Anda di halaman 1dari 10

Seminar Nasional Biologi 2010

SB/P/BL/08 POTENSI PEMANFAATAN ETNOBOTANI DARI HUTAN TROPIS BENGKULU SEBAGAI PESTISIDA NABATI Sri Utami1), Noor Farikhah Haneda2)
1)

Balai Penelitian Kehutanan Palembang

Jl. Kol Burlian KM 6,5 Puntikayu Palembang Email : uut_balittaman@yahoo.com


2)

Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB

Jl. Lingkar Kampus, Kampus IPB Darmaga, Bogor Email : nhaneda@yahoo.com

ABSTRAK Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, misalnya Pulau Sumatera merupakan pulau yang memiliki potensi besar dalam hal keanekaragaman jenis tumbuhan tingkat tinggi. Masyarakat tradisional memiliki kearifan lokal dalam pengendalian hama dengan memanfaatkan tumbuhan lokal untuk mengendalikan hama tanaman. Pemanfaatan ekstrak tanaman dalam pengendalian hama merupakan alternatif pengendalian yang praktis, ekonomis dan ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan inventarisasi jenis tumbuh-tumbuhan yang secara tradisional dimanfaatkan masyarakat etnis sumatera sebagai pengendali hama serta melakukan uji bioaktivitas ekstrak tanaman lokal hasil inventarisasi sebagai pengendali hama Spodoptera litura pada skala in vitro. Inventarisasi dan eksplorasi tanaman dilakukan di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu, sedangkan uji bioaktivitas ekstrak tanaman dilakukan di Laboratorium Perlindungan Hutan, Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 25 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati. Diantara 25 jenis tanaman tersebut, 5 jenis berpotensi sebagai racun ikan, 17 jenis sebagai pengusir/pengendali hama (wereng, ulat, kutu, dan kepinding), 2 jenis sebagai racun tikus dan 1 jenis sebagai pembunuh nematoda. Masyarakat etnis Rejang Lebong sudah terbiasa dan secara turun menurun memanfaatkan tanaman lokal tersebut dalam pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT). Berdasarkan hasil uji bioaktivitas ekstrak tanaman sitawar (Costus speciosus), puar kilat (Globba sp.) dan legundi (Vitex trifolia) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap mortalitas dan penghambat perkembangan serangga hama S. litura. Masih diperlukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan lebih banyak lagi tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati maupun efektifitasnya dalam mengendalikan serangga hama. Kata kunci : etnobotani, pestisida nabati, hutan tropis Bengkulu, Spodoptera litura

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010

911

Seminar Nasional Biologi 2010

PENDAHULUAN Kekayaan alam hayati yang dimiliki Indonesia sangat berlimpah dan beraneka ragam, sehingga disebut negara megabiodiversity. Pulau Sumatera memiliki lebih dari 10.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi yang umumnya hidup di hutan dataran rendah. Demikian halnya di Provinsi

Pemanfaatan bahan tumbuhan sebagai pestisida nabati, merupakan salah satu cara pengendalian tradisional yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Cara pengendalian tersebut merupakan warisan nenek moyang kita yang bersumber dari pengalaman hidup, pengetahuan asli

(indigenous knowledge) dan kearifan lokal (local wisdom). Sayangnya kearifan lokal mulai terlupakan sejak masuknya pestisida kimia/sintesis ke Indonesia. Karena pestisida sintetis dianggap lebih praktis, murah, mudah dan hasilnya dapat langsung terlihat. Padahal penggunaan pestisida kimia secara tidak bijak dan berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif, diantaranya resistensi hama, resurgensi hama, ledakan hama sekunder, dan tidak aman bagi lingkungan. Oleh karena itu pemanfaatan pestisida nabati merupakan alternatif pengendalian hama yang memenuhi konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Spodoptera litura merupakan salah satu hama yang bersifat polifag. Kedelai, caisin, brokoli dan talas merupakan contoh tanaman pertanian yang diserang oleh hama ini. Hama ini tidak hanya menyerang tanaman pertanian, tetapi bisa juga menyerang

Bengkulu yang juga mempunyai kekayaan flora yang sangat berlimpah [1]. Keberadaan tumbuhan tersebut ada yang bisa

dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kepentingan hidupnya, seperti untuk obatobatan, kosmetika, bahan pestisida,

pangan/buah, dengan tetap memperhatikan aspek kelestariannya. Sayangnya, tanaman yang digunakan sebagai obat-obatan maupun pestisida ini belum begitu dihargai dan sulit untuk mendokumentasikannya. Di sisi lain, laju degradasi hutan Indonesia saat ini lebih dari 2 juta hektar per tahun. Tentu saja hal ini mengancam entitas dan kelestarian plasma nutfah botani di Indonesia, utamanya sebagai potensi penghasil pestisida nabati. Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Taman yang

terletak di Provinsi Bengkulu memiliki hampir 4.000 jenis flora dan 198 jenis fauna yang terancam punah dikarenakan adanya aktivitas manusia di TNKS [2]. Oleh karena itu keberadaan dan kelestarian jenis flora mutlak mendapat perhatian yang serius dari semua pihak.

tanaman kehutanan seperti Acacia mangium dan A. crassicarpa [3], serta ulin [4]. Penelitian ini bertujuan untuk

menginventarisasi jenis tumbuh-tumbuhan yang secara tradisional dimanfaatkan untuk mengendalikan hama pada masyarakat etnis

912

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010

Seminar Nasional Biologi 2010

Rejang Lebong di Provinsi Bengkulu, dan melakukan uji bioaktivitas beberapa ekstrak tanaman lokal Bengkulu pada serangga hama S. litura pada skala laboratorium. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan mulai Bulan April sampai Desember 2006. Inventarisasi

wawancara, dan c) Teknik dokumentasi, yang digunakan untuk mengkaji dan

menganalisis berbagai data, dokumen, dsb., yang berkaitan dengan pemanfaatan tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati. 2. Identifikasi Jenis Tumbuhan Identifikasi jenis tumbuhan yang

berpotensi sebagai penghasil pestisida nabati dilakukan dengan melakukan cek silang dengan berbagai buku dan literatur tentang tumbuhan yang dari ada. Informasi yang jenis

etnobotani yang berpotensi sebagai pestisida botani dilakukan di hutan sekunder yang terdapat di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Uji bioaktivitas ekstrak tanaman terhadap serangga hama uji

dikumpulkan

masing-masing

tumbuhan meliputi : nama botani, nama lokal, famili, habitus, bagian yang digunakan, dan manfaatnya. 3. Uji Bioaktivitas Ekstrak Tanaman terhadap Serangga Hama S. litura

dilakukan di Laboratorium Perlindungan Hutan, Balai Penelitian Kehutanan

Palembang. B. Metode 1. Inventarisasi Tanaman Penghasil

Berdasarkan hasil inventarisasi terdapat 3 jenis tanaman yang mempunyai potensi

Pestisida Nabati Kegiatan ini dilakukan dengan

sebagai

pestisida

nabati,

yaitu

sitawar

mengumpulkan data dan informasi mengenai jenis-jenis tanaman yang digunakan sebagai pestisida nabati, bagian yang dimanfaatkan dan cara menggunakannya, didapatkan

(Costus speciosus), puar kilat (Globba sp.) dan legundi (Vitex trifolia). Bagian tanaman yang digunakan yaitu daunnya. Daunnya kemudian digunting kecil-kecil dan

dengan a) Wawancara, yang dilakukan untuk menggali informasi sebanyak mungkin

dikeringanginkan selama seminggu. Setelah itu direndam dalam metanol dengan

pengetahuan masyarakat yang tinggal dekat dengan hutan mengenai pemanfaatan

perbandingan 1 : 10 selama 24 jam. Kemudian disaring menghasilkan ekstrak kasar. Ekstrak kasar diaplikasikan pada serangga hama S. litura. Tiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan dimana setiap ulangan menggunakan 10 larva instar 2. Parameter yang diamati adalah mortalitas larva dan

tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati, b) Observasi lapang, yang berguna untuk memverifikasi data dan informasi yang sebelumnya telah diperoleh melalui

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010

913

Seminar Nasional Biologi 2010

perkembangan serangga hama. Ekstrak kasar disemprotkan pada daun caisin (ukuran 4 x 4 cm) sebanyak 50 L pada konsentrasi 0,5%. Sedangkan daun kontrol hanya disemprot methanol saja sebanyak 50 L. Dua hari setelah perlakuan daun diganti dengan daun segar. Mortalitas larva selama 2 hari

40% m < 60%, 5) agak lemah : 25% m < 40%, 6) lemah : 5% m < 25%, 7) tidak aktif : m < 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Inventarisasi dan Identifikasi Tanaman yang Berpotensi sebagai

perlakuan diamati dan dicatat. Larva yang masih hidup diamati perkembangannya

Penghasil Pestisida Nabati Berdasarkan hasil inventarisasi dan eksplorasi tumbuhan yang dilakukan pada lokasi penelitian ditemukan 25 jenis

sampai menjadi pupa dan imago. Menurut [5], aktivitas insektisida ekstrak diklasifikasikan dalam beberapa

tumbuhan yang biasa digunakan masyarakat untuk mengusir hama tanaman pertanian dan berpotensi sebagai tumbuhan penghasil

kategori yaitu : 1) aktivitas kuat : mortalitas (m) 95%, 2) agak kuat : 75% m < 95%, 3) cukup kuat : 60% m < 75%, 4) sedang :

pestisida nabati (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan berpotensi sebagai pestisida nabati


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Nama Lokal Brotowali/akar ali-ali Cambai/sirih cambai Jengkol Jeruk purut Kapok Kayu tegoh Kemiri Kepahiang Kosoa Medang keladi Nangka/Nangka-nangka Pinang Semambau/tuai seleng Sipei Terong bulat hijau Jejer Puar penangau Kabau Poka buang Gadung/Tubo umbi Durian Puar kilat Sitawar Legundi Lengkonai Nama Ilmiah Tinospora crispa Piper betle Pithecolobium lobatum Citrus sp. Ceiba petandra Unidentified Aleurites moluccana Unidentified Unidentified Litsea crassinervia Artocarpus heterophyllus Areca cathecu Unidentified Unidentified Solanum sp. Derris sp. Unidentified Pithecolobium bubalinum Brucea javanica Dioscorea sp. Durio zibethinus Globba sp. Costus speciousus Vitex trifolia Selaginella plana Famili Menispermeaceae Piperaceae Leguminosae Rutaceae Bombaceae Euphorbiaceae Lauraceae Moraceae Arecaceae Graminae Solanaceae Leguminosae Zingiberaceae Leguminosae Simarubaceae Dioscoreaceae Bombaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Verbenaceae Selaginellaceae

914

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010

Seminar Nasional Biologi 2010

Dua puluh lima jenis tumbuhan yang diduga penghasil berpotensi pestisida sebagai nabati, tumbuhan 19 jenis

Solanaceae, Zingiberaceae, Simarubaceae, Dioscoreaceae, Verbenaceae. mempunyai Selaginellaceae dan

Tumbuhan yang diketahui potensi besar untuk

diantaranya telah teridentifikasi dan 6 jenis tumbuhan Dari 19 belum teridentifikasi (Tabel 1). jenis tanaman yang telah jenis famili

dikembangkan sebagai pengendali serangga hama adalah dari kelompok Meliaceae, Rutaceae, Asteraceae, Anonaceae, Labiatae, Aristolochiaceae, Malvaceae, Zingiberaceae, dan Solanaceae [6]. Secara umum, tumbuhan dari famili Zingiberaceae, Arecaceae,

teridentifikasi tanaman

tersebut yang

merupakan tergolong

Menispermeaceae, Piperaceae, Leguminosae, Rutaceae, Bombaceae, Euphorbiaceae,

Lauraceae, Moraceae, Arecaceae, Graminae, dan Rutaceae banyak ditemukan di lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa dari 25 jenis tumbuhan yang ditemukan

Leguminosae Tabel 2 Rekapitulasi jumlah jenis tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati berdasarkan habitus No 1 2 3 4 Habitus Pohon Semak Perdu Herba Jumlah jenis 15 5 3 3

berpotensi dikembangkan sebagai penghasil pestisida nabati. Jumlah habitus tertinggi dari tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati adalah dari kelompok habitus pohon dengan jumlah total sebanyak 14 jenis, sedangkan jumlah terendah adalah habitus herba dan perdu, masing-masing sebanyak 2 jenis (Tabel 2). Banyaknya habitus pohon yang bermanfaat mempunyai sebagai potensi pestisida yang besar nabati untuk Karena

Berdasarkan

bagian

yang

dapat

digunakan untuk membasmi hama terdapat 7 bagian, yaitu daun, batang, kulit batang,

buah, kulit buah, umbi dan akar. Tabel 3 menunjukkan bahwa bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai racun adalah daun, yaitu sebanyak 12 jenis dan terendah adalah umbi dan akar, masingmasing sebanyak 1 jenis. Tumbuhan

dikembangkan oleh

masyarakat.

disamping bisa dimanfaatkan sebagai obat, tanaman tersebut juga berfungsi sebagai penaung/pelindung ditebang sebagai dan kayu kayunya bisa

semambau, terong bulat hijau, pinang, nangka, kapok, jeruk purut, cambai, puar penangau, puar kilat, sitawar, legundi dan lengkonai merupakan jenis tumbuhan yang daunnya dimanfaatkan sebagai pengendali hama. Kayu tegoh, kemiri, kosoa, medang

pertukangan,

penghasil serat dan pulp.

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010

915

Seminar Nasional Biologi 2010

keladi dan poka buang merupakan jenis tumbuhan dimanfaatkan Adapun yang sebagai kulit batangnya hama. buahnya

menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung racun yang dapat

pengendali yang

mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya [7]. Umbi gadung biasa dimanfaatkan sebagai

tumbuhan

dimanfaatkan sebagai pengendali hama yaitu nangka, sipei, jengkol, kemiri dan kepahiang. Batang yang dimanfaatkan sebagai

pembasmi hama tanaman padi. Sementara itu brotowali selama ini hanya lebih dikenal sebagai tanaman obat. Masyarakat

pengendali hama yaitu brotowali, cambai dan semambau. Kulit buah yang dimanfaatkan sebagi pengendali hama yaitu kabau dan durian. Adapun jenis tumbuhan yang bagian umbi dan akarnya dimanfaatkan sebagai pengendali hama yaitu masing-masing

menggunakan umbi gadung untuk mengobati kusta, borok, kencing manis, penurun panas, anti reumatik, nyeri pengencer haid, dan dahak, racun

menghilangkan

binatang, sedangkan getahnya digunakan untuk mengobati gigitan ular serta sisa pengolahan tepungnya digunakan sebagai insektisida [8, 9]. Sifat racun umbi gadung disebabkan oleh kandungan dioskorin, dan rasanya yang menggigit disebabkan oleh kandungan taninnya [10]. Adapun

gadung dan jejer. Tabel 3 Rekapitulasi jumlah jenis tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati berdasarkan bagian yang digunakan
No 1 2 3 4 5 6 7 Bagian yang digunakan Daun Kulit batang Buah Batang Kulit buah Umbi Akar Jumlah jenis 12 5 5 3 2 1 1

berdasarkan manfaat jenis tumbuhan yang ditemukan, terdapat 4 jenis kegunaan sebagai agen pengendali hama yaitu sebagai racun ikan, pengusir hama (seperti nyamuk,

Pada kenyataannya, 2 jenis tumbuhan etnobotani hasil inventarisasi pada penelitian ini sudah umum diketahui sifat dan

penghisap padi, kutu, babi, wereng dan kepinding), racun tikus dan pembunuh nematoda sebagaimana yang tersaji pada Tabel 4. Semua jenis tumbuhan yang ditemukan terdapat beberapa jenis tumbuhan yang mempunyai manfaat dalam

kemampuannya dalam mengendalikan hama yaitu tubo umbi/gadung (Dioscorea sp.) dan brotowali (Tinospora crispa). Gadung

merupakan salah satu jenis tanaman yang cukup populer di masyarakat. Tanaman ini tidak hanya dikenal sebagai penghasil

mengendalikan beberapa jenis hama, seperti gadung, kemiri, nangka dan kepahiang. Gadung dapat dimanfaatkan sebagai pengusir ulat dan racun ikan. Kemiri bisa

pestisida nabati tetapi bisa dimanfaatkan sebagai


916

kudapan

dan

obat.

Gadung
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010

Seminar Nasional Biologi 2010

dimanfaatkan buahnya sebagai racun babi, sedangkan kulit batangnya digunakan untuk mengusir nyamuk. Adapun buah nangka digunakan untuk mengusir babi sedangkan daunnya sebagai pembunuh nematoda. Buah kepahiang yang dikenal pahit dapat

wawancara menunjukkan bahwa memang tumbuhan tersebut cukup efektif dalam mengendalikan hama sasaran dan tidak mempunyai efek seperti timbulnya resistensi hama, ledakan hama dan tidak mencemari lingkungan. Tumbuhan yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat tersebut memang

dimanfaatkan sebagai racun tikus dan racun ikan. Tabel 4 Rekapitulasi jumlah jenis tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati berdasarkan kegunaannya dalam mengendalikan hama
No 1 2 3 4 Manfaat tumbuhan Pengusir hama Racun ikan Pengusir tikus Pembunuh nematoda Jumlah jenis 17 5 2 1

mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan dalam skala luas dalam pengendalian hama. Secara umum 25 jenis tumbuhan tersebut bisa didapatkan dimanamana dalam keadaan berlimpah. Disamping itu masyarakat bisa dengan mudah

membudidayakannya sehingga tidak harus mengambil ke dalam kawasan hutan tetapi cukup dengan menanam di sekitar

Tumbuhan yang digunakan sebagai pengusir hama yaitu brotowali, cambia, kayu tegoh, kemiri, kosoa, medang keladi,

pekarangan rumah, masyarakat bisa dengan mudah memanfaatkannya. Cara

nangka, pinang, sipei, puar penangau, kabau, gadung, puar kilat, sitawar, legundi,

pemanfaatannya juga relatif mudah, murah dan praktis. Cara pemanfaatan bagian

lengkonai dan durian. Adapun tumbuhan yang digunakan sebagai racun ikan yaitu kepahiang, semambau, jejer dan poka buang. Sedangkan tanaman jengkol dan brotowali biasa dimanfaatkan untuk mengusir tikus yang menyerang tanaman padi. Nangka merupakan satu-satunya jenis tanaman yang dimanfaatkan sebagai pembunuh nematoda. Masyarakat yang bermukim di sekitar hutan sudah terbiasa memanfaatkan

tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati dengan cara yang berbeda-beda

tergantung bagian tumbuhan yang digunakan dan jenis hama sasaran, yaitu dengan cara mengekstrak bagian tumbuhan (daun, batang atau bagian yang lainnya), membakar,

menumbuk/menghaluskan, serta merendam buah kemudian meletakkannya di sekitar tanaman yang diserang hama.

tumbuhan yang terdapat di dalam kawasan hutan untuk mengendalikan hama. Hasil
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010

917

Seminar Nasional Biologi 2010

B. Uji Bioaktivitas Ekstrak Tanaman terhadap Serangga Hama S. litura Terdapat 3 jenis tumbuhan hasil

Ekstrak daun puar kilat mempunyai aktivitas insektisida kuat dengan persentase mortalitas sebesar 98%. Ekstrak daun sitawar sedang

inventarisasi yang digunakan sebagai bahan ekstrak yang diujikan terhadap serangga hama S. litura. Ketiga jenis tumbuhan tersebut adalah sitawar, puar kilat dan legundi. Tumbuhan tersebut tidak hanya bisa didapatkan di sekitar kawasan hutan tetapi bisa dibudidayakan dengan mudah oleh masyarakat di sekitar rumah mereka.

mempunyai

aktivitas

insektisida

dengan persentase mortalitas sebesar 46%, sedangkan ekstrak daun legundi mempunyai aktivitas insektisida terendah yaitu agak lemah dengan persentase mortalitas sebesar 32%. Tabel 5 Rata-rata mortalitas larva S. litura pada ekstrak No Jenis Ekstrak 1 2 3 4 Puar kilat Sitawar Legundi Kontrol Persentase Mortalitas (%) 98 a 46 b 32 b 8 c berbagai perlakuan jenis

Berdasarkan uji skala in vitro menunjukkan bahwa ekstrak daun tiga jenis tanaman tersebut memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap hama S. litura, yaitu mempunyai efek mematikan dan

menghambat perkembangan hama. Ekstrak daun puar kilat, sitawar dan legundi umumnya mengakibatkan pada hari mortalitas pertama larva setelah

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan = 5%

perlakuan dan tertinggi pada hari kedua setelah perlakuan. Gejala kematian larva untuk semua jenis perlakuan ekstrak adalah diawali dengan lemasnya larva/tidak aktif bergerak dan tidak makan kemudian lama kelamaan larva mengalami kelumpuhan

Tiga jenis ekstrak tanaman tidak hanya memberikan serangga uji efek tetapi mortalitas juga terhadap

menghambat

perkembangannya. Ekstrak daun puar kilat paling kuat dalam menghambat terbentuknya pupa tetapi tidak mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan larva

hingga kematian. Tubuh larva yang mati berwarna kehitaman dan lama kelamaan lunak. Ekstrak daun puar kilat memiliki efek mematikan paling kuat dibandingkan dengan ekstrak daun sitawar dan legundi

menjadi pupa (Tabel 6). Sedangkan ekstrak daun legundi mempunyai efek yang kurang kuat dibandingkan dengan dua jenis ekstrak yang lainnya, dimana persentase

pembentukan pupa masih tinggi sebesar 68%.

sebagaimana yang tersaji pada Tabel 5.


918

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010

Seminar Nasional Biologi 2010

Seperti halnya terhadap pembentukan pupa, ekstrak daun puar kilat juga

didapatkan imago sama sekali. Ekstrak daun legundi juga mempunyai pengaruh paling lemah dalam menghambat pembentukan imago, dimana persentase pembentukan

mempunyai pengaruh paling kuat dalam menghambat pembentukan imago, dimana dari 20% pupa yang berhasil terbentuk tidak

imagonya sebesar 86,83%.

Tabel 6 Rata-rata persentase keberhasilan pembentukan pupa dan imago S. litura pada berbagai perlakuan jenis ekstrak No Jenis Ekstrak 1 2 3 4 Puar kilat Sitawar Legundi Kontrol Pembentukan pupa Waktu Persentase kan (%) 8 20 a 12 9 5 55,57 ab 68 100 ab b Pembentukan Imago pembentu- Waktu Persentase pembentukan (%) * 0 a 7 11 5 33,33 ab 86,83 bc 100 c

Keterangan : - Angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan = 5% - * = Tidak terbentuk imago Berdasarkan uraian sebelumnya Ketiga jenis ekstrak tanaman tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam skala luas sebagai pestisida nabati, karena keberadaannya terdapat dimana-

menunjukkan bahwa ekstrak daun puar kilat mempunyai efek paling kuat dalam

menyebabkan mortalitas dan menghambat perkembangan serangga S. litura. Sedangkan ekstrak daun legundi menunjukkan efek paling lemah dalam menyebabkan mortalitas dan penghambat perkembangan serangga. Hal ini kemungkinan menunjukkan bahwa ekstrak daun puar kilat mengandung senyawa kimia yang diduga Sedangkan memiliki lemahnya efek efek

mana, bisa ditemukan dalam jumlah banyak, pengolahannya sangat mudah dan ekonomis, serta pemanfaatannya untuk pengendalian hama sangat efektif dan efisien (skala in vitro). Pemanfaatan ekstrak tersebut dalam pengendalian hama baik hama yang

menyerang tanaman pertanian, perkebunan maupun kehutanan mempunyai prospek yang cukup menjanjikan dan merupakan alternatif pengendalian yang ramah lingkungan dan salah satu komponen pendukung

insektisidal.

insektisidal pada perlakuan daun legundi kemungkinan disebabkan kadar ekstraknya sangat rendah sehingga kurang mematikan atau karena tidak/sedikit mengandung

pengendalian hama terpadu yang senantiasa memperhatikan aspek ekologi.

senyawa kimia yang bersifat insektisidal.

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010

919

Seminar Nasional Biologi 2010

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi tumbuhan yang terdapat di sekitar dan dalam kawasan hutan primer di Kabupaten Rejang Lebong, terdapat 25 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati. Terdapat 3 jenis tumbuhan dari 25 jenis tumbuhan yang ditemukan, dilakukan ekstraksi dan uji bioaktivitas, yaitu sitawar (Costus speciosus), puar kilat (Globba sp.) dan legundi (Vitex trifolia). Ekstrak daun puar kilat mempunyai efek insektisidal paling kuat sedangkan ekstrak daun legundi

mempunyai efek insektisidal paling lemah dalam menyebabkan mortalitas dan hama

menghambat Spodoptera litura. B. Saran

perkembangan

Perlu dilakukan pengujian secara in vivo untuk mengetahui keefektifan dan keefisienan pemanfaatan ekstrak daun puar kilat dalam mengendalikan hama sasaran.

DAFTAR PUSTAKA Whitten T., S.J. Damanik, J. Anwar, N. Hisyam, 1997. The Ecology of Sumatra. Periplus Editions (HK) Ltd. Singapore. Santoso, U. 2008. Keanekaragaman Hayati di Provinsi Bengkulu. www.uripsantoso.wordpress.com. 27 Juli 2010. Asmaliyah dan S. Utami. 2006. Teknik Pengendalian Hama pada Hutan Tanaman. Laporan Hasil Penelitian
920

Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Abdurachman dan A. Saridan. 2008. Potensi Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm. Binn) di Hutan Alam Labanan, Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Bersama Hasil Penelitian Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satwa Primata. Samarinda 12 April 2006. Prijono, D. 1998. Insectisidal activity of Meliaceous seed extracts against Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera : Pyralidae). Bul HPT 10 : 1-7. Dadang. 1999. Insect Regulatory Activity and Active Substances of Indonesian Plants Particularly to the Diamondback Moth. Dissertation. Tokyo University of Agriculture. Tokyo. PROSEA. 2002. Plant Resources of SouthEast Asia 12 : Medicinal and Poisonous Plants 2. PROSEA. Bogor. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Yayasan Sarana Warna Jaya. Jakarta. Patcharaporn, V., W. Ding, X. Cen, 2010. Insecticidal Activity of Five Chinese Medicinal Plants against Plutella xylostella L. Larvae. Journal of AsiaPacific Entomology. Santi, SR. 2010. Senyawa Aktif Antimakan dari Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst).

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010

Anda mungkin juga menyukai