Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Topik dasar-dasar kimia kuantum merupakan salah satu topik yang seringkali dianggap

sulit oleh siswa. Topik ini awalnya tidak diberikan pada siswa SMA karena dianggap terlalu kompleks dan rumit. Namun karena kebtuhan, akhirnya pada tahun 2002 di Yunani, topik ini dimasukkan sebagai salah satu mata pelajaran di kimia kelas XI. Tidak semua siswa dapat langsung memahami topik kimia kuantum dasar ini. Konsep kimia yang mereka dapat sebelumnya lebih dapat mereka pahami, karena dianggap lebih sederhana dan lebih abstrak. Kernanya mereka menganggap konsep kimia kuantum yang lebih baru dan lebih canggih ini sebagai materi yang sulit. Kesulitan belajar dapat terjadi karena siswa tidak memahami konsep dari topik yang dipelajari. Efek lanjut yang dapat terjadi dari kesulitan belajar ini salah satunya adalah miskonsepsi. Miskonsepsi adalah adanya konsep yang salah dipahami oleh siswa. Miskonsepsi yang terjadi harus ditangani dengan adanya pengubahan konsep siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Georgios Tsaparlis danGeorgios Papaphotis salah satunya yang mengungkap kesulitan belajar dalam konsep kimia kuantum dasar. Penelitian ini tak sekedar mengungkap miskonsepsi, namun juga berupaya untuk mengubah miskonsepsi yang ada. Penelitian ini dilakukan di Universitas Yunani pada mahasiswa tingkat awal sebanyak 125 orang. Mereka berasal dari tiga jurusan yang berbeda, yaitu Matematika, Kimia, dan Biologi. Mereka dijadikan sebagai subjek karena dianggap memiliki pengetahuan dasar yang sama dari SMA dan belum menerima topik dan konsep yang berkaitan dengan penelitian ini di bangku kuliah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, di mana 125 siswa dari tiga jurusan tersebut menjawab kuesioner tertulis, terlebih dahulu. Kemudian diikuti oleh penelitian

kualitatif terstruktur.

di mana 23 dari para siswa di atas mengambil bagian dalam wawancara semi-

Instrumen penelitian terdiri dari kuesioner tertulis dan wawancara. Kuesioner tertulis terdiri dari 14 pertanyaan. Lima pertanyaan sederhana untuk mengingat, sementara sembilan pertanyaan lain lebih menuntut dan membutuhkan pemahaman konsep. Setelah itu dipilih

sejumlah mahasiswa untuk ambil bagian dalam wawancara. Pemilihan mahasiswa berdasrakan hasil kuesioner tertulis sebelumnya dengan rincian pembagian; siswa dengankeseluruhan kinerja yang memuaskan, siswa dengan kinerja yang baik dalam pertanyaan mengingat tapi tidak begitu baik dalam pertanyaan konseptual; dan sebaliknya. Dari sebanyak 35 mahasiswa, akhirnya terpilih 23 orang (12 laki-laki dan 11 perempuan). Wawancara dilakukan secara individu atau dalam kelompok(3-4 orang). Ada enam wawancara individu, dengan dua orang mahasiswa dari masing-masing jurusan, dan lima wawancara kelompok, tiga dengan mahasiswa BIO, satu dengan mahasiswa CHE, dan satu dengan mahasiswa MAT. Tujuan dilakukan wawancara kelompok adalah untuk membawa siswa tatap muka, setidaknya beberapa di antaranya telah memberikan jawaban berbeda untuk pertanyaanpertanyaan tertulis, untuk mencoba untuk mendapatkan mereka terlibat dalam diskusi di antara mereka sendiri, dan untuk mengamati interaksi ini. Kedua para penulis terlibat sebagai instruktur (I) untuk wawancara. Wawancara berjalan menurut kuesioner semi-terstruktur. Pertanyaan C0, C3, C4, dan C6 mengacu pada deterministik atau kemungkinan interpretasi konsep dan prinsipprinsip kimia kuantum dasar. Sementara itu pendekatan yang digunakan untuk mengubah konsep siswa adalah active and cooperative forms of learning yang sesui dengan konstruktivisme sosio-kultural dan teori Vygotskys zone of proximal development.Pendekatan ini terbukti efektif dalam sejumlah kasus, namun tidak untuk kasus yang lainkeberagaman dalam pendekatan terhadap siswa ini dijelaskan dalam teori Ausubel mengenai pembelajaran bermakna dan hapalan serta kemampuan siswa dalam keterampilan kognitif tingkat tinggi.

Hasil dari penelitian ini adalah :

Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini, terkait dengan prinsip ketidakpastian Heisenberg adalah Pertanyaan C3. Ketidakpastian yang diperkirakan oleh prinsip ketidakpastian Heisenberg disebabkan karena: (a) fakta bahwa pengukuran dapat menghasilkan kesalahan, sehingga apa yang kita ukur tidak sesuai dengan hasil yang sebenarnya; ini menyebabkan ketidakpastian. (b) Fakta bahwa partikel yang kita pelajari begitu kecil dan tidak ada instrumen yang tersedia untuk membuat pengukuran persis seperti yang diperlukan; ini menyebabkan ketidakpastian.

Dari tabel kita dapatkan bahwa untuk mengubah pemikiran siswa mengenai konsep sifat orbital dan model atom, pendekatan yang dilakukan terbukti efektif. Ini dapa dilihat melalui hasil uji chi kuadrat yang dilakukan. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi perubahan konsep yang signifikan dari siswa. Namun hal ini berbeda pada kasus pengubahan konsep prinsip ketidakpastian Heisenberg. Hasil uji chi kuadrat memperlihatkan bahwa tidak terjadi pengubahan konsep yang signifikan dari siswa. Artinya ada beberapa siswa yang tetap mengalami miskonsepsi. Ini menandakan bahwa pendekatan yang dilakukan kurang efektif untuk kasus ini.Untuk itulah perlu dilakukan kejian lebih dalam untuk menangani kasus miskonsepsi pada konsep prinsip ketidakpastian Heisenberg. RUMUSAN MASALAH Strategi pembelajaran apa yang cocok digunakan untuk mengubah konsepsi siswa mengenai prinsip ketidakpastian Heisenberg? TUJUAN Untuk mengetahui strategi pembelajaran yang cocok digunakan untuk mengubah konsepsi siswa mengenai prinsip ketidakpastian Heisenberg.

BAB II KAJIAN PUSTAKA Di Yunani, konsep kimia kuantum baru diperkenalkan (1999-2000) pada kurikulum SMA di kelas 12. Di setiap sekolah,sumber belajar siswa adalah satu dari empat buku yang diterbitkan oleh Depatemen Pendidikan Yunani. Isi dari semua buku tersebut dasarnya sama, mengikuti kurikulum pendidikan nasional. Sementara itu guru diminta untuk mematuhi isi buku tersebut dengan baik. Sebenarnya kita tidak dapat memungkiri bahwa bisa jadi menyisipkan informasi tambahan. Namun tetap saja isi dari buku jelas mendominasi dalam program pengajaran. Berangkat dari hal ini, kita dapat menganggap bahwa semua siswa memiliki latar belakang pengetahuan yang sama dalam hal konten yang diajarakan. Inilah yang akan menjadi bekal mereka ketika duduk di perguruan tinggi. Menurut Nakleh (1992:191), kesulitan dalam memahami konsep-konsep dasar dengan tepat akan menghambat siswa dalam mengkaitkan konsep-konsep dasar dengan konsep lain yang lebih tinggi dan berhubungan. Kondisi ini memungkinkan menimbulkan pemahaman yang salah terhadap suatu konsep tertentu. Jika kesalahan ini terjadi secara terus menerus (konsisten) maka dapat dikatakan mengalami kesalahan konsep atau misconception (Berg 1988:26). Teori yang dijadikan paradigma dalam penelitian adalah teori dari Ausubel mengenai belajar bermakna. Teori pembelajaran Ausubel merupakan salah satu dari sekian banyaknya teori pembelajaran yang menjadi dasar dalam cooperative learning. David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah bermakna (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Teori Belajar bermakna Ausubel ini sangat dekat dengan Konstruktivisme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi

pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif. Pendekatan konstruktivisme,menurut Bell, Driver dan Leach ( Karli dan Yuliatiningsih, 2002:2003) adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa proses belajar diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik tersebut diatasi melalui pengalaman dan pengetahuan diri pada proses pembelajaran sehingga pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa. Dengan kata lain pendekatan konstuktivisme adalah salah satu strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centre). Pendekatan konstruktivisve adalah pendekatan pembelajaran yang berasal dari gagasan Piaget dari Swiss dan Vigotsky dari Rusia (Hari Sudrajat 2003:75). Menurut Poedjiadi (2005:71) bahwa konstruktivisme yang dikembangkan oleh Piaget dikenal dengan nama konstruktivisme kognitif, karena menekakan pada proses bagaimana seseorang mengatur dirinya dalam mengatasi konflik kognitif. Sedangkan konstruktivisme yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah konstruktivisme sosial karena menitikberatkan pada interaksi antar individu. Menurut Suparno (1996:62) belajar menurut konstruktivisme adalah proses aktif siswa dalam menkonstruksi pengetahuan. Peran guru dalam konstruktivisme bukan memberikan dan menstransfer pengetahuan tetapi membangkitkan kemampuan berfikir siswa dan belajar. Guru sebagai promotor pembelajaran yang mempromosikan fasilitas belajar agar siswa terbiasa belajar dan berlatih sendiri. Model Pembelajaran yang dipakai adalah pembelajaran aktif dan kooperatif berkesesuaian dengan konstruktivisme sosio-kultural, yang dihubungakan dengan teori Vygotsky. Menurut Vygotsky (1962), pembelajar (siswa) secara aktif membangun

pengetahuannya, tapi proses ini sangat dibantu dengan interaksi bersama teman sebaya dan guru yang bertindak sebagai zone of proximal development. Pusat dari pendekatan ini adalah hubungan antara bahasa dan pengajaran, yang akan memberikan efek pada pembentukan fungsi mental tingkat tinggi. Fungsi ini akan dibangun melalui interaksi sosial (dengan guru dan atau teman sebaya) tetapi secara perkembangan dan hasil akhir akan diinternalisasi oleh individu.

BAB III ANALISIS Analisis terhadap jurnal yang dikaji terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama mengkaji tentang pendahuluan yang berkaitan dengan pengambilan data konsep awal siswa; bagian ke dua terkait desain penelitian yang digunakan; dan bagian ke tiga terkait kesimpulan penelitian. Bagian pertama terbagi menjadi pemilihan topik dan pengambilan data. Topik yang dijadikan sasaran pengubahan konsep adalah dasar-dasar kimia kuantum. Topik ini cukup abstrak dan kompleks, sehingga memungkinkan siswa untuk mengalami miskonsepsi. Namun topik yang dikaji masih terlalu luas, sehingga topik turunan yang dianggap mengalami

miskonsepsi masih cukup banyak. Hal ini mengurangi kefokusan dalam pemilihan strategi pengajaran yang dilakukan. Terbukti ternyata wawancara semi terstruktur yang dilakukan kurang efektif mengubah konsepsi siswa pada bahasan mengenai prinsip ketidakpastian Heisenberg. Sumber informasi didapat dari kuesioner yang disebar ke 125 mahasiswa tingkat awal yang dianggap hanya memiliki informasi mengenai kimia kuantum dari SMA. Kuesioner terdiri dari dua jenis pertanyaan, yakni pertanyaan hapalan dan pertanyaan pemahaman konsep. Kuesioner dapat memperlihatkan sejauh mana pengetahuan pemahaman siswa terhadap konsep terkait. Namun kuesioner ini juga bisa jadi kurang efektif karena perilaku siswa ketika pengisian kuesioner. Ada beberapa kemungkinan fenomena yang terjadi, bisa jadi siswa mencontek, bisa jadi pula siswa asal menjawab pertanyaan atau bahkan tidak menjawab pertanyaan. Paradigma yang digunakan dalam pembelajaran adalah teori Ausubel. Teori Ausubel baik digunakan karena meminimalisasi siswa untuk sekedar menghapal pelajaran, namun harus juga memaknainya sehingga informasi yang didapat lebih bertahan lama. Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk

mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Model active and cooperative learning yang berkesesuaian dengan konstruktivisme sosio-kultural dari Vygotsky, sangat baik karena menitikberatkan pada pembelajaran berpusat siswa, sehingga siswa lebih terlibat aktif dalam pembelajaran. Lingkungan membenatu

memberikan pengaruh positif dalam pemahaman siswa. Namun yang harus juga diperhatikan adalah guru harus sedemikian rupa mengatur kondisi lingkungan sehingga dapat memberikan kontribusi positif dalam mengubah konsepsi siswa, bukan menambah miskonsepsi yang ada. Sampel yang diambil berasal dari mahasiswa tingkat awal jurusan matematika, kimia, dan biologi di Universitas Yunani. Pemilihan subjek penelitian ini baik karena subjek penelitiannya dapat dianggap heterogen karena mahasiswa berasal dari SMA yang berbeda-beda satu sama lain, sehingga dapat melihat secara keseluruhan konsep bawaan siswa mengenai kimia kuantum. Selain itu ada jeda waktu dari materi disampaikan (ketika SMA) dan penelitian (di tingkat awal universitas), sehingga akan terlihat siswa yang benar-benar memahami konsep secara mendalam dan yang hanya sampai pada tingkat menghapal. Hal lainnya kita dapat mengetahui tingkat kepemahaman terhadap materi dari tiga jurusan yang berbeda. Apakah mahasiswa jurusan kimia memiliki tingkat pemahaman konsep yang lebih tinggi dibanding yang lain atau tidak. Namun terbukti tidak. Secara keseluruhan tingkat pemahaman mahasiswa kimia hamper sama dengan yang lain. Dengan metode wawancara semi terstruktur, siswa dapat mengungkapkan pemikirannya terhadap suatu konsep secara lisan, kemudian mengetahui pula pemikiran teman yang lain, sehingga dapat saling mempengaruhi. Hal ini dapat membantu dalam pengubahan konsep siswa yang salah.NAmun wawancara yang dilakukan lebih pada share informasi antar siswa, dan kurang ada bimbingan menuju konsep yang seharusnya. Tidak adanya argumen kuat yang bisa meyakinkan siswa untuk mengubah konsep yang sebelumnya, membuat beberapa siswa pada tingkat pemahaman rendah tetap mengalami miskonsepsi. Berdasarkan hasil penelitian yang diolah melalui statistik dengan menggunakan tes chi kuadrat didapat bahwa metode yang dilakukan pada kasus pemahaman terkait ketidakpastian

Heisenberg didapat perubahan konsep siswa sebesar X2=0,486. Tes menunjukkan hasil yang signifikan pada kasus sifat orbital dan model atom. Sehingga strategi pembelajaran yang diterapkan cukup efektif untuk kasus tersebut. Namun ketidaksignifikan pada kasus prinsip ketidakpastian Heisenberg sekali lagi mengungkapkan bahwa metode tersebut kurang cocok untuk dapat mengubah konsepsi siswa.

BAB IV PENUTUP KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menegaskan bahwa metode interaktif dan dialogis dalam KBM memberikan lingkungan belajar yang lebih baik dan berkontribusi lebih dalam pemahaman dan pengembangan keterampilan belajar. Secara khusus, dialog dan interaksi yang terjadi antara siswa dalam kelompok terbukti sangat positif,. Hal ini memang terbukti benar, namun kemampuan guru untuk menggiring siswa sehingga pemahamannya yang salah bisa diubah, sangat dibutuhkan. Jika guru atau teman yang lain tidak memiliki argumen yang cukup untuk meyakinkan siswa tersebut, maka pengubahan konsep akan sulit terjadi. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan lebih mengentalkan lagi aspek penemuan/inkuiri. Dengan inkuiri siswa dapat menemukan sendiri konsep dengan bimbingan guru. Sehingga wawancara semi terstruktur yang dibuat dapat dikonsep dengan lebih mengarahkan supaya siswa mendapatkan sendiri konsep yang benar, tidak hanya berdasarkan informasi dari guru atau temannya saja. Dalam penelitian tidak dijelaskan apakah di akhir wawancara ada penarikan kesimpulan atau pelurusan konsep dari peneliti ataukah tidak. Bimbingan guru dalam mengarahkan siswa menarik kesimpulan penting untuk dilakukan, sehingga siswa tidak mengalami kesalahpahaman. Selain itu cooperative learning tipe jig saw juga baik diterapkan, karena tipe ini mengondisikan siswa berkelompok dengan tipe kelompok yang heteroge. Siswa berkemampuan sedang dan rendah dapat terbantu dengan kehadiran siswa berkemampuan tinggi.

Anda mungkin juga menyukai