antara lain dapat dilakukan melalui cara yang dinamakan hibridisasi koloni. Koloni-koloni sel rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis agar isi selnya keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal tersisa DNAnya saja. Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam larutan pelacak. Posisi-posisi DNA yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokkan dengan posisi koloni pada kultur awal (master plate). Dengan demikian, kita bisa menentukan koloni-koloni sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan. (Sumarsih, 2010).

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Proses Pembuatan Insulin Mensintesis insulin manusia adalah proses biokimia dengan banyak tahapan yang tergantung pada teknik dasar DNA rekombinan dan pemahaman dari gen insulin. DNA berisikan petunjuk tentang bagaimana tubuh bekerja dan satu segmen kecil DNA dari gen insulin akan mengkode protein insulin. Pada dasarnya, proses produksi insulin dengan menggunakan bakteri E. coli melalui teknik DNA rekombinan atau rekayasa genetika terdiri dari 5 tahapan sebagai berikut.
a.

Mengisolasi DNA insulin dan DNA plasmid Isolasi DNA atau RNA merupakan langkah awal yang harus dikerjakan dalam rekayasa

genetika sebelum melangkah ke proses selanjutnya. Isolasi DNA kromosom ataupun DNA plasmid dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur isolasi sel; lisis dinding dan membran sel; ekstraksi dalam larutan; purifikasi; dan presipitasi. Ketelitian dan kecermatan dalam pelaksanaan penelitian, sangat menentukan hasil kemurnian DNA kromosom dan plasmid. Terdapat 3 langkah dalam pengisolasian bakteri, yaitu : - Langkah pertama adalah dengan menumbuhkan sel bakteri yang mengandung plasmid rekombinan untuk mendapatkan DNA plasmid. Setelah itu sel dipanen, dinding serta membran sel dipecah, sehingga isi sel (ekstrak sel) keluar. Ekstrak ini kemudian dipurifikasi. - Langkah kedua adalah teknik isolasi DNA plasmid dengan cara mensentrifungasi koloni bakteri dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit, kemudian lapisan atas diambil dan ditambahkan CIAA dengan perbandingan 1:1
- Langkah ketiga adalah melakukan prosedur digesti kromosom, plasmid, dan pUC19 dengan

Eco RI

b. Memotong DNA insulin

Enzim restriksi secara alami diproduksi oleh bakteri. Enzim restriksi bertindak seperti pisau bedah biologi, yang dapat mengenali rangkaian nukleotida tertentu, misalnya mengenali rangkaian kode untuk insulin. Hal tersebut memungkinkan peneliti untuk memutuskan pasangan basa nitrogen tertentu dan menghapus bagian DNA yang berisi kode genetik dari kromosom sebuah organisme, sehingga dapat memproduksi insulin. Apabila DNA asing dimasukkan ke dalam suatu inang E.coli, DNA itu mungkin diserang oleh sistem restriksi yang aktif di dalam sel inang. Benang-benang panjang dan tipis yang menyusun molekul DNA duplet cukup kokoh untuk dapat diputuskan dengan mudah oleh kekuatan pengguntingan dalam larutan. Pengguntingan yang lebih terkendali dapat diperoleh melalui sentrifugasi. DNA dengan berat molekul tinggi digunting menjadi suatu populasi molekul dengan ukuran rata-rata sekitar 8 kb, dengan pengadukan berkecapatan 1500 putaran/menit selama 30 menit. Pemutusan terjadi secara acak dilihat dari segi urutan DNA.
c.

Menggabungkan molekul DNA Setelah mendeskripsikan metode yang mungkin dipakai untuk memotong molekul DNA

insulin, maka harus dipertimbangkan tentang cara bagaimana agar fragmen DNA insulin dapat digabungkan dengan DNA plasmid untuk menciptakan molekul rekombinan buatan. Di sini DNA ligase berperan untuk menggabungkan DNA plasmid dengan DNA insulin yang telah dipotong sebelumnya. DNA ligase adalah suatu enzim yang berfungsi sebagai perekat genetik dan pengelas ujung nukleotida. E.coli dan fag T4 mengkode suatu enzim ligase DNA yang menutup takik unting tunggal di antara nukleotida yang berdekatan dalam untai DNA duplet. Temperatur optimum untuk ligase DNA yang bertakik adalah 370 C. Tetapi pada temperatur ini penggabungan ikatan nitrogen antara ujung-ujung yang berdekatan tidak stabil.

Gambar 3.1 Pemotongan dan Penggabungan DNA Langkah pertama pembuatan humulin adalah mensintesis rantai DNA yang membawa sekuens nukleotida spesifik yang sesuai dengan karakteristik rantai polipeptida A dan B dari insulin. Urutan DNA yang diperlukan dapat ditentukan karena komposisi asam amino dari kedua rantai telah dipetakan. Enam puluh tiga nukleotida yang diperlukan untuk mensintesis rantai A dan sembilan puluh untuk rantai B, ditambah kodon pada akhir setiap rantai yang menandakan pengakhiran sintesis protein. Antikodon menggabungkan asam amino, metionin, kemudian ditempatkan di setiap awal rantai yang memungkinkan pemindahan protein insulin dari asam amino sel bakteri itu. Gen sintetik rantai A dan B kemudian secara terpisah dimasukkan ke dalam gen untuk enzim bakteri, yaitu B-galaktosidase, yang selanjutnya dibawa ke dalam plasmid vektor tersebut. Pada tahap ini, sangat penting untuk memastikan bahwa kodon gen sintetik kompatibel dengan B-galaktosidase. Plasmid rekombinan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sel E. coli.
d. Memasukkan DNA ke dalam sel hidup (vektor)

Teknik memasukkan DNA ke dalam vektor meliputi 3 proses, yaitu pemotongan plasmid maupun DNA manusia dengan menggunakan enzim restriksi yang sama; pencampuran fragmen DNA manusia dengan plasmid yang telah dipotong; dan penambahan enzim ligase untuk membentuk ikatan kovalen antara keduanya.

Gambar 3.2 Penyisipan DNA manusia ke dalam plasmid bakteri

e.

Mengembangkan vektor dengan sisipan DNA yang direkayasa Praktis penggunaan teknologi DNA rekombinan dalam sintesis insulin manusia

membutuhkan jutaan salinan plasmid bakteri yang telah digabungkan dengan gen insulin dalam rangka untuk menghasilkan insulin. Gen insulin diekspresikan bersamaan dengan saat sel mereplikasi galaktosidase-B di dalam sel yang sedang menjalani mitosis.

Gambar 3.3 Perkembangbiakan Bakteri Protein yang terbentuk, sebagian terdiri dari B-galaktosidase, bergabung ke salah satu rantai insulin A atau B. Rantai insulin A dan rantai B kemudian diekstraksi dari fragmen Bgalaktosidase dan dimurnikan.

Gambar 3.4 Penggabungan Rantai A dengan B-Galaktosidase Kedua rantai dicampur dan dihubungkan kembali dalam reaksi yang membentuk jembatan silang disulfida, menghasilkan Humulin murni (insulin manusia sintetis).

Gambar 3.5 DNA Insulin

Secara umum, proses produksi insulin dengan vektor E. coli dijelaskan dalam skema berikut :

Gambar 3.6 Skema tahapan pembuatan insulin Untuk dapat melakukan manufaktur insulin, maka produsen harus mengetahui urutan yang tepat dari asam amino insulin. Produsen memasukkan asam amino insulin, dan mesin sekuensing akan menghubungkan asam amino bersama-sama. Produsen memanipulasi prekursor biologis terhadap insulin, sehingga dapat tumbuh di dalam bakteri sederhana, seperti E.coli. Dalam mensintesis insulin juga diperlukan tangki besar untuk tempat pertumbuhan bakteri yang berisi nutrisi yang diperlukan bagi bakteri untuk tumbuh. Beberapa instrumen yang diperlukan untuk memisahkan dan memurnikan DNA seperti centrifuge, beberapa macam kromatografi dan instrumen x-ray kristalografi (Anonim, 2011). Terdapat dua metode dasar untuk memproduksi insulin manusia, yaitu:

1. Bekerja dengan insulin manusia Gen insulin adalah suatu protein yang terdiri dari dua rantai asam amino yang terpisah, dimana rantai A terletak di atas rantai B, yang terbentuk bersamaan dan disatukan dengan suatu ikatan. Asam amino merupakan unit dasar yang membangun semua protein. Insulin rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B memiliki 30 asam amino. Sebelum menjadi sebuah protein insulin aktif, pertama kali insulin diproduksi sebagai preproinsulin. Preproinsulin adalah protein tunggal rantai panjang dengan rantai A dan B yang belum dipisahkan, di mana bagian tengah yang menghubungkan kedua rantai dan urutan sinyal pada salah satu ujung protein sebagai penanda untuk memulai mensekresi diluar sel. Setelah preproinsulin, rantai berevolusi menjadi proinsulin. Proinsulin masih berupa rantai tunggal tetapi tanpa urutan sinyal. Kemudian baru terbentuk insulin protein aktif, yaitu protein tanpa bagian yang menghubungkan rantai A dan B. Pada setiap tahapan proses diperlukan protein enzim yang spesifik (protein yang melaksanakan reaksi kimia) untuk menghasilkan bentuk berikutnya dari insulin. Memulai dengan rantai A dan B Salah satu metode pembuatan insulin adalah untuk menumbuhkan dua rantai insulin secara terpisah. Ini akan menghindari pembuatan masing-masing enzim khusus yang dibutuhkan. Dalam hal ini, produsen membutuhkan dua mini-gen yang salah satunya menghasilkan rantai A dan satunya lagi untuk menghasilkan rantai B. Karena urutan DNA yang tepat dari masing-masing rantai telah diketahui, maka sintesis DNA dari masing-masing mini gen dapat dilakukan di dalam mesin sekuensing asam amino. Dua molekul DNA kemudian dimasukkan ke dalam plasmid dengan potongan melingkar kecil DNA yang lebih mudah diambil oleh DNA inang.
Produsen memasukkan plasmid ke dalam jenis bakteri non-patogen, seperti E. coli.

Plasmid dimasukkan di samping gen lacZ. LacZ mengkode untuk 8-galaktosidase, yaitu gen yang secara luas digunakan dalam proses DNA rekombinan karena mudah ditemukan, dipotong, dan memungkinkan insulin dengan mudah dipisahkan dari DNA bakteri. Selanjutnya disisipkan asam amino metionin untuk memulai pembentukan protein.

Terbentuk rekombinan yang baru, kemudian plasmid dicampur dengan sel-sel bakteri. Plasmid dimasukkan ke dalam bakteri dalam proses yang disebut transfeksi. Produsen dapat menambah DNA ligase yaitu enzim yang bertindak sebagai perekat untuk membantu menempelkan plasmid ke DNA bakteri. Bakteri yang mensintesis insulin mengalami proses fermentasi. Mereka tumbuh pada suhu yang optimal dalam tangki besar. Jutaan bakteri mereplikasi kira-kira setiap 20 menit melalui mitosis sel, dan masing-masing mengekspresikan gen insulin. Setelah memperbanyak diri, sel-sel diambil dari tangki dan dipecah hingga terbuka untuk mengekstrak DNA. Salah satu cara yang umum dilakukan adalah dengan terlebih dahulu menambahkan campuran lysozome yang mencerna lapisan luar dinding sel, kemudian menambahkan campuran deterjen yang memisahkan membran dinding sel lemak. DNA bakteri ini kemudian ditambahkan sianogen bromide yaitu, reagen yang memecah rantai protein pada residu metionin untuk memisahkan rantai insulin dari sisa DNA.
Kedua rantai tersebut kemudian dicampur bersama-sama dan bergabung dengan ikatan

disulfida melalui reaksi reduksi-reoksidasi. Kemudian ditambahkan suatu agen pengoksidasi (bahan yang menyebabkan oksidasi atau transfer elektron). Batch kemudian ditempatkan dalam centrifuge, yaitu alat mekanik yang berputar cepat untuk memisahkan komponen-komponen sel berdasarkan ukuran dan berat jenis.
Campuran DNA kemudian dimurnikan sehingga hanya tersisa rantai insulin. Produsen

dapat memurnikan campuran melalui beberapa kromatografi, atau teknik pemisahan, yang mengeksploitasi perbedaan muatan molekul, ukuran, dan afinitas terhadap air. Prosedur dapat menggunakan kolom pertukaran ion, kromatografi cair kinerja tinggi reverse-fase, dan kromatografi kolom gel filtrasi. Produsen dapat menguji batch insulin untuk memastikan tidak adanya protein bakteri E. coli yang tercampur dengan insulin. Produsen biasanya menggunakan protein penanda yang dapat mendeteksi DNA E. coli. Jika terdapat DNA bakteri, maka produsen akan menentukan proses pemurnian lebih lanjut untuk menghilangkan.protein bakteri E. coli (Anonim, 2011). 2. Proses Proinsulin

Pada tahun 1986, produsen mulai menggunakan metode lain untuk

mensintesis insulin manusia. Mereka mulai dengan prekursor langsung dari gen insulin, yaitu proinsulin. Banyak tahapan yang sama seperti ketika memproduksi insulin dengan rantai A dan B. Namun, dalam metode ini mesin mensintesis asam amino gen proinsulin.

Urutan yang mengkode proinsulin dimasukkan ke bakteri non-patogen,

seperti E. coli. Bakteri kemudian melalui proses fermentasi di mana bakteri tersebut akan mereproduksi dan menghasilkan proinsulin. Kemudian urutan rantai penghubung antara A dan B disambung lagi dengan enzim dan insulin yang dihasilkan dimurnikan.

Pada akhir proses manufaktur, ditambahkan bahan untuk mencegah

pertumbuhan bakteri dan membantu menjaga keseimbangan asam dan basa ke dalam insulin. Juga ditambahkan bahan yang dapat mengatur aktivitas insulin, baik insulin intermediate atau insulin long-acting untuk menghasilkan jenis insulin dengan durasi yang diinginkan. Ini adalah metode tradisional untuk memproduksi insulin long acting. Produsen akan menambahkan bahan tersebut ke dalam insulin murni untuk memperpanjang aktivitas insulin, seperti seng oksida. Zat ini akan memperrlambat di penyerapan dalam tubuh. Zat aditif ini bervariasi pada jenis insulin yang sama dengan merk yang berbeda (Anonim, 2011).

Kontrol Kualitas Produksi Setelah sintesis insulin manusia, struktur dan kemurnian dari batch insulin diuji melalui beberapa metode yang berbeda. Kromatografi cair kinerja tinggi digunakan untuk menentukan ada tidaknya kontaminan di dalam insulin. Teknik pemisahan lainnya, seperti X-ray kristalografi, filtrasi gel, dan sekuensing asam amino. Produsen juga menguji kemasan botol untuk memastikan bahwa produk telah disegel dengan benar. Manufaktur untuk insulin manusia harus mematuhi prosedur National Institutes of Health untuk operasi skala besar dan The United States Food and Drug Administration harus menyetujui semua insulin yang diproduksi (Anonim, 2011).

3.2 Parameter yang Harus Diperhatikan

BAB III PENUTUP 2.1 Kesimpulan


1. Proses pembuatan insulin manusia dengan menggunakan vektor E. coli melalui teknik

DNA rekombinan pada dasarnya terdiri dari 5 tahapan, yaitu mengisolasi DNA insulin dan DNA plasmid, memotong DNA insulin, menggabungkan DNA insulin dan DNA plasmid, memasukkan DNA ke dalam vektor, dan mengembangkan vektor dengan sisipan DNA yang direkayasa 2. 2.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai metode atau alat yang harus dikembangkan untuk memproduksi insulin secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA Almazini. 2010. Membuat Insulin Manusia dengan Teknik Rekombinan. (cited : 2011, November 9) Available at : http://myhealing.wordpress.com/2010/12/11/pembuatan-insulin-manusiadengan-teknik-dna-rekombinan/ Anonim. 2009. Rekayasa Genetika. (cited : 2011, November 11). Available at : http://id.shvoong.com/exact-sciences/1999578-rekayasa-genetika/#ixzz1M2ZdfDMn Anonim. Anonim. 2011. 2011. Escherichia Insulin, coli. (cited : 2011, November 30). 10) Available Available at : http://id.wikipedia.org/wiki. (cited 2011 October, from: http://www.madehow.com/Volume-7/Insulin.html Darmono, 2005. Komplikasi Diabetes Melitus. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta. Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta : Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI. Dinar.2009. Pola penggunaan Obat Hipoglikemik Oral (oho) Pada Pasien Geriatri Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Jalan RSUD dr. Moewardi Surakarta Periode Januari Juli 2008. Available at : http://etd.eprints.ums.ac.id/5233/1/K100050250.pdf Feriyanto,N.2009. Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Keprok terhadap Bakteri Escherichia coli dan Stapylococcus aureus. Skripsi. Surakarta : Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Foster, A. 2006. Antropologi Kesehatan. Jakarta : UI Press. Hardiansyah dan Rimbawan, 2001. Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan Jakarta : Pergizi Pangan. Hermaulina. tt. Produksi Hormon Insulin dari Bakteri, (cited 2011 October, 29). Available from: http://www.scribd.com/doc/49187370/Hermaulina-insulin-2 Kusnadi. 2005. Mikrobiologi Pangan dan Industri. (Cited 2011, November 10). Available at : http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031KUSNADI/KULIAH,MIKROBIOLOGI_PANGAN_DAN_INDUSTRI.pdf MedStar. 2010. Insulin. Washington DC : Health The MedStar Diabetes Institute. Pangan.

Nita, S. 2007. Karakteristik Penderita DM Rawat Inap di RSU Permata Bunda Medan Tahun 2005. Skripsi. Sumatera Utara : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Pelczar dkk. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi II. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Pratiwi. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Bandung : Penerbit Erlangga. Rosalia. 2010. Pembuatan Insulin Manusia dengan Teknik Rekombinan sebagai Salah Satu Pengembangan Bioteknologi dalam Bidang Kesehatan. Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala Darussalam. Soegondo dkk. 2004. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : FKUI. Sukandar, E. Y., R. Andrajati, J. Sigit, K. Adnyana, P. Setiadi, Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan. Sumarsih. 2010. Teknologi DNA Rekombinan. (cited : 2011, November 11). Available at : http://sumarsih07.files.wordpress.com/2010/02/teknologi-dna-rekombinan.pdf Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2003. Bakteriologi Medik. Malang : Bayumedia Publishing. Wijaya. 2009. Produksi Insulin Menggunakan Bakteri. (cited : 2011, November 9). Available at : http://juharrywijaya.blogspot.com/2009/10/produksi-insulin-menggunakan-bakteri-e.html Yalun. 2008. Mengenal Bakteri Escherichia coli. (cited : 2011, November 10). Available at : http://yalun.wordpress.com/2008/10/07/mengenal-bakteri-escherichia-coli/ Zaenab. 2009. Mikrobiologi Industri. (cited : 2011, November 10). Availablke at : http://keslingmks.files.wordpress.com/2009/01/mikrobiologi-industri.pdf

Anda mungkin juga menyukai