Anda di halaman 1dari 3

Endi Aulia Garadian SPI V ILMU POLITIK

Hubungan Dua Pihak, Negara dan Warga


Bila membahas tentang hubungan antara Negara dan warga Negara (masyarakat) maka tidak akan terlepas dari yang namanya hubungan kekuasaan (power). Yaitu antara yang berkuasa (pemerintah yang mengemban kekuasaan Negara) dan yang dikuasai (warga Negara yang berada dalam suatu Negara). Banyak ragam hubungan antara Negara dan warga Negara, bisa bersifat demokratis maupun totaliter. Sifat hubungan ini bisa kita lihat dengan melihat siapa yang lebih dominan mengambil andil dalam sebuah Negara. Apabila warga lebih dominan dalam hal-hal kenegaraan seperti ikut terlibat dalam menyetujui RUU kebijakan dan sebagainya, maka bisa dikatakan hubungan yang seperti itu ialah hubungan yang demokratis. Sebaliknya, jika pemerintah lebih mempunyai andil lebih besar dalam bernegara maka bisa dikatakan hubungannya bersifat totaliter. Sementara di Indonesia sendiri, hubungan antara Negara dan warga masih terlihat totaliter. Karena kurangnya melibatkan warga masyarakat (rakyat) dalam hal-hal kenegaraan seperti menentukan kebijakan-kebijakan. Tidak melibatkan masyarakat dalam penentuan kebijakan inilah, yang lambat laun mengikis asas demokrasi di Negara kita. Acapkali pemerintah menggunakan alasan bahwa kebijakan yang sedang dirancang maupun yang dijalankan masuk ke dalam ruang teknis administratif belaka. Sehingga kebijakan-kebijakan public tersebut hanya menjadi diskursus di kalangan masyarakat tanpa adanya keterlibatan dan control dari masyarakat. Sebab, pemerintah masih melegitimasi dirinya sendiri sebagai pengejawantahan aspirasi warga tanpa adanya control dari masyarakat. Akibatnya, hanya para birokrat dan teknokrat saja yang mengambil peran dalam penentuan sebuah kebijakan. Secara otomatis kebijakan tersebut akan melemah dengan sendirinya karena tidak adanya keterlibatan dari masyarakat. Carter (1977) mengatakan bahwa, keterlibatan masyarakat dalam kebijakan-kebijakan public diistilahkan sebagai peran atau partisipasi masyarakat yakni suatu proses interaksi dua

Endi Aulia Garadian SPI V ILMU POLITIK

arah yang berlangsung terus-menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat secara penuh atas suatu proses kegiatan, di mana masalah-masalah dan kebutuhan masyarakat dianalisis oleh lembaga yang berwenang, dan dalam pada itu akan terjadi feed forward information (komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan) dan feedback information (komunikasi dari masyarakat ke pemerintah atas kebijakan itu). Keterlibatan masyarakat di dalam penetapan sebuah kebijakan, sesungguhnya bisa mengetahui langsung apa-apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga dalam penentuan kebijakan tidak terjadi miss concepting. Apalagi, pembuatan sebuah kebijakan tidak memakan biaya yang sedikit. Transparansi dana dalam penentuan kebijakan juga diperlukan agar masyarakat tidak curiga. Siswanto (2001), tujuan utama melibatkan masyarakat dari sejak tahap awal perencanaan sebuah kebijakan adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna dari warga negara dan warga masyarakat yang berkepentingan (public interest) dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Karena dengan melibatkan warga masyarakat yang potensial terkena dampak kegiatantermasuk kelompok-kelompok kepentingan (interest groups) yang adapara pengambil keputusan akan dapat menangkap pandangan, kebutuhan, dan pengharapan dari warga masyarakat dan kelompok-kelompok kepentingan tersebut serta menuangkannya ke dalam sebuah konsep kegiatan yang memang benar-benar dibutuhkan. Di-apatiskan Adapun kelompok yang berpartisipasi dalam penentuan kebijakan ini notabene golongan-golongan Islam yang bisa dikatakan beraliran radikal. Mereka pun berpartisipasi dalam penentuan kebijakan bukan karena diajak untuk merumuskan sebuah kebijakan yang akan di buat tersebut. Namun, karena kelompok-kelompok tersebut merasa kebijakan yang akan dibuat melenceng dari kaidah-kaidah Islam. Menurut penulis, tidak melibatkannya masyarakat dalam menentukan sebuah kebijakan merupakan hal yang tidak manusiawi. Sebab menciptakan sikap apatis terhadap masyarakat karena Negara (pemerintah) jarang sekali melibatkan warga masyarakat dalam menentukan sebuah kebijakan. Karena jarang dilibatkan dalam menentukan sebuah kebijakan, maka lahirlah masyarakat yang apatis dan tidak peka terhadap politik yang mungkin sesuai harapan dengan para pejabat-pejabat Negara kita.

Endi Aulia Garadian SPI V ILMU POLITIK

Padahal secara teoretis dalam buku-buku yang kita pelajari, penglibatan masyarakat dalam menetapkan kebijakan public sesuatu yang diwajibkan, untuk melaksanakan fungsi control masyarakat itu sendiri. Namun realitanya di Negara kita, kebijakan-kebijakan tersebut hanya dijadikan diskursus oleh para pakar-pakar politik. Langkah perubahan Perlu dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki system yang sudah melenceng dari ciri-ciri pemerintahan yang demokratis. Melibatkan para pakar-pakar politik dan semua kalangan birokrat serta aparatur Negara. Dari tingkat yang paling rendah sampai yang paling atas. Transparansi dana serta kebijakan pun perlu dilakukan agar tidak terjadi ketidakpercayaan (mistrust) terhadap pemerintah. Selain itu mencegah kebijakan tersebut menjadi bias. Selain itu, kebijakan yang akan ditetapkan, sebaiknya diuji coba terlebih dahulu, apakah kebijakan tersebut sudah sesuai dengan kondisi masyarakat atau tidak. Pemerintah juga harus peka terhadap kebijakan yang akan ditetapkan. Sebab masyarakat kita begitu beragam suku, bangsa dan agama. Karena apabila hal-hal seperti ini tidak diperhatikan maka akan terjadi benturan kepentingan. Kebijakan yang diciptakan manusia pasti mempunyai cacat, masyarakat yang kurang puas akan ketetapan kebijakan juga harus legowo dan selalu mengontrol kebijakan tersebut. Apakah masih relevan dengan masyarakat atau tidak. Evaluasi berkala juga perlu dilakukan terhadap kebijakan yang sudah dijalankan. Dengan menjalankan langkah-langkah sederhana di atas maka terciptalah hubungan yang demokratis antara warga dan Negara.

Anda mungkin juga menyukai