Anda di halaman 1dari 12

REVIEW 4 THE BORDER BETWEEN CORE AND PERIPHERY: GEOGRAPHICAL REPRESENTATIONS OF THE WORLD SYSTEM ; ALBERTO VANOLO Dipartimento

Interateneo Territorio, Politecnico e Universit di Torino, Turin, It aly. Abstract Metafora geografis seperti center - periphery atau First-Second-Third World bany ak digunakan untuk menjelaskan sistem ekonomi dunia. Tulisan ini membahas peran metafora geografis dan mengusulkan beberapa panduan dalam analisis dan klasisfikasinya. Metodologi ini kemudian diterapkan pada sampel metafora tekstual terkenal yang digunakan un tuk menggambarkan skenario dunia ekonomi, termasuk ide dari munculnya istilah Du nia Pertama, Kedua, Ketiga (First-Second-Third World), Utara-Selatan (North-Sout h), inti-pinggiran (core-peryphery), Global Triad, jaringan global dll. Key words: World system, metaphors, representations, North-South, centre-periphe ry, Third World INTRODUCTION Analisis ini akan dimulai dengan diskusi teori tentang peran metafora dalam geog rafi, diikuti dengan gambaran singkat mengenai metafora utama yang digunakan un tuk merepresentasikan sistem dunia, dan diakhiri dengan beberapa kesimpulan dan komentar terkait pembahasan tersebut . METAPHORS IN GEOGRAPHY Dalam beberapa dekade terakhir, banyak teori yang menekankan bah wa analisis ilmu sosial (dan ilmu pengetahuan pada umumnya) berakar pada retorik a (Lihat, McCloskey 1985; Smith 1996). Pemikiran ini merupakan bagian umum argumen post-strukturalis : setiap te ori atau analisis disampaikan melalui discourse / wacana ; subjektif, parsial, d an merupakan representasi politik. Gagasan Barnes dan Duncan , bahwa tulisan men cerminkan dunia yang tidak bisa dipertahankan.

A BRIEF OVERVIEW OF METAPHORS FOR THE WORLD ECONOMIC SYSTEM Contoh metafora - Obyek analisis ini mengacu pada metafora yang berkaitan dengan skenario dunia ekonomi skenario. Perkembangan North and South menyiratkan definis i dari batas-batas antara konsep yang berbeda (yaitu maju - developed dan ber kembang - underdeveloped ). Third World and North-South Setelah Perang Dunia II, dan setelah pengalaman dari Marshall Plan dalam membantu pemulihan Eropa, beberapa ekonom d engan beberapa pengalaman langsung di lembaga - lembaga multilateral memunculkan perhatian mereka pada pertanyaan mengenai perkembangan ekonomi pada Dunia Ketig a (Hirshmann, Lewis, Rostow). Meskipun para penulis ini memiliki perbedaan dalam hal model dan pendekatan, namun mereka berbagi ketertarikan terhadap pertumbuhan, terutama dalam hal industrialisasi (seringkali menekankan perhatian tehadap i de-ide mengenai tahapan dalam modernisasi) negara negara kurang berkembang. Pembagian dunia menjadi tiga bagian mungkin merupakan cara yang paling banyak d igunakan oleh spasial metafora dalam pembangunan wacana ini. Awalnya hal ini dig unakan untuk merujuk kepada regionalisasi politik dunia, mewakili divisi antara

Barat - west, Blok Soviet. Dengan jatuhnya blok Soviet Dunia Kedua, dimensi poli tik jatuh dari domain metafora, dan dalam banyak wacana istilah third merupakan sinonim dari underdeveloped (Power 2003). Sebuah konse ptual yang mirip dengan skenario ekonomi dunia termasuk dalam metafora Utara-Sel atan (north - south). Perkembangan metafora ini terjadi terutama pada periode dari tahun 1950 hingga 1 970-an. Bahkan jika muncul keraguan tentang penanggalan konsep-konsep ini, istil ah Dunia Ketiga itu mungkin telah diperkenalkan di Prancis oleh Alfred Sauvy pad a tahun 1952. Perdebatan geografis terhadap konsep ini tumbuh dengan cepat sepan jang periode itu, misalnya dengan karya-karya Yves Lacoste (1965), bersama denga n tumbuhnya kepekaan terhadap sosial dan politik dalam permasalahan pembangunan. Dalam perdebatan umum ini, kritik post-modernist menyatakan bahwa metafora sepe nuhnya merupakan hasil dari sikap modernisasi. Istilah industrialised countries, digunakan sebagai sinonim dari non-Third World. Hal ini menjadi jelas dari mel ihat laporan Brandt, yang menekankan pada paradigma pembangunan yang sangat dikr itik di tahun-tahun berikutnya, seperti pendekatan industrialisasi dan substitus i impor dan membantu peran moral kelompok negara north - Utara . Dalam penger tian ini, dapat membuat hipotesis bahwa metafora seperti Utara-Selatan (north-s outh) atau Industri - non-industri (industrialised-non-industrialised) merupa kan milik yang sama dalam metafora sebagai Dunia Ketiga (Third-World) , yang da pat disebut metafora modernist-oppositional, karena logika di balik gambaran geo grafis adalah untuk mendefinisikan konseptual batas geografis konseptual antara dua kategori: dunia modern dan sisanya (Lewis & Wigen 1997). Sebuah perbedaan ya ng relevan antara dua metafora adalah bahwa Dunia Ketiga mungkin dianggap seba gai metafora kreatif, mengusulkan asosiasi dengan tingkat ketiga, sedangkan Uta ra dan Selatan adalah hanya tanda denominatif, menunjukkan pembagian kelompok negara dalam skenario dunia mirip dengan Kaya- Miskin . Tanda sederhana ini bukan berarti mengandung pemahaman netral secara politik. Core and periphery istilah ini (yang diterapkan dalam skala global) mengacu pada distribusi kekuasaan yang tidak setara dalam kehidupan ekonomi, masyarakat sosi al dan politik pemerintahan, menekankan hubungan dominasi / ketergantungan antar a berbagai wilayah di dunia. Penjelasan mengenai sifat dari hubungan yang tidak setara telah sering disebut pada struktur sirkulasi surplus dan aliran dana ekon omi pada umumnya, khususnya dalam perdebatan pembangunan Marxis, yang terjadi te rutama dari tahun 1960 1980 dan terkait dengan penulis seperti Frank (1967), yan g mengusulkan metafora dalam varian / bermacam hubungan satellite-metropolis. Ka rena hal ini dikembangkan dalam kerangka-strukturalis ilmiah, pendekatan core-pe riphery, berbeda dengan model modernist-oppositional, menekankan pada dimensi re lasional dari organisasi-organisasi spasial ekonomi, yang merupakan struktur kek uasaan yang tidak merata. Hal ini terbukti dalam karya Wallerstein (1974), yang menjadi salah satu pilar dari pendekatan teoritis. Meskipun perdebatan Dunia Ke tiga awalnya mengandalkan analisis intrinsik tertentu terhadap underdevelopment , terutama kemiskinan, sebagai denominator umum dari kawasan ini (1965 Lacoste, upaya untuk menemukan batas dari Dunia Ketiga), dalam metafora core-periphery, penekanannya adalah pada peran dan posisinya dalam perekonomian. Menjadi perhatian bahwa terobosan perdebatan mengenai postmodernism telah memunc ulkan kritik dari penggunaan istilah kategori konseptual sebelumnya. Sangat muda h untuk berpendapat bahwa metafora dari dunia Ketiga , muncul secara implisit s etelah dunia Pertama dan Kedua, mempertahankan orientasi terhadap Barat, Eurocen tric (Jameson 1995; Skelton & Allen 1999). Dalam kasus metatofa core-periphery ; periphery didefinisikan atas dasar marjinalitas yang berkaitan dengan seorang y ang telah disebut sebagai center . REVIEW 5 FROM WORLD-SYSTEMS TO GLOBALIZATION: THEORIES OF TRANSNATIONAL CHANGE AND THE PL ACE OF THE UNITED STATES, by. Carl Strikwerda

Sebagai judul dari edisi mengenai Studi Amerika ini, menunjukkan bahwa globalisa si menjadi salah satu topik yang paling diperdebatkan, seperti halnya yang diseb ut Henry Luce disebut "Abad Amerika." Banyak pengamat melihat laju globalisasi memiliki Percepatan diciptakan selama dua puluh tahun terakhir, membawa seluruh dunia ke pasar terpadu, menciptakan praktek-praktek budaya yang sama, dan sepera ngkat hubungan kelembagaan. Dari Los Angeles ke Kairo, konsumen dapat membeli pe rangkat elektronik buatan Jepang yang sama, dan juga seperti di Malaysia atau Me ksiko. Sementara, Dana Moneter Internasional (IMF) bertindak seperti regulator b ank global. PBB memiliki pasukan penjaga perdamaian atau mediator di 20 negara d i seluruh dunia. Penerbangan, telekomunikasi, keuangan, dan Internet membawa mas yarakat bersama-sama menggunakan protokol seragam. Beberapa ahli menyebutkan bah wa efek transformasi globalisasi sudah begitu kuat merusak kekuatan nasional pem erintah. Selain itu ada yang menyebutkan globalisasi telah masuk dan berdampak p ada budaya tradisional dan kedaulatan nasional serta menimbulkan provokasi, reak si, "clash civilization", "jihad" melawan "Mc World." Reaksi ini dapat membahaya kan warisan bangsa, budaya dan nilai-nilai yang khas sebuah bangsa-negara. Tentu, perdebatan globalisasi memiliki implikasi yang sangat besar untuk penelit ian Amerika Serikat. Globalisasi kadang-kadang disamakan dengan "Americanization," y aitu, penyebaran produk Amerika atau gaya , kebiasaan, dan model kelembagaan Ame rika. Apakah ini berarti bahwa kita harus menulis ulang sejarah Amerika Serikat terkait sebagai sebuah kemunculan masyarakat dan kemudian mempengaruhi global? A tau kita harus menulis kembali studi Amerika ke dalam studi tentang masyarakat y ang mewakili, baik atau buruk, terhadap perubahan di masyarakat lain? Globalisasi, seperti yang biasanya dipahami, mengasumsikan dua hal: pertama, bah wa masyarakat jauh terhubung erat dari hari ini sebelumnya, dan kedua, perubahan yang telah dirintis dari satu pusat dominan dan telah terpancar keluar dengan c ara uni-directional. Untuk memahami globalisasi dalam konteks sejarahnya, harus dipahami bagaimana masyarakat telah dan menjadi terhubung satu sama lain? Apakah perubahan ekonomi menjadi kekuatan penting dalam menghubungkan masyarakat dari waktu ke waktu, membawa pengaruh politik dan budaya di dalamnya? Atau apakah tin dakan pemerintah menjadi penting dalam membentuk perubahan ekonomi? Apakah kekua tan budaya beroperasi secara independen dari faktor ekonomi dan politik ? Dan, a pakah skala esar perubahan sejarah menjadi uni-directional, dengan satu pusat d ari mana perubahan dominan berasal luar, atau memiliki berbagai perubahan, beber apa bahkan bertentangan, dan menjadi khas dalam sejarah? Immanuel Wallerstein telah menjadi salah satu tokoh yang paling menonjol dan kon troversial terlibat dalam pertanyaan-pertanyaan luas selama seperempat abad tera khir. Dalam artikel ini, saya memeriksa elemen dasar dari model globalisasi bahw a ia mengusulkan untuk memahami dinamika dan akar sejarah, yang disebutnya sebag ai "sistem dunia world-system". Pada pertengahan 1970-an, Wallerstein, mengusulk an sebuah model makroskopik dalam menafsirkan perubahan internasional skala besa r sebagai konsekuensi dari perkembangan sistem global. Wallerstein berpendapat b ahwa dalam masyarakat, pertama di Eropa dan kemudian di seluruh dunia, selama be rabad-abad dikaitkan dengan seperangkat hubungan ekonomi dan politik yang tidak setara. Seperangkat hubungan ini membentuk "sistem dunia." Menurutnya, daripada mempelajari sebuah negara secara individu, kita harus menyelidiki sistem dunia s ecara keseluruhan serta menganalisi dinamika hubungan yang terdiri dari sistem t ersebut. Wallerstein sangat tidak setuju dengan argumen bahwa globalisasi kontemporer tid ak berhubungan / terpisah dengan dengan masa lalu. Fokus Wallerstein terhadap si stem dunia, sebuah sistem yang memiliki pusat yang berbeda pada waktu yang berbe da, berguna untuk perbaikan pada pemahaman yang cenderung menyamakan globalisasi dengan Amerikanisasi. Demikian pula, penekanan Wallerstein yang rumit dalam hub ungan antar kekuatan ekonomi, politik, dan budaya dalam sistem dunia yang memper

lihatkan model kompleks yang mengurangi globalisasi terutama untuk faktor ekonom i maupun budaya. Globalisasi berarti integrasi ekonomi, perluasan pasar gaya Bar at atau kapitalistik ke daerah yang lebih di dunia dan peningkatan arus barang d an investasi. Beberapa pihak menanggapi prihatin tentang kesejahteraan sosial dan kedaulatan n asional, ketakutan bahwa globalisasi dapat menurunkan tingkat kesejahteraan sosi al dan lapangan kerja di negara industri, hal itu hanya mengeksploitasi pekerja miskin di manapun. Globalisasi juga mengancam kemampuan warga negara atau pemeri ntah nasional untuk mengontrol mereka sendiri. Tahun 1999 Seattle, protes terhad ap WTO dan serangan terhadap McDonald di Perancis merupakan manifestasi dari pen olakan terhadap globalisasi. The History of World History Penulisan sejarah mengenai berbagai masyarakat di dunia bukanlah hal yang baru. Tradisi liberal telah lama berpendapat bahwa tulisan sejarah dunia dalam memaha mi keragaman budaya dari Cina, dunia Islam, dan Eropa merupakan salah satu karak teristik masyrakat barat. Montesquieu, Voltaire,dan Hegel di abad ke18 dan di aw al abad 19 memahami keanekaragaman global dan mengembangkan jenis baru dari seja rah. Voltaire dan Hegel berpendapat bahwa masyarakat dapat diklasifikasikan menu rut pendekatan universal (biasanya Eropa) standar rasionalitas; Montesquieu meny ebutkan bahwa masyarakat berbeda karena iklim, geografi, atau agama. Kondisi uta ma dalam pandangan Eropa mengenai sejarah dunia adalah apakah dunia berpusat dal am satu sejarah, dan jika demikian, apakah barat / western yang menjadi dasarnya . Marx beranggapan bahwa sejarah masyarakat dunia akan berakhir dan ditentukan o leh kekuatan yang sama dari perjuangan kelas. Setelah Perang Dunia II, ahli teori sosial mencari pandangan baru tentang teori globalisasi. Teori modernisasi dan cabang-cabangnya, politik pembangunan dan tah apan pertumbuhan ekonomi, promosikan oleh para ilmuwan sosial Amerika pada 1950 -an dan 1960-an, yang merupakan contoh klasik dari berbagai pendapat mengenai pe rubahan sejarah. Secara umum, pada 1950-an dan 1960-an, Marxisme bertahan sebagai sebuah teori il mu sosial yang berpengaruh. Moore berpendapat bahwa hal yang menentukan apakah m asyarakat akan menjadi demokratis adalah pengalaman mereka dalam perpindahannya dari pertanian ke tahap industrializied. Jerman misalnya, gagal untuk mengubah h ubungan antara bangsawan dan petani, dan, karenanya, mempertahankan aristokrasi yang membuka jalan bagi fasisme. Sebaliknya, revolusi dan perang sipil di Amerik a Serikat, Inggris, dan Perancis menghancurkan kekuatan aristokrat dan membuka j alan bagi demokrasi. Moore memberikan kritik kuat teori modernisasi: modernisasi , dalam arti politik, tidak hanya merupakan sebuah produk dari ekonomi dan perub ahan budaya yang bergerak beriringan; memperjuangkan kekuasaan menentukan kemunc ulan jenis masyarakat "modern". Wallerstein s World-System of Power Sebaliknya, Wallerstein berpendapat bahwa, ketika proses perubahan serupa terjad i di seluruh dunia dan sepanjang sejarah modern, struktur kapitalisme dan sistem negara hal merarti bahwa perbedaan radikal selalu akan tetap di masyarakat. Pad a saat yang sama, ia mengsintesiskan faktor faktor ekonomi dan politik lebih efe ktif daripada banyak teori sejarah dunia atau globalisasi. Sementara para ekonom dan sosiolog sering menggambarkan pertumbuhan pasar kontemporer sebagai otonom, Wallerstein berpendapat bahwa negara yang lebih kuat akan menentukan pertumbuha n pasar. Dalam arti lain, negara tidak hanya sebagai kekuatan pasar saja, tetapi j uga memandu kapitalisme. Negara yang kuat akan mendikte bagaimana budaya globali sasi terjadi. Wallerstein, yang mulai sebagai seorang sarjana pasca-kemerdekaan Afrika, berpen

dapat bahwa modernisasi, pembangunan politik, dan teori-teori pertumbuhan ekonom i meminimized kesenjangan yang ada antara masyarakat kaya dan miskin. Dengan dom inasi ekonomi mereka terhadap masyarakat miskin, masyarakat kapitalis menentukan apakah masyarakat yang kurang berkembang mampu untuk tumbuh dan berkembang atau tidak. Negara-negara tertentu bisa menjadi terjebak dalam kemiskinan dan terus sebagai dependensi masyarakat kapitalis. Dengan demikian, pembangunan ekonomi da n hubungan kekuasaan merupakan bagian dari perubahan suatu sistem dunia. Bagi Wallerstein, sejak tahun 1500 sistem ekonomi dunia kapitalisme telah mendom inasi. Ekonomi nasional individu hanyalah merupakan bagian dari sistem. Posisi n egara dalam sistem-dunia, ditentukan dari tingkat perkembangan ekonomi dan struk tur politik (ex : otoriter / demokratis), bukan berdasarkan internal kelas atau struktur kekuasaan. Analisis sistem-dunia senderung melihat semua bagian dari sist em dunia sebagai bagian dari "dunia," dan menjadi bagian yang mustahil dipahami atau dianalisis secara terpisah. Dalam model ini, masyarakat kaya dan kuat cenderung untuk mengembangkan struktu r tradisi politik demokrasi. Mereka tinggal di bagian surplus masyarakat yang lebi h miskin, "periphery. Negara negara lemah, yang pemerintah pusatnya tidak mampu m engendalikan kelompok-kelompok sosial yang kuat, dikategorikan kepada kelompok p eriphery. Tanpa kontrol atas masyarakat mereka sendiri, negara lemah di pinggira n dimanipulasi oleh negara-negara kuat pada core dari sistem dunia. Bentuk unik dari sistem dunia kapitalis di Eropa adalah bahwa tidak pernah ada sebuah word-e mpire, sebagai telah ada di Romawi kuno, Cina, dan dunia Islam, tapi hal ini leb ih merupakan koleksi amerika serikat dalam ekonomi dunia: "Rahasia kapitalisme a dalah pembentukan pembagian kerja dalam kerangka ekonomi dunia yang yang bukan m erupakan bentuk kerajaan / empire". Sistem-dunia kapitalis maju dan berkembang pesat, Wallerstein berpendapat, karen a negara melindungi dan mempromosikan kapitalisme dan menekan gerakan anti-kapit alis atau "antisystemic". Negara core membuat kemungkinan akumulasi modal, semen tara negara pinggiran menyatakan memfasilitasi ekstraksi bahan baku dalam persek utuan dengan core dan bertentangan dengan kepentingan populasi mereka sendiri. Sistem-dunia ini dimulai, menurut Wallerstein, pada abad 16. Negara negara core di Eropa Barat menggali surplus dari wilayah selatan dan timur Eropa, kemudian c ore di Eropa dan Amerika Utara mendapat keuntungan dari seluruh dunia. Industrialisasi dan modernisasi menjadi sebuah kekuatan. Kelompok miskin, negara -negara periphery mungkin tidak pernah mengembangkan ekonomi kapitalis industri, sehingga perekonomian mereka tetap mengalami ketergantungan. Ekonomi internasio nal melibatkan tidak hanya penyebaran industrialisasi atau kapitalisme, melaink an juga melibatkan satu wilayah atau kelompok yang menjadi parasit. Konflik kela s dalam negara, kemudian menjadi kurang penting dibandingkan kekuatan satu kawas an atas kawasan yang lain. Namun Wallerstein mengakui bahwa masyarakat atau neg ara bukan monolitik. Sebaliknya, kelas kapitalis di negara-negara core menjalin aliansi dengan rulling class dalam periphery. Wallerstein mengatakan, kelas dipa ndang sebagai aktor transnasional. Keistimewaan teori ini, Wallerstein menggunak an istilah "semiperiphery" untuk menggambarkan negara-negara seperti Prussia dan Rusia. Jenis kelompok negara ini berada di antara core dan periphery. Bagi para sarjana studi Amerika dan Amerika Latin, menjadi hal menarik bahwa Wal lerstein memunculkan ide-idenya dari karya ilmuwan Andre Gunder Frank, yang berp endapat bahwa keterbelakangan di Amerika Latin bertahan karena hubungan yang tid ak setara dengan negara-negara kapitalis seperti Amerika. Dan di lain pendapatny a, Wallerstein kembali ke karya Eric Williams, yang berpendapat bahwa perbudakan telah menjadi salah satu pondasi terjadinya revolusi industri karena hal terseb ut menyediakan pabrik tekstil Inggris dengan murah untuk memproduksi kapas fiber . selain Frank dan Williams, ada lagi pendapat Lenin yang menyebutkan dalam Impe rialismenya: The Highest Stage of Capitalism ; Negara-negara Eropa Barat bertaha

n terhadap pemberontakan proletar sebelum 1914 dengan memanfaatkan Afrika, Asia, dan Latin America. Meskipun demikian, Wallerstein juga menggabungkan analisis eksploitasi ekonomi d engan historis politik. Ia melakukan ini dengan menggambar pada karya sejarah da ri sejarawan Perancis Fernand Braudel dan sejarawan Polandia Maria Malowist. Dari Braudel dan Annales, Wallerstein menarik bukti bahwa Eropa telah mengembangkan praktik kapitalis set idaknya sejauh lima belas abad. Dalam penelitian Malowist ini, Wallerstein menem ukan contoh dari bahan baku ditarik dari negara negara ekonomi terbelakang dan l emah. Gabah dari Polandia dikapalkan ke negara negara yang lebih berkembang -Ing gris dan Belanda- dan Malowist berpendapat, ini bentuk eksploitasi di Polandia. Dengan demikian, salah satu fitur penting dari sistem dunia untuk Wallerstein ad alah konflik yang melekat di dalamnya. Kelompok core Eropa Barat memiliki power untuk mengekstrak sumber daya dari masyarakat negara mereka sendiri negara, seme ntara Eropa Timur, dengan negara-negara lemah, tidak dapat mengendalikan kelompo k-kelompok sosial sendiri maupun melawan eksploitasi oleh negara core. Wallerstein s Critics Sejak publikasi The Modern World System I, pada tahun 1974, karya Wallerstein in i telah menimbulkan berbagai kritik. Para kritikus berpendapat bahwa ia terlalu kuat menekankan peran perdagangan internasional dalam menjelaskan secara mendala m ketidakadilan terhadap masyarakat negara - negara kurang berkembang. Aliran ga bah dari Baltik pada abad ke16 dan ke17 misalnya, hanya merupakan sebagian kecil dari biji - bijian yang diproduksi di Eropa Timur ; Malowist mungkin telah membesar - besarkan pentingnya dalam re-feudalizing wilayah tersebut. Demi kian pula hubungan antara bahan baku ekspor dan pemerintah nondemokratis dan ket erbelakangan ekonomi yang lemah. Setelah Eropa Timur menurun sebagai kawasan yan g mengekspor biji - bijian di abad kedelapan belas, Inggris, segera menjadi pemi mpin industri dunia dan parlemen demokrasi, dan juga pengekspor gandum selama ha mpir setengah abad. Tidak jelas bahwa ekspansi ekonomi dari core tergantung pada eksploitasi ekonomi periphery. Ketika revolusi industri dimulai, keuntungan yan g dihasilkan oleh semua perdagangan berlayar Inggris di laut diperkirakan menyum bang hanya seperenam dari investasi di negara tersebut. Inggris sendiri, dengan kata lain, menghasilkan banyak dari investasinya sendiri untuk industrialisasi. Negara-negara miskin sering tidak mendapatkan banyak hal dari mengekspor bahan b aku untuk negara-negara kaya. Perdagangan umumnya merugikan negara miskin mengek spor bahan baku. Mereka tidak mengontrol pemasaran dan sistem transportasi, dan negara negara industri mengambil porsi keuntungan yang lebih besar. Namun, ini t idak berarti bahwa bahan baku ekspor telah menutup negara sehingga menjadi keter belakangan dan juga bukan menjadi alasan mengapa beberapa negara menjadi kaya. E ropa yang bergantung kepada minyak impor setelah tahun 1945, menggambarkan bahwa bahan baku relatif sedikit dibandingkan dari luar kawasan. Kayu, batubara, biji h besi, dan mineral kebanyakan berasal dari Eropa sendiri. Minyak dan karet dida tangkan dari luar Eropa yang merupakan sebagian kecil dari kebutuhannya. Satu pe ngecualian adalah kapas diimpor yang berasal dari Amerika Serikat. Kelemahan teoritis lainnya, Wallerstein terlalu sering membuat tekanan pada pasa r internasional terutama dalam membentuk kekuatan politik, daripada perjuangan i nternal kelas atau kelompok lain. Dengan demikian, kaum Marxis dan teori liberal sama-sama mengkritik Wallerstein untuk mengabaikan perbedaan kekuasaan dalam ma syarakat. Perebutan kekuasaan di dalam negara atau masyarakat membuat sebuah per bedaan, yang sering menentukan. Wallerstein juga cenderung mengakhiri tekanan budaya pada politik dan untuk meng urangi peran negara untuk mendorong kapitalisme. Wallerstein biasanya memperlaku kan kekuatan budaya sebagai manifestasi dalam sistem politik. Beberapa kritikus

berpendapat, bahwa kekuatan independen dari kebiasaan budaya yang mendorong entr epeneurialism atau perlawanan pengaruh eksternal tidak dapat dikurangi menjadi k arakteristik yang berbeda dari sistem politik. Selain itu, sebagai Theda Skocpol dan David Held berpendapat, persaingan antara negara-negara dalam perang dan ke kuatan diplomasi membentuk hubungan negara dalam sistem kapitalis dunia. Sama h alnya, seperti fenomena internasional sebagai pergerakan buruh, tidak pernah coc ok dengan kapitalis dalam sistem dunia. Para ekoonom lain tidak sependapat dengan Wallerstein yang mempertanyakan bahwa integrasi ekonomi ; seperti peningkatan perdagangan dan investasi antara negara, mau tidak mau merendahkan miskin, negara-negara pertanian pada periphery dalam sistem dunia terhadap kemiskinan. Namun mereka berpendapat bahwa peningkatan int egrasi ekonomi , seperti pertumbuhan ekonomi, umumnya sama sama membantu negaranegara miskin dan kaya, meskipun memiliki beragam catatan pada penutupan kesenja ngan antara mereka. World-System Theory Asal mula World-system theory bermula dari upaya sistematik pertama untuk menerapkan pemik iran Marx dalam lingkup internasional. Teori ini mengkritik imperialisme yang di kemukakan oleh para pemikir seperti Hobson, Luksemburg, Bukharin, Hilferding, da n Lenin pada awal abad ke-20. Karya yang paling berpengaruh dalam perdebatan ini adalah pamflet yang ditulis oleh Lenin yang berjudul Imperialism, the Highest S tage of Capitalism. Lenin berargumen bahwa kapitalisme telah memasuki tahap tert inggi dan terakhir seiring dengan berkembangnya monopoli kapitalisme serta muncu lnya konsep core dan periphery. Dengan berkembangnya konsep core dan periphery i ni, tak ada lagi keselarasan kepentingan di antara seluruh pekerja. Jadi, menuru t Lenin, pembagian struktural antara core dan periphery menentukan sifat hubunga n di antara kaum borjuis dan proletar di setiap negara. Terdapat dua elemen penting dalam pendekatan world-system mengenai politik dunia , yaitu: (1) politik domestik dan internasional bertempat dalam kerangka ekonomi dunia kapitalis dan (2) negara bukan satu-satunya aktor penting dalam politik d unia. Kelas sosial juga memainkan peran yang signifikan. Lebih jauh lagi, tempat negara dan kelas-kelas dalam struktur ekonomi dunia kapitalis membatasi perilak u mereka dan menentukan pola-pola interaksi dan dominasi di antara mereka. Raul Prebisch berargumen bahwa negara-negara dalam periphery menjadi semakin mis kin relatif terhadap negara-negara dalam wilayah core. Pemikiran ini dikembangka n lebih lanjut oleh Andre Gunder Frank dan Henrique Fernando Cardoso. Elemen Kunci dari Wallersteins World-System Theory Immanuel Wallerstein merupakan tokoh world-system theory yang terpenting. Bentuk organisasi sosial yang dominan menurut Wallerstein adalah world-system, yang te rbagi ke dalam dua tipe, yaitu world-empire dan world economy. Perbedaan mendasa r di antara keduanya adalah pembuatan keputusan mengenai distribusi sumber daya. Dalam world-empire, sistem politik yang terpusat menggunakan kekuasaannya untuk mendistribusikan sumber daya dari daerah periphery ke daerah core/inti. Dalam w orld-economy, hal itu dilakukan melalui pasar sebagai media dengan banyak pusat kekuasaan yang bersaing satu sama lain. World-system yang modern adalah salah satu contoh dari world-economy. Sistem ter sebut merupakan sistem kapitalis. Wallerstein mendefinisikan kapitalisme sebagai sistem produksi yang menjual produk di sebuah pasar untuk mendapatkan keuntungan dan appropriation. Ia berargumen bahwa sistem itu sendiri memiliki awal, perten gahan, dan akhir. Wallerstein menambahkan satu zone ekonomi yang dinamakan semiperiphery. Menurutnya, zona tersebut memiliki peran pertengahan dalam world-syst

em yang menampilkan karakteristik inti dan periphery tertentu. Menurut para teoris world-system, ketiga zona tersebut berhubungan satu sama lai n dalam hubungan yang menjadikan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Ketiga zona tersebut membentuk dimensi spasial dalam world-economy. Untu k memahami dinamika interaksi di antara ketiganya, kita harus memusatkan perhati an pada dimensi temporal dari penggambaran Wallerstein mengenai world-economy, y aitu ritme siklis, kecenderungan sekular, kontradiksi, dan krisis. Ritme siklis berkaitan dengan kecenderungan dunia kapitalis untuk menjalani periode ekspansi dan kontraksi yang berulang. Kecenderungan sekular mengacu pada pertumbuhan atau kontraksi jangka panjang dalam world-economy. Salah satu kontradiksi yang diha dapi oleh kapitalisme adalah krisis underconsumption. Untuk memaksimalkan keuntu ngan, kaum kapitalis menekan upah buruh sedemikian rupa hingga mereka tidak lagi dapat membeli hasil produksi. Hal ini akan menimbulkan krisis underconsumption. Bagi Wallerstein, krisis dalam world-system tertentu menandai akhir sistem itu dan penggantiannya dengan sistem lain. Ia berargumen bahwa world-system modern p ada saar ini tengah mengalami krisis. Perkembangan Mutakhir dalam World-System Theory World-system theory telah menjadi sub-bidang kaji dalam teori Marxis dan Hubunga n Internasional. Christopher Chase-Dunn lebih menekankan peran sistem antarnegar a daripada Wallerstein. Sementara itu, Frank dan Gills berpendapat bahwa world-s ystem theory merupakan hasil dari world-system yang jauh lebih tua, yang didasar kan pada Timur Tengah. Menurut Chase-Dunn, teori interdepedensi dan sangat erat kaitannya dengan kapita lis global. Globalisasi menyebabkan terjadinya interkoneksi diantara para aktor sosial dari berbagai macam negara. Dari interkoneksi ini kemudian tercipta suatu bentuk rasa saling ketergantungan (interdependensi) di antara sesama aktor. Mas ing-masing entitas dan institusi tidak dapat berdiri sendiri dan mencukupi kebut uhannya sendiri. Langsung maupun tidak langsung, terima ataupun tidak terima, ki ta akan melihat apa saja yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh pihak lain. Proses globalisasi menjadikan entitas-entitas berada dalam suatu boundary yang terkait satu sama lain. Apapun yang dilakukan oleh entitas lain tidak hanya memp engaruhi melainkan juga menentukan apa yang kita putuskan dan lakukan. Hubunganhubungan menjadi saling tergantung dan tidak bisa lepas dari entitas lain. Denga n demikian, konsep menutup diri akan semakin sulit untuk dilakukan. Saling keter gantungan ini muncul karena sesuatu yang diputuskan atau dihasilkan oleh suatu i nstitusi di sebuah negara merupakan asupan untuk pengambilan keputusan atau prod uksi bagi institusi lain di negara lain. Proses saling ketergantungan ini membua t masing-masing negara menggunakan tingkat safe guard nya masing-masing untuk me lindungi produksi domestiknya. Karena jika kita bicara tentang WTO, kita otomati s membicarakan liberalisasi pertanian yang menjadi agenda utama dalam setiap per temuan WTO, khususnya dalam Doha round. Tingkat kesenjangan kualitas hidup petan i dan kesenjangan teknologi di negara maju dengan negara berkembang selalu menja di alasan utama bagi setiap negara, khususnya negara berkembang untuk dapat memp roteksi produksi domestiknya jika tidak mau dilindas produk-produk pertanian negar a maju. Seorang Dependencia School, Andre Gunder Frank menyatakan masyarakat selalu meru pakan sebuah konstruksi mitologis dari ekonomi politik liberal pada 1950-an. Hal ini bisa dilhat pada adanya dualisme atau wilayah-wilayah dan sektor-sektor yan g terintegrasi ke dalam ekonomi pasar dan mereka yang secara sistematis terpingg irkan/termarjinalkan. Sudah banyak bukti dari pengalaman ini. Kasus di Afrika, A sia Tengah, Asia Selatan, Amerika Latin merupakan ladang dari kemiskinan. Kita m enjadi manusia yang dikendalikan harga-harga mahal bukannya mengendalikan harga barang-barang tersebut. Itulah kira-kira hal yang membuat orang menjadi termajin alkan layaknya sebuah negara juga. Mungkin itulah yang dirasakan negara berkemba ng ketika posisinya termajinlakan

Justin Rosenberg: Kapitalisme dan hubungan sosial global Justin Rosenberg adalah tokoh Hubungan Internasional. Fokus dari analisis Rosenberg adalah karakter sis tem internasional dan hubungannya dengan hubungan-hubungan sosial yang terus ber ubah. Rosenberg menyediakan kritik terhadap realisme. Ia mengajukan teori hubung an internasional alternatif yang sensitif terhadap perubahan dalam politik dunia . Menurut Rosenberg, kedaulatan dan anarki dapat dipahami melalui metode Marxism e. Kedaulatan mencerminkan cara di mana negara menjadi terpisah dari proses prod uksi di bawah kapitalisme, dengan perannya yang menjadi semakin politis. Ia juga menyimpulkan bahwa anarki merupakan kondisi dalam hubungan kapitalis dan bukan bawaan dalam hubungan internasional. Pemikiran Warren merupakan tantangan terhad ap teori dependensi dan world-system theory. Teori Dependensia dan World System Dalam paragraf ini lebih kepada pembahasan tentang teori ketergantungan. Banyak para penstudi yang juga akhirnya memberikan kontribusi tentang teori ketergantun gan. Hal ini juga karena Marxis banyak menyinggung tentang negara-negara yang be rgantung kepada negara kaya karena adanya struktur dalam system dunia. Tidak han ya sebatas, pemikiran Marxis juga pada akhirnya menyebabkan timbulnya para penst udi-penstudi lain dimana mereka juga memberikan pemikiran terhadap teori kergant ungan dan system dunia. Penstudi hubungan internasional Marxis telah mengembangkan teori ketergantungan (dependency theory) untuk menjelaskan kekurangan dari dunia ketiga. Ini terlihat setelah perang dunia kedua, negara Amerika Latin melihat adanya ketidakseimbang an pertumbuhan dalam negaranya, dimana negara-negara pemilik modal akan menghasi lkan penghasilan yang baik terhadap pasarnya. Tapi ini adalah bukan yang diharap kan. Penstudi mendefinisikan dependensi adalah situasi dimana akumulasi dari mod al tidak dapat menopang dikondisi internalnya. Negara yang bergantung terhadap n egara lain harus meminjam kepada negara pemilik untuk menghasilkan produksi yang baik, dan hutang luar negerinya harus mengurangi akumulasi dari surplus. (depen densi adalah bentuk dari interdepedensi internasional, dimana negara kaya harus memberikan pinjaman uang hanya kepada negara miskin sebagai kebutuhan penjaman t ersebut, akan tetapi interdepedensi ini dengan keseimbangan kekuatan). Teori dependensia menemukan akar penyebab keterlambatan pembangunan pada keberga ntungan yang besar dari negara-negara Amerika Latin kepada negara-negara industr i seperti Amerika Serikat. Kebergantungan ini telah memperparah keterlambatan pe mbangunan karena mekanisme eksploitasi yang dilakukan negara-negara center ke ne gara-negara periphery, baik secara langsung maupun melalui media negara-negara s emi periphery dan kelas-kelas komprador domestik. Proposal untuk aksinya tentu s aja dengan memutuskan atau mengurangi rantai kenergantungan negara-negara berkem bang pada negara-negara industri. Berbeda dengan transformasi Marxisme dari leninis dan Maois, kebanyakan literatu r berorientasi Marxis atau neo-Marxis selama paruh kedua abad ke-20 memberi kont ribusi besar bagi teori imperialisme. Teori dependensi telah menjadi satu yang p aling mempengaruhi school of thought IPE terbaru. Sebagai suatu varian pemikiran struktural Marxis-Leninis, teori dependensi mencoba menjelaskan ketidaksesuaian yang lebar antara industrialisasi, kesejahteraan negara-negara utara dan kemisk inan, negara-negara miskin di selatan. Thesis utamanya bahwa dalam hubungan utar a-selatan, negara kaya (core) berdasarkan sejarah memindahkan negara berkembang (periphery) kepada posisi subordinat melalui eksploitasi sumber daya, termasuk m anusia dan bahan mentah. Dialog utara-selatan menjadi isu penting dalam hubungan internasional. Menurut t eori dependensi, situasi darurat secara luas diakibatkan oleh fakta bahwa negara kapitalis barat berkembang secara bertahap dari pertanian ke industri dewasa da n masyarakat modern melaui suatu periode lebih dari satu abad. Dalam kemerdekaan

pemimpin dan institusi di negara berkembang dapat mengatur pengaruh ekonomi dan politik yang cukup untuk menyelaraskan pembangunan ekonomi dan modernisasi sesu ai langkah yang diinginkan. Ketegangan utara-selatan semakin memburuk dengan fakta bahwa negara-negara yang memasuki sistem internasional terperangkap ditengah perjuangan ideologi dan keku asaan yang kuat antara kapitalisme (AS) dan komunisme (US). Lebih jauh, pandanga n ekonomi internasional tidak terbukti lebih ramah bagi negara baru merdeka, sep erti negara utara yang telah mempertahankan supremasinya melebihi semua organisa si dan hukum internasional, dan negara berkembang tidak punya pilihan, selain me njalankannya. Teori dependensi menekankan pada peran pemerintah dan MNC serta konsekuensi meru gikan dalam operasi mereka bagi sebagian besar populasi di negara berkembang. Me reka mencatat bahwa pemerintah dan MNC negara industrialis utara mendominasi ins titusi politik dan ekonomi negara berkembang melalui sogokan dan pemilihan elit dan modal lokal, kemudian mengabadikan hubungan ketergantungan melaui investasi dalam industri ekstraktif, fasilitas produksi, teknologi rendah dan buruh yang m urah. Hal ini mengakibatkan negara barat semakin maju dan negara berkembang sema kin miskin dan tergantung pada modal dan teknologi negara Utara. Dalam kesimpulan ini dapat dijelaskan bahwasannya globalisasi adalah proses di m ana transaksi sosial mengenai berbagai jenis hal semakin meningkat tanpa hubunga n dengan batas-batas negara. Globalisasi ditandai oleh semakin menyatunya pereko nomian nasional, kesadaran global mengenai saling ketergantungan ekologis, membl udaknya jumlah perusahaan, gerakan-gerakan sosial, dan para pelaku antarpemerint ah yang beroperasi dalam skala global, serta revolusi komunikasi yang membantu p erkembangan kesadaran global. Menurut teori Marxis, dunia telah lama didominasi oleh satu perekonomian tunggal dan kesatuan politik, yaitu sistem kapitalis glob al. Jadi, kaum Marxis tidak menganggap globalisasi sebagai sesuatu yang baru, me lainkan sebagai kecenderungan jangka panjang dari perkembangan kapitalisme. Lebi h jauh lagi, globalisasi sering dijadikan alat ideologis untuk membenarkan pengu rangan hak-hak dan prinsip kesejahteraan para buruh. Menurut Marx dan Engels glo balisasi bukan sja mnegasilkan hubungan antar negara akan tetapi adanya dinamika internal dan dominasi kapitaslis dari sistem produksi. Yang pertama kali menafsirkan pemikiran Marx dalam lingkup internasional adalah Lenin dengan karyanya, Imperialisme, The Highest Stage of Capitalism. Lenin meny ebutkan bahwa negara-negara dapat memainkan peran sebagai kelas-kelas. Ia membag i negara-negara ke dalam core yang terdiri dari negara-negara kapitalis (dianalo gikan dengan kelas borjuis dalam masyarakat) dan periphery yang terdiri dari neg ara-negara berkembang (kelas proletar). Lenin berargumen bahwa kapitalisme telah memasuki tahap tertinggi dan terakhir seiring dengan berkembangnya monopoli kap italisme serta munculnya konsep core dan periphery. Dengan berkembangnya konsep core dan periphery ini, tak ada lagi keselarasan kepentingan (harmony of interes ts) di antara seluruh pekerja. Jadi, menurut Lenin, pembagian struktural antara core dan periphery menentukan sifat hubungan di antara kaum borjuis dan proletar di setiap negara. Dengan penganalogian ini, aspek internasional mulai masuk ke dalam pemikiran Marxis. Marxisme dalam Hubungan Internasional mengemuka pada tahun 70-an dalam bentuk ne o-Marxisme yang didorong oleh pengalaman-pengalaman empiris di Amerika Latin. EC LA menyelidiki keterbelakangan yang terjadi di Amerika Latin dan ketergantungan negara-negara di kawasan tersebut kepada Amerika Utara. Teori yang menjelaskan h al ini kemudian disebut sebagai teori dependencia yang menyatakan bahwa terdapat ketergantungan negara-negara periphery terhadap core. Teori ini berargumen bahw a ekonomi negara-negara Dunia Ketiga dikondisikan dan disubordinasikan terhadap pembangunan ekonomi, ekspansi, dan kontraksi kemajuan ekonomi negara-negara kapi talis. Untuk memperhitungkan argument Marxis dalam pendekatan hubungan internasional di

refleksikan pada proses dimana adanya kesatuan perlombaan antar manusia dan pene kanan terhadap peranan kapitalisme dan perkembangan ini. Dominananya pemikiran i ni di analisis untuk menggantikan tempat alienasi, eksploitasi dan menjauhkan da ri sistem kebebasan dan kerjasama universal. Interpretasi Marxis sebagai pengaru h terlegitimasi dengan luas mengatasi adanya resistensi, khususnya dari kaum rea lis dan neo realis. Kaum realis menyangkal bahwa kapitalis akan menyatukan dunia dalam kebiasan dalam prediksi Marxis dan menolak adanya klaim revolusi proletar iat dapat muncul dalam pembagian dunia dalam nation state. Marxis, mengalah pada metode tradisional yaiut diplomasi untuk memelihara bertahan hidup dan keamanan dari nation state menguatkan kembali pandangan realis. Tranformasi dari system internasional Marxis telah mentranformasi dari aksi sebagai agent dari tranforma si system internasional Marxis menjadi instrumen yang direproduksi kembali. Bata s perselisihan antara China dan Soviet, Invasi Vietnam ke Kamboja dan perang ant ar China dan Vietnam adalah bentuk kegagalan Marxis untuk membuat pentingnya sys tem internasional Negara. Marxis juga dipengaruhi oleh pendekatan yang radikal dari ekonomi politik intern asional, termasuk teori ketergantungan, dengan berargumen bahwa analisis interde pedensi terlalu distribusi tidak sejajar untuk kesejahteraan dari kapitalis syst em dunia. Studi dari ketidak sejajaran inilah yang menjadi saluran untuk izin ma suk pendekatan Marxis kedalam studi hubungan internsional. Selain itu Robert Cox juga berusah menggantikan hubungan internasional yang kove nsional teori yang memfokuskan kepada interaksi antara kekuatan kelas, Negara da n tatanan dunia itu adalah ambisi yang di gunakan disiplin ilmu materialisme sej arah. Kehadiran dan perkembangan industrialisasi pada abad ke-19, selain mencipt akan lapangan pekerjaan yang besar, juga membawa kesengsaraan bagi masyarakat di mana pabrik-pabrik didirikan. Kesenjangan secara sosial ekonomi terjadi antara m ereka yang memiliki kekuasaan modal dan politik dengan mereka yang memiliki keua ngan terbatas. Kondisi ini membuat Karl Marx, penteori ekonomi-politik sosialis yang paling berpengaruh pada abad itu, mengkritik keberadaan kapitalisme dan men gembangkan teori ekonomi politik saintifiknya sendiri untuk menjelaskan perubaha n yang terjadi dalam industrialisasi baru di Eropa. Teorinya didasarkan bagi tuj uan perjuangan kelas antara proletar (kaum pekerja) dan borjuis (pemilik faktor produksi). Dunia ketiga bukannya tidak menyadari bahwa suatu ketergantungan (Dependensi) te lah berlangsung di negara-negara mereka sehubungan dengan proses modernisasi dan industrialisasi. Persoalannya ialah bagaimana cara yang harus ditempuh agar fen omena ketergantungan itu dapat dieleminasi sedemikian rupa. Berkaitan dengan ini , studi berpikir Marxian mengenai model ketergantungan, menentang konsep-konsep dan tata ekonomi yang ditawarkan kapitalisme-liberalisme. Pencarian konsep, teori dan model yang paling cocok secara general untuk pembang unan di Dunia Ketiga sukar dilakukan, dan mungkin tidak pernah dapat ditemukan k arena perbedaan-perbedaan visi dan kerangka berpikir di Dunia Ketiga. Secara par ochial konsep industrialisasi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi geografis banyak dijadikan acuan atau yang direkomendasikan sebagai bahan temuan para pak ar Ekonomi Politik baik oleh negara maju maupun negara berkembang, untuk membeka li keyakinan para pengambil keputusan di negara-negara berkembang. Karena sifatnya yang lebih ambisius, teori-teori global lebih rentan ketimbang t eori-teori dengan penerapan sederhana. Kita berurusan dengan hubungan-hubungan a ntara wilayah maju dan wilayah terbelakang. Dari seluruh pendekatan yang diuji d i atas, Wallerstein dengan World System Theory nya sangat holistik dan luar bias a ekonomistik dalam lingkup penanganannya atas hubungan-hubungan antara politik dan ekonomi. Ia cenderung memperlakukan proses-proses politik domestik ditentuka n secara eksternal atau pencerminan kepentingan-kepentingan ekonomi domestik, da n melakukannya secara mekanis dan pukul rata. Namun ia memperkenalkan kembali po litik (dan negara-bangsa) sebagai faktor penentu dalam perhitungan penjagaan sys tem pertukaran tak setara yang dianggap juga menghasilkan mereka. Sebagai bahan kesimpulan penutup yang terakhir, bahwasannya dalam perkembangan p

emikiran marxis akhirnya melahirkan pemikir-pemikir yang mengembangkan teori-teo ri dari Marxis, seperti yang telah dijelaskan diatas sepeti, Rober Cox dengan te ori critical theorinya, Gramsci dengan Hegemoninya, Immanuel Wallerstain dengan world system theory-nya, dan masih banyak lagi pemikir-pemikir yang lain.

Anda mungkin juga menyukai