Anda di halaman 1dari 2

Nama

: Luthfi Khoirul Wahidin

Mata Kuliah : Pengantar Studi Hadits

Kodifikasi Hadits
Kodifikasi Hadits sudah dimulai pada periode Tabiin ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang memberikan intruksi kepada Gubernur Madinah yakni Abu Bakar bin Hazm untuk mengkodifikasi Hadits. Kemudian Ibnu Hazm menyampaikan intruksi Khalifah tersebut ke seluruh negeri kekuasaan dan belum melakukan kodifikasi. Keharusan sanad dalam penyertaan periwayatan berlaku bahkan menjadi tuntutan yang sangat kuat ketika Ibnu Asy-Syihab Az-Zuhri menghimpun Hadits dari para ulama diatas lembaran kodifikasi.1 Az-Zuhri dinilai sebagai orang pertama dalam melaksanakan tugas pengkodifikasian Hadits dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz, dengan ungkapannya: Kami diperintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk menghimpun sunnah, kami telah melaksanakannya dari buku ke buku, kemudian dikirim ke setiap wilayah kekuasaan Sultan satu buku. Kemudian setelah kodifikasi yang dilakukan Az-Zuhri aktifitas penghimpunan dan pengkodifikasian hadits tersebar di berbagai negeri islam pada abad ke 2 H di antaranya ialah Abdullah bin Abdul Aziz bin Juraij (w 150 H) di Mekah, Ibnu Ishak (w. 151 H) di Mekah, Abdurahman Abu Amr Al-Auzai (w. 156 H) di Syria, Sufyan Ats-Tsauri (w. 161 H) di kufah, Imam Malik bin Anas (w. 179 H) di Madinah, Ar-Rabi bin Shabih (w. 160 H) di bashrah dan lain-lain.2 Penghimpunan hadits pada masa ini masih campur dengan perkataan sahabat dan fatwanya.3 Diantara buku-buku yang muncul pada masa ini adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Al-Muwaththa yang ditulis oleh imam malik, Al-Mushannaf oleh Abdul Razzaq bin Hammam Ash-Shanani, As-Sunnah ditulis oleh Abd bin Manshur, Al-Mushannaf dihimpun oleh Abu Bakar bin Syaybah, dan Musnad AsySyafii.4

Pada periode Tabi tabiin (sekitar abad ke-3 H) disebut masa kejayaan sunnah atau disebut juga masa kejayaan sunnah, karena pada masa ini kegiatan rihlah mencari ilmu dan

1 2

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, hlm.54 Ibid, hlm. 54 3 Ibid, hlm. 54 4 Ibid, hlm. 54 dan 55

sunnah serta pembukuannya mengalami puncak keberhasilan yang luar biasa. 5 Pada periode ini lahirlah enam buku induk hadits (Ummahat Kutub As-Sittah), yaitu 1. 2. 3. 4. 5. 6. Al-Jami Ash-Shahih li Al-Bukhari (194-256 H); Al-Jami Ash-Shahih li Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyayri (204-261 H); Sunan An-NasaI (215-303 H); Sunan Abu Dawud (202-276 H); Jami At-Tirmidzi (209-269 H); Sunan Ibn Majah Al-Qazwini (209-276 H)6

Periode ini masa yang paling sukses dalam pembukuan hadits sebab pada masa ini para ulama hadits telah berhasil memisahkan hadits Nabi dari perkataan sahabat dan fatwanya dan telah berhasil pula mengadakan filterisasi (penyaringan) yang sangat teliti apa saja yang dikatakan Nabi, sehingga telah dapat dipisahkan mana hadits yang shahih dan mana yang bukan shahih. Oleh karena itu, periode ini juga disebut sebagai masa kodifikasi dan filterisasi (Ashr Al-Jami wa At-Tashhih).7 Pada masa ini juga lahir para huffadzh dan para pembesar kritikus hadits seperti Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rawaih, Ali bin Al-Madini, Yahya bin Main, Muhammad bin Muslim, Abu Abdullah Al-Bukhari, Muslim bin Al-Hajjaj, Abu Zarah dan lain-lain. Pada masa tabiut tabiin ini juga terjadi fitnah dari ahli kalam (kaum Mutazilah) yang menyerang matan dan sanad hadits dengan cercaan bahwa hadits tidak layak dijadikan hujah dalam islam, karena saling kontra antara yang satu dengan yang lain. Untuk menjawab hal tersebut Ibnu Qutaibah (w. 234 H) menulis sebuah buku yang berjudul Tawil Mukhtalif Al-Hadits.8 Pada masa selanjutnya (setelah tabi tabiin) tidak ada penambahan dalam penghimpunan hadits kecuali sedikit, karena cara periwayatan dan pembukuannya bereferensi dan mengutip dari kitab-kitab yang sebelumnya. Diantara kegiatan pengkodifikasian pada masa ini (abad 4-6 H) adalah dalam bentuk Mujam (Ensiklopedi), Shahih..(Himpunan Shahih saja),Mustadrak Sunan, Al-Jamu (gabungan dua atau beberapa kitab hadits), ikhtishar (resume), Istikhraj, dan Syarah (ulasan).9

5 6 7 8 9

Ibid, 56 Ibid, hlm. 56 Ibid, hlm. 56 dan 57 Ibid, hlm. 57 Ibid, hlm. 58

Anda mungkin juga menyukai