Anda di halaman 1dari 14

UPN VETERAN JAWA TIMUR FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TA. 2004/2005


Mata Ujian Hari/Tanggal Waktu Sifat Dosen : Metode Ilmiah : Senin, 4 Juli 2005 : 90 menit : Buku Tertutup : Ir. Latifah, M.S. Drh. Ratna Yulistiani, MP

KAJIAN PROTEIN DAGING FASE PRE-RIGOR SELAMA PENDINGINAN SEBAGAI EMULSIFIER SOSIS PENDAHULUAN Daging sapi merupakan bahan pangan sumber protein hewani, mengandung asam-asam amino dalam proporsi yang seimbang. Namun demikian daging sapi mudah mengalami kerusakan dengan daya simpan yang pendek sehingga banyak cara yang digunakan untuk memperpanjang daya simpan dan juga dijadikan produk lain yang dapat langsung dikonsumsi. Salah satu bentuk olahan daging sapi yang saat ini sudah cukup memasyarakat adalah sosis. Sosis merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang kaya akan vitamin B, sumber fosfor dan zat besi yang dibuat dari daging giling yang dicampur dengan minyak jagung, susu skim, tepung terigu dan bumbu-bumbu, yang dimasukkan ke dalam selongsong (casing) sehingga mempunyai bentuk simetris (Price dan Schweigert, 1971). Tahap emulsifikasi merupakan salah satu tahap pengolahan sosis yang sangat menentukan kualitas sosis yang dihasilkan dengan ditandai terbentuknya emulsi yang stabil selama pemasakan, tidak terjadi pemisahan air dan minyak yang membentuk drip-drip atau tetes-tetes lemak, tekstur yang kenyal, sifat irisan yang halus dan merata serta warna merah muda yang sesuai dengan selera konsumen (Kramlich et al., 1973). Stabilitas emulsi ini dapat dicapai dengan baik apabila diperhatikan faktor-faktor seperti jumlah dan dispersi lemak yang teremulsikan, jenis, keadaan dan kualitas daging, jumlah dan jenis protein yang menyelubungi globula lemak, serta bahanbahan yang berperan sebagai bahan pengisi (filler) dan perekat (binder) (Forrest et al, 1975). Selama pembuatan emulsi sosis, protein daging dan air membentuk suatu matrik yang memperangkap globula lemak yang terdispersi (Tornberg dan Hermanson, 1977). Protein daging tersebut adalah protein miofibril yaitu aktin dan miosin yang kemampuannya tergantung oleh keadaan atau fase daging yang digunakan (Haq et al, 1972). Terdapat tiga fase daging setelah hewan mati yaitu sebelum kekakuan (Pre-rigor), kekakuan (rigor mortis) dan lewat kekakuan (post rigor) yang berbeda kemampuannya untuk menstabilkan emulsi sosis. Daging dalam fase pre-rigor lebih baik digunakan sebagai emulsifier sosis dibandingkan dengan daging yang lain (Fennema, 1976). Kasus yang sering terjadi di pabrik pengolahan sosis adalah daging yang diperoleh tidak langsung diproses untuk menjadi sosis karena menunggu proses yang belum selesai, namun disimpan dalam ruang pendingin dalam waktu yang cukup lama untuk menunggu proses berikutnya. De Man (1970), mengatakan bahwa penyimpanan pada suhu rendah (pendinginan), dapat menghambat proses-proses metabolisme, mengurangi laju respirasi dan

menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Dengan menyimpan daging pada suhu rendah, ternyata sifat fungsional seperti kemampuan mengemulsi, kemampuan menahan air (WHC) dan kemampuan membentuk gel sangat rendah sekali dibandingkan dengan dalam keadaan segar. Penyebab utama pada perubahan sifat ini adalah terjadinya denaturasi protein, terutama protein aktin dan miosin. Pendinginan tersebut juga dapat mempengaruhi nilai sensorisnya (Meyer, 1973). Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dikaji seberapa jauh kemampuan protein daging pada fase pre-rigor tersebut sebagai emulsifier emulsi sosis setelah dilakukan pendinginan. Pertanyaan : 1 . a. Buatlah tujuan penelitian, landasan teori dan hipotesis untuk penelitian di atas. b. Dari penelitian di atas, perlakuan apa saja yang bisa diteliti serta parameter apa saja (sifat fisikokimia dan organoleptik) yang harus diamati baik pada bahan baku/produk akhir. c. Jelaskan rancangan percobaan apa yang sesuai untuk penelitian di atas, serta jelaskan alasannya d. Buatlah transparan dari makalah di atas untuk penyajian seminar dengan jarak pandang 6 m (1 lembar folio dapat digunakan untuk 2 3 lembar transparan dan beri garis pembatas untuk tiap lembar transparan). 2. Jelaskan bagaimana cara menulis sitasi dalam naskah proposal/skripsi dengan disertai contoh yang jelas, apabila : a. Sitasi diambil dari dua/lebih sumber b. Sitasi dari keterangan surat kabar/majalah populer c. Nama pengarang buku lebih dari dua orang. Tuliskan daftar pustaka dari beberapa literatur di bawah ini : a. Di dalam journal : Journal American Oil Chemistry Society, tahun 2002, Volume 79 Nomor 9, halaman 891 896. Judul makalah : Synthesis of MAG of CLA with Penicillium camembertii lipase. Ditulis oleh : Y. Watanabe, Y. Shimada, Y. YmauchiSato, M. Kasai, T. Yamamoto, K. Tsutsumi, Y. Tominaga dan A. Sugihara. b. Judul : Edible Coatings for Fresh Fruits and Vegetables : Past, Present, and Future. Ditulis oleh E.A. Baldwin, tahun 1994 di dalam buku Edible Coating and Film to Improve Food Quality oleh J.M. Krochta, E.A. Baldwin and M.O. Nisperos-Carriedo (Editor). Penerbit : Technomic Publishing Co. Inc. Lancaster, Basel. c. Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Penerbit Lembaran Negara Republik Indonesia. Tahun 1999.
a.

Perubahan Kimia Kedelai Selama Perendaman pada Perubahan Tempe dengan Proses Hemat Air oleh Zeni Rusmawati, tahun 1998. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

e. Pemberian izin investor asing dalam bisnis KA untuk tingkatkan pelayanan diambil dari harian Kompas, tanggal 24 Agustus 2000. UPN VETERAN JAWA TIMUR

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TA. 2005/2006


Mata Ujian Hari/Tanggal Waktu Sifat Dosen : METODE ILMIAH : Rabu, 19 Juli 2006 : 90 menit : Buku Tertutup : Ir. Latifah, M.S. Drh. Ratna Yulistiani, MP

KAJIAN PENAMBAHAN LARUTAN GLYSEROL MONOSTEARAT (GMS) DAN LAMA PENYANGRAIAN TERHADAP MUTU MIE KERING SUBSTITUSI PARSIAL TEPUNG PATI GARUT PENDAHULUAN Terigu adalah bahan baku mie yang merupakan produk import. Sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan tersebut diperlukan usaha untuk memanfaatkan tepung dari bahan lokal dari biji-bijian (beras, kedelai, jagung dan kacang-kacangan) atau dari umbi-umbian (singkong, ubi jalar dan umbi garut). Pemanfaatannya diharapkan akan mengganti keseluruhan atau sebagian penggunaan tepung terigu. Tanaman garut (Marantha arumdinaceae L) tumbuh baik di Indonesia, khususnya di pulau Jawa merupakan umbi dengan kandungan karbohidrat 85 % (Sudiarto, 1998). Pati garut secara tradisional telah banyak dimanfaatkan untuk bahan pembuat kue, jenang/bubur, makanan bayi dan keripik garut. Melihat kemampuannya yang cukup baik sebagai bahan pembuat kue dan bubur bayi, perlu dilihat kemampuannya sebagai bahan pengganti sebagian dari tepung terigu untuk pembuatan mie kering. Permasalahan memanfaatkan tepung selain dari biji gandum adalah tidak terdapatnya komponen protein yang dapat membentuk gluten pada bahan tersebut, yang merupakan komponen penting dalam pembuatan mie. Gluten adalah suatu massa kohesif dan viskoelastis yang dapat meregang secara elastis. Karakteristik reologi dari gluten dipengaruhi oleh perbandingan prolamin dengan glutelin dan hidrofobisitas prolamin. Karakteristik elastis gluten dianggap berasal dari fraksi glutelin, sedangkan karakteristik liat dan melekat diperoleh dari prolamin (Ruiter, 1978). Sifat elastis gluten pada adonan menyebabkan mie tidak mudah putus pada proses pencetakan dan gelatinisasi. Protein pembentuk gluten dalam gandum sekitar 80 85 % dari total protein (Ingglet, 1970). Komposisi kimia tepung garut adalah kadar air 13,07 %, kadar abu 0,2 %, kadar protein 0,47 %, kadar lemak 1 % dan kadar pati 83, 19 % (Murdiyati, 1983), pH 4,5 7 dan viskositas 512 640 Brabender Unit (Kay, 1973). Untuk bahan baku yang sedikit atau sama sekali tidak mengandung protein, pembuatan produk pasta seperti mie, harus diusahakan suatu perlakuan yang dapat merangsang struktur yang khusus dari patinya,. Menurut Pagani (1985), untuk membuat produk pasta dari bahan non konvensional seperti tepung umbi garut atau dari campuran antara terigu dan umbi garut diperlukan beberapa penyesuaian yang antara lain (1) meningkatkan sifat fungsional komponen selain protein dari tepung pensubstitusi, dalam hal ini pati dari tepung yang bersangkutan, (2) menambah protein dari sumber lain yang dapat membentuk gluten dan (3) menambah zat tambahan yang dapat bereaksi dengan pati yang dapat mencegah pembengkakan pati tersebut selama pemasakan, misalnya dengan menggunakan mono dan di-

gliserida dari asam-asam lemak yang membentuk kompleks dengan amilosa dan mencegah keluarnya pati dari produk ke dalam air yang digunakan untuk memasak. Menurut Badrudin (1994) untuk membuat produk pasta dari bahan non konvensional atau campuran, peningkatan sifat fungsional tepung tersebut antar lain dapat dilakukan dengan penyangraian. Penyangraian akan menyebabkan gelatinisasi lebih awal yang berfungsi sebagai bahan pengikat terhadap partikel pati dengan derajat gelatinisasi yang lebih rendah . Semakin tinggi derajat gelatinisasi yang terjadi, maka semakin baik mutu produk pasta yang dihasilkan (Pagani, 1985). Penyangraian yang optimum dilakukan dengan memanaskan tepung ubi kayu dalam wadah, pada suhu 80 5 oC selama 10 menit dengan terlebih dahulu mengatur kadar air tepung menjadi 28 2 % dengan cara menambahkan air ke dalam tepung. Kombinasi tersebut menghasilkan tepung yang masih mempunyai tingkat kecerahan yang baik secara visual. Sedangkan perlakuan lainnya adalah penambahan larutan gliserol monostearat (GMS). GMS merupakan emulsifier buatan yang digunakan yang digunakan dalam proses pengolahan makanan dan termasuk katagori GRAS (Generally Recognized As Safe). Penambahan GMS akan memudahkan pembentukan adonan dan lembaran serta serta penampakan yang lebih halus, karena adanya efek pelumas. Penambahan larutan GMS sebanyak 1 % mempermudah pembentukan adonan dan pembuatan lembaran pada pembuatan mie kering substitusi partial tepung tapioka (Badrudin, 1994). Pertanyaan : 1 . a. Buatlah tujuan penelitian, landasan teori dan hipotesis untuk penelitian di atas. b. Dari penelitian di atas, perlakuan apa saja yang bisa diteliti serta parameter apa saja (sifat fisikokimia dan organoleptik) yang harus diamati baik pada bahan baku/produk akhir. c. Jelaskan rancangan percobaan apa yang sesuai untuk penelitian di atas, serta jelaskan alasannya d. Buatlah transparan dari makalah di atas untuk penyajian seminar dengan jarak pandang 6 m (1 lembar folio dapat digunakan untuk 2 3 lembar transparan dan beri garis pembatas untuk tiap lembar transparan). 2. Jelaskan bagaimana cara menulis sitasi dalam naskah proposal/skripsi dengan disertai contoh yang jelas, apabila : a. Sitasi diambil dari dua/lebih sumber b. Sitasi dari keterangan surat kabar/majalah populer c. Nama pengarang buku lebih dari dua orang. 3. Tuliskan daftar pustaka dari beberapa literatur di bawah ini : a. Judul : Emulsifiers in Baking. Ditulis oleh B.S. Kamel and Ponte Jr, J.G. , tahun 1993 di dalam buku Advances in Baking Technology oleh B.S. Kamel and C.E. Stauffer (Editor). Pp. 179 - 222. Penerbit : Black Academik and Professional, VCH Publishers. b. Di dalam journal : Journal American Oil Chemistry Society, tahun 2002, Volume 79 Nomor 9, halaman 891 896. Judul makalah : Synthesis of MAG of CLA with Penicillium camembertii lipase. Ditulis oleh : Y. Watanabe, Y. Shimada, Y. YmauchiSato, M. Kasai, T. Yamamoto, K. Tsutsumi, Y. Tominaga dan A. Sugihara.

c.

Standart Industri Indonesia tentang Mutu dan Cara Uji Tepung Beras, SII. 0206-80. Departemen Perindustrian. Tahun 1980. Halaman 1 6. Perubahan Kimia Kedelai Selama Perendaman pada Perubahan Tempe dengan Proses Hemat Air oleh Zeni Rusmawati, tahun 1998. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

d.

e. Pemberian izin investor asing dalam bisnis KA untuk tingkatkan pelayanan diambil dari harian Kompas, tanggal 24 Agustus 2000. *** SELAMAT MENGERJAKAN ***

UPN VETERAN JAWA TIMUR FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TA. 2007/2008


Mata Ujian Hari/Tanggal Waktu Sifat Dosen : Metode Ilmiah : Selasa, 22 Juli 2008 : 90 menit : Buku Tertutup : Ir. Latifah, M.S. Drh. Ratna Yulistiani, MP

KAJIAN PROTEIN DAGING FASE PRE-RIGOR SELAMA PENDINGINAN SEBAGAI EMULSIFIER SOSIS PENDAHULUAN Daging sapi merupakan bahan pangan sumber protein hewani, mengandung asam-asam amino dalam proporsi yang seimbang. Namun demikian daging sapi mudah mengalami kerusakan dengan daya simpan yang pendek sehingga banyak cara yang digunakan untuk memperpanjang daya simpan dan juga dijadikan produk lain yang dapat langsung dikonsumsi. Salah satu bentuk olahan daging sapi yang saat ini sudah cukup memasyarakat adalah sosis. Sosis merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang kaya akan vitamin B, sumber fosfor dan zat besi yang dibuat dari daging giling yang dicampur dengan minyak jagung, susu skim, tepung terigu dan bumbu-bumbu, yang dimasukkan ke dalam selongsong (casing) sehingga mempunyai bentuk simetris (Price dan Schweigert, 1971). Tahap emulsifikasi merupakan salah satu tahap pengolahan sosis yang sangat menentukan kualitas sosis yang dihasilkan dengan ditandai terbentuknya emulsi yang stabil selama pemasakan, tidak terjadi pemisahan air dan minyak yang membentuk drip-drip atau tetes-tetes lemak, tekstur yang kenyal, sifat irisan yang halus dan merata serta warna merah muda yang sesuai dengan selera konsumen (Kramlich et al., 1973). Stabilitas emulsi ini dapat dicapai dengan baik apabila diperhatikan faktor-faktor seperti jumlah dan dispersi lemak yang teremulsikan, jenis, keadaan dan kualitas daging, jumlah dan jenis protein yang menyelubungi globula lemak, serta bahanbahan yang berperan sebagai bahan pengisi (filler) dan perekat (binder) (Forrest et al, 1975). Selama pembuatan emulsi sosis, protein daging dan air membentuk suatu matrik yang memperangkap globula lemak yang terdispersi (Tornberg dan Hermanson, 1977). Protein daging tersebut adalah protein miofibril yaitu aktin dan miosin yang kemampuannya tergantung oleh keadaan atau fase daging yang digunakan (Haq et al, 1972). Terdapat tiga fase daging setelah hewan mati yaitu sebelum kekakuan (Pre-rigor), kekakuan (rigor mortis) dan lewat kekakuan (post rigor) yang berbeda kemampuannya untuk menstabilkan emulsi sosis. Daging dalam fase pre-rigor lebih baik digunakan sebagai emulsifier sosis dibandingkan dengan daging yang lain (Fennema, 1976). Kasus yang sering terjadi di pabrik pengolahan sosis adalah daging yang diperoleh tidak langsung diproses untuk menjadi sosis karena menunggu proses yang belum selesai, namun disimpan dalam ruang pendingin dalam waktu yang cukup lama untuk menunggu proses berikutnya. De Man (1970), mengatakan bahwa penyimpanan pada suhu rendah (pendinginan), dapat menghambat proses-proses metabolisme, mengurangi laju respirasi dan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Dengan menyimpan daging pada suhu rendah, ternyata sifat fungsional seperti kemampuan mengemulsi, kemampuan menahan air (WHC)

dan kemampuan membentuk gel sangat rendah sekali dibandingkan dengan dalam keadaan segar. Penyebab utama pada perubahan sifat ini adalah terjadinya denaturasi protein, terutama protein aktin dan miosin. Pendinginan tersebut juga dapat mempengaruhi nilai sensorisnya (Meyer, 1973). Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dikaji seberapa jauh kemampuan protein daging pada fase pre-rigor tersebut sebagai emulsifier emulsi sosis setelah dilakukan pendinginan.

Pertanyaan : 1 . a. Buatlah tujuan penelitian, landasan teori dan hipotesis untuk penelitian di atas. b. Dari penelitian di atas, perlakuan apa saja yang bisa diteliti serta parameter apa saja (sifat fisikokimia dan organoleptik) yang harus diamati baik pada bahan baku/produk akhir. c. Rancangan percobaan apa yang sesuai untuk penelitian di atas, serta jelaskan alasannya d. Buatlah transparan dari makalah di atas untuk penyajian seminar dengan jarak pandang 6 m (1 lembar folio dapat digunakan untuk 2 3 lembar transparan dan beri garis pembatas untuk tiap lembar transparan). e. Hal-hal apa yang harus saudara diperhatikan dalam mempersiapkan penyajian ilmiah, jelaskan secara lengkap ! 2. Jelaskan bagaimana cara menulis sitasi dalam naskah proposal/skripsi dengan disertai contoh yang jelas, apabila : a. Sitasi diambil dari dua/lebih sumber b. Sitasi dari keterangan surat kabar/majalah populer c. Nama pengarang buku lebih dari dua orang. 3. Tuliskan daftar pustaka dari beberapa literatur di bawah ini : a. Judul : Emulsifiers in Baking. Ditulis oleh B.S. Kamel and Ponte Jr, J.G. , tahun 1993 di dalam buku Advances in Baking Technology oleh B.S. Kamel and C.E. Stauffer (Editor). Pp. 179 - 222. Penerbit : Black Academik and Professional, VCH Publishers. b. Di dalam journal : Journal American Oil Chemistry Society, tahun 2002, Volume 79 Nomor 9, halaman 891 896. Judul makalah : Synthesis of MAG of CLA with Penicillium camembertii lipase. Ditulis oleh : Y. Watanabe, Y. Shimada, Y. YmauchiSato, M. Kasai, T. Yamamoto, K. Tsutsumi, Y. Tominaga dan A. Sugihara.
e.

Standart Industri Indonesia tentang Mutu dan Cara Uji Tepung Beras, SII. 0206-80. Departemen Perindustrian. Tahun 1980. Halaman 1 6. Perubahan Kimia Kedelai Selama Perendaman pada Perubahan Tempe dengan Proses Hemat Air oleh Zeni Rusmawati, tahun 1998. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

f.

e. Pemberian izin investor asing dalam bisnis KA untuk tingkatkan pelayanan diambil dari harian Kompas, tanggal 24 Agustus 2000. *** SELAMAT MENGERJAKAN ***

UPN VETERAN JAWA TIMUR FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TA. 2009/2010


Mata Ujian Hari/Tanggal Waktu Sifat Dosen : METODE ILMIAH : Rabu, 5 Juli 2010 : 90 menit : Buku Tertutup : Ir. Latifah, M.S. Drh. Ratna Yulistiani, MP

KAJIAN LAMA PENYIMPANAN DAGING SAPI DAN PENAMBAHAN TEPUNG RUMPUT LAUT TERHADAP KUALITAS BAKSO Landasan Teori Bakso merupakan bahan makanan berbentuk emulsi. Menurut Soeparno (1998), emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri dari suatu dispersi dua cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Ada dua tipe emulsi yaitu emulsi w/o (water in oil atau air dalam minyak) dan emulsi o/w (oil in water). Produk makanan yang berdasarkan proses emulsi dapat berbentuk cair, plastis, dan elastis. Bakso merupakan produk emulsi o/w. Menurut Wibowo (1995), salah satu kriteria mutu bakso daging sapi adalah tekstur yang kompak dan kenyal. Menurut Soeparno (1992), untuk mendapatkan tekstur yang kompak pada bakso maka diperlukan stabilitas emulsi yang tinggi. Stabilitas emulsi yang tinggi dapat diperoleh jika menggunakan daging fase pre-rigor. Pada daging fase pre-rigor ekstraksi protein yang larut dalam garam yaitu aktin dan myosin bisa mencapai 50% lebih besar daripada daging postrigor, sehingga lemak yang dapat diemulsikan oleh protein daging prerigor lebih banyak daripada daging postrigor. Aktin dan myosin berperan pada tekstur yang berhubungan dengan otot seperti sifat serat, plastisitas, Water holding capacity dan kemampuan pembentukan gel. Gel dapat terbentuk karena adanya aktin dan myosin yang banyak terkandung dalam daging sapi. Terbentuknya gel dapat memberikan sifat elastisitas pada bakso yang dihasilkan (Widarto, dkk, 2001). Komposisi daging sapi terdiri dari 75% air, 19% protein, 3,5% substansi nonprotein yang larut dan 2,5% lemak (Lawrie, 2003). Daging yang diperoleh setelah penyembelihan mengalami tiga fase yaitu fase pre-rigor, fase rigormortis, dan fase pasca rigor. Selama postmortem daging sapi mengalami perubahan sifat fisik antara lain: penurunan WHC, perubahan warna dan tekstur. Penurunan pH akan menyebabkan denaturasi protein sehingga akan terjadi penurun kelarutan protein dan WHC, sehingga apabila dibuat bakso akan menghasilkan bakso dengan stabilitas emulsi dan kualitas yang rendah. Menurut Syamsir (2007), penurunan pH akan menyebabkan denaturasi protein. Kondisi protein ini akan berpengaruh terhadap daya ikat air (WHC), daya emulsi, kemampuan membentuk gel, kekerasan, warna dan umur simpan. Menurut Koswara (2009), Fase prerigor berlangsung sekitar 812 jam setelah hewan mati, fase rigormortis berlangsung sekitar 15-20 jam dan fase terakhir adalah fase pasca rigor. Menurut Aditiya (2009), tepung rumput laut jenis Euchema spinosum dapat digunakan sebagai bahan pengenyal alami pada bakso ikan gabus. Winarno (1996), menyatakan bahwa

rumput laut spesies Euchema merupakan sumber utama karagenan. Karagenan berfungsi sebagai pengatur keseimbangan dalam emulsi, bahan pengental dan pembentuk gel. Menurut Amano (1965), struktur elastis yang dibentuk oleh gel rumput laut dapat ditambahkan untuk memperkuat atau menambah kekenyalan dari bakso. Menurut Nussinovitch (1997), kappa-karagenan berinteraksi dengan protein dan mengikat air bebas untuk mempertahankan kelembaban dan kepadatan isi. Mekanisme pembentukan gel dari karagenan adalah dimana struktur kappa dan iota karagenan memungkinkan bagian dari dua molekul masing-masing membentuk double heliks yang mengikat rantai molekul menjadi bentuk jaringan tiga dimensi atau gel sehingga molekul pelarut akan terjebak diantaranya, terjadi immobilisasi molekul pelarut dan terbentuk struktur yang kaku dan tegar yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu (Widjanarko, 2009). Karagenan mempunyai sifat phycocoloid yaitu kemampuan untuk menghasilkan larutan yang sangat kental pada konsentrasi yang rendah. Phycocoloid mempunyai molekul hidrofil yang dapat bergabung dengan air sehingga membentuk larutan yang kental. Molekul phycocoloid rantai lurus menempati lebih banyak ruangan dan lebih kental daripada molekul yang bercabang-cabang (deMan, 1997). Gel mengandung 99,9% air dan mempunyai sifat lebih khas seperti padatan khususnya sifat elastisitas (Widjanarko, 2008). Penggunaan hidrokoloid yang terlalu banyak menyebabkan tekstur daging akan semakin keras dan jika penggunaannya terlalu sedikit maka daging akan mudah hancur (Raharjo, 1986) Pertanyaan : 1.a. Buatlah latar belakang permasalahan, tujuan penelitian dan hipotesis untuk penelitian di atas. b. Dari judul penelitian di atas, buatlah design penelitian dalam bentuk diagram alir penelitian serta perlakuan apa saja yang bisa diteliti dan parameter apa saja (sifat fisikokimia dan organoleptik) yang harus diamati baik pada bahan baku ataupun produk akhir. c. Jelaskan rancangan percobaan apa yang sesuai untuk penelitian di atas, serta jelaskan alasannya d. Buatlah transparan dari makalah di atas untuk penyajian seminar dengan jarak pandang 6 m (1 lembar folio dapat digunakan untuk 2 3 lembar transparan dan beri garis pembatas untuk tiap lembar transparan). 2. Jelaskan secara singkat, bagian-bagian yang harus ditulis/ dijelaskan dalam penulisan : a. Usulan/Proposal Penelitian (mulai halaman judul/cover sampai dengan lampiran) b. Skripsi (mulai halaman judul/cover sampai dengan lampiran) c. Makalah hasil penelitian yang akan diterbitkan dalam suatu journal (mulai judul sampai daftar pustaka) 3. Tuliskan daftar pustaka dari beberapa literatur di bawah ini : a. Judul : Thermodynamic Properties of Food in Dehydration. Ditulis oleh K.E. Stevenson dan B.J. Humm , tahun 2005 di dalam buku Engineering Propertis of Food oleh B.S. Kamel and C.E. Stauffer (Editor). Pp. 83 - 122. Penerbit : Van Nostrand Reinhold, New York, Connecticut, California, New Delhi..

b. Di dalam journal : Journal American Oil Chemistry Society, tahun 2004, Volume 76 Nomor 2, halaman 131 138. Judul makalah : Oxidation of Linoleic Acid in Emulsion : Effect of Substrate, Emulsifier and Sugar Concentration.. Ditulis oleh : L.. Ponginebbi, W.W. Nawar, K. Tsutsumi, Y. Tominaga dan P. Chinachotti..
c.

Analysis of the Association of Official Analytical Chemicts. Official Methods of Analysis, Assosiation of Official Analytical Chemists. Edisi 14. Tahun 1995. Washington, D.C.. Kajian Awal Potensi Bengle (Zingiber purpureum Roxb) sebagai Hepatoprotektor. oleh Suparto, I., R. Heryanto dan L. Darusman, tahun 2009.Proseding Seminar Tanaman Obat Indonesia. Semarang, 5 6 Oktober 2009. Hal. 116-118.

d.

e. Mutu dan Cara Uji Saus Cabe, Badan Standardisasi Nasional, 1992. SNI No. 01-29761992. Jakarta.. *** SELAMAT MENGERJAKAN ***

UPN VETERAN JAWA TIMUR FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TA. 2010/2011


Mata Ujian Hari/Tanggal Waktu Sifat Dosen : METODE ILMIAH : Rabu, 13 Juli 2011 : 90 menit : Buku Tertutup : Ir. Latifah, M.S. Drh. Ratna Yulistiani, MP

KAJIAN PENAMBAHAN LARUTAN GLYSEROL MONOSTEARAT (GMS) DAN LAMA PENYANGRAIAN TERHADAP MUTU MIE KERING SUBSTITUSI PARSIAL TEPUNG PATI GARUT PENDAHULUAN Terigu adalah bahan baku mie yang merupakan produk import. Sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan tersebut diperlukan usaha untuk memanfaatkan tepung dari bahan lokal dari biji-bijian (beras, kedelai, jagung dan kacang-kacangan) atau dari umbi-umbian (singkong, ubi jalar dan umbi garut). Pemanfaatannya diharapkan akan mengganti keseluruhan atau sebagian penggunaan tepung terigu. Tanaman garut (Marantha arumdinaceae L) tumbuh baik di Indonesia, khususnya di pulau Jawa merupakan umbi dengan kandungan karbohidrat 85 % (Sudiarto, 1998). Pati garut secara tradisional telah banyak dimanfaatkan untuk bahan pembuat kue, jenang/bubur, makanan bayi dan keripik garut. Melihat kemampuannya yang cukup baik sebagai bahan pembuat kue dan bubur bayi, perlu dilihat kemampuannya sebagai bahan pengganti sebagian dari tepung terigu untuk pembuatan mie kering. Permasalahan memanfaatkan tepung selain dari biji gandum adalah tidak terdapatnya komponen protein yang dapat membentuk gluten pada bahan tersebut, yang merupakan komponen penting dalam pembuatan mie. Gluten adalah suatu massa kohesif dan viskoelastis yang dapat meregang secara elastis. Karakteristik reologi dari gluten dipengaruhi oleh perbandingan prolamin dengan glutelin dan hidrofobisitas prolamin. Karakteristik elastis gluten dianggap berasal dari fraksi glutelin, sedangkan karakteristik liat dan melekat diperoleh dari prolamin (Ruiter, 1978). Sifat elastis gluten pada adonan menyebabkan mie tidak mudah putus pada proses pencetakan dan gelatinisasi. Protein pembentuk gluten dalam gandum sekitar 80 85 % dari total protein (Ingglet, 1970). Komposisi kimia tepung garut adalah kadar air 13,07 %, kadar abu 0,2 %, kadar protein 0,47 %, kadar lemak 1 % dan kadar pati 83, 19 % (Murdiyati, 1983), pH 4,5 7 dan viskositas 512 640 Brabender Unit (Kay, 1973). Untuk bahan baku yang sedikit atau sama sekali tidak mengandung protein, pembuatan produk pasta seperti mie, harus diusahakan suatu perlakuan yang dapat merangsang struktur yang khusus dari patinya,. Menurut Pagani (1985), untuk membuat produk pasta dari bahan non konvensional seperti tepung umbi garut atau dari campuran antara terigu dan umbi garut diperlukan beberapa penyesuaian yang antara lain (1) meningkatkan sifat fungsional komponen selain protein dari tepung pensubstitusi, dalam hal ini pati dari tepung yang bersangkutan, (2) menambah protein dari sumber lain yang dapat membentuk gluten dan (3) menambah zat tambahan yang dapat bereaksi dengan pati yang dapat mencegah pembengkakan pati tersebut selama pemasakan, misalnya dengan menggunakan mono dan digliserida dari asam-asam lemak yang membentuk kompleks dengan amilosa dan mencegah keluarnya pati dari produk ke dalam air yang digunakan untuk memasak. Menurut Badrudin (1994) untuk membuat produk pasta dari bahan non konvensional atau campuran, peningkatan sifat fungsional tepung tersebut antar lain dapat dilakukan

dengan penyangraian. Penyangraian akan menyebabkan gelatinisasi lebih awal yang berfungsi sebagai bahan pengikat terhadap partikel pati dengan derajat gelatinisasi yang lebih rendah . Semakin tinggi derajat gelatinisasi yang terjadi, maka semakin baik mutu produk pasta yang dihasilkan (Pagani, 1985). Penyangraian yang optimum dilakukan dengan memanaskan tepung ubi kayu dalam wadah, pada suhu 80 5 oC selama 10 menit dengan terlebih dahulu mengatur kadar air tepung menjadi 28 2 % dengan cara menambahkan air ke dalam tepung. Kombinasi tersebut menghasilkan tepung yang masih mempunyai tingkat kecerahan yang baik secara visual. Sedangkan perlakuan lainnya adalah penambahan larutan gliserol monostearat (GMS). GMS merupakan emulsifier buatan yang digunakan yang digunakan dalam proses pengolahan makanan dan termasuk katagori GRAS (Generally Recognized As Safe). Penambahan GMS akan memudahkan pembentukan adonan dan lembaran serta serta penampakan yang lebih halus, karena adanya efek pelumas. Penambahan larutan GMS sebanyak 1 % mempermudah pembentukan adonan dan pembuatan lembaran pada pembuatan mie kering substitusi partial tepung tapioka (Badrudin, 1994). Pertanyaan : 1 . a. Buatlah tujuan penelitian, landasan teori dan hipotesis untuk penelitian di atas. b. Dari judul penelitian di atas, buatlah design penelitian dalam bentuk diagram alir penelitian serta perlakuan apa saja yang bisa diteliti dan parameter apa saja (sifat fisikokimia dan organoleptik) yang harus diamati baik pada bahan baku ataupun produk akhir. c. Jelaskan rancangan percobaan apa yang sesuai untuk penelitian di atas, serta jelaskan alasannya d. Buatlah transparan dari makalah di atas untuk penyajian seminar dengan jarak pandang 6 m (1 lembar folio dapat digunakan untuk 2 3 lembar transparan dan beri garis pembatas untuk tiap lembar transparan). 2. Jelaskan secara singkat, bagian-bagian yang harus ditulis/ dijelaskan dalam penulisan : a. Usulan/Proposal Penelitian (mulai halaman judul/cover sampai dengan lampiran) b. Skripsi (mulai halaman judul/cover sampai dengan lampiran) c. Makalah hasil penelitian yang akan diterbitkan dalam suatu journal (mulai judul sampai daftar pustaka) 3. Tuliskan daftar pustaka dari beberapa literatur di bawah ini : a. Judul : Thermodynamic Properties of Food in Dehydration. Ditulis oleh K.E. Stevenson dan B.J. Humm , tahun 2005 di dalam buku Engineering Propertis of Food oleh B.S. Kamel and C.E. Stauffer (Editor). Pp. 83 - 122. Penerbit : Van Nostrand Reinhold, New York, Connecticut, California, New Delhi.. b. Di dalam journal : Journal American Oil Chemistry Society, tahun 2004, Volume 76 Nomor 2, halaman 131 138. Judul makalah : Oxidation of Linoleic Acid in Emulsion : Effect of Substrate, Emulsifier and Sugar Concentration.. Ditulis oleh : L.. Ponginebbi, W.W. Nawar, K. Tsutsumi, Y. Tominaga dan P. Chinachotti..
c.

Analysis of the Association of Official Analytical Chemicts. Official Methods of Analysis, Assosiation of Official Analytical Chemists. Edisi 14. Tahun 1995. Washington, D.C..

d.

Kajian Awal Potensi Bengle (Zingiber purpureum Roxb) sebagai Hepatoprotektor. oleh Suparto, I., R. Heryanto dan L. Darusman, tahun 2009.Proseding Seminar Tanaman Obat Indonesia. Semarang, 5 6 Oktober 2009. Hal. 116-118.

e. Mutu dan Cara Uji Saus Cabe, Badan Standardisasi Nasional, 1992. SNI No. 01-29761992. Jakarta.. *** SELAMAT MENGERJAKAN ***

Anda mungkin juga menyukai