Anda di halaman 1dari 3

RESENSI INDONESIA KALA ITU

Judul Buku Pengarang Penerbit Tahun Terbit Cetakan keTebal Buku Lebar Buku Panjang Buku Jumlah Halaman : Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma : Idrus : Balai Pustaka : 2001 : 19 : 1 cm : 14,8 cm : 20,7 cm : 171 halaman

Bertemakan cinta tanah air, buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma ini memuat beberapa sub judul yang memilliki alur berbeda satu sama lainnya. Pada sub judul Ave Maria, Kejahatan Membalas Dendam dan Jalan Lain ke Roma mengisahkan tentang pengarang muda yang tak lepas dari cerita percintaan dan penderitaan karenanya, sehingga berakhir menjadi kecintaan terhadap tanah air yang menyebabkan dia lupa pada kepentingan pribadinya. Sedangkan sisanya menceritakan tentang keadaan Indonesia pra dan pasca merdeka yang belum lepas dari belenggu Nippon yang mengaku sebagai sekutu dan seolah memenjarakan kemerdekaan Indonesia saat itu.

Idrus, lahir pada tahun 1921 di Padang. Sastrawan yang berasal dari Minangkabau ini berpendidikan sekolah menengah. Ia mulai menulis lukisan-lukisan, cerpen dan drama sesudah Jepang mendarat pada tahun 1942. Ia juga berkenalan dengan beberapa sastrawan terkenal. Kekhasan gayanya dalam menulis pada masa itu membuatnya memperoleh tempat terhormat dalam dunia sastra, sebagai Pelopor Angkatan 45 di bidang prosa, yang dikukuhkan H.B. Jassin dalam bukunya. Hasratnya yang besar terhadap sastra membuatnya tidak hanya menulis karya sastra, tetapi juga menulis karya-karya ilmiah yang berkenaan dengan sastra, seperti Teknik Mengarang Cerpen dan International Understanding Through the Study of Foreign Literature. Kemampuannya menggunakan tiga bahasa asing (Belanda, Inggris, dan Jerman) membuatnya berpeluang untuk menerjemahkan buku-buku asing. Hasilnya, antara lain adalah Perkenalan dengan Anton Chekov, Jaroslov Hask, Luigi Pirandello, dan Guy de Maupassant. Ia telah membawakan perubahan baru dalam prosa Indonesia modern. Dengan tegas ia menyatakan putusnya hubungan antara prosa sebelum perang dan prosa sesudah perang. Perbedaan prosa Idrus dengan prosa pada masa pra pujangga baru ialah bahwa prosa Idrus bersifat universal dan cenderung ke lukisan tentang kehidupan sehari-hari yang telah bertumpu pada kesegaran dan kenyataan. Karena tekanan politik dan sikap permusuhan yang dilancarkan oleh Lembaga Kebudayaan Rakyat terhadap penulis-penulis yang tidak sepaham dengan mereka, Idrus terpaksa meninggalkan tanah air dan pindah ke Malaysia. Karya-karyanya yang terkenal antara lain AKI, Perempuan dan Kebangsaan, Jibaku Aceh, Dokter Bisma, keluarga Suroso dan masih banyak lagi. Berbeda dengan Abdoel Moeis, Sutan Takdir Alisyahbana dan HAMKA yang mempunyai latar belakang agama cukup kental sehingga karya-karyanya pun selalu dibubuhi dengan aura keagamaan,

Idrus hadir hanya dengan aura kecintaan pada tanah air di buku ini, sehingga terdapat beberapa kata yang sedikit vulgar dan hanya sedikit kalimat yang menyinggung tentang Ketuhanan. Antara karya Idrus dengan karya-karya pengarang modern juga terdapat perbedaan yang sangat signifikan, terutama dalam penggunaan bahasa dan unsure intrinsic cerita. Pengarang modern, seperti namanya telah mengalami modernisasi dalam berbagai aspek kehidupan. Mereka cenderung menggunakan bahasa yang lebih universal, bahasa Indonesia, supaya lebih dipahami oleh masyarakat Indonesia. Tapi terkadang sastra lama lebih banyak mengandung pesan moral dan menggunakan alur yang lebih runtut dibanding cerita zaman sekarang. Buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma ini merupakan kumpulan karangan Idrus yang setiap sub judulnya memiliki alur, tokoh dan cerita berbeda. Tapi pada umumnya buku ini bertema Kecintaan terhadap tanah air, Indonesia. Dengan sudut pandang yang berbeda pula, Idrus bermaksud untuk menguak eksistensi pengarang pada saat itu dan mengabarkan pada pembaca bahwa rakyat Indonesia saat itu tidak lepas dari penderitaan. Buku ini mengajak pembaca untuk masuk dalam cerita dan mengamati kejadian di Indonesia kala itu. Penggunaan beberapa majas juga cukup memperindah kalimat. Buku ini secara tidak langsung mengajak pembaca untuk belajar mengenal, mencintai dan menghargai bahkan membela tanah air Indonesia melalui pesan yang tersurat maupun tersirat dalam buku ini. Secara fisik, buku ini enak dibaca karena dicetak mnggunakan HVS. Hanya saja kelemahannya terletak dari segi bahasa yang disajikan, yaitu bahasa Minangkabau yang tidak semua pembaca dapat memahami bahasa tersebut sehingga perlu beberapa kali membaca untuk dapat memahami makna dari setiap kata. Selain itu, karena merupakan kumpulan karangan dengan unsure intrinsik yang berbeda pada setiap sub judul, menyebabkan pembaca bingung untuk menentukan unsure intrinsic secara keseluruhan, terutama tokoh, alur dan sudut pandang. Penggunaan kata-kata tinggi kelas sastrawan juga menambah kesulitan pemahaman kalimat.

Anda mungkin juga menyukai