Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatanperbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Dengan demikian maka si pelaku disebut sebagai penjahat. Ada empat pendekatan yang pada dewasa ini masih ditempuh dalam menjelaskan latar belakang terjadinya kejahatan, adalah : 1. Pendekatan biogenik, yaitu suatu pendekatan yang mencoba menjelaskan sebab atau sumber kejahatan berdasarkan faktor-faktor dan proses biologis. 2. Pendekatan psikogenik, yang menekankan bahwa para pelanggar hukum memberi respons terhadap berbagai macam tekanan psikologis serta masalah-masalah kepribadian yang mendorong mereka untuk melakukan kejahatan. 3. Pendekatan sosiogenik, yang menjelaskan kejahatan dalam hubungannya dengan poses-proses dan struktur-struktur sosial yang ada dalam masyarakat atau yang secara khusus dikaitkan dengan unsur-unsur didalam sistem budaya. 4. Pendekatan tipologis, yang didasarkan pada penyusunan tipologi penjahat dalam hubungannya dengan peranan sosial pelanggar hukum, tingkat identifikasi dengan kejahatan, konsepsi diri, pola persekutuan dengan orang lain yang penjahat atau yang bukan penjahat, kesinambungan dan peningkatan kualitas kejahatan, cara melakukan dan hubungan prilaku dengan unsur-unsur kepribadian serta sejauh mana kejahatan merupakan bagian dari kehidupan seseorang. B. Tujuan Penulisan 1. Memenuhi tugas mata kuliah Peksos Koreksional

2. Mengenal dan memahami ciri-ciri, faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan 3. Mengetahui latar belakang terjadinya kejahatan, teori-teori tentang kejahatan, dan juga upaya untuk menanggulanginya 4. Meningkatkan pengetahuan tentang dampak yang ditimbulkan akibat adanya kejahatan

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Kejahatan Diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Menurut UU tersebut dan juga sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi kejahatan terhadap kemanusiaan ialah Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terdapat penduduk sipil. Selain itu ada juga beberapa definisi tentang kejahatan menurut para ahli, diantaranya : 1. Menurut B. Simandjuntak, kejahatan merupakan suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat. 2. Menurut Van Bammelen, kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut. 3. Menurut R. Soesilo, ia membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang- undang. Ditinjau dari segi

sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban. 4. Menurut J.M. Bemmelem, ia memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat, negara harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat. 5. Menurut M.A. Elliot, ia mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan seterusnya. 6. Menurut W.A. Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan. 7. Menurut Paul Moedikdo Moeliono, kejahatan adalah perbuatan pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan (negara bertindak). 8. Menurut J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro dalam bukunya Paradoks Dalam Kriminologi menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu. Walter C. Recless membedakan karir penjahat ke dalam penjahat biasa, penjahat berorganisasi dan penjahat profesional. Penjahat biasa adalah peringkat terendah dalam karir kriminil, mereka melakukan kejahatan konvensional mulai dari pencurian ringan sampai pencurian dengan kekerasan yang membutuhkan keterampilan terbatas, juga kurang mempunyai

organisasi. Penjahat terorganisasi umumnya mempunyai organisasi yang kuat dan dapat menghindari penyelidikan, serta mengkhususkan diri dalam bisnis ilegal berskala besar, Kekuatan, kekerasan, intimidasi dan pemerasan digunakan untuk memperoleh dan

mempertahankan pengendalian atas kegiatan ekonomi diluar hukum. Adapun penjahat professional lebih mempunyai kemahiran yang tinggi dan mampu menghasilkan kejahatan yang besar dan yang sulit diungkapkan oleh penegak hukum. Penjahat-penjahat jenis ini mengkhususkan diri dalam kejahatan-kejahatan yang lebih membutuhkan keterampilan daripada kekerasan. B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Beberapa aspek sosial yang oleh Kongres ke-8 PBB tahun 1990 di Havana, Cuba, diidentifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan (khususnya dalam masalah "urban crime"), antara lain: a. Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan (kebodohan), ketiadaan/kekurangan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta latihan yanag tidak cocok/serasi b. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan) karena 81 proses integrasi sosial, juga karena memburuknya ketimpangan-ketimpangan sosial c. Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga d. Keadaan-keadaan/ kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang yang beremigrasi ke kota-kota atau ke negara-negara lain e. Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian/kelemahan dibidang sosial, kesejahteraan clan lingkungan pekerjaan f. Menurun atau mundurnya (kualitas) lingkungan perkotaan yang mendorong peningkatan kejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas lingkungan/bertetangga

g. Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk berintegrasi sebagaimana mestinya didalam lingkungan masyarakatnya, keluarganya, tempat kerjanya atau lingkungan sekolahnya h. Penyalahgunaan alkohol, obat bius dan lain-lain yang pemakaiannya juga diperlukan karena faktor-faktor yang disebut diatas i. Meluasnya aktivitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian j. Dorongan-dorongan (khususnya oleh mass media) mengenai ide-ide dan sikap-sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak) atau sikap-sikap tidak toleransi. C. Tipe Kejahatan Marshall B. Clinard dan Richard Quinney memberikan 8 tipe kejahatan yang didasarkan pada 4 karakteristik, yaitu : 1. Karir penjahat dari si pelanggar hukum 2. Sejauh mana prilaku itu memperoleh dukungan kelompok 3. Hubungan timbal balik antara kejahatan pola-pola prilaku yang sah 4. Reaksi sosial terhadap kejahatan. Tipologi kejahatan yang mereka susun adalah sebagai berikut : 1. Kejahatan perorangan dengan kekerasan yang meliputi bentuk-bentuk perbuatan kriminil seperti pembunuhan dan perkosaan. Pelaku tidak menganggap dirinya sebagai penjahat dan seringkali belum pemah melakukan kejahatan tersebut sebelumnya, melainkan karena keadan-keadaan tertentu yang memaksa mereka melakukannya.

2. Kejahatan terhadap harta benda yang dilakukan sewaktu-waktu, termasuk kedalamnya antara lain pencurian kendaraan bermotor. Pelaku tidak selalu memandang dirinya sebagai penjahat dan mampu memberikan pembenaran atas perbuatannya. 3. Kejahatan yang dilakukan dalam pekerjaan dan kedudukan tertentu yang pada umumnya dilakukan oleh orang yang berkedudukan tinggi. Pelaku tidak memandang dirinya sebagai penjahat dan memberikan pembenaran bahwa kelakuannya merupakan bagian dari pekerjaan sehari-hari. 4. Kejahatan politik yang meliputi pengkhianatan spionase, sabotase, dan sebagainya. Pelaku melakukannya apabila mereka merasa perbuatan ilegai itu sangat penting dalam mencapai perubahan-perubahan yang diinginkan dalam masyarakat. 5. Kejahatan terhadap ketertiban umum. Pelanggar hukum memandang dirinya sebagai penjahat apabila mereka terus menerus ditetapkan oleh orang lain sebagai penjahat, misalnya pelacuran. Reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum ini bersifat informal dan terbatas. 6. Kejahatan konvensional yang meliputi antara lain perampokan dan bentuk-bentuk pencurian terutama dengan kekerasan dan pemberatan. Pelaku menggunakannya sebagai part timeCarreer dan seringkali untuk menambah penghasilan dari kejahatan. Perbuatan ini berkaitan dengan tujuan-tujuan sukses ekonomi, akan tetapi dalam hal ini terdapat reaksi dari masyarakat karena nilai pemilikan pribadi telah dilanggar. 7. Kejahatan terorganisasi yang dapat meliputi antara lain pemerasan, pelacuran, perjudian terorganisasi serta pengedaran narkotika dan sebaigainya. Pelaku yang berasal dari eselon bawah memandang dirinya sebagai penjahat dan terutama mempunyai hubungan dengan kelompok-kelompok penjahat, juga terasing dari masyarakat luas, sedangkan para eselon atasnya tidak berbeda dengan warga masyarakat lain dan bahkan seringkali bertempat tinggal dilingkungan-lingkungan pemukiman yang baik.

8. Kejahatan profesional yang dilakukan sebagai suatu cara hidup seseorang. Mereka memandang diri sendiri sebagai penjahat dan bergaul dengan penjahat-penjahat lain serta mempunyai status tinggi dalam dunia kejahatan. Mereka sering juga cenderung terasing dari masyarakat luas serta menempuh suatu karir penjahat. Reaksi masyarakat terhadap kejahatan ini tidak selalu keras. D. Tujuan Penghukuman Apabila berbicara mengenai penghukuman, maka pertanyaan yang kerapkali muncul adalah apakah tujuan hukuman itu dan siapakah yang berhak menjatuhkan hukuman. Pada umumnya telah disepakati bahwa yang berhak menghukum (hak puniendi) adalah di dalam tangan negara (pemerintah). Pemerintah dalam menjatuhkan hukuman selalu dihadapkan pada suatu paradoksalitas, yang oleh Hazewinkel-Suringa dilukiskan sebagai berikut : Pemerintah negara harus menjamin kemerdekaan individu, menjaga supaya pribadi manusia tidak disinggung dan tetap dihormati. Tapi kadang-kadang sebaliknya, pemerintah negara menjatuhkan hukuman, dan karena menjatuhkan hukuman itu maka pribadi manusia tersebut oleh pemerintah negara sendiri diserang, misalnya yang bersangkutan dipenjarakan. Jadi pada satu pihak pemerintah negara membela dan melindungi pribadi manusia terhadap serangan siapapun juga, sedangkan dipihak lain pemerintah negara menyerang pribadi manusia yang hendak dilindungi dan dibela itu. Orang berusaha untuk menunjukkan alasan apakah yang dapat dipakai untuk membenarkan penghukuman oleh karena menghukum itu dilakukan terhadap manusia-manusia yang juga mempunyai hak hidup, hak kemerdekaan bahkan mempunyai hak pembelaan dari negara itu juga yang menghukumnya. Maka oleh karena itu muncullah berbagai teori hukuman, yang pada garis besarnya dapat dibagai atas tiga golongan : a. teori absolut atau teori pembalasan b. teori relatif atau teori tujuan c. teori gabungan E. Teori-teori Kejahatan

1. Teori Belajar Sosial Teori Differential Association dari Sutherland, pada pokoknya, mengetengahkan suatu penjelasan sistematik mengenai penerimaan pola-pola kejahatan. Kejahatan dimengerti sebagai suatu perbuatan yang dapat dipelajari melalui interaksi pelaku dengan orang-orang lain dalam kelompok-kelompok pribadi yang intim. Proses belajar itu menyangkut teknik-teknik untuk melakukan kejahatan, motif-motif, dorongan-dorongan, sikap-sikap dan pembenaran-

pembenaran argumentasi yang mendukung dilakukannya kejahatan. 2. Teori Kontrol Sosial Teori Kontrol Sosial menyatakan bahwa ada suatu kekuatan pemaksa di dalam masyarakat bagi setiap warganya untuk menghindari niat melanggar hukum. Dalam kaitan ini ada beberapa konsep dasar dari Kontrol Sosial yang bersifat positif, yakni Attachment, Commitment, Involvement, dan Beliefs, yang diyakini merupakan mekanisme penghalang bagi seseorang yang berniat melakukan pelanggaran hukum. 3. Teori Label Munculnya teori Labeling menandai mulai digunakannya metode baru untuk mengukur atau menjelaskan adanya kejahatan yaitu melalui penelusuran kemungkinan dampak negatif dari adanya reaksi sosial yang berlebihan terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan. Konsep teori labeling menekankan pada dua hal, pertama, menjelaskan permasalahan mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu diberi label, dan kedua, pengaruh dari label tersebut sebagai suatu konsekuensi dari perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku kejahatan.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Kebijakan penaggulangan kejahatan atau yang biasa disebut dengan istilah politik kriminal' dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut G. Peter Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan : a. Penerapan hukum pidana (criminal law application) b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment) c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment/mass media) Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur 'penal' (hukum pidana) dan lewat jalur 'non penal' (bukan/diluar hukum pidana). Dalam pembagian GP. Hoefnagels tersebut diatas upaya-upaya yang disebut dalam (b) dan (c) dapat dimasukkan dalam kelompok upaya non penal. Secara kasar dapatlah dibedakan, bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat akan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan.

E-COMMERCE DALAM KEJAHATAN BISNIS BAGIAN I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan teknologi digital yang dipadu dengan telekomunikasi telah membawa komputer memasuki msa-masanya, teknologi PC atau Personal Computer mulai diperkenalkan sebagai alternatif pengganti mini computer. Dengan seperangkat komputer yang dapat ditaruh di meja kerja (desktop), seorang manajer atau teknisi dapat memperoleh data atau informasi yang telah diolah oleh komputer.Kegunaan komputer di perusahaan tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi, namun lebih jauh untuk mendukung terjadinya proses kerja yang lebih efektif.Pemakaian komputer di kalangan perusahaan semakin marak, terutama didukung dengan alam kompetisi yang telah berubah dari monompoli menjadi pasar bebas. Secara tidak langsung, perusahaan yang telah memanfaatkan teknologi komputer sangat efisien dan efektif dibandingkan perusahaan yang sebagian prosesnya masih dikelola secara manual. Pada era inilah komputer memasuki babak barunya, yaitu sebagai suatu fasilitas yang dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan, terutama yang bergerak di bidang pelayanan atau jasa. Tidak dapat disangkal lagi bahwa kepuasan pelanggan terletak pada kualitas pelayanan. Pada dasarnya, seorang pelanggan dalam memilih produk atau jasa yang dibutuhkannya, akan mencari perusahaan yang menjual produk atau jasa tersebut: cheaper (lebih murah), better (lebih baik), dan faster (lebih cepat). Di sinilah peranan sistem informasi sebagai komponen utama dalam memberikan keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh karena itu, kunci dari kinerja perusahaan adalah pada proses yang terjadi baik di dalam perusahaan (back office) maupun yang langsung bersinggungan dengan pelanggan (front office). Dengan memfokuskan diri pada penciptaan proses (business process) yang efisien, efektif, dan terkontrol dengan baiklah sebuah perusahaan akan memiliki kinerja yang handal. E-Commerce merupakan salah satu bentuk tranksaksi perdagangan paling banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi. Melalui transaksi perdagangan ini konsep pasar tradisional (penjual dan pembeli secara fisik bertemu) berubah menjadi sistem Telemarketing (jarak jauh menggunakan internet). E-Commerce pun telah mengubah cara konsumen dalam memperoleh produk yang diinginkan. Alasan ini didasarkan kepada suatu realitas bahwa transaksi e-commerce yang memanfaatkan media internet sifatnya tidak hanya sebatas lingkup lokal atau nasional tetapi berjalan tanpa batas, sehingga menimbulkan choice of law, choice of forum dan masalah yurisdiksi BAGIAN II PEMBAHASAN A. Pengertian e-commerce E-Commerce sebagai suatu jenis dari mekanisme bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet sebagai medium pertukaran barang atau jasa baik antara dua buah institusi maupun antar institusi dan konsumen langsung. Beberapa kalangan akademisi pun sepakat mendefinisikan E-Commerce sebagai salah satu cara memperbaiki kinerja dan mekanisme pertukaran barang, jasa, informasi, dan pengetahuan dengan memanfaatkan teknologi berbasis jaringan peralatan digital. Dengan menggunakan sistem komputer yang saling terhubung melalui jaringan telekomunikasi, transaksi bisnis dapat dilakukan secara otomatis dan dalam waktu yang singkat. Akibatnya

informasi yang dibutuhkan untuk keperluan transaksi bisnis tersedia pada saat diperlukan. Dengan melakukan bisnis secara elektronik, perusahaan dapat menekan biaya yang harus dikeluarkan untuk keperluan pengiriman informasi. Proses transaksi yang berlangsung secara cepat juga mengakibatkan meningkatnya produktifitas perusahaan. Beberapa pasal dalam Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik yang berperan dalam e-commerce adalah sebagai berikut : Pasal 2 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 18 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 30 Pasal 46 D. Contoh Kasus dalam e-Commerce Indonesia pernah terjadi kasus cybercrime yang berkaitan dengan kejahatan bisnis, tahun 2000 beberapa situs atau web Indonesia diacak-acak oleh cracker yang menamakan dirinya Fabianclone dan naisenodni. Situs tersebut adalah antara lain milik BCA, Bursa Efek Jakarta dan Indosatnet (Agus Raharjo, 2002.37). Selanjutnya pada bulan September dan Oktober 2000, seorang craker dengan julukan fabianclone berhasil menjebol web milik Bank Bali. Bank ini memberikan layanan internet banking pada nasabahnya. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar dan mengakibatkan terputusnya layanan nasabah (Agus Raharjo 2002:38). Kejahatan lainnya yang dikategorikan sebagai cybercrime dalam kejahatan bisnis adalah Cyber Fraud, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan melakukan penipuan lewat internet, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan kejahatan terlebih dahulu yaitu mencuri nomor kartu kredit orang lain denganmeng-hack atau membobol situs pada internet. Di Indonesia pernah terjadi kasus cybercrime yang berkaitan dengan kejahatan bisnis, tahun 2000 beberapa situs atau web Indonesia diacak-acak oleh cracker yang menamakan dirinya Fabianclone dan naisenodni. Situs tersebut adalah antara lain milik BCA, Bursa Efek Jakarta dan Indosatnet (Agus Raharjo, 2002.37). Selanjutnya pada bulan September dan Oktober 2000, seorang craker dengan julukan fabianclone berhasil menjebol web milik Bank Bali. Bank ini memberikan layanan internet banking pada nasabahnya. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar dan mengakibatkan terputusnya layanan nasabah (Agus Raharjo 2002:38). Kejahatan lainnya yang dikategorikan sebagai cybercrime dalam kejahatan bisnis adalah Cyber Fraud, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan melakukan penipuan lewat internet, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan kejahatan terlebih dahulu yaitu mencuri nomor kartu kredit orang lain denganmeng-hack atau membobol situs pada internet

BAGIAN III PENUTUP A. KESIMPULAN Teknologi telah berkembang pesat dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk bisnis. Perkembangan teknologi komputer, telekomunikasi dan informasi telah berjalan sedemikian rupa, sehingga kondisi pada saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan beberapa waktu yang lalu. Pemanfaatan teknologi tersebut telah mendorong pertumbuhan bisnis yang pesat, karena berbagai informasi telah dapat disajikan dengan canggih dan mudah diperoleh, dan melalui hubungan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi telekomunikasi dapat digunakan untuk bahan melakukan langkah bisnis selanjutnya, pihak-pihak yang terkait dalam transaksi tidak perlu bertemu face to face. E-commerce merupakan kegiatan perdagangan yang dilakukan antara dua pihak atau lebih, terjadi adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi yang menggunakan internet sebagai media utama dalam proses atau mekanisme perdagangan tersebut. Di satu sisi, internet memberikan manfaat bagi para pelaku bisnis yang dapat memungkinkan adanya transaksi secara global. Namun, di sisi lain internet juga tidak terlepas dari adanya kelemahan terutama dalam tindak kejahatan atau kecurangan komputer dan internet. Untuk itu dibutuhkan sistem keamanan yang dapat memberikan jaminan bagi perusahaan yang menjalankan e-commerce.Adanya hukum siber (cyberlaw) akan membantu pelaku bisnis dan auditor untuk melaksanakan tugasnya. Cyberlaw memberikan rambu-rambu bagi para pengguna internet.. Adanya jaminan keamanan yang diberikan akan menumbuhkan kepercayaan di mata masyarakat pengguna sehingga diharapkan pelaksanaan e-commerce khususnya di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Dan juga saran yang paling utama adalah : 1. Agar ditingkatkan Sumber Daya Manusia para penegak hukum di Indonesia , melalui pelatihan-pelatihan yang secara khusus membahas permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan teknologi informasi khususnya bidang e-commerce. 2. Pemerintah agar mensosialisasikan Undang-Undang Nomo 11 Tahun 2008 Tentang Internet Dan Transaksi Elektronika dna segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah sebagai pedoman pelaksana undang-undnag tersebut.

kjhatan korupsi ditinjau dari kriminologi


BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG MASALAH Permasalahan kejahatan bukanlah semata-mata permasalahan abad teknologi modern dewasa ini. Meskipun manusia sudah demikian pesat maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi bahkan telah di lakukan banyak terobosan baru. Permasalahan kejahatan masih tetap merupakan duri dalam daging dan pasir dalam mata. Secara umum telah disadari bahwa permasalahan kejahatan akan selalu ada dan tetep akan sampai dunia ini berakhir. Korupsi merupakan salah satu masalah nasional yang dikualifikasi sebagai kejahatan yang dapat menghambat usaha-usaha untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan di samping merupakan tindakan penyelewengan terhadap kaidah-kaidah hukun dan norma-norma sosial lainnya sehingga masalah korupsi merupakan ancaman serius dalam mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Sejarah telah membuktikan bahwa hancurnya suatu negara, pemerintah bahkan masyarakat disebabkan oleh merajalelanya tindak pidana korupsi. Lebih tragis lagi apabila terj adinya korupsi bahkan disebabkan pelakunya kesulitan ekonomi, melainkan untuk menumpuk kekayaan diri pri badi .Sebagai penyakit pada umunnya, maka korupsi perlu ditanggulangi, paling sedikit harus dicegah terjadinya. galah satu sarana untuk menanggulangi adalah dengan peraturan hukum.

B.Permasalahan 1. Apa faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi ditinjau dari kriminologi? 2. Upaya-upaya apa yang bisa dilakukan untuk mencegah atau mengatasi kejahatan korupsi ditinjau dari kriminilogi ?

C.tujuan penulisan Tujuan umum Penulisan makalah ini secara umum bertujuan untuk Mengetahui apa yang menjadi factor dan upaya penanggulangi tindak kejahatan korupsi. Tujuan khusus Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh bapak dosen pembimbing Kriminilogi

BAB II PEMBAHASAN 1.faktor-faktor terjadinya korupsi

Sebelum membahas lebih lanjut tentang faktor-faktor kejahatan korupsi terlebih dahulu kita harus mengetahui apa pengertian dari kejahatan. Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Dengan demikian maka si pelaku disebut sebagai penjahat. Pengertian tersebut bersumber dari alam nilai(penilaian masyrakat), maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu. Jadi apa yang disebut kejahatan oleh seseorang belum tentu diakui oleh pihak lain sebagai suatu kejahatan pula. Kalaupun misalnya semua golongan dapat menerima sesuatu itu merupakan kejahatan tapi berat ringannya perbuatan itu masih menimbulkan perbedaan pendapat.

Kejahatan ditinjau dari Segi Kriminologi

Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tak mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri. Kejahatan merupakan bagian dari masalah manusia dalam kehidupan sehari-hari, oleh karena itu harus juga diberikan batasan-batasan tentang apa yang dimaksud dengan kejahatan itu sendiri baru kemudian dapat dibicarakan unsur-unsur lain yang berhubungan dengan kejahatan tersebut, misalnya siapa yang berbuat, sebab-sebabnya dan sebagainya. Korupsi adalah suatu kejahatan yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang yang berkaitan dengan penyogokan dan penggelapan uang

Sehingga dapat kami simpulkan apa-apa yang dapat menjadi faktor-faktor kejahatan korupsi ditinjau dari sudut pandang kriminologi adalah : 1. Kurang keimanan Semakin tinggi seseorang menguasai ilmu pengetahuan dan iptek,tanpa dibarengi dengan keimananya tidak mustahil seseorang akan terjerumus untuk melakukan tindak kejahatan korupsi,dikarenakan kekurangan iman dan siraman keagamaan kepada orang tersebut.oleh karena itu harus terdapat keseimbangan antara iptek dan imtak,sehingga dapat membenteng diri seseorang agar tidak melakukan tindak kejahatan korupsi.

2. Faktor ekonomi Salah satu penyebab seseorang melakukan kejahatan korupsi adalah disebabkan oleh faktor ekonomi yang mana dalam diri manusia ada rasa ketidak puasan terhadap apa yang yang sudah ada ia miliki.sehingga menimbulkan kecendrungan untuk melakukan suatu kejahatan korupsi.dalam kehidupan masyarakat kejahatan korupsi tidak hanya terjadi dipemerintahan tetapi juga terjadi dalam lingkungan masyarakat, misalnya dalam kegiatan seminar,dalam hal ini mengajukan proposal ke rektorat yang mana dana yang diminta melebihi apa yang sewajarnya diperlukan.kondisi ekonomi yang tidak menentu dalam suatu Negara dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan kriminal.

3. Faktor lingkungan

Penyebab seseorang dapat melakukan kejahatan korupsi dapat timbul dari faktor lingkungan dimana ia hidup dan berkediaman.lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu kejahatan. Faktor lingkungan merupakan faktor yang dominan untuk menentukan seseorang melakukan suatu kejahatan, khususnya kejahatan korupsi.sehingga tidak menjadi jaminan bahwa seseoran yang hidup dalam lingkungan yang baik, untuk tidak melakukan kejahatan korupsi,oleh karena itu harus disesuaikan dengan iptek dan imtak(seimbang).sehingga tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan masyarakat tersebut.

4. Faktor hukum Dari segi kriminologi faktor hukum merupakan salah satu penyebab yang dapat menimbulkan kejahatan korupsi, dimana lemahnya pengawasan hukum yang dilakukan oleh pemerintah yang berwenang dalam hal ini,sehingga banyak orang-orang terus melakukan kejahatan korupsi, disebabkan oleh lemahnya pengawawsan dalam hal ini.ketidak takutan seseorang terhadap hukum yang memicu banyaknya terjadi kejahatan korupsi.dimana sanksi yang terdapat begitu ringan,dan sanksi yang tidak konsisten.

5. Kultur kebudayaan Kultur budaya yang terdapat dalam masyarakat maupun instansi pemerintahan dapat memicu terjadinya kejahatan korupsi.kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat maupun instansi pemerintahan tersebut antara lain: kerjasama untuk melakukan kejahatan,enggan atau takut untuk melaporkan adanya suatu kejahatan.sehingga sulit untuk memberantas kejahatan

korupsi ini, yang telah menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat maupun berbangsa dan negara. 6. Faktor sosial Faktor social bisa menjadi alasan mengapa seseorang bisa melakukan kejahatan korupsi,yang disebabkan antara lain karena kebiasaan yang terdapat dalam diri individu masingmasing,dan dapat pula disebabkan karena adanya kesempatan untuk melakukan tindak kejahatan tersebut.kebiasaan dan kesempatan bisa menjadi momentum seseorang untuk melakukan korupsi dimana kurangnya pengawasan dalam hal tersebut. 7. Faktor perilaku individu Apa bila dilihat dari segi perilaku korupsi,sebab-sebab ia melakukan korupsi dapat timbul dari dorongan dalam dirinya,yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan,niat,atau kesadaran untuk melakukan.sebab-sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain:sifat tamak manusia,moral yang kurang kuat menghadapi godaan,penghasilan yang kurang mencukupi,kebutuhan hidup yang mendesak,gaya hidup konsumtif,tidak mau bekerja keras, ajaran agama yang kurang diterapkan.

2.Upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah atau mengatasi kejahatan korupsi ditinjau dari kriminilogi antara lain: 1) Menyeimbangkan antara iptek dan imtak 2) Melakukan penyuluhan hukum yang berkaitan dengan masalah korupsi 3) Melakukan pengawasan terhadap jalanya pemerintah baik secara represif maupun reprentif 4) Meningkatkan kualitas keimanan individu masing-masing 5) Menumbuhkan rasa kesadaran masyarakat akan bahayanya korupsi

6) Menerapkan sanksi yang berat bagi pelaku korupsi 7) Penyederhanaan system pemerintahan 8) Menumbuhkan sikap jujur dalam bermasyarakat 9) Menumbuhkan sikap tanggung jawab akan tugas dan kewajibanya

BAB III KESIMPULAN Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatanperbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Dengan demikian maka si pelaku disebut sebagai

penjahat. Pengertian tersebut bersumber dari alam nilai(penilaian masyrakat), maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu. Factor-factor penyebab korupsi antara lain: a) Factor keimanan b) Factor ekonomi c) Factor hukum d) Factor social e) Factor lingkungan f) Factor kultur kebudayaan

g) Factor prilaku individu Upaya penanggulangannya antara lain: 1) Menyeimbangkan antara iptek dan imtak 2) Melakukan penyuluhan hukum yang berkaitan dengan masalah korupsi 3) Melakukan pengawasan terhadap jalanya pemerintah baik secara represif maupun reprentif 4) Meningkatkan kualitas keimanan individu masing-masing 5) Menumbuhkan rasa kesadaran masyarakat akan bahayanya korupsi 6) Menerapkan sanksi yang berat bagi pelaku korupsi 7) Penyederhanaan system pemerintahan 8) Menumbuhkan sikap jujur dalam bermasyarakat 9) Menumbuhkan sikap tanggung jawab akan tugas dan kewajibanya

SARAN

Adapun saran kami sebagai pemakalah dalam mengatasi tindak korupsi ini yaitu menciptakan masyarakat yang yang bersih dan jujur dengan cara menyeimbangkan antara iptek dan imtak, mempertebal iman dan taqwa kepada Allah swt, dan menumbuhkan sikap tanggungjawab akan tugas dan kewajiban yang diembannya. Oleh karena itu kami mengajak teman- teman seperjuangan yang sebagai penerus bangsa dimasa akan datang untuk lebih giat lagi belajar, mempertebal iman dan taqwa, guna memajukan Negara yang kita cintai ini untuk lebih maju lagi dari sekarang dan bebas dari korupsi.

Anda mungkin juga menyukai