Anda di halaman 1dari 5

3. Stress emosional Merupakan keadaan sistemik yang dapat mempengaruhi fungsi mastikasi .

Pusat emosi di otak dapat mempengaruhi fungsi otot. Hipotalamus, sistem retikuler, dan sebagian sistem limbik bertanggungjawab dengan tingkat emosi seseorang. Terapis harus memahami tentang stress emosional karena merupakan peran penting dalam terjadinya TMD. Selye menjelaskan definisi stress adalah respon non spesifik dr tubuh terhadap setiap demand pada tubuh. Stress tidak selalu buruk, biasanya merupakan salah satu bentuk tekanan motivasi yang mendorong seseorang menyelesaikan tugasnya dan berhasil. Keadaan yang menyebabkan stress disebut stressors, ini dapat menyenangkan / tidak dan batasnya tidak jelas. Ada 2 mekanisme melepaskan stress: Eksternal contohnya seperti berteriak, memaki, memukul, melempar benda

benda. Cara ini cukup natural seperti yang dilakukan anak anak. Internal digunakan ketika seseorang melepas stress secara internal dan

menyebabkan gangguan psikologis seperti irritable bowel sindrom, hipertensi, cardiac arthymia disorder, asma, meningkat tonus otot di kepala dan leher. Meningkatnya level stress emosional tidak hanya diraskan pada otot kepala dan leher tapi juga otot pengunyahan sehingga menyebabkan bruxism dan clenching. Stress emosional dapat menyebabkan gejala TMD dengan mengurangi toleransi psikologis pasien. Efek ini menunjukkan respon yang telah dipelajari individu terhadap stressor yang berbeda beda.

4. Rasa sakit mendalam Sumber rasa sakit yang dalam dapat mengakibatkan gangguan fungsi otot. Adanya rasa sakit yang dalam mempengaruhi brainstem, dan memproduksi co-contraction. Maka dari itu, sering didapatkan bahwa pasien yang menderita nyeri seperti sakit

gigi memiliki keterbatasan dalam membuka mulut, sebaliknya bila nyeri telah sembuh maka mulut akan membuka secara normal. Keterbatasan pembukaan mulut merupakan respon sekunder dari rasa nyeri dalam. Jika operator tidak menyadari fenomena ini, mereka akan menyimpulkan bahwa keterbatasan pembukaan mulut ini merupakan gejala TMD. Sakit gigi, sakit pada sinus, dan sakit telinga dapat menimbulkan efek ini. Seringnya, dokter gigi tidak menanggap fenomena ini dan merawat pasien selayaknya pasien kelainan TMD.

5. Aktifitas parafungsi Aktifitas parafungsional adalah segala aktifitas yang bukan merupakan fungsi (seperti menyunyah, berbicara, dan menelan) tetapi bruxism, clenching dan beberapa oral habit. Beberapa aktifitas ini dapat menyebabkan gejala TMD. Aktifitas parafungsi dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu yang terjadi sepanjang hari (diurnal) dan malam hari (nocturnal). a. Diurnal (terjadi sepanjang hari) contohnya seperti clenching, grinding, oral habit, dan kegiatan ini tidak disadari oleh individu yang melakukannya (cheek biting, tongue biting, menggigit pencil, mengigit kuku) selama kegiatan sehari hari. Hal-hal ini akan memberikan gaya pada gigi dan menggerakkan gigi. Biasanya terjadi bila seorang individu sedang berkonsentrasi dalam mengerjakan sesuatu. Otot massetter berkontraksi secara periodik dalam cara yang tidak berhubungan dengan kegiatan yang sedang dilakukan seperti menyetir mobil, membaca, menulis, mengetik. b. Nocturnal (terjadi di malam hari), data dari berbagai sumber menunjukkan bahwa kegiatan parafungsi selama tidur cukup sering dan tampaknya memiliki peranan pada kontraksi tunggal maupun ritmik (seperti clenching dan bruxism). Untuk beberapa pasien, aktivitas ini sulit untuk dipisahkan dan biasanya disebut bruxing event.

Tidur, biasanya paling sering terjadi pada waktu tidur, selama siklus normal tidur, subjek akan melewati stage 1 dan 2 kemudian yang lebih dalam yaitu stage 3 dan 4. Pada tahap ini akan muncul kegiatan yang tidak disadari seperti memutar otot ekstremitas dan otot wajah, perubahan pada denyut jantung dan pernafasan, dan pergerakan mata dibawah kelopak mata. Ini disebut REM sleep (biasanya pada tahap ini seseorang bermimpi dan fase ini bertahan 5-15 menit tiap siklusnya) dan setelah ini biasanya tahap tidur akan beranjak kembali ke tahap 1 dan 2. Tahap tidur dan bruxism, bruxing events muncul dihubungkan dengan perubahan dari deeper sleep ke lighter sleep, seperti yang dapat dipraktekkan dengan mengarahkan cahaya ke wajah orang yang sedang tidur. Durasi bruxing event, Kydd dan Daly mengatakan bahwa dari 10 orang yang bruxism secara ritmik melakukan clenching per 11,4 menit tiap tidur sedangkan bruxism berlangsung setiap 40 detik per jam. Intensitas bruxing event, intensitas kegiatan bruxing ini belum dipelajari secara detail. Tapi dijelaskan bahwa rata rata bruxing event melipiti 60% kekuatan clenching maksimum. Ini adalah jumlah tekanan maksimum seperti yang digunkan saat mastikasi. Posisi tidur dan bruxing event, pada studi yang telah dilakukan, posisi tidur tidak mempengaruhi bruxing event. Bruxing event dan gejala mastikasi, Ware and Rugh mempelajari beberapa grup pasien bruxism tanpa nyeri dan brusxism dengan rasa nyeri kemudian menemukan bahwa pasien dengan rasa nyeri menunjukkan kegiatan bruxism yang lebih lama. Aktivitas otot dan gejala mastikasi, aktivitas fungsional tidak memiliki efek samping.

Ada lima faktor yang akan menggambarkan mengapa aktifitas otot yang berbeda beda menghasilkan resiko terjadinya TMD.

Gaya gigi berkontak, dalam mengevaluasi efek kontak gigi pada struktur di

sistem mastikasi, ada dua faktor yang harus dipertimbangkan yaitu besarnya kontak dan durasi kontak. Cara yang baik untuk membandingkan efek dari kontak fungsional dan parafungsional adalah dengan mengevaluasi jumlah tekanan yang diberikan pada gigi dalam satuan pound per detik per hari untuk setiap aktivitas. Besarnya gaya fungsional: 17.200 lb/sec/day, parafungsi 57600 lb/sec/day Arah gaya, selama mengunyah dan menelan mandibula bergerak secara

vertikal. Saat menutup, dan gigi berkontak, tekanan terjadi pada gigi dalam arah vertikal. Saat aktifitas parafungsi (bruxism, gaya yang mengenai gigi adalah cukup besar karena mandibula gerak dari satu sisi ke sisi lain pada gaya horisontal sehingga merusak gigi dan jaringan pendukung Posisi mandibula, aktifitas fungsional terjadi pada atau dekat ICP. Walau

ICP tidak selalu merupakan posisi sistem mastikasi yang paling baik untuk kondilus, tapi merupakan posisi yg stabil untuk oklusi, karena jumlah gigi yg berkontak pada posisi ini maksimal, sehingga gaya didistribusi ke sejumlah gigi dan meminimalisasi kerusakan pada masing masing gigi. Aktifitas parafungsi biasanya terjadi pada posisi eksentrik. Hanya ada beberapa kontak gigi pada aktivitas ini dan kondilus translasi jauh dr posisi stabil sehingga otot mastikasi tegang. Jenis kontraksi otot, kebanyakan aktivitas fungsional terdiri dari kontraksi

ritmik yang teratur dan relaksasi otot terjadi selama fungsi. Aktivitas isotonik ini memungkinkan aliran darah yang adekuat untuk mensuplai oksigen pada jaringan dan menghilangkan byproduct yang berakumulasi pada tahap seluler. Aktivitas fungsional diantaranya aktivitas otot fisiologis. Aktifitas parafungsi secara kontras sering dihasilkan dalam kontraksi otot jangka panjang. Jenis aktivitas isometrik ini menghambat aliran darah normal pada jaringan otot. Sebagai hasilnya, ada peningkatan dalam byproduct dalam jaringan otot dan menyebabkan spasme, tegang, dan sakit.

- Pengaruh reflek untuk proteksi : reflek neurmouskuler ada selama melakukan aktivitas fungsional, melindungi struktur gigi dari kerusakan selama fungsi. Selama aktifitas parafungsi bagaimanapun mekanisme proteksi neuromuskuler terhambat dan menyebabkan sedikit keterlibatan pada aktifitas otot. Ini

menyebabkan aktivitas parafungsional meningkat dan mencapai tingkat yang cukup tinggi untuk merusak struktur yang terlibat. Setelah mempertimbangkan faktor faktor tersebut, dapat dijelaskan bahwa aktivitas parafungsional adalah faktor yang paling berpengaruh dalam kerusakan struktur sistem mastikasi dan TMD. Ini merupakan konsep yang penting untuk diingat karena banyak pasien datang ke praktek dokter gigi dengan keluhan gangguan fungsi seperti kesulitan saat makan atau nyeri selama berbicara. Klinisi harus mengingat bahwa aktivitas fungsional sering membuat pasien menjadi sadar terhadap gejala yang telah ditimbulkan oleh aktifitas parafungsi. Konsep lain yang perlu diingat adalah bahwa aktivitas parafungsional terjadi hampir secara keseluruhan dan berkelanjutan. Banyak dari aktivitas yang merusak seperti ini terjadi sepanjang tidur (seperti bruxism dan clenching).

Anda mungkin juga menyukai