Anda di halaman 1dari 16

PRESENTASI KASUS

INERSIA UTERI

Diajukan kepada : Dr. Daliman, SpOG

Disusun Oleh : Marhamah Yoan Hotnida Naomi H. Iis Windasary

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA 2002

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus dengan inersia uteria masih sering ditemukan dan merupakan salah satu masalah yang berhubungan dengan distosia terutama distosia karena kelainan tenaga obstetri (disfungsi uterus). B. Tinjauan Pustaka Inersia uteri adalah his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri dibagi 2 yaitu : inersia uteri primer dan inersia uteri sekunder. Inersia uteri primer adalah kelainan his yang timbul sejak permulaan persalinan. Hal ini harus dibedakan dengan his pendahuluan yang lemah dan kadang-kadang menjadi hilang. Inersia uteri sekunder adalah kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat dan dalam waktu yang lama (1). Kelompok ahli di Montevideo (Caldeyro-Barcia, 1950) memberikan kontribusi lain yang penting artinya bagi pemahaman terhadap disfungsi uterus. Dengan menyisipkan sebuah kateter polietilen lewat dinding abdomen ke dalam cairan ketuban, mereka yakin bahwa batas bawah tekanan kontraksi yang diperlukan untuk menimbulkan dilatasi serviks adalah 15 mmHg, yaitu angka yang sesuai dengan hasil penemuan Hendricks dkk (1959), yang melaporkan bahwa kontraksi uterus spontan yang normal seringkali menghasilkan tekanan sekitar 60 mmHg. Dari hasil observasi ini bisa ditentukan dua jenis disfungsi uterus. Pada jenis yang satu, yaitu disfungsi uterus hipotonik, tidak terdapat hipertonus basal dan kontraksi utures mempunyai pola gradien yang normal (sinkron), namun kenaikan tekanan yang sedikit pada saat his tidak cukup untuk menimbulkan dilatasi serviks dengan kecepatan yang memuaskan. Tipe disfungsi uterus ini biasanya terjadi selama fase aktif persalinan, yaitu sesudah serviks mengadakan dilatasi lebih dari 4 cm. Pada jenis lainnya, yaitu disfungsi uterus hipertonik atau idisfungsi uterus yang tidak terkoordinasi, tonus basal bisa meningkat cukup besar atau gradien tekanan mengalami perubahan, yang keduanya mungkin terjadi akibat kontraksi pada segmen tengah uterus dengan

tenaga yang lebih kuat daripada tenaga fundus, atau akibat asinkronisme total pada impuls yang berasal dari setiap kornu, atau juga akibat kombinasi kedua keadaan tersebut. Tipe disfungsi ini secara khas ditemukan dalam fase laten persalinan. Pada disfungsi uterus hipotonik, kontraksi lebih jarang terjadi dan uterus tidak mudah diraba meskipun pada puncak kontraksi. Kontraksi pada jenis hipertonik atau inkoordinasi, secara khas menimbulkan nyeri yang lebih hebat padahal tidak efektif. Sebagaimana dibicarakan di bawah ini, disfungsi hipotonik sering memberikan respon yang baik terhadap pemberian oksitosin. Hal yang sebaliknya sering terjadi pada jenis hipertonik, yaitu pemberian oksitosin akan memperjelas pola kontraksi uterus yang abnormal dan meningkatkan tonus otot rahim. Namun demikian, ada beberapa pengecualian, dimana suatu uterus dengan hipertonus basal dan dengan kontraksi tak terkoordinasi yang sering, sungguhsungguh berubah menjadi kontraksi fisiologis yang teratur, dan hal ini tampaknya merupakan respon terhadap pemberian oksitosin intravena (Caldeyro Barcia, 1957). Pada umumnya, kemungkinan terjadinya respon seperti itu sangat kecil dan risiko untuk terjadinya hipertonus amat besar (Cohen dan Friedman, 1983). (2,3) Panggul yang sempit dan malposisi fetus merupakan penyebab umum disfungsi uterus. Derajat sedang kesempitan panggul dan malposisi fetus, dapat menyebabkan disfungsi uterus hipotonik sehingga mempunyai arti klinik yang penting. Uterus yang terlalu terdistensi, seperti yang terjadi pada kehamilan kembar dan hidramnion, dapat menimbulkan distensi yang berlebihan ini. Tetapi pada banyak kasus mungkin separuh diantaranya penyebab disfungsi uterus masih belum diketahui (Seitchik dkk, 1987). Kesalahan utama jarang terletak pada serviks yang terlalu kaku untuk berdilatasi. Meskipun demikian, pada primipara yang usianya agak lanjut, dan pada wanita dengan fibrosis serviks akibat keadaan tertentu, kekakuan serviks yang berlebihan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya distosia. Sebelum merangsang persalianan dengan oksitosin, kita harus yakin bahwa jalan lahir kemungkinan besar memadai untuk ukuran kepala janin, dan bahwa kepala janin sudah engaged dengan baik dalam panggul, yang berarti menggunakan diameter terkecil untuk penyesuaian dengan jalan lahir (diameter

biparietalis dan suboksipitobregmatika). Panggul yang sempit paling kecil kemungkinannya kalau semua kriteria berikut terpenuhi : 1. Konugata diagonalis normal. 2. Dinding samping pelvis hampir sejajar. 3. Spina iskhiadika tidak menonjol. 4. Sakrum tidak rata. 5. Angulus subpubikum tidak sempit. 6. Presentasi janin adalah presentasi oksiput. 7. Kepala janin sudah engaged atau turun lewat pintu atas panggul dengan tenaga fundus. Jika semua kriteria tidak dipenuhi, pilihan alternatifnya adalah persalinan dengan seksio sesarea atau mungkin dengan stimulasi oksitosin. Jika digunakan oksitosin, maka kecepatan denyut jantung janin dan frekuensi, intensitas lama serta saat terjadinya kontraksi rahim dalam hubungannya dengan denyut jantung janin harus diamati dengan ketat. (3) Diagnosis inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Pada fase laten diagnosis akan lebih dulu, tetapi bila sebelumnya sudah ada kontraksi yang kuat dan lama, maka diagnosis inersia uteri sekunder akan mudah. Inersia uteri menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat terhadap ibu dan janin (4). Penanganan inersia uteri yaitu mengembalikan kontraksi rahim dengan pemberian oksitosin atau jika sebelumnya ketuban pecah, ketuban dipecahkan dulu atau jika kepala sudah masuk, penderita disuruh jalan-jalan. Oksitosin diberikan apabila pelvik skor lebih dari 8, tak ada DKP (Disproporsi Kepala Panggul), hamil aterm, presentasi kepala, panggul normal dan serviks matang. Apabila syarat ini dipenuhi dan tak ada kontraindikasi (riwayat SC, DKP, Penyakit Jantung Berat), berikan oksitosin drip 5-10 satuan dalam dekstrose 5% 500 cc, dimulai dengan 12 tetes per menit, dinaikkan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes per menit. Pemberian oktosotin tidak perlu terus menerus, sebab bila tidak memperkuat his setelah pemberian lama hentikan dulu dan ibu dianjurkan untuk istirahat. Malamnya bisa diberikan valium 10 mg dan besoknya dapat diberikan kembali oksitosin.

BAB II KASUS 1. Identitas Nama Umur Agama Pekerjaan Alamat No CM Masuk di IGD RSMS : Ny. C : 22 tahun : Islam : Swasta : Kemutang Kidul 04/3 Btd Banyumas : 487373 : 20 November 2001, pk. 16.50 WIB

2. Anamnesis A. Keluhan utama B. Keluhan tambahan : Ingin melahirkan : -

C. Riwayat penyakit sekarang Pasien G1P0A0 hamil 40 minggu datang dengan keluhan kencengkenceng mulai dirasakan sejak jam 18.00 (tanggal 19-11-2001) tetapi jarang. Jam 23.00 kenceng-kenceng tersebut mulai dirasakan semakin sering dan lama kira-kira tiap 10 menit akan tetapi pada saat jam 05.00 (tanggal 20-11-2001) kenceng-kenceng berkurang. Keluar air belum, lendir darah sudah keluar. D. Riwayat Menstruasi E. Riwayat Nikah F. Riwayat KB G. Riwayat Obstetri H. Riwayat ANC : Teratur siklus 28 hari, HPHT : 15-2-2001 HPL : 22-11-2001 : 1 x lamanya 1 tahun : Tidak memakai : Hamil ini : Pasien memeriksakan kehamilannya ke puskesmas sebanyak 6 x, TT 2x I. Riwayat penyakit keluarga : Disangkal J. Riwayat operasi : Disangkal 6

3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan Fisik Umum Keadaan umum Kesadaran Vital sign : Sedang : Compos mentis : Tekanan darah : 120/70 mmHg Nadi Respirasi Suhu Tinggi Badan Berat Badan Mata Thorak Ekstremitas : 150 cm : 55 kg : Konjungtiva anemis -/: Cor/Pulmo : Udem 2. Status Obstetri Abdomen A. Pemeriksaan luar Palpasi Leopold I Leopold II : TFU : Teraba : 33 cm, TBJ : 3.410 gram bagian-bagian kecil di kiri, bagian : Teraba bagian lunak, bulat dan besar melengkung dan memanjang di kanan Leopold III : Teraba bagian-bagian keras, bulat, ballotement (+) Leopold IV : Konvergen 1 x 10 His Auskultasi : lemah 20 : DJJ (11, 12, 11) teratur : Dalam batas normal : 80 x/mnt : 22 x/mnt : Afebris

B. Pemeriksaan Dalam (VT) Pembukaan serviks 2 jari longgar (3-4 cm) Kulit ketuban (KK) (+) Penipisan 65% Porsio lunak Bagian bawah kepala di H I 7

UPD Promontorium Linea innominata Spina ischiadika : tidak teraba : : tidak menonjol

Kelengkungan sakrum : cukup Dinding samping pelvis sejajar Arcus pubis > 90 Mobilitas os coccigeus : cukup

Kesimpulan : Ukuran panggul dalam, dalam batas normal 3. Pemeriksaan Laboratorium

Hb sahli 11 gr% IV.Diagnosis G1P0A0 hamil 40 minggu in partus kala I fase aktif dengan inersia uteri sekunder V. Penatalaksanaan Evaluasi tiap 4 jam Perbaikan his dengan oksitosin 5 dalam 500 cc D5%. Mula-mula 8 tetes/menit, dinaikkan 4 tetes tiap 15 menit sampai his adekuat (maximal 40 tetes/menit) Pengawasan KU, vital sign, DJJ dan his setiap 15 menit dan evaluasi kemajuan persalinannya. Observasi Jam 17.20 : Drip oksitosin dinaikkan 12 tetes/menit KU DJJ KU DJJ : Baik : (11, 12, 11) teratur : Baik : (11, 12, 11) teratur His : (-) Nadi His : 80 /menit : (-)

Jam 17.35 : Drip dinaikkan menjadi 16 tetes/menit

Jam 17.50 : Drip dinaikkan menjadi 20 tetes/menit 8

KU DJJ

: Baik : (11, 12, 11) teratur

Nadi His

: 80 x/menit 1 x 10 : 20 lemah

Jam 18.05 : Drip dinaikkan menjadi 24 tetes/menit KU DJJ : Baik 2 x 10 : (12, 11, 12) teratur His : 20 Jam 18.20 : Drip dinaikkan menjadi 28 tetes/menit KU DJJ : Baik : (12, 11, 11) teratur Nadi His : 86 x/menit 3 x 10 : 20 Jam 18.35 : Drip dinaikkan menjadi 32 tetes/menit KU DJJ : Baik 3 x 10 : (12, 11, 12) teratur His : 35 Jam 18.50 : Drip dinaikkan menjadi 36 tetes/menit KU DJJ : Baik : (11, 12, 12) teratur Nadi His : 86 x/menit 4 x 10 : 45 Jam 19.05 : Drip dipertahankan 36 tetes/menit KU DJJ : Baik : (12, 12, 11) teratur Nadi His : 88 x/menit 5 x 10 : 45 Jam 19.20 : Drip dipertahankan 36 tetes/menit KU DJJ : Baik 5 x 10 : (12, 12, 11) teratur His : 45 kuat kuat kuat sedang sedang lemah

Jam 19.35 : Drip dipertahankan 36 tetes/menit

KU DJJ

: Baik 5 x 10 : (12, 11, 12) teratur His : 45 kuat

Jam 19.50 : Drip dipertahankan 36 tetes/menit KU DJJ : Baik : (12, 11, 12) teratur Nadi His : 88 x/menit 5 x 10 : 45 Jam 20.00 : Ketuban pecah, warna jernih VT KU DJJ : 6-7 cm, kepala turun H II, eff : 75% porsio lunak : Baik : (12, 11, 12) teratur Nadi His : 88 x/menit 5 x 10 : 45 Jam 20.30 : Drip dipertahankan 36 tetes/menit KU DJJ : Baik : (12, 11, 12) teratur Nadi His : 88 x/menit 5 x 10 : 45 Jam 20.45 : Drip dipertahankan 36 tetes/menit KU DJJ : Baik 5 x 10 : (12, 11, 12) teratur His : 45 Jam 21.00 : Drip dipertahankan 36 tetes/menit KU DJJ S O : Baik : (11, 11, 12) teratur Nadi His : 88 x/menit 5 x 10 : 45 : Ibu ingin meneran : Ada tekanan pada anus Perineum menonjol Vulva membuka VT : lengkap, KK (-), kepala turun H III (+) 10 kuat kuat kuat kuat Jam 20.15 : Drip dipertahankan 36 tetes/menit kuat

Diagnosa

: G1P0A0 Hamil 40 minggu in partu kala II awal dengan inersia uteri sekunder respon terhadap stimulasi

Penatalaksanaan : Pimpin meneran Jam 21.35 : Anak lahir presentasi belakang kepala, A / S : 7-8-9 BBL : 3.250 gr, suntik syntocinon 10 unit i.m Plasenta lahir spontan dengan perdarahan minimal. Jam 23.30 : Evaluasi kala IV selama 2 jam : TD 120/70 mmHg, N : 84 x/menit, RR : 24 x/menit pasien pindah Flamboyan Diagnosa : P1A0 post partus spontan patologis dengan inersia uteri sekunder FOLLOW UP FLAMBOYAN
Tanggal 21-11-01 Subjektif - Asi (+) - BAK (+) - BAB (+) Objektif KU : Baik, CM T : 120/70 mmHg N : 80 x/mnt R : 22 x/mnt S : Afebris C/P : dbn Abdomen : Supel, BU (+) N Status Obstetri - TFU : 2 jari bawah pusat - Kontraksi baik Status genitalia - Nyeri (-) - Lokia rubra : (+), berbau (-) 22-11-01 - Keluhan (-) KU : Baik, CM T : 120/70 mmHg N : 80 x/mnt R : 22 x/mnt S : Afebris C/P : dbn Abdomen : : Supel, BU (+) N Status Obstetri - TFU : 3 jari bawah pusat - Kontraksi baik Status genitalia - Lokia rubra : (+), berbau (-) P1A0 post partus spontan patologis - Ampicillin 4 x 500 mg - Sangofer 1 x 1 - Boleh pulang Assasment P1A0 post partus spontan patologis Planning - Ampicillin 4 x 500 mg - Sangofer 1 x 1

11

BAB III PEMBAHASAN

Pasien G1P0A0 hamil 40 minggu datang dengan keluhan kenceng-kenceng mulai dirasakan sejak jam 18.00 (tanggal 19-11-2001) tetapi jarang. Jam 23.00 kenceng-kenceng tersebut mulai dirasakan semakin sering dan lama kira-kira tiap 10 menit akan tetapi pada saat jam 05.00 (tanggal 20-11-2001) kenceng-kenceng berkurang. Keluar air belum, lendir darah sudah keluar. Hasil pemeriksaan obstetrik yang didapat, TFU 33 cm, TBJ : 3410 gram, kesimpulan pemeriksaan Leopold I-IV janin tunggal, presentasi kepala, punggung kanan, konvergen, His : jarang dan lemah. DJJ (11-12-11) teratur; PD : 2 jari longgar (3-4 cm), KK (+), penipisan 65% porsio lunak, bagian bawah kepala di H I; UPD : promontorium tidak teraba, linea innominata : , spina ischiadika menonjol, kelengkungan sakrum cukup, dinding samping pelvis sejajar, arkus pubis > 90; mobilitas os coccigeus cukup. Berdasarkan dari anamnesa dan pemeriksaan obstetrik yang didapat pada pasien ini didiagnosis Inersia Uteri Sekunder karena hisnya mula-mula sering dan lama kemudian melemah. Pada pasien ini sebelumnya ada his selama 5 jam 30 menit. Sedangkan penyebab dari terjadinya inersia uteri sekunder pada pasien ini karena faktor psikologis dari ibu. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan memperbaiki his (stimulasi) menggunakan oksitosin per drip. Pada pasien ini pemberian oksitosin telah memenuhi syarat, sedangkan cara pemberiannya sesuai dengan prosedur tetap dari RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo yaitu larutan oksitosin 5 unit dalam 500 ml dekstrose 5%, tetesan pertama dimulai dengan 8 tetes/menit kemudian ditambah 4 tetes setiap 15 menit sampai diperoleh his yang baik yaitu lamanya 40-50 detik setiap 2-3 menit. Pada pasien ini drip oksitosin dimulai dengan 12 tetes/menit, kemudian pada tetesan 36 tetes/menit diperoleh his yang baik yaitu : 5x10 maka drip oksitosin dipertahankan. 45

12

Pada pasien ini respon stimulasinya baik sehingga sikap yang diambil adalah dilakukan rencana partus pervaginam, karena syarat-syarat partus pervaginam telah terpenuhi. Pada pasien ini dalam menegakkan diagnosa belum tepat, seharusnya dalam menegakkan diagnosa harus didukung oleh anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tepat. Sebelum menegakkan diganosa harus dievaluasi terlebih dahulu apakah benarbenar telah terjadi inersia uteri. Penatalaksanaan pada pasien kurang tepat seharusnya setelah ditegakkannya diagnosis inersia uteri selaput ketuban bila masih utuh harus dipecahkan terlebih dahulu. Kemudian dilakukan pengamatan yang ketat selama 30-60 menit untuk melihat apakah tindakan amniotomi ini dapat memperbaiki kualitas his. Apabila dengan amniotomi kualitas his tidak ada perbaikan maka baru diputuskan apakah persalinan menggunakan oksitosin (stimulasi).

13

HASIL DISKUSI

1. Apa benar pada pasien ini disebabkan oleh faktor psikologis ? Bila disebabkan faktor psikologis apa ? Jawab Sebenarnya pada pasien ini bukan disebabkan oleh faktor psikologis, bila disebabkan faktor psikologis maka akan menyebabkan kelainan his pada fase laten berupa incoordinate uteri. Sedangkan pada psien ini dilakukan stimulasi atas indikasi inersia uteri sekunder yang penyebabnya belum diketahui dan seharusnya dievaluasi pada power, passenger dan passage (3P) 2. Diagnosa pasien ini belum tepat, sebaiknya pada pasien ini didiagnosa apa ? Jawab Di diagnosa G1P0A0 H 40 minggu in partu kala I fase aktif curiga inersia uteri sekunder.

14

BAB IV KESIMPULAN

Pada pasien ini dalam menegakkan diagnosa belum tepat, seharusnya dalam menegakkan diagnosa harus sesuai dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang didapat sehingga penatalaksanaan yang diberikan tepat.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Hanifa. W, Ilmu Kebidanan, Yayasan Nina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 1999. Hal 66-77. 2. Cunningham F.G dkk. Abnormalitas Persalinan dalam William Obstetri, Edisi 18, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995, hal 393-8. 3. Rustam M, Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1998, hal 369. 4. Muchtar. R, 1998, Sinopsis : Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi, Bagian I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 5. Kumpulan Prosedur Tetap Program Rumah Sakit Sayang Ibu RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

16

Anda mungkin juga menyukai