Anda di halaman 1dari 29

HUBUNGAN ANTARA ALTITUDE DENGAN TEKANAN UDARA, SUHU UDARA, DAN RH

I.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan udara adalah tenaga yang bekerja untuk menggerakkan massa udara dalam setiap satuan luas tertentu. Suhu merupakan derajad panas atau dingin suatu benda. Kelembaban relatif (RH) adalah perbandingan kandungan (tekanan) uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air (g/kg). Tekanan udara, suhu udara, dan kelembaban akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan ketinggian suatu tempat. Semakin tinggi suatu tempat, maka tekanan udara pada tempat tersebut semakin kecil. Penyebabnya adalah, semakin tinggi suatu tempat maka makin sedikit beban udara dari bagian atas yang ditanggung oleh udara di bawahnya. Perubahan pada suhu juga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tempat. Semakin tinggi suatu tempat, semakinrendah suhu udaranya .Setiap ketinggian 100 m, suhu akan mengalami perubahan sekitar 0,5 C sampai 1 C. Begitu pula dengan RH. Besarnya RH akan berbeda-beda karena temperatur di permukaan bumi yang juga berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh letak lintang, ketinggian, dan waktu (pagi, siang, dan malam), dimana semakin ke utara atau ke selatan khatulistiwa, kelembapan udara akan semakin turun. B. Tujuan Praktikum Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketinggian tempat terhadap perubahan tekanan udara, suhu udara, dan RH udara

II.

TINJAUAN PUSTAKA Ketinggian suatu tempat berhubungan dengan tekanan pada tempat tersebut. Semakin tinggi suatu tempat, maka tekanan udara pada tempat tersebut semakin kecil. Penyebabnya adalah, semakin tinggi suatu tempat maka makin sedikit beban udara dari bagian atas yang ditanggung oleh udara di bawahnya. Udara yang berada di bawah tidak memberikan sumbangan pada tekanan di tempat itu. Tekanan udara di suatu tempat hanya ditentukan oleh udara di bagian atas tempat tersebut (Anonima, 2011). Semakin tinggi suatu tempat, lapisan udaranya semakin tipis dan semakin renggang, akibatnya tekanan udara semakin rendah.Tekanan udara di suatu tempat pada umumnya dipengaruhi oleh penyinaran matahari. Daerah yang banyak mendapat sinar matahari mempunyai tekanan udara rendah dan daerah yang sedikit mendapat sinar matahari mempunyai tekanan udara tinggi (Anonimb, 2011). Tekanan udara terjadi karena molekul-molekul udara terus bergerak ke segala arah dan menumbuk dinding pembatas area. Dalam suhu yang tinggi, gerakan molekul akan makin cepat sehingga tekanan akan meningkat. Itulah mengapa ketika kita mempunyai sebuah balon gas kemudian kita jemur di bawah terik matahari, balon akan meletus karena tekanannya meningkat. Tekanan, bisa juga diartikan sebagai besarnya gaya per satuan luas. Udara mempunyai berat. Makin tinggi suatu tempat, volume udara di atas tempat tersebut makin kecil sehingga berat udara di atas tempat tersebut juga makin kecil. Akibatnya, tekanan udara di tempat yang tinggi lebih kecil daripada tekanan udara di tempat yang lebih rendah (Anonimb, 2009). Kelembaban nisbi suatu tempat tergantung pada suhu yang menentukan kapasitas udara untuk menampung uap air serta kandungan uap air aktual di tempat tersebut. Kandungan uap air aktual ini ditentukan oleh ketersediaan air ditempat tersebut serta energi untuk menguapkannya (Handoko, 1993).

Meningkatnya suhu udara rata-rata, naiknya suhu permukaan air laut, perubahan pola hujan, pergeseran awal musim kemarau maupun musim hujan, merupakan dampak dari adanya pemanasan global/ perubahan iklim. Ada dua akibat dari meningkatnya temperatur (1)adanya perubahan tekanan, sirkulasi udara yang menyebabkan kecepatan angin menjadi lebih kencang; (2) Adanya penguapan, uap air berkumpul di atas menyebabkan atmosfir basah, intensitas curah hujan menjadi meningkat (Firman, 2009).

III.

ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. Alat 1. Termometer 2. Hygrometer 3. Barometer 4. Altimeter B. Bahan C. Cara kerja 1. Menyiapkan alat-alat yang digunakan, meliputi: termometer, hygrometer, barometer, dan altimeter 2. Melakukan perjalanan siang (11-12) dari Solo sampai

Tawangmangu dan mengamati cuaca pada beberapa ketinggian, seperti: Solo (UNS), Karanganyar, Karangpandan, dan

Tawangmangu 3. Melakukan perjalanan sore (14-15) dari Tawangmangu ke Solo dan melakukan pengamatan yang sama 4. Melakukan analisis dan interpretasi data yang telah diperoleh dan membuat komentar serta kesimpulan dari data yang didapat

IV.

HASIL PENGAMATAN Tabel Hubungan Antara Altitude Dengan Tekanan Udara, Suhu Udara, dan RH Intensitas Ketinggian Suhu RH Tekanan Angin Lokasi Waktu Cahaya 0 (mdpl) ( C) (%) (hpa) (m/s) (FC) Solo/Palur 09.40 130 30 52 998 5250 1,4 KRA/Tegalgede Krgpandan Tawangmangu Solo/Palur KRA/Tegalgede Krgpandan Tawangmangu 10.05 10.15 10.45 13.30 13.05 12.45 252 661 1075 252 661 1075 30 30 29,5 32 31 30 48 42 40 50 50 45 986 942 896 983 938 895 2580 963 630 5950 3220 2520 0,1 0,3 0,4 1,4 0 0,1

Sumber: Hasil Pengamatan

Tabel Pengamatan Iklim Mikro Lokasi Ampel Rawapening Waktu 09.30 09.30 Ketinggian Suhu RH Tekanan (mdpl) (0C) (%) (hpa) 488 720 35 31 36 46 Intensitas Cahaya (FC) 8230 4880

Sumber: Hasil Pengamatan

V.

PEMBAHASAN Tinggi rendahnya suatu tempat akan mempengaruhi besar kecilnya tekanan udara, suhu udara, dan RH dari tempat tersebut. Pada tekanan udara, semakin tinggi tempat, maka akan semakin rendah tekanan udaranya. Penyebabnya adalah semakin tinggi suatu tempat maka semakin sedikit beban udara dari atas yang ditanggung oleh udara di bawahnya, dimana tekanan udara di suatu tempat hanya ditentukan oleh udara di bagian atas tempat tersebut. Semakin sedikitnya beban udara yang ditanggung disebabkan semakin tinggi tempat komposisi gas penyusun udara makin berkurang dan gaya tarik bumi makin lemah. Suhu udara juga mengalami perubahan seiring dengan perubahan ketinggian suatu tempat, dimana semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhu udaranya. Hal ini disebabkan semakin tinggi tempat, radiasi matahari yang diterima lebih banyak diabsorbsi untuk pertumbuhan tanaman dan digunakan untuk proses transpirasi (pelepasan molekul air oleh tanaman ke atmosfer) juga untuk evaporasi (penguapan air oleh tanah dan badan-badan air seperti sungai dan danau) yang kemudian akan meningkatkan kelembaban udara (suhu udara berbanding terbalik dengan kelembaban udara). Selain itu, intensitas radiasi matahari yang diterima tempat yang tinggi, yaitu pada permukaan tempat tersebut, sudah lemah. Hal ini disebabkan keadaan pada tempat yang makin tinggi, misalnya pegunungan, pada umunya diliputi awan dan kabut, dimana awan dank abut ini timbul karena kurangnya penyerapan sinar matahari dari udara. Besar kecilnya RH juga dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suatu tempat. Semakin tinggi suatu tempat, semakin tinggi RH. Pada tempat yang tinggi, suhu udara rendah sehingga kapasitas udara untuk menampung uap air relative kecil (es rendah). Hal ini dikarenakan saat suhu terus turun, uap air akan berubah menjadi air (disebut dengan kondensasi). RH juga semakin tinggi karena pada tempat yang semakin tinggi tekanannya akan semakin rendah, dimana tekanan udara yang

rendah menyebabkan naiknya massa udara sebagai salah satu syarat pembentukan awan dan hujan. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan diperoleh hasil bahwa pada suhu yang sama RH dapat mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan, semakin siang, intensitas radiasi matahari yang diterima suatu tempat akan semakin besar. Intensitas radiasi matahari yang tinggi menyebabkan jumlah air pada tanah dan udara sebagai akibat evapotranspirasi rendah. Adanya angin juga dapat memberikan pengaruh pada RH karena angin juga dapat membawa partikel-partikel air walau hanya dalam jumlah kecil. Pada data hasil pengamatan juga diperoleh bahwa hasil pada Tabel Hubungan Antara Altitude Dengan Tekanan Udara, Suhu Udara, dan RH tidak sesuai dengan teori, namun sebaliknya Tabel Pengamatan Iklim Mikro menunjukkan hasil yang sesuai teori. Ketidaksesuaian hasil dengan teori tersebut disebabkan perbedaan waktu pada saat pengamatan.

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah tekanan udara 2. Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhu udara 3. Semakin tinggi suatu tempat, semakin tinggi RH 4. Pada suhu yang sama, RH dapat mengalami perubahan. Hal ini disebabkan faktor waktu, dimana semakin siang, semakin tinggi intensitas radiasi matahari

B. Saran 1. Penjelasan mengenai praktikum acara 4 cukup jelas, sehingga praktikum dapat dilaksanakan dengan baik

DAFTAR PUSTAKA Anonima, 2011. Makalah Tekanan Udara. http://www.ubaid.web.id. Diakses pada tanggal 2 Juni 2011. Anonimb. 2009. http://www.fisikaasyik.com. Diakses pada tanggal 2 Juni 2011. Anonimb, 2011. Mengukur Tekanan Udara IPA. http:// www.kabaranda.com. Diakses pada tanggal 2 juni 2011. Firman, Umara. 2009. Fluktuasi Udara dan Trend Variasi Curah Hujan RataRata Di Atas 100 mm di Beberapa Wilayah Indonesia Vol.5 No.3. Buletin Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Bogor.

TERMOHYGROGRAPH

I.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Termohygrograph merupakan suatu alat yang digunakan untuk memonitor perubahan suhu dan RH secara kontinyu pada periode tertentu (harian atau mingguan). Monitoring suhu dan RH ini biasanya dilakukan pada ruang penyimpanan (benih, biji-bijian, buah), pada ruang kultur mikro organisme, atau ruang kultur insek, dan lain-lain. Selain itu, monitoring suhu dan RH juga sangat diperlukan pada saat dilakukan penetasan telur unggas dengan mesin penetas yang diharapkan dapat dilakukan pada suhu stabil dan RH yang selalu tinggi. B. Tujuan Praktikum Praktikum ini bertujuan untuk monitoring atau memantau suhu dan RH udara pada suatu tempat secara kontinyu pada periode tertentu (mingguan)

II.

TINJAUAN PUSTAKA Kelembaban ialah jumlah uap air yang terdapat di udara. Kelembaban dapat mempengaruhi efek temperatur. Fluktuasi kelembaban secara horisontal mengakibatkan kelembaban lebih tinggi di malam hari, sedangkan di siang hari lebih rendah. Kelembaban, temperatur, dan cahaya berperan sangat besar dalam mengatur aktivitas organism dan sering menjadi faktor pembatas terhadap penyebaran organisme (Nainggolan, 2001). Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atomatom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut. Secara kualitatif, kita dapat mengetahui bahwa suhu adalah sensasi dingin atau hangatnya sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara kuantitatif, kita dapat mengetahuinya dengan menggunakan termometer. Suhu dapat diukur dengan menggunakan termometer yang berisi air raksa atau alkohol. Kata termometer ini diambil dari dua kata yaitu thermo yang artinya panas dan meter yang artinya mengukur (to measure) (Anonimb, 2010). Kapasitas udara untuk menampung uap air (pada keadaan jenuh) tergantung pada suhu udara. Defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap aktual. Pengembunan akan terjadi bila kelembaban nisbi mencapai 100 % (Abuhaniya, 2009). Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang memberikan pengaruh langsung terhadap kenikmatan (fisik) dan kenyamanan (rasa) pemakai di sebuah ruang bangunan. Sistem lingkungan membentuk bangunan (buildings as a modifier, or climate modifier). Modifier merupakan cara mengatasi iklim dengan mempergunakan

teknologi tepat guna. Modifier adalah barang buatan yang mampu membuat iklim mikro yang nyaman bagi manusia (Anonima, 2010). Kondisi iklim mikro, parameter yang diamati meliputi: 1) Temperatur pagi (Tp), siang (Ts) dan sore hari (Tsr), diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan menggunakan termometer suhu yang diletakan pada setiap lokasi titik pengamatan, 2) Temperataur optimum (TI), ditentukan dari hasil pengukuran temperatur pagi (Tp) dan siang hari (Ts), menggunakan rumus Thom, TI = 0,2 (Ts + Tp) + 15 atau TI = 0,2 (Tmax + Tmin) + 15. (Ts= temperatur pada siang hari oC, Tp= temperatur pada pagi hari oC, Tmax= temperatur maksimum minimum
o o

C, Tmin= temperatur

C, 3) Kelembaban ideal (RHi), ditentukan dari hasil

pengukuran temperatur siang hari (Ts) dan temperatur ideal (TI) (Setyowati, 2008).

III.

ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. Alat 1. Termohygrograph 2. Kertas pias 3. Drum B. Bahan C. Cara kerja 1. Menyiapkan alat termohygrograph dan memasang kertas pias pada drum 2. Menyetel alat pada posisi mingguan, memasang drum kembali, dan meletakkan pada tempat yang akan dimonitor 3. Melakukan inspeksi setiap hari mengenai kelancaran jalannya alat, seperti tinta recorder, dan timer yang sudah disetting 4. Setelah satu minggu, melepaskan kertas pias dan melakukan pengamatan terhadap data yang diperoleh 5. Memasang kertas pias yang baru, meletakkan alat pada tempat yang berbeda, dan melakukan prosedur yang serupa 6. Melakukan pembacaan data yang diperoleh dan mencari kapan suhu tertinggi, suhu terendah, RH tertinggi, dan RH terendah

IV.

HASIL PENGAMATAN Tabel Hasil Pengamatan Suhu dan Kelembaban Udara di Ruang Terbuka Suhu Udara Kelembaban Udara 280 270 270 280 280 270 220 Sumber: Hasil Pengamatan 69% 69% 67% 63% 64% 64% 88%

Tabel Hasil Pengamatan Suhu dan Kelembaban Udara di Rumah Kaca (Mingguan) Suhu Udara Kelembaban Udara 230 230 240 230 240 230 240 270 Sumber: Hasil Pengamatan 89% 89% 88% 92% 89% 89% 88% 79%

Tabel Hasil Pengamatan Suhu dan Kelembaban Udara di Ruang Kultur Jaringan (Mingguan) Suhu Udara Kelembaban Udara 190 200 190 190 200 200 200 190 Sumber: Hasil Pengamatan 68% 68% 62% 61% 60% 69% 65% 62%

V.

PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh hasil bahwa suhu di dalam rumah kaca selalu lebih tinggi dari pada suhu lingkungannya. Hal ini disebabkan pada rumah kaca, cahaya matahari menembus kaca dan dipantulkan kembali oleh benda-benda di dalam rumah kaca sebagai gelombang panas yang berupa sinar infra merah. Namun, gelombang panas tersebut terperangkap di dalam rumah kaca serta tidak tercampur dengan udara dingin lingkuangannnya. Akibatnya, suhu di dalam rumah kaca lebih tinggi daripada di luar rumah kaca. Suhu di dalam rumah kaca yang tinggi diikuti oleh RH yang juga tinggi. Hal ini dikarenakan uap air hasil evaporasi dan transpirasi terkungkung di dalam rumah kaca. Berbeda halnya dengan ruang kultur jaringan. Pada ruang ini, suhu udara dapat dikatakan konstan, namun kelembaban udaranya fluktuatif. Kelembaban udara yang fluktuatif tersebut dimungkinkan terjadi karena adanya aktivitas keluar-masuk ruang kultur jaringan yang dilakukan oleh manusia, sehingga RH lebih sensitif untuk mengalami perubahan. Secara teori, keberadaan manusia akan mempengaruhi suhu dan RH suatu tempat, dimana semakin banyak jumlah manusia di suatu tempat, semakin tinggi suhu udara. Seharusnya, peningkatan suhu akan mengakibatkan penurunan kelembaban udara, namun dalam hal ini, peningkatan suhu udara diikuti dengan kelembaban udara yang juga meningkat. Hal ini dikarenakan manusia dalam melakukan aktivitasnya akan mengeluarkan panas, uap, keringat, dan lain-lain, yang pada akhirnya akan meningkatkan kelembaban udara. Suhu yang konstan atau stabil pada ruang kultur jaringan disebabkan oleh pengunaan AC secara kontinyu. Selain menstabilkan suhu udara, pengunaan AC juga bertujuan untuk membuat temperatur ruangan mencapai sekitar 250C. Suhu ini merupakan suhu yang ideal bagi pertumbuhan planlet (tunas yang telah berakar). Fungsi lain dari

penggunaan AC pada ruang kultur jaringan adalah untuk menyaring udara yang masuk dan mempertahankan tanaman untuk tetap hidup. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, suhu pada rumah kaca selalu lebih tinggi dari suhu lingkungannya. Tingginya suhu di rumah kaca tentu memberikan manfaat dalam hal bercocok tanam, baik pada daerah tropis maupun sub tropis. Pada daerah sub tropis, rumah kaca digunakan untuk melakukan kegiatan bercocok tanam di musim dingin, atau menanan tanaman pertanian yang tidak sesuai dengan iklim dan musim setempat, dengan mengendalikan kondisi lingkungan di dalam rumah kaca. Misalnya, untuk menghindari dingin, ventilasi diminimalisasi sehingga udara dingin luar tidak dapat masuk. Berbeda dengan daerah tropis, dimana pada daerah ini rumah kaca umumya digunakan untuk melindungi tanaman dari hujan serta mencegah serangan hama dan penyakit, akibat tingginya kelembaban udara wilayah tropis karena curah hujan yang tinggi.

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Suhu pada rumah kaca selalu lebih tinggi dari suhu lingkungan 2. RH rumah kaca lebih tinggi dari pada RH udara terbuka 3. Ruang kultur jaringan memiliki suhu udara yang konstan (dipengaruhi oleh penggunaan AC secara kontinyu) dan

kelembaban udara yang fluktuatif 4. Pada daerah sub tropis, rumah kaca digunakan untuk melakukan kegiatan bercocok tanam di musim dingin, atau menanan tanaman pertanian yang tidak sesuai dengan iklim dan musim setempat 5. Pada daerah tropis rumah kaca umumya digunakan untuk melindungi tanaman dari hujan serta mencegah serangan hama dan penyakit

B. Saran 1. Penjelasan mengenai praktikum acara 5 cukup jelas, sehingga praktikum dapat dilaksanakan dengan baik

DAFTAR PUSTAKA

Abuhaniya. 2009. http://abuhaniyya.files.wordpress.com. Diakses pada tanggal 21 Mei 2011. Anonima. 2010. http://mengerjakantugas.blogspot.com. Diakses pada tanggal 2 Juni 2011. Anonimb. 2010. http://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 21 Mei 2011. Nainggolan, Doan. 2001. Aspek Ekologis Kultivar Buah Merah Panjang (Pandanus conoideus Lamk) di Daerah Dataran Rendah Manokwari. Manokwari: Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih. Pertanian IPB. Bogor. Setyowati, Dewi L. 2008. Iklim Mikro dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Semarang Vol.15 No.3. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Semarang: Jurusan Geografi FIS Universitas Negeri Semarang.

KLASIFIKASI IKLIM

I.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim dapat didefinisikan sebagai berbagai keadaan atmosfer (antara lain suhu, tekanan, dan kelembaban udara) yang terjadi di suatu wilayah selama kurun waktu yang panjang. Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di Indonesia sering ditekankan pada pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya pertanian. Pada daerah tropis, suhu udara jarang menjadi factor pembatas kegiatan produksi pertanian, sedangkan ketersediaan air merupakan faktor yang paling menentukan dalam kegiatan budidaya pertanian khususnya budidaya padi. Dua contoh sistem klasifikais iklim yang akan dibahas adalah sistem klasifikasi Oldeman dan Schimdt-Ferguson. Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman. Berbeda dengan sistem klasifikasi Oldeman, pengklasifikasian iklim menurut Schimdt-Ferguson didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering. Keduanya merupakan contoh dari beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan di Indonesia

B. Tujuan Praktikum Acara klasifikasi iklim ini dilaksanakan dengan tujuan mahasiswa dapat mengklasifikasikan iklim berdasarkan data curah hujan selama 10 tahun

II.

TINJAUAN PUSTAKA Khusus untuk keperluan dalam bidang pertanian dan perkebunan, Schimdt dan Ferguson membuat penggolongan iklim khusus untuk daerah tropis. Dasar pengklasifikasian iklim ini adalah jumlah curah hujan yang jatuh setiap bulan sehingga diketahui rata-rata bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering (Utoyo, 2007). Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan, atau kelautan (Anonima, 2007). Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah dalam klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan jumlah/frekwensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan banyaknya tahun pengamatan (Anonimb, 2010) Oldeman membagi iklim menjadi 5 tipe, yaitu iklim A, iklim yang memiliki bulan basah lebih dari 9 kali berturut-turut; iklim B, iklim yang memiliki bulan basah 7-9 kali berturut-turut, iklim C, iklim yang memiliki bulan basah 5-6 kali berturut-turut; iklim D, iklim yang memiliki bulan basah 3-4 kali berturut-turut; iklim E, iklim yang memiliki bulan basah kurang dari 3 kali berturut-turut (Anonimc, 2011).

III.

ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. Alat B. Bahan C. Cara kerja 1. Klasifikasi Iklim Menurut Schimdt-Ferguson Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schimdt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering.Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah dalam klasifikasi Schimdt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan jumlah atau frekuensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan banyaknya tahun pengamatan. Bulan lembab dalam penggolongan ini tidak dihitung. Persamaan yang dikemukakan SchimdtFerguson adalah: Q= Tabel Klasifikasi Iklim Menurut Schimdt-Ferguson: Tipe Iklim Kriteria A. (Sangat Basah) B. (Basah) C. (Agak Basah) D. (Sedang) E. (Agak Kering) F. (Kering) G. (Sangat Kering) H. (Luar Biasa Kering) 0 < Q < 0,143 0,143 < Q < 0,333 0,333 < Q < 0,600 0,600 < Q < 1,000 1,000 < Q < 1,670 1,670 < Q < 3,000 3,000 < Q < 7,000 7,000 < Q

2. Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman Klasifikasi iklim yangh dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman. Penyusunan tipe

iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut. Menurut Oldeman, suatu bulan dikatakan bulan basah (BB) apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering (BK) apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm. Tabel Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman: Kriteria A B C D E BB lebih dari 9 kali berturut-turut BB 7 sampai 9 kali berturut-turut BB 5 sampai 6 kali berturut-turut BB 3 sampai 4 kali berturut-turut BB kurang dari 3 kali

IV.

HASIL PENGAMATAN Tabel Curah Hujan Bulanan Rata-rata Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar Tahun 2000-2010 Bulan Rata-rata (mm) Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah 268 337.5 319.4 206.8 111.9 53.8 17.1 14.1 49.9 213.1 229.2 221.1 2041.9

Tabel Curah Hujan Rata-rata kota X Tahun 1995 Sampai Dengan 2004
Bulan Jumlah Hujan (mm/th) Jan 333.7 Feb 336.7 Mar 336.9 Apr 191 Mei 76.22 Jun 68.67 Jul 42.11 Ags 20.56 Sep 16.56 Okt 190.9 Nov 258.8 Des 180.2

Tabel Curah Hujan Bulanan Rata-rata Kecamatan Jenawi Tahun 1994-2005 Bulan Rata-rata (mm) Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah 570.56 536.37 414.69 403.18 165.62 109.87 66.19 19.56 42.44 202.94 403.5 420.31 3355.2

Tabel Curah Hujan Bulanan Rata-rata Kecamatan Ngargoyoso Tahun 1995-2009 Bulan Rata-rata (mm) Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah 563.6 542.27 400 412.53 168.67 116.4 70.6 20.87 45.27 215.53 419.53 429.2 3404.47

V.

PEMBAHASAN Berdasarkan Sistem Klasifikasi Oldeman, bulan basah adalah bulan dengan curah hujan lebih dar 200 mm; bulan lembab adalah bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm namun kurang dari 200 mm; bulan kering adalah bulan dengan curah hujan kurang dari 100 mm. Berbeda dengan Sistem Klasifikasi Oldeman, berdasarkan Sistem Klasifikasi SchimdtFerguson, bulan basah adalah bulan dengan curah hujan lebih dari 150 mm; bulan lembab adalah bulan dengan curah hujan sebesar 60 mm; bulan kering adalah bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm. Menurut Oldeman, pada Tabel Curah Hujan Bulanan Rata-rata Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar Tahun 2000-2010, yang termasuk bulan lembab adalah bulan Mei, bulan kering adalah bulan Juni, Juli, Agustus, September, dan bulan basah adalah bulan Januari, Febuari, Maret, April, Oktober, November, Desember. Menurut Schmidt-Ferguson, yang termasuk bulan kering adalah bulan Juni, Juli, Agustus, September, dan bulan basah adalah bulan Januari, Febuari, Maret, April, Mei, Oktober, November, Desember. Berdasarkan Tabel Curah Hujan Rata-rata kota X Tahun 1995 Sampai Dengan 2004, diperoleh hasil bahwa terdapat bulan kering sebanyak tiga bulan dan bulan basah sebanyak tujuh bulan. Dari keterangan tersebut dapat diperoleh nilai Q yang nantinya digunakan untuk menentukan tipe iklim dari suatu wilayah. Nilai Q diperoleh dengan cara membagi jumlah bulan kering dengan bulan basah dikalikan seratus persen. Dari perhitungan tersebut diperoleh nilai Q sebesar 0,43 sehingga dapat disimpulkan iklim kota X termasuk tipe iklim C, yaitu agak basah. Menurut Oldeman, pada Tabel Curah Hujan Bulanan Rata-rata Kecamatan Jenawi Tahun 1994-2005 terdapat tujuh bulan yang termasuk bulan basah, tiga bulan kering, dan dua bulan lembab. Dari tabel dapat disimpulkan bahwa iklim Kecamatan Jenawi termasuk zona B. Zona B berarti bulan basah terjadi 7-9 kali berturut-turut.

Menurut Schmidt-Ferguson, pada Tabel Curah Hujan Bulanan Rata-rata Kecamatan Ngargoyoso Tahun 1995-2009 terdapat Sembilan bulan basah, satu bulan kering, dan 2 bulan kering. Dari keterangan tersebut dapat diperoleh nilai Q yang nantinya digunakan untuk menentukan tipe iklim dari suatu wilayah. Nilai Q diperoleh dengan cara membagi jumlah bulan kering dengan bulan basah dikalikan seratus persen. Dari perhitungan tersebut diperoleh nilai Q sebesar 22,22 sehingga dapat disimpulkan iklim Kecamatan Ngargoyoso termasuk tipe iklim B, yaitu basah.

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Berdasarkan Sistem Klasifikasi Oldeman, bulan basah adalah bulan dengan curah hujan lebih dar 200 mm; bulan lembab adalah bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm namun kurang dari 200 mm; bulan kering adalah bulan dengan curah hujan kurang dari 100 mm 2. berdasarkan Sistem Klasifikasi Schimdt-Ferguson, bulan basah adalah bulan dengan curah hujan lebih dari 150 mm; bulan lembab adalah bulan dengan curah hujan sebesar 60 mm; bulan kering adalah bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm. 3. Oldeman membagi tipe iklim menjadi lima zona, yaitu zona A, B, C, D, dan E 4. Schmidt-Ferguson membagi tipe iklim menjadi delapan tipe, yaitu tipe A, B, C, D, E, F, G, dan H

B. Saran 1. Penjelasan mengenai praktikum acara 6 cukup jelas, sehingga praktikum dapat dilaksanakan dengan baik

DAFTAR PUSTAKA Anonima. 2007. Klasifikasi Iklim. http://mbojo.wordpress.com. Diakses pada tanggal 3 Juni 2011. Anonimb. 2010. Klasifikasi Iklim. http://earthy-moony.blogspot.com. Diakses pada tanggal 3 Juni 2011. Anonimc. 2011. Klasifikasi Iklim. http://www.bp4kkuningan.web.id. Diakses pada tanggal 3 Juni 2011. Utoyono, Bambang. 2007. Geografi: Membuka Cakrawala Dunia. Bandung: PT Setia Purna Inves.

Anda mungkin juga menyukai