Anda di halaman 1dari 7

BAB PEMBAHASAN A.

Pengertian Filsafat Pendidikan

II

Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. B. Filsafat Pendidikan Sebagai Sistem Filsafat ditandai dengan pemunculan atau lahirnya teori-teori atau sistem pemikiran yang dihasilkan oleh para pemikir atau filusuf besar seperti socrates, plato, aristoteles, Thomas Aquinas, Spinoza, Hegel, Karlmax, August Comte ( Surajiyo, 2008, 5 ). Filsafat pendidikan sebagai mana cabang filsafat cabang lainnya mencakup sekurang-kurangnya tiga cabang utama dari filsafat yakni, ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi berasal dari kata Yunani onta yang berarti sesuatu yang sungguh-sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya, dan logos yang berarti teori atau ilmu. Ontologi mempelajari keberadaaan dalam bentuknya yang paling abstrak (surajiyo, 2008, 158). Dapat dikatakan bahwa ontologi membicarakan tatanan dan struktur kenyataan dalam arti yang luas. Atas dasar pengertian dari ontologi tersebut, maka pandangan ontologi dari pendidikan adalah manusia, mahluk mulia, potensi, interaksi, budaya dan lingkungan. Manusia memiliki susunan hakikat pribadi yang monoplurali, yakni bertubuhjiwa, bersifat individu-mahluk sosial, berkedudukan sebagai pribadi berdiri sendiri-mahluk Tuhan yang menimbulkan kebutuhan kejiwaan dan religius, yang seharusnya secara bersamasama dipelihara dengan baik dalam kesatuan yang seimbang, harmonis, dan dinamis. Sebagai ciptaan Tuhan manusia adalah mahluk mulia, ciptaan Tuhan yang Maha Mulia, memiliki kemampuan untuk menjadi mulia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Kemampuan

spiritual yang dianugerahi pada manusia dipelihara dan dibina supaya berkembang dengan baik menguasai dan mengendalikan hidupnya sebagai pribadi yang berdiri sendiri, berdedikasai, berwatak atau karakter cerdas. Epistemologi menyelidiki secara kritis hakikat, landasan, batsbatas dan patokan kesahihan pengetahuan. Epistemologi pendidikan dimaksudkan mencari sumbr-sumber pengetahuan dan kebenaran dalam pelaksanaan pendidikan. Sumber tersebut dapat digolongkan kedalam dua aliran, yakni empirisme dan rasionalisme. Pengetahuan dan kebenaran yang bersumber dari empirisme dapat diperoleh dari praktek pelaksanaan pendidikan yang sudah berlangsung selama ini. Kenyataan prakterk elaksanaan pendidikan menimbulkan berbagai isu kritis yang masih dipertanyakan atau diperdebatkan dan diseminarkan untuk mencari solusi yang tepat dan benar dalam realitas hidup dan kehidupan manusia dan masyarakat saat ini ditemukan banyak ketimpangan dan ketidaksesuaian dengan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk mulia, jauh dari karakteter cerdas. Pengetahuan dan kebenaran yang bersumber dari rasionalisme adalah hasil perenungan dan pengkajian yang mendalam dari tokohtokoh pendidikan, seperti Ki haji Dewantoro, Moh. Syafei dan tokoh pendidikan lainnya. Ki Hajar Dewantara, mengemukakan dalam praktek pelaksanaan pendidikan harus lebih mengutamakn pendidikan budi pekerti, pikiran dan tubuh anak. Perlu dilakukan pengkajian terhadap pelaksanaan pendidikan yang telah berlangsung agar totalitas kehidupan manusia sebagai mahkluk mulia dapat berkembang dengan baik. Pengembangan karakter mendapat perhatian, terlalu menekankan pada kecerdasan intelektual dan psikomotor. Landasan aksiologis dalam praktek pelaksanaan pendidikan didasarkan pada nilai-nilai dasar Undang-Undang dasar 1945 dan Undang-undang pendidikan. Pembukaaan Undang-Undan 1945 menekankan bahwa pendidikan dimaksudkan untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa. Ehidupan bangsa mencakup seluruh bangsa; warga Negara tua-muda, kaya-miskin, di kota-di desa, tanpa memandang latar belakang dan cerdas dalam hidup dan kehidupan, kognitif, psikomotor dan afektif, totalitas dan integratif. Praktek pelaksanaan pendidikan harus berlandaskan nilai dan budaya, jangan mengarah pada terbentuknya pengelompokan dalam praktek hidup dan kehidupan masyarakat. Filsafat pendidikan terwujud dengan menarik garis linear antara filsafat dan pendidikan. Dalam hal ini filsafat seolah-olah dijabarkan secara langsung ke dalam pendidikan dengan maksud untuk menhasilkan konsep pendidikan yang berasal darisatu cababang atau aliran filsafat, misalnya dengan idealisme. Bila konsep dasar tentang kenyataan yang pada hakikatnya, menurut idealism, adalah sama dengan hl-hal yang bersifat kerohanian ataupun yang lain yang sejenis

dengan itu, maka tujuan dari pendidikan itu adalah mengutamakan perkembangan aspek-aspek spiritual dan kerohanian pada peserta didik. Selain pendekatan linier, filsafat pendidikan dapat disusun dengan berpangkal kepada pendekatan tertentu dari pada pendidikan itu sendiri. Misalnya berdasarkan suatu defenisi, pendidikan yakni, pendidikan merupakan pemberdayaan (emprowerment) sumber daya manusia. Maka pendidikan adalah memeberikan kebebasan kepada seseorang untuk mengembangkan diriya sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki. Kekakuan harus ditembus dengan memberikan kebebaan kepada peserta didik, namun kebebasan dimaksud bukan tanpa batas, akan tetapi kebebasan yang bertanggung jawab. Konsep ini memunculkan pandangan bahwa membangun pengetahuan dan pengalaman pada diri seseorang adalah orng itu sendiri, dengan demikian timbullah teori yang memberi kesempatan pada seseorang untuk membangun pengetahuan dan pengalamannya sendiri. Pedekatan lain yang akan dikembangkan adalah ketika pendidikan itu menghadapi masalah atau keadaaan yang tidak seperti yang diharapkan, pasti memerlukan jawaban yang tidak sematta-mata berada dalam ruang lingkup pendidikan. Misalnya tentang manusia seutuhnya, untuk memperjelas konsep ini memerlukan penjelasan dari filsafat. Bila hal ini akan dijawab dengan ilmu pengetahuan yang lain, jawaban itu tidak dapat seketika secara spekulatif seperti hal nya dalam filsafat. Kemungkinan-kemungkinan tersebut dengan mengingat tujuan pendidikan bila dikembangkan secara proporsionaL akan sangat memadai dalam mengsi fundasifundasi ilmu pendidikan, sebagai bagian utama dalam ilmu pendidikan umumnya C. Substansi Filsafat Pendidikan Kedudukan filsafat pendidikan dalam jajaran ilmu pendidikan dalah sebagai bagian dari fundasi-fundasi pendidikan. Berarti bahwa filsafat pendidikan di indonesia teraktualisasi dengan berdasar pada praksis dan praktik. Praksis sebagai acuan yang didasarkan pada landasan yang tersusun dalam bentuk kebijakan daam pelaksanaan pendidikan. Hal ini sekaligus sebagai acuan yang harus dipedomani dalam praktek pelaksanaan pendidikan. Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945 dan Undang-Undang pendidikan merupakan dasr atau landasan terhadap pelaksanaan pendidikan. Hal ini menjadikan pancasila, atau khususnya filsafat Pancasila mempunyai kedudukan sentral dalam wawasan kependidikan, dan nilai-nilai serta norma-norma Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945 itu melingkupi pendidikan secara keseluruhan, baik itu mengenai teori maupun mengenai praktek. Sudah barang tentu hal ini juga berarti bila dilakukan pendekatan liniar dapatlah tersusun filsafat Pendidikan Pancasila. Semua konsep pendidikan di indonesia berorientasi pada wawasan ini. Dengan berpijak pada pandangan tentang kedudukan filsafat dan filsafat pendidikan Pancasila sebagai filsafat terbuka, maka sikap konvergensi atau ekletik inkorparatif terhadap filsafat atau filsafat pendidikan yang berasal dari luar perlu dikembangkan. Berhubung dengan itu upaya mempelajari filsafat dan filsafat pendidikan dari luar pada hakikatnya adalah upaya untuk memperkaya dan memperkuat filsafat pendidikan pancasila. Bila telah sampai pada tingkat ini substansi dari pada filsafat pendidikan telah berada pada peringkat lanjut. Roh dan jiwa undang-undang dasar 1945 harus mendasari landasan praksis dan praktik pendidikan. Dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 telah jelas nyata arah dan tujuan pendidikan yakni: untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Harapan ini didukung oleh batang tubuh dan pasal-pasal undang-undang dasar 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah akan melaksanakan pendidikan bermutu bagi setiap warga Negara, dan setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan minimal sampai pada tingkat pendidikan dasar. Untuk menjamin terlaksananya roh dan jiwa undang-undang dasar 1945, maka dibuatlah undangundang pendidikan sebagai pedoman dalam praksis dan praktek pelaksanaan pendidikan. Tujuan pendidikan semakin dipertegas dan diperjelas oleh substansi dan arahnya yakni menjadikan manusia yang cerdas, berbudi luhur, berahklak mulia, dan lainnya. Hal ini member penekan pada kebermaknaan manusia sebagai manusia mulia sebagai ciptaan Tuhan yang maha mulia. Pada hakikatnya manusia itu adalah mulia, karena yang menciptakan adalah Tuhan Allah yang maha mulia. Seharusnya substansi filsafat pendidikan dan pendidikan adalah pengkajian dan pelaksanaan bagaimana usaha yang dapat mengembangkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang mulia agar hidup berbudi luhur dan berakhlak mulia serta cerdas. Dalam praksis dan praktek pelaksanaan pendidikan perlu pengkajian secara luas dan mendalam agar fokus pelaksanaan pendidikan betul-betul diarahkan dan dinuansai oleh nilai-nilai pancasila dan undang-undang dasar 1945. Dengan memperhatikan kedudukan filsafat pendidikan secara fungsional terhadap keadaan atau perubahan serta perkembangan zaman dan alam, maka tidak jarang filsafat pendidikan merupakan tumpuan atas berbagai pertanyaan yang bersifat makro. Misalnya, bagaimanakah seyogianya pendidikan itu mengembangkan konsep terhadap pengaruh yang bertubi-tubi yang berasal dari ilmu pengetahuan, teknologi, dan industrialisasi.

Kesemuanya ini mempunyai nilai-nilai yang otonom sifatnya, yang berpengaruh terus-menerus terhadap pendidikan. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa jawaban yang datang dari filsafat pendidikan bukanlah satu, melainkan tercermin dalam berbagai aliran. Oleh sebab itu pemahaman tentang aliran-aliran filsafat pendidikan perlu diperhatikan.

Nuansa serta tekanan permasalahan dari waktu ke waktu dapat berbeda, sehingga perlu mendapatkan perhatikan khusus dalam telaah pendidikan serta filsafat pendidikan. Kalau dewasa ini persoalan yang selalu nampak adalah berkaitan dengan karakter atau perilaku manusia yang sudah tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Mulia, misalnya maka telah sewajarnya bila studi tentang filsafat pendidikan dan praksis serta praktek pendidikan memperhatikan substansi dan praktek pelaksanaan pendidikan. Jadi, dalam hal ini telah sewajarnya filsafat pendidikan, praksis pendidikan, dan praktek pendidikan mengangkat topic tersebut sebagai substansi dan meteri kajiannya. D. HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN FILSAFAT PENDIDIKAN Sudah merupakan pandangan atau pemahaman umum bahwa filsafat yang dijadikan pandangan hidup oleh seseorang atau suatu masyaratkat bahkan suatu bangsa merupakan asas atau pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan orang ataumasyarakat tersebut ataupun bangsa itu sendiri, termasuk didalamnya bidang pendidikan. Segala usaha atau aktifitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan dilaksanakan dengan mempedomani filsafat yang dianutnya. Filsafat sebagai pandangan hidup berisi nilai-nilai dan kenenaran yang dijunjung tinggi oleh penganutnya sekaligus merupakan asa pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan manusia, masyarakat atau bangsa. Pendidkan sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan mewariskan system-sistem norma tingkah laku perbuatan yang didasarkan pada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan (termasukguru didalamnya) dalam suatu masyarakat. Untuk menjamin agar pelaksanaan pendidikan efektif, maka dibutuhkan landasan-landasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan. Menurut John Dewey, filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Dalam kaitan filsafat dengan filsafat pendidikan, Hasan Langgulung (dalam Jalaluddin, 1997, 22) berpendapat bahwa filsafat pendidikan adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam pengalaman manusia yang disebutkan

pendidikan. Filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat penting, sebab menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu system pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran dan hasil pengkajian secara teratur dan mendalam yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa terdapat kesatuan yang utuh antara filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman manusia atau pendidikan. Filsafat menemukan ide-ide, nilai-nilai, dan cita-cita yang lebih baik dan pendidikan merupakan kegiatan untuk merealisasikan ide-ide menjadi kenyataan berupa tingkah laku, perbuatan, bahkan membina kepribadian manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pendidikan sebagai wadah pembinaan manusia yang telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan, dan aktivitas pendidikan, sehingga filsafat pendidikan merupakan jiwa dan pedoman dasar pendidikan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan adalah : 1. Filsafat dalam arti filosofis merupakan satu cara pendekatan yang dipakan dalam memcahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli. 2. Filsafat berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kebutuhan yang nyata. 3. Filsafat dalam hal ini fillsafat pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk arah dalam mengembangkan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan (Jalaluddin, 1997, 23). Dapat disimpulkan bahwa antara filsafat pendidikandan pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu system pendidikan, karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya system pendidikan. Filsafat pendidikan sudah seharusnya dipelajari dan didalami oleh setiap orang yang memperdalam ilmu pendidikan, terlebih mereka yang memilih profesi sebagai tenaga pendidik. Ada beberapa alasan yang mendasarnya, antara lain:

1. Adanya problema-problema pendidikan dari zaman ke zaman yang menjadi perhatian para ahli masing-masing. Pendidikan adalah usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin masyarakat dan bangsa. Banyak tulisan yang dihasilkan oleh ahli pikir, dan tidak jarang gagasan ahli yang satu mempengaruhi gagasan ahli-ahli yang lain. Corak gagasan yang berlandaskan filsafat sering timbul dari ahli-ahli pikir ini. Hal ini masuk dalam lapangan filsafat pendidikan. 2. Dapatlah diperkirakan bahwa bagi barang siapa yang mempelajari filsafat pendidikan dapat mempunyai pandangan-pandangan yang jangkauannya melampaui hal-hal yang diketemukan secara eksperimental dan empiric. Maka dari itu filsafat pendidikan dapat diharapkan merupakan bekal untuk meninjau pendidikan beserta masalah-masalahnya secara kritis.

3. Dapat terpenuhi tuntutan intelektual dan akademik dengan landasan asas bahwa berfilsafat adalah berpikir logis yang runtut teratur dan kritis, maka berfilsafat pendidikan mempunyai kemampuan semacam itu. Oleh karena itu, diharapkan dapat mempunyai pengaruh terhadap terbentuknya pribadi pendidik yang baik. Maka mempelajari filsafat pendidikanitu mengandung optimis dan menggembirakan.

Anda mungkin juga menyukai