SB/P/BL/08 POTENSI PEMANFAATAN ETNOBOTANI DARI HUTAN TROPIS BENGKULU SEBAGAI PESTISIDA NABATI Sri Utami1), Noor Farikhah Haneda2)
1)
ABSTRAK Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, misalnya Pulau Sumatera merupakan pulau yang memiliki potensi besar dalam hal keanekaragaman jenis tumbuhan tingkat tinggi. Masyarakat tradisional memiliki kearifan lokal dalam pengendalian hama dengan memanfaatkan tumbuhan lokal untuk mengendalikan hama tanaman. Pemanfaatan ekstrak tanaman dalam pengendalian hama merupakan alternatif pengendalian yang praktis, ekonomis dan ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan inventarisasi jenis tumbuh-tumbuhan yang secara tradisional dimanfaatkan masyarakat etnis sumatera sebagai pengendali hama serta melakukan uji bioaktivitas ekstrak tanaman lokal hasil inventarisasi sebagai pengendali hama Spodoptera litura pada skala in vitro. Inventarisasi dan eksplorasi tanaman dilakukan di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu, sedangkan uji bioaktivitas ekstrak tanaman dilakukan di Laboratorium Perlindungan Hutan, Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 25 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati. Diantara 25 jenis tanaman tersebut, 5 jenis berpotensi sebagai racun ikan, 17 jenis sebagai pengusir/pengendali hama (wereng, ulat, kutu, dan kepinding), 2 jenis sebagai racun tikus dan 1 jenis sebagai pembunuh nematoda. Masyarakat etnis Rejang Lebong sudah terbiasa dan secara turun menurun memanfaatkan tanaman lokal tersebut dalam pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT). Berdasarkan hasil uji bioaktivitas ekstrak tanaman sitawar (Costus speciosus), puar kilat (Globba sp.) dan legundi (Vitex trifolia) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap mortalitas dan penghambat perkembangan serangga hama S. litura. Masih diperlukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan lebih banyak lagi tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati maupun efektifitasnya dalam mengendalikan serangga hama. Kata kunci : etnobotani, pestisida nabati, hutan tropis Bengkulu, Spodoptera litura
911
PENDAHULUAN Kekayaan alam hayati yang dimiliki Indonesia sangat berlimpah dan beraneka ragam, sehingga disebut negara megabiodiversity. Pulau Sumatera memiliki lebih dari 10.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi yang umumnya hidup di hutan dataran rendah. Demikian halnya di Provinsi
Pemanfaatan bahan tumbuhan sebagai pestisida nabati, merupakan salah satu cara pengendalian tradisional yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Cara pengendalian tersebut merupakan warisan nenek moyang kita yang bersumber dari pengalaman hidup, pengetahuan asli
(indigenous knowledge) dan kearifan lokal (local wisdom). Sayangnya kearifan lokal mulai terlupakan sejak masuknya pestisida kimia/sintesis ke Indonesia. Karena pestisida sintetis dianggap lebih praktis, murah, mudah dan hasilnya dapat langsung terlihat. Padahal penggunaan pestisida kimia secara tidak bijak dan berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif, diantaranya resistensi hama, resurgensi hama, ledakan hama sekunder, dan tidak aman bagi lingkungan. Oleh karena itu pemanfaatan pestisida nabati merupakan alternatif pengendalian hama yang memenuhi konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Spodoptera litura merupakan salah satu hama yang bersifat polifag. Kedelai, caisin, brokoli dan talas merupakan contoh tanaman pertanian yang diserang oleh hama ini. Hama ini tidak hanya menyerang tanaman pertanian, tetapi bisa juga menyerang
Bengkulu yang juga mempunyai kekayaan flora yang sangat berlimpah [1]. Keberadaan tumbuhan tersebut ada yang bisa
dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kepentingan hidupnya, seperti untuk obatobatan, kosmetika, bahan pestisida,
pangan/buah, dengan tetap memperhatikan aspek kelestariannya. Sayangnya, tanaman yang digunakan sebagai obat-obatan maupun pestisida ini belum begitu dihargai dan sulit untuk mendokumentasikannya. Di sisi lain, laju degradasi hutan Indonesia saat ini lebih dari 2 juta hektar per tahun. Tentu saja hal ini mengancam entitas dan kelestarian plasma nutfah botani di Indonesia, utamanya sebagai potensi penghasil pestisida nabati. Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Taman yang
terletak di Provinsi Bengkulu memiliki hampir 4.000 jenis flora dan 198 jenis fauna yang terancam punah dikarenakan adanya aktivitas manusia di TNKS [2]. Oleh karena itu keberadaan dan kelestarian jenis flora mutlak mendapat perhatian yang serius dari semua pihak.
tanaman kehutanan seperti Acacia mangium dan A. crassicarpa [3], serta ulin [4]. Penelitian ini bertujuan untuk
menginventarisasi jenis tumbuh-tumbuhan yang secara tradisional dimanfaatkan untuk mengendalikan hama pada masyarakat etnis
912
Rejang Lebong di Provinsi Bengkulu, dan melakukan uji bioaktivitas beberapa ekstrak tanaman lokal Bengkulu pada serangga hama S. litura pada skala laboratorium. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan mulai Bulan April sampai Desember 2006. Inventarisasi
menganalisis berbagai data, dokumen, dsb., yang berkaitan dengan pemanfaatan tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati. 2. Identifikasi Jenis Tumbuhan Identifikasi jenis tumbuhan yang
berpotensi sebagai penghasil pestisida nabati dilakukan dengan melakukan cek silang dengan berbagai buku dan literatur tentang tumbuhan yang dari ada. Informasi yang jenis
etnobotani yang berpotensi sebagai pestisida botani dilakukan di hutan sekunder yang terdapat di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Uji bioaktivitas ekstrak tanaman terhadap serangga hama uji
dikumpulkan
masing-masing
tumbuhan meliputi : nama botani, nama lokal, famili, habitus, bagian yang digunakan, dan manfaatnya. 3. Uji Bioaktivitas Ekstrak Tanaman terhadap Serangga Hama S. litura
sebagai
pestisida
nabati,
yaitu
sitawar
mengumpulkan data dan informasi mengenai jenis-jenis tanaman yang digunakan sebagai pestisida nabati, bagian yang dimanfaatkan dan cara menggunakannya, didapatkan
(Costus speciosus), puar kilat (Globba sp.) dan legundi (Vitex trifolia). Bagian tanaman yang digunakan yaitu daunnya. Daunnya kemudian digunting kecil-kecil dan
perbandingan 1 : 10 selama 24 jam. Kemudian disaring menghasilkan ekstrak kasar. Ekstrak kasar diaplikasikan pada serangga hama S. litura. Tiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan dimana setiap ulangan menggunakan 10 larva instar 2. Parameter yang diamati adalah mortalitas larva dan
tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati, b) Observasi lapang, yang berguna untuk memverifikasi data dan informasi yang sebelumnya telah diperoleh melalui
913
perkembangan serangga hama. Ekstrak kasar disemprotkan pada daun caisin (ukuran 4 x 4 cm) sebanyak 50 L pada konsentrasi 0,5%. Sedangkan daun kontrol hanya disemprot methanol saja sebanyak 50 L. Dua hari setelah perlakuan daun diganti dengan daun segar. Mortalitas larva selama 2 hari
40% m < 60%, 5) agak lemah : 25% m < 40%, 6) lemah : 5% m < 25%, 7) tidak aktif : m < 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Inventarisasi dan Identifikasi Tanaman yang Berpotensi sebagai
perlakuan diamati dan dicatat. Larva yang masih hidup diamati perkembangannya
Penghasil Pestisida Nabati Berdasarkan hasil inventarisasi dan eksplorasi tumbuhan yang dilakukan pada lokasi penelitian ditemukan 25 jenis
sampai menjadi pupa dan imago. Menurut [5], aktivitas insektisida ekstrak diklasifikasikan dalam beberapa
tumbuhan yang biasa digunakan masyarakat untuk mengusir hama tanaman pertanian dan berpotensi sebagai tumbuhan penghasil
kategori yaitu : 1) aktivitas kuat : mortalitas (m) 95%, 2) agak kuat : 75% m < 95%, 3) cukup kuat : 60% m < 75%, 4) sedang :
914
Dua puluh lima jenis tumbuhan yang diduga penghasil berpotensi pestisida sebagai nabati, tumbuhan 19 jenis
diantaranya telah teridentifikasi dan 6 jenis tumbuhan Dari 19 belum teridentifikasi (Tabel 1). jenis tanaman yang telah jenis famili
dikembangkan sebagai pengendali serangga hama adalah dari kelompok Meliaceae, Rutaceae, Asteraceae, Anonaceae, Labiatae, Aristolochiaceae, Malvaceae, Zingiberaceae, dan Solanaceae [6]. Secara umum, tumbuhan dari famili Zingiberaceae, Arecaceae,
teridentifikasi tanaman
tersebut yang
merupakan tergolong
Lauraceae, Moraceae, Arecaceae, Graminae, dan Rutaceae banyak ditemukan di lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa dari 25 jenis tumbuhan yang ditemukan
Leguminosae Tabel 2 Rekapitulasi jumlah jenis tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati berdasarkan habitus No 1 2 3 4 Habitus Pohon Semak Perdu Herba Jumlah jenis 15 5 3 3
berpotensi dikembangkan sebagai penghasil pestisida nabati. Jumlah habitus tertinggi dari tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati adalah dari kelompok habitus pohon dengan jumlah total sebanyak 14 jenis, sedangkan jumlah terendah adalah habitus herba dan perdu, masing-masing sebanyak 2 jenis (Tabel 2). Banyaknya habitus pohon yang bermanfaat mempunyai sebagai potensi pestisida yang besar nabati untuk Karena
Berdasarkan
bagian
yang
dapat
digunakan untuk membasmi hama terdapat 7 bagian, yaitu daun, batang, kulit batang,
buah, kulit buah, umbi dan akar. Tabel 3 menunjukkan bahwa bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai racun adalah daun, yaitu sebanyak 12 jenis dan terendah adalah umbi dan akar, masingmasing sebanyak 1 jenis. Tumbuhan
dikembangkan oleh
masyarakat.
disamping bisa dimanfaatkan sebagai obat, tanaman tersebut juga berfungsi sebagai penaung/pelindung ditebang sebagai dan kayu kayunya bisa
semambau, terong bulat hijau, pinang, nangka, kapok, jeruk purut, cambai, puar penangau, puar kilat, sitawar, legundi dan lengkonai merupakan jenis tumbuhan yang daunnya dimanfaatkan sebagai pengendali hama. Kayu tegoh, kemiri, kosoa, medang
pertukangan,
915
keladi dan poka buang merupakan jenis tumbuhan dimanfaatkan Adapun yang sebagai kulit batangnya hama. buahnya
menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung racun yang dapat
pengendali yang
mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya [7]. Umbi gadung biasa dimanfaatkan sebagai
tumbuhan
dimanfaatkan sebagai pengendali hama yaitu nangka, sipei, jengkol, kemiri dan kepahiang. Batang yang dimanfaatkan sebagai
pembasmi hama tanaman padi. Sementara itu brotowali selama ini hanya lebih dikenal sebagai tanaman obat. Masyarakat
pengendali hama yaitu brotowali, cambai dan semambau. Kulit buah yang dimanfaatkan sebagi pengendali hama yaitu kabau dan durian. Adapun jenis tumbuhan yang bagian umbi dan akarnya dimanfaatkan sebagai pengendali hama yaitu masing-masing
menggunakan umbi gadung untuk mengobati kusta, borok, kencing manis, penurun panas, anti reumatik, nyeri pengencer haid, dan dahak, racun
menghilangkan
binatang, sedangkan getahnya digunakan untuk mengobati gigitan ular serta sisa pengolahan tepungnya digunakan sebagai insektisida [8, 9]. Sifat racun umbi gadung disebabkan oleh kandungan dioskorin, dan rasanya yang menggigit disebabkan oleh kandungan taninnya [10]. Adapun
gadung dan jejer. Tabel 3 Rekapitulasi jumlah jenis tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati berdasarkan bagian yang digunakan
No 1 2 3 4 5 6 7 Bagian yang digunakan Daun Kulit batang Buah Batang Kulit buah Umbi Akar Jumlah jenis 12 5 5 3 2 1 1
berdasarkan manfaat jenis tumbuhan yang ditemukan, terdapat 4 jenis kegunaan sebagai agen pengendali hama yaitu sebagai racun ikan, pengusir hama (seperti nyamuk,
Pada kenyataannya, 2 jenis tumbuhan etnobotani hasil inventarisasi pada penelitian ini sudah umum diketahui sifat dan
penghisap padi, kutu, babi, wereng dan kepinding), racun tikus dan pembunuh nematoda sebagaimana yang tersaji pada Tabel 4. Semua jenis tumbuhan yang ditemukan terdapat beberapa jenis tumbuhan yang mempunyai manfaat dalam
kemampuannya dalam mengendalikan hama yaitu tubo umbi/gadung (Dioscorea sp.) dan brotowali (Tinospora crispa). Gadung
merupakan salah satu jenis tanaman yang cukup populer di masyarakat. Tanaman ini tidak hanya dikenal sebagai penghasil
mengendalikan beberapa jenis hama, seperti gadung, kemiri, nangka dan kepahiang. Gadung dapat dimanfaatkan sebagai pengusir ulat dan racun ikan. Kemiri bisa
kudapan
dan
obat.
Gadung
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010
dimanfaatkan buahnya sebagai racun babi, sedangkan kulit batangnya digunakan untuk mengusir nyamuk. Adapun buah nangka digunakan untuk mengusir babi sedangkan daunnya sebagai pembunuh nematoda. Buah kepahiang yang dikenal pahit dapat
wawancara menunjukkan bahwa memang tumbuhan tersebut cukup efektif dalam mengendalikan hama sasaran dan tidak mempunyai efek seperti timbulnya resistensi hama, ledakan hama dan tidak mencemari lingkungan. Tumbuhan yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat tersebut memang
dimanfaatkan sebagai racun tikus dan racun ikan. Tabel 4 Rekapitulasi jumlah jenis tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati berdasarkan kegunaannya dalam mengendalikan hama
No 1 2 3 4 Manfaat tumbuhan Pengusir hama Racun ikan Pengusir tikus Pembunuh nematoda Jumlah jenis 17 5 2 1
mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan dalam skala luas dalam pengendalian hama. Secara umum 25 jenis tumbuhan tersebut bisa didapatkan dimanamana dalam keadaan berlimpah. Disamping itu masyarakat bisa dengan mudah
membudidayakannya sehingga tidak harus mengambil ke dalam kawasan hutan tetapi cukup dengan menanam di sekitar
Tumbuhan yang digunakan sebagai pengusir hama yaitu brotowali, cambia, kayu tegoh, kemiri, kosoa, medang keladi,
nangka, pinang, sipei, puar penangau, kabau, gadung, puar kilat, sitawar, legundi,
pemanfaatannya juga relatif mudah, murah dan praktis. Cara pemanfaatan bagian
lengkonai dan durian. Adapun tumbuhan yang digunakan sebagai racun ikan yaitu kepahiang, semambau, jejer dan poka buang. Sedangkan tanaman jengkol dan brotowali biasa dimanfaatkan untuk mengusir tikus yang menyerang tanaman padi. Nangka merupakan satu-satunya jenis tanaman yang dimanfaatkan sebagai pembunuh nematoda. Masyarakat yang bermukim di sekitar hutan sudah terbiasa memanfaatkan
tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati dengan cara yang berbeda-beda
tergantung bagian tumbuhan yang digunakan dan jenis hama sasaran, yaitu dengan cara mengekstrak bagian tumbuhan (daun, batang atau bagian yang lainnya), membakar,
menumbuk/menghaluskan, serta merendam buah kemudian meletakkannya di sekitar tanaman yang diserang hama.
tumbuhan yang terdapat di dalam kawasan hutan untuk mengendalikan hama. Hasil
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010
917
B. Uji Bioaktivitas Ekstrak Tanaman terhadap Serangga Hama S. litura Terdapat 3 jenis tumbuhan hasil
Ekstrak daun puar kilat mempunyai aktivitas insektisida kuat dengan persentase mortalitas sebesar 98%. Ekstrak daun sitawar sedang
inventarisasi yang digunakan sebagai bahan ekstrak yang diujikan terhadap serangga hama S. litura. Ketiga jenis tumbuhan tersebut adalah sitawar, puar kilat dan legundi. Tumbuhan tersebut tidak hanya bisa didapatkan di sekitar kawasan hutan tetapi bisa dibudidayakan dengan mudah oleh masyarakat di sekitar rumah mereka.
mempunyai
aktivitas
insektisida
dengan persentase mortalitas sebesar 46%, sedangkan ekstrak daun legundi mempunyai aktivitas insektisida terendah yaitu agak lemah dengan persentase mortalitas sebesar 32%. Tabel 5 Rata-rata mortalitas larva S. litura pada ekstrak No Jenis Ekstrak 1 2 3 4 Puar kilat Sitawar Legundi Kontrol Persentase Mortalitas (%) 98 a 46 b 32 b 8 c berbagai perlakuan jenis
Berdasarkan uji skala in vitro menunjukkan bahwa ekstrak daun tiga jenis tanaman tersebut memberikan pengaruh yang
menghambat perkembangan hama. Ekstrak daun puar kilat, sitawar dan legundi umumnya mengakibatkan pada hari mortalitas pertama larva setelah
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan = 5%
perlakuan dan tertinggi pada hari kedua setelah perlakuan. Gejala kematian larva untuk semua jenis perlakuan ekstrak adalah diawali dengan lemasnya larva/tidak aktif bergerak dan tidak makan kemudian lama kelamaan larva mengalami kelumpuhan
Tiga jenis ekstrak tanaman tidak hanya memberikan serangga uji efek tetapi mortalitas juga terhadap
menghambat
perkembangannya. Ekstrak daun puar kilat paling kuat dalam menghambat terbentuknya pupa tetapi tidak mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan larva
hingga kematian. Tubuh larva yang mati berwarna kehitaman dan lama kelamaan lunak. Ekstrak daun puar kilat memiliki efek mematikan paling kuat dibandingkan dengan ekstrak daun sitawar dan legundi
menjadi pupa (Tabel 6). Sedangkan ekstrak daun legundi mempunyai efek yang kurang kuat dibandingkan dengan dua jenis ekstrak yang lainnya, dimana persentase
Seperti halnya terhadap pembentukan pupa, ekstrak daun puar kilat juga
didapatkan imago sama sekali. Ekstrak daun legundi juga mempunyai pengaruh paling lemah dalam menghambat pembentukan imago, dimana persentase pembentukan
mempunyai pengaruh paling kuat dalam menghambat pembentukan imago, dimana dari 20% pupa yang berhasil terbentuk tidak
Tabel 6 Rata-rata persentase keberhasilan pembentukan pupa dan imago S. litura pada berbagai perlakuan jenis ekstrak No Jenis Ekstrak 1 2 3 4 Puar kilat Sitawar Legundi Kontrol Pembentukan pupa Waktu Persentase kan (%) 8 20 a 12 9 5 55,57 ab 68 100 ab b Pembentukan Imago pembentu- Waktu Persentase pembentukan (%) * 0 a 7 11 5 33,33 ab 86,83 bc 100 c
Keterangan : - Angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan = 5% - * = Tidak terbentuk imago Berdasarkan uraian sebelumnya Ketiga jenis ekstrak tanaman tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam skala luas sebagai pestisida nabati, karena keberadaannya terdapat dimana-
menunjukkan bahwa ekstrak daun puar kilat mempunyai efek paling kuat dalam
menyebabkan mortalitas dan menghambat perkembangan serangga S. litura. Sedangkan ekstrak daun legundi menunjukkan efek paling lemah dalam menyebabkan mortalitas dan penghambat perkembangan serangga. Hal ini kemungkinan menunjukkan bahwa ekstrak daun puar kilat mengandung senyawa kimia yang diduga Sedangkan memiliki lemahnya efek efek
mana, bisa ditemukan dalam jumlah banyak, pengolahannya sangat mudah dan ekonomis, serta pemanfaatannya untuk pengendalian hama sangat efektif dan efisien (skala in vitro). Pemanfaatan ekstrak tersebut dalam pengendalian hama baik hama yang
menyerang tanaman pertanian, perkebunan maupun kehutanan mempunyai prospek yang cukup menjanjikan dan merupakan alternatif pengendalian yang ramah lingkungan dan salah satu komponen pendukung
insektisidal.
insektisidal pada perlakuan daun legundi kemungkinan disebabkan kadar ekstraknya sangat rendah sehingga kurang mematikan atau karena tidak/sedikit mengandung
919
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi tumbuhan yang terdapat di sekitar dan dalam kawasan hutan primer di Kabupaten Rejang Lebong, terdapat 25 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati. Terdapat 3 jenis tumbuhan dari 25 jenis tumbuhan yang ditemukan, dilakukan ekstraksi dan uji bioaktivitas, yaitu sitawar (Costus speciosus), puar kilat (Globba sp.) dan legundi (Vitex trifolia). Ekstrak daun puar kilat mempunyai efek insektisidal paling kuat sedangkan ekstrak daun legundi
mempunyai efek insektisidal paling lemah dalam menyebabkan mortalitas dan hama
perkembangan
Perlu dilakukan pengujian secara in vivo untuk mengetahui keefektifan dan keefisienan pemanfaatan ekstrak daun puar kilat dalam mengendalikan hama sasaran.
DAFTAR PUSTAKA Whitten T., S.J. Damanik, J. Anwar, N. Hisyam, 1997. The Ecology of Sumatra. Periplus Editions (HK) Ltd. Singapore. Santoso, U. 2008. Keanekaragaman Hayati di Provinsi Bengkulu. www.uripsantoso.wordpress.com. 27 Juli 2010. Asmaliyah dan S. Utami. 2006. Teknik Pengendalian Hama pada Hutan Tanaman. Laporan Hasil Penelitian
920
Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Abdurachman dan A. Saridan. 2008. Potensi Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm. Binn) di Hutan Alam Labanan, Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Bersama Hasil Penelitian Balai Litbang Kehutanan Kalimantan, Balai Litbang Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur dan Loka Litbang Satwa Primata. Samarinda 12 April 2006. Prijono, D. 1998. Insectisidal activity of Meliaceous seed extracts against Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera : Pyralidae). Bul HPT 10 : 1-7. Dadang. 1999. Insect Regulatory Activity and Active Substances of Indonesian Plants Particularly to the Diamondback Moth. Dissertation. Tokyo University of Agriculture. Tokyo. PROSEA. 2002. Plant Resources of SouthEast Asia 12 : Medicinal and Poisonous Plants 2. PROSEA. Bogor. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Yayasan Sarana Warna Jaya. Jakarta. Patcharaporn, V., W. Ding, X. Cen, 2010. Insecticidal Activity of Five Chinese Medicinal Plants against Plutella xylostella L. Larvae. Journal of AsiaPacific Entomology. Santi, SR. 2010. Senyawa Aktif Antimakan dari Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst).