Definisi
Labio/plato skisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21).
Labio
skisis
merupakan
kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167).
Bibir
sumbing
adalah
malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003)
2. Klasifikasi Beberapa jenis bibir sumbing : a. Unilateral Incomplete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral complete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung.
c. Bilateral complete Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
3. Anatomi Fisiologi
Mulut Batas- batas mulut : Atas : palatum durum dan molle Bawah : mandibula, lidah dan struktur lain pada mulut Lateral ; pipi Depan : bibir Belakang : lubang menuju faring
Palatum durum dibentuk oleh sebagian maksila di bagian depan dan os palatinum di bagian belakang. Tulang dilapisi oleh periosteum dan membrana mukosa.
Palatum molle, dibentuk oleh otot dan jaringan ikat yang dilapisi membrana mukosa, bersambungan dengan palatum durum di bagian depan. Sedangkan gusi merupakan bagian mulut yang merupakan tempat melekatnya gigi dan syaraf-syaraf.
4. Etilogi a. Faktor Herediter 1) Sebagai faktor yang sudah dipastikan. 2) Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan. 3) Mutasi gen 4) Kelainan kromosom
b. Faktor Eksternal 1) Faktor usia ibu 2) Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen,
Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid 3) Nutrisi 4) Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella 5) Radiasi 6) Stres emosional 7) Trauma, (trimester pertama)
5. Patofisiologi
Sekitar separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan langit-langit sekaligus. Celah dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada kedua sisi (bilateral) bibir. Cleft lip dan cleft palate terbentuk saat bayi masih dalam kandungan (Anonim, 2009).
Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu. Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi dari lidah dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut.
Sebenarnya penyebab mengapa jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan seperti obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung, konsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan.
Resiko terkena akan semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua yang juga menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat merupakan bagian dari sindroma
penyakit tertentu. Kekurangan asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan ini (Anonim, 2009).
Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit dan gusi. Berbeda pada kelainan bibir yg terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit2 dan gusi lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum, dan bicara. Pada kondisi normal, langit2 menutup rongga antara mulut dan hidung. Pada bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak.Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurang dan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah terkena infeksi saluran nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.
Patofisiologinya antara lain: a. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester I. b. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu. c. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. d. penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan
6. Tanda dan Gejala a. Deformitas pada bibir b. Kesukaran dalam menghisap/makan c. Kelainan susunan archumdentis. d. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan. e. Gangguan komunikasi verbal f. Regurgitasi makanan. g. Pada Labio skisis 1) Distorsi pada hidung 2) Tampak sebagian atau keduanya 3) Adanya celah pada bibir
h. Pada Palato skisis 1) Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive. 2) Ada rongga pada hidung. 3) Distorsi hidung 4) Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari 5) Kesukaran dalam menghisap/makan.
7. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan prabedan rutin (misalnya hitung darah lengkap
b. Pemeriksaan Diagnosis 1) Foto Rontgen 2) Pemeriksaan fisik 3) MRI untuk evaluasi abnormal
8. Komplikasi a. Gangguan bicara b. Terjadinya atitis media c. Aspirasi d. Distress pernafasan e. Resiko infeksi saluran nafas f. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat g. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris sekunder akibat disfungsi tuba eustachius. h. Masalah gigi i. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan paruh.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap.
Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis.
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas.
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masingmasing penderita. Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.
Operasi, dengan beberapa tahap, sebagai berikut : 1) Penjelasan kepada orangtuanya 2) Umur 3 bulan (rule over ten) : Operasi bibir dan alanasi(hidung), evaluasi telinga. 3) Umur 10-12 bulan : Qperasi palato/celah langit-langit, evaluasi pendengaran dan telinga. 4) Umur 1-4 tahun : Evaluasi bicara, speech theraphist setelah 3 bulan pasca operasi 5) Umur 4 tahun : Dipertimbangkan repalatoraphy atau/dan Pharyngoplasty
6) Umur 6 tahun : Evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran. 7) Umur 9-10 tahun : Alveolar bone graft (penambahan tulang pada celah gusi) 8) Umur 12-13 tahun : Final touch, perbaikan-perbaikan bila diperlukan. 9) Umur 17 tahun : Evaluasi tulang-tulang muka, bila diperlukan
advancementosteotomy LeFORTI
10. Prognosis Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi/
disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak labioschisis.
11. Epidemiologi Berdasarkan Pikiran Rakyat On Line tanggal 1 Juni 2009, disebutkan bahwa jumlah penderita bibir sumbing atau celah bibir di Indonesia bertambah 3.000-6.000 orang setiap tahun atau satu bayi setiap 1.000 kelahiran adalah penderita bibir sumbing.
Berdasarkan data dari Yayasan Pembina Penderita Celah Bibir dan Langit-Langit (YPPCBL) kepada Radar Bandung tahun 2008, bahwa sejak tahun 1979 sampai tahun 2008 operasi dan perawatan bibir sumbing mencapai 11.472 di seluruh Indonesia atau 395 orang per tahun.RADARBANDUNG Sedangkan pada tahun 2009 Ketua Pengurus YPPCBL kepada harian Kompas menyatakan bahwa saat ini diperkirakan jumlah penderita bertambah 6.000-7.000 kasus per tahun. Namun, karena berbagai macam kendala, jumlah penderita yang bisa dioperasi jauh dari ideal. Hanya 1.000-1.500 pasien per tahun yang mendapat kesempatan menjalani operasi.
B. ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian 1. Riwayat Kesehatan Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiotalatos kisis dari keluarga, berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
2. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing. b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas. d. Kaji tanda-tanda infeksi e. Palpasi dengan menggunakan jari f. Kaji tingkat nyeri pada bayi
3. Pengkajia Keluarga a. Observasi infeksi bayi dan keluarga b. Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak/orangtua c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur perawatan di rumah. e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Defek fisik 2. Nyeri berhubungan dengan Prosedur pembedahan
Intervensi No Diagnose Keperawatan Tindakan Keperawatan Tujuan dan kriteria 1. Perubahan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan Intervensi keperawatan teknik 1. Defek ASI dengan kemampuan menyebabkan bayi untuk Rasional
kebutuhan tubuh berhubungan keperawatan selama 3x 24 jam dengan Defek fisik ditandai diharap nutrisi terpenuhi, dengan dengan: DS: Ibu pasien mengatakan criteria: - BB meningkat - Pertumbuhan perkembangan membaik. dan
menghisap berkurang
2. Gendong bayi dalam posisi 2. Mengurangi resiko aspirasi tegak ( duduk ) saat
Anaknya tidak dapat menyusu DO: - BB menurun - palatum durum dan palatum mole terbelah
masukan nutrisi
4. Bila
menelan alat 4. Mempermudah dan untuk mencegah tanpa putting ( mis dot aspirasi breck, spuit asepto) letakan mengguanakn formula di belakang lidah
2.
Nyeri
dilakukan
tindakan
1. Beri stimulasi belaian dan 1. Rasa nyaman dan aman jika taktil merasakan ada orang yang didekatnya.
DS: Ibu pasien mengatakan anaknya sering Nyeri berkurang Pasien tidak menangis dan rewel 2. Libatkan orang tua dalam perawatan bayi.
3. Berkolaborasi
nyeri
akibat
memberikan analgesik
Jurnal Penelitian Kasus bibir sumbing dan celah langit-langit merupakan cacat bawaan yang masih menjadi masalah di tengah masyarakat anatara Februari-Mei 1992, IKABI cabang Padang mengadakan pengabdian masyarakat di dua kabupaten, 50 kota dan solok berbentuk operasi bibir sumbing secara gratis.
Dilakukan penelitian pada 126 penderita yang dilakukan operasi. Sebagian besar penderita dating pada usia 5-15 tahun (82%), rata-rata dengan keadaan social ekonomi kurang. Faktor pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan jumlah rata-rata anggota keluarga dan orang tua penderita adalah penyebab keterlambatan dilakukannya operasi.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18BibirSumbingdiKabupaten50KotadanSolok120.pdf /18BibirSumbingdiKabupaten50KotadanSolok120.html
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.