Anda di halaman 1dari 18

Muhammad Khayam, Direktorat Industri Kimia Dasar Kementerian Perindustrian, 2012

I.


II.

Reindustrialisasi Kimia Nasional

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Agenda Prioritas Reindustrialisasi

Outlook Ekonomi Indonesia Data Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Potensi/Kekuatan Utama Reindustrilasi Rantai Nilai keterkaitan industri kimia terhadap industri strategis lainnya Pengembangan Klaster Industri Penyusunan RUU Bahan Kimia Pembangunan Pabrik Propellant Pendirian Otoritas Nasional Senjata Kimia Optimalisasi Pilot Plant Industri Kimia Huge Project Involvement (Tangguh dan Refinery Project)

III.

Rekomendasi

Indonesia merupakan salah satu kekuatan ekonomi dunia yang disegani, dimana Indonesia telah masuk dalam Kelompok Istimewa
APEC : Asian Pasific Econ. Coop. menguasai 56% Perekonomian Dunia BRICI : Brasil, Russia, India, China, Indonesia High Growth and Potential Market MIST : Mexico, Indonesia, South Korea, Turkey New Economic Emerging Countries

Pertimbangan masuknya indonesia dalam kelompok Istimewa adalah


Jumlah Penduduk yang tinggi dan Sumber daya alam yang melimpah Kinerja ekspor yang stabil dan cenderung meningkat Stabilitas ekonomi, sosial budaya dan modal negara demokrasi Pola konsumsi nasional yang dinamis dan tumbuh pesar

Namun demikian, kinerja ekspor nasional didominasi oleh bahan mentah (CPO, batubara, karet remah, migas, dsb) nilai tambah dinikmati oleh negara lain perlu peningkatan peran Industri sebagai sektor ekonomi produktif Sektor Industri sudah berperan serta sejak periode Repelita Perlu Reindustrialisasi untuk Rejuvinasi dan Reorientasi Program Tujuan utama adalah peningkatan nilai tambah produk primer menjadi aneka produk industri, khususnya Produk Industri Kimia Reindustrialisasi Kimia Nasional
3

Outlook Ekonomi Indonesia


Kekuatan Ekonomi Indonesia dapat terlihat dari beberapa Indikator Ekonomi sebagai berikut: Item Pertumbuhan PDB Populasi
(Sensus 2010)

Unit %
Juta USD/person

2010 6.10 237.60 3,004.90 125.18 6.96 9,085.00

2011 6.50* 241.20 3,318.00 131.81* 5.30* 9,250.00*

2012 (Est.) 6.70** 244.70 3,674.00 138.80** 5.30** 8,800.00**

Pendapatan perkapita Indeks Harga Konsumen Laju inflasi Nilai Tukar

% %
Rupiah/USD

Note: * Based on published 2011 Indonesia national income & expenditure budget ** Based on published 2012 Government of Indonesias macroeconomic framework & main fiscal policy *** YTD Aug 2011
4

LAPANGAN USAHA 1). Makanan, Minuman dan Tembakau 2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 4). Kertas dan Barang cetakan 5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 6). Semen & Brg. Galian bukan logam 7). Logam Dasar Besi & Baja 8). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 9). Barang lainnya Industri Non Migas

2005 2,75 1,31 -0,92 2,39 8,77 3,81 -3,70 12,38 2,61 5,86

2006 7,21 1,23 -0,66 2,09 4,48 0,53 4,73 7,55 3,62 5,27

2007 5,05 -3,68 -1,74 5,79 5,69 3,40 1,69 9,73 -2,82 5,15

2008 2,34 -3,64 3,45 -1,48 4,46 -1,49 -2,05 9,79 -0,96 4,05

2009 11,22 0,60 -1,38 6,34 1,64 -0,51 -4,26 -2,87 3,19 2,56

2010 2,78 1,77 -3,47 1,67 4,70 2,18 2,38 10,38 3,00 5,12

2011 9,19 7,52 0,35 1,50 3,95 7,19 13,06 7,00 1,82 6,83

Potensi/Kekuatan Utama Reindustrialisasi Nasional

Potensi Ketersediaan Bahan Baku: Indonesia dianugerahi kekayaan sumber bahan baku antara lain Bahan Baku industri Petrokimia, Oleokimia, Fine Chemical, coal-based industry, dan biomass-based industry sbb:

Cadangan total Minyak Bumi: 7.998,49 MMSTB Cadangan total Gas Bumi: 159, 63 TSCF Cadangan total Batubara : 104,8 Milyar Ton Produsen minyak sawit (CPO dan CPKO) terbesar di dunia: pada tahun 2011 mencapai 25,4 juta ton (lebih dari 75% masih diekspor mentah) Produsen biomassa (hasil samping) pertanian terbesar di dunia dengan potensi biomassa utama: sekam padi 20 Juta Ton, janggel jagung 15 Juta Ton dan Tandan Kosong sawit sebesar 15 Juta Ton.

Potensi pasar: pasar produk petrokimia cukup besar (penduduk Indonesia sekitar 237 juta jiwa dengan tingkat konsumsi plastik perkapita masih 9,5 kg). Potensi hilirisasi: Industri pengguna bahan baku kimia (tekstil, plastik kemasan, otomotif) untuk menghasilkan aneka industri diperkirakan tumbuh signifikan sesuai dengan pertumbuhan tingkat kesejahteraan masyarakat.
6

Industri plastik dan kemasan Industri serat sintetik

Industri Pangan Industri Sandang Industri Bahan Bangunan Industri Alat Transportasi Industri Pertambangan Industri Telekomunikasi Industri Farmasi

MIGAS BATUBARA CPO BIOMASA

Industri Kimia/petrokimia
BASIS METANA (C1) BASIS OLEFIN

Industri Bahan Peledak Industri bahan pembersih, pelarut Industri pupuk

BASIS AROMATIK

Industri cat dan pewarna lainnya Industri Bahan Bakar Alternatif Industri Bahan Perekat Industri pelumas dan zat aditif

Industri UKM Industri HANKAM

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pengembangan Klaster Industri Penyusunan RUU Bahan Kimia Pembangunan Pabrik Propellant Pendirian Otoritas Nasional Senjata Kimia Optimalisasi Pilot Plant Industri Kimia Huge Project Involvement (Tangguh dan Refinery Project)

1. Pengembangan Klaster Industri Petrokimia


Pengembangan Industri Petrokimia untuk mengagglomerasikan industri yang berada dalam rantai nilai yang sama dalam sebuah Klaster Industri Roadmap Pengembangan Klaster Industri Petrokimia telah disusun yaitu Peraturan Menteri Perindustrian No. 14Tahun 2010. Klaster Olefin: Cilegon Banten; Klaster Aromatik: Gresik Tuban Jawa Timur, Klaster Berbasis Gas Bumi: Bontang Kaltim dan Tangguh Papua Barat. Klaster Industri Petrokimia berbasis Batubara di Muara Enim Sumsel

2. Penyusunan RUU Bahan Kimia


Indonesia telah meratifikasi Konvensi internasional terkait bahan kimia antara lain Basel Convention, Stockholm Convention, Rotterdam Convention, Vienna Convention, Montreal Protocol, dll. Indonesia juga berpartisipasi pada implementasi peraturan internasional: RC (Responsible Care), GHS (Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemical), REACH (Registration, Evaluation, Authorisation and restriction of CHemicals) SAICM (Strategic Approach to International Chemicals Management). Saat ini di Indonesia telah banyak Peraturan tentang bahan kimia yang mengacu pada Konvensi dan Peraturan Internasional , namun belum ada Undang-Undang yang menjadi payung/integrator aturan tersebut. RUU Bahan Kimia diharapkan mampu menjadi Integrator peraturan yang akan mengharmonisasikan seluruh norma pengaturan bahan kimia diseluruh simpul daur hidup bahan kimia antara lain produksi, penyimpanan, penimbunan, transportasi, konsumsi, pencatatan, keselamatan, hingga penghancuran RUU Bahan Kimia ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional Periode Tahun 2009 2014 dan dalam waktu dekat akan dibahas bersama DPR RI
11

3. Pembangunan Pabrik Propellant


Industri Strategis Pendukung Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) diperlukan untuk memasok kebutuhan pertahanan dan menjaga kedaulatan NKRI, salah satunya propellant (bahan pendorong munisi/roket/peluncur satelit) Saat ini, Indonesia belum mempunyai pabrik propellant sehingga kebutuhan propellant untuk kepentingan TNI/Polri masih diimpor. Kerawanan Operasional TNI/Polri, mengurangi devisa negara, menghindari Embargo, dsb. Langkah Pemerintah saat ini Menyusun Kajian Teknis Awal (Studi Kelayakan dan DED) Pabrik Propellant Membentuk Tim Perencana dan Pelaksana proyek Lintas Instansi Beauty Contest calon Lisensor Teknologi Maksimasi Tingkat Komponen Dalam Negeri Profil Proyek: Kebutuhan dana: sekitar 1 Triliun Rupiah Pelaksana Proyek: BUMN Industri Strategis; Lokasi di Subang Jabar Jenis Propellant: Composite, Single base.
12

4. Pendirian Otoritas Nasional Senjata Kimia


Otoritas Nasional Senjata Kimia
Merupakan organisasi pelaksana yang mempunyai kewenangan menentukan kebijakan nasional berdasarkan UU No. 9 Tahun 2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia sebagai Bahan Kimia. bertugas sebagai koordinator dan penghubung Pemerintah Indonesia dengan OPCW (Organization for Prohibition of Chemical Weapon) dan/atau negara pihak lainnya. diketuai oleh Menteri Perindustrian dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. beranggotakan lintas instansi, antara lain Kemen. Pertahanan, Kemen. Luar Negeri, Kemen. Kesehatan, Kemen. Perdagangan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, LIPI, Badan POM, dsb

Otoritas Nasional Senjata Kimia membutuhkan peran serta insinyur kimia dalam membantu aspek teknis, operasional, dan advokasi, terkait dengan implementasi Konvensi Senjata Kimia (KSK) dan inspeksi fasilitas produksi bahan kimia daftar yang mempunyai potensi untuk disalahgunakan sebagai senjata kimia.
13

5. Optimalisasi Pilot Plant Industri Kimia


Kementerian perindustrian telah membangun beberapa pilot project rintisan pengembangan teknologi industri kimia. Beberapa pabrik rintisan tersebut antara lain Pabrik Biodiesel, Pabrik Bioethanol, Pabrik MES (Methyl Ester Sulfonat), Pabrik EBS (Ethylene Bis Stearamide), Pabrik GMO (Glycerol Mono Oleat), dsb. Namun demikian, terdapat berbagai hambatan yang menyebabkan operasional pabrik menjadi terkendala sehingga tidak dapat beroperasi. Tantangan yang dapat diambil oleh Insinyur Kimia Indonesia dalam hal ini adalah membantu Kementerian Perindustrian untuk menyusun business plan operasional pilot plant rintisan pabrik tersebut dan menjalankan pabrik secara komersial. Lokasi pabrik yang potensial untuk direvitalisasi adalah Aceh, Sumatera Utara (GMO), Lampung, Bangka Belitung, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara barat, Sumatera Selatan, dsb.
14

Urea Ammonia Ammonium Nitrat Acrylonitrile

Fertilizer Explosive Fiber

Natural Gas

Propylene Ethylene Methanol


Priority to be Developed Potential to be Developed

Polypropylene Polyethylene

Plastic Plastic Resin LPG Blending


15

Formaldehy de
Dimethyl Ether

The Development of Petrochemical Industrial Cluster in West Papua Is using Uncommited Gas Reserve from Tangguh Gas Field

PERAN CoE DALAM PERTUMBUHAN KLASTER

Secara alamiah, industri akan berkumpul untuk mendapatkan keuntungan dari sisi sisi tersebut. Di Indonesia, proses alamiah tersebut sering kali berjalan lambat. Sehingga pada saat ini masih dalam tahap potential maupun latent cluster. Di sisi lain persaingan industri di tingkat global berjalan sangat cepat. Diperlukan lembaga yang memerankan fungsi akselerasi agar faktor faktor penguat terbentuknya klaster tersebut tumbuh lebih cepat dan berfungsi dengan baik (Working Cluster) . CoE dapat memposisikan diri sebagai akselerator yang mempercepat pertumbuhan pada sisi infrastruktur, tenaga kerja, jasa penunjang serta mempercepat respon terhadap peluang dan ancaman. Hal ini akan membuat klaster industri di Indonesia menjadi Working Cluster

CENTRE OF EXCELENCE INDUSTRI PETROKIMIA

16

Di Indonesia, proses alamiah tersebut sering kali berjalan lambat. Sehingga pada saat ini masih dalam tahap potential maupun latent cluster. Di sisi lain persaingan industri di tingkat global berjalan sangat cepat. Diperlukan lembaga yang memerankan fungsi akselerasi agar faktor faktor penguat terbentuknya klaster tersebut tumbuh lebih cepat dan berfungsi dengan baik (Working Cluster) . CoE dapat memposisikan diri sebagai akselerator yang mempercepat pertumbuhan pada sisi infrastruktur, tenaga kerja, jasa penunjang serta mempercepat respon terhadap peluang dan ancaman. Hal ini akan membuat klaster industri di Indonesia menjadi Working Cluster

Pusat Layanan Teknologi Pusat Inkubasi Teknologi Pusat Pelatihan dan Pembinaan SDM Pusat Riset dan Pengembanga n Produk

CENTER OF EXCELLENCE

Lembaga Akreditasi dan Sertifikasi Pusat Informasi/ Crisis Centre

Anda mungkin juga menyukai