Anda di halaman 1dari 16

Laporan Toksikologi

Hari/Tanggal : Senin, 19 September 2011 Jam Dosen : 14.00 - 17.00 WIB : Siti Sadiah

SENYAWA KIMIA YANG BEKERJA LOKAL (SETEMPAT)

Kelompok 4 : 1. Afdi Pratama 2. Tizani Qisthina 3. Aji Agung Cahyaji


4. Mudita Natania

B04080096 B04080097 B04080098 B04080099

1. 2. 3. 4. 5.

5. Fatma Dewi Pravita P B04080100

BAGIAN FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAH KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

PENDAHULUAN

Latar belakang Obat atau senyawa kimia yang bekerja secara lokal memilki dua kemungkinan efek yang akan ditimbulkan yaitu efek iritan dan efek menjaga atau protektif. Kelompok senyawa kimia yang dapat menyebabkan iritan disebut sebagai irritansia. Irritansia sendiri diartikan sebagai senyawa kimia yang bekerja tidak selektif pada sel dan jaringan dengan cara merusak sel atau bagian dari sel untuk sementara atau permanen. Terdapat empat daya kerja senyawa irritansia yang dipengaruhi dari kekuatan senyawa tersebut yaitu rubefaksi atau perangsangan lokal yang lemah, vesikasi atau daya kerja yang menimbulkan vesikel atau gelembung, pustulasi atau daya kerja yang menimbulkan pus dan korosi yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel atau jaringan tubuh. Kelompok senyawa kimia yang bersifat menjaga atau protektif bekerja dengan cara melindungi kulit atau mukosa dari efek irritansia baik yang kimiawi maupun yang berupa sinar. Senyawa ini dikenal dengan nama protektiva. Ada beberapa daya kerja senyawa protektifa antara lain demulsensia, emuliensia, astringensia, dan adsorbensia. Demulsensia bekerja sebagai pelindungan pada mukosa dan kulit dan biasanya berbentuk koloid. Emuliensia adalah senyawa yang memberikan perlindungan hanya pada kulit, membuat lapisan pelindung dengan melicinkan kulit, bekerja pada toksian yang tidak larut dalam lemak contohnya minyak, dan tidak untuk perlindungan terhadap organofosfat. Astringensia merupakan senyawa yang memiliki kemampuan untuk mempersempit pori-pori kulit atau mukosa juga, mampu mengkoagulasikan protein sehingga menjadi barrier untuk kulit dan mukosa dari toksian atau dengan kata lain tidak terjadi kontak langsung dengan toksian. Terakhir adalah adsorbensia yang mampu berikatan dengan molekul toksikan yang terdapat di permukaan dan mengadsorbsinya.

Tujuan

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui reaksi yang ditimbulkan oleh zat irritansia dan protektiva dan mengetahui contoh dari senyawa tersebut. TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum ada beberapa senyawa kimia yang bekerja secara lokal, diantaranya adalah iritansia dan protektiva. Iritansia adalah kelompok senyawa kimia yang memiliki daya kerja tidak selektif pada sel- sel dan jaringan tubuh baik manusia maupun hewan. Cara kerja iritansia yaitu dengan merusak sel- sel atau bagian dari sel baik untuk sementara maupun permanen. Ada dua reaksi iritansia pada sel-sel tubuh yaitu reaksi ringan (merangsang fungsi sel) dan reaksi parah (merusak sel dan dapat menyebabkan kematian pada sel dan jaringan). Beberapa daya kerja iritansia yaitu rubefaksi (stadium pertama dari iritansia yang menyebabkan terjadinya hiperemi arterial dan kapiler), vesikasi (transudat atau cairan yang berakumulasi di bagian- bagian jaringan yang mempunyai resistensi sangat kecil terhadap distensi/penggelembungan), pustulasi (stadium dimana iritansia bekerja hanya pada kelenjar- kelenjar cutaneus dan tidak menembus bagian epidermis), dan korosi (stadium iritansia dimana agen- agen bekerja secara kimia terhadap protoplasma dan menimbulkan destruksi secara langsung). Irritansia merupakan zat-zat yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit, misalnya menthol, kloroform, alkohol 25%, dan sebagainya. Iritasi adalah suatu reaksi kulit terhadap zat-zat kimia, misalnya alkali kuat dan asam kuat. Reaksinya bermacammacam, mulai dari hiperemi, edema, vesikulasi sampai pemborokan (Frank, 1995). Ada tiga phase destruksi kimia jaringan yaitu phase radang dengan hiperemi, phase nekrose, phase pencairan kimia. Rubefasiensia Rubefaksi merupakan stadium I irritansia yang ditandai dengan adanya perangsangan lemah pada daerah setempat, biasanya terjadi hiperemi arterial dan kapiler menjadi aktif kemudian pasif. Walaupun jalan kecil lintas folikel tersebut menyediakan jalan masuk ke lapisan kulit yang lebih dalam melalui sel kelenjar minyak dan dinding folikel yang relatif dapat ditembus, jalur melintasi sel epidermis

mungkin merupakan jalan utama penetrasi karena bagian terbesar dari permukaan kulit adalah jaringan ini. Menthol merupakan bahan organik yang tersusun ataspeppermi nt atau mint oils. Berbentuk Kristal, mengandung lilin, bening, dan berwarna putih. Berbentuk padat pada suhu ruangan, dan sedikit larut pada suhu yang lebih tinggi. Menthol biasa digunakan sebagai obat pelega tenggorokan dan dapat juga digunakan sebagai lokal anasthesi. Menthol bekerja dengan cara meningkatkan vasodilatasi kulit, sehingga mampu mengurangi fungsi kulit. Menthol merangsang daerah setempat dan bersifat lemah. Rangsangan ini menyebabkan terjadinya dilatasi pembuluh darah sehingga terjadi hiperemi dan rasa panas pada daerah tersebut. Kaustika Zat-zat kaustika bersifat korosif dan menyebabkab iritan primer. Zat tersebut menyebabkan terjadinya respon radang local dari ringan sampai berat bahkan nekrosis suatu sel jaringan yang ekstensif dan berhubungan langsung dengan kadar yang terdapat pada jaringan tersebut. Aksi ini sifatnya tidak spesifik dan terjadi pada semua sel (Loomis, 1978). Kloroform (CHCl3), semuanya tidak larut dalam air, tetapi merupakan pelarut efektif untuk senyawa organik. Senyawa kloroform adalah senyawa haloalkana yang mengikat tiga atom halogen klor (Cl) pada rantai C-nya. Senyawa kloroform dapat dibuat dengan bahan dasar berupa senyawa organik yang memiliki gugus metil (-CH3) yang terikat pada atom C karbonil atau atom C hidroksi yang direaksikan dengan pereaksi halogen (Cl2). Senyawa ini bersifat anasthetik dan bergantung pada struktur molekulnya memiliki toksisitas yang berbeda-beda. Efek iritansia kloroform pada kulit akan menimbulkan rasa nyeri, panas, dan terbakar. Rasa tersebut timbul akibat dilatasi vasa superficial yang selanjutnya dapat menyebabkan kongesti. Kemudian lapisan tanduk pada epidermis terlepas dan terjadi deskuamasi kulit. Selanjutnya terjadi perusakan membrane sehingga permeabilitas membrane meningkat dan menyebabkan sel menjadi lisis, enzim keluar sel, dan berujung pada pada kematian sel. Kloroform yang langsung ditetesi pada kulit hanya akan menyebabkan sensasi dingin dan selanjutnya akan cepat hilang karena kloroform tersebut cepat menguap. Sensasi

dingin tersebut timbul akibat kloroform menyerap panas pada kulit untuk membantu proses penguapannya. Kloroform merupakan turunan asam formiat dan termasuk senyawa polihalogen. Bila terkena udara dan cahaya, kloroform akan mengalami oksidasi secara lambat membentuk fosgen dengan toksisitas yang tinggi. Kloroform juga merupakan pelarut organik yang efektif. Kloroform memiliki efek vasodilatasi dan menyebabkan rasa nyeri atau perih. Dilatasi mula-mula mengenai vasa superficial, kemudian lebih mendalam pada struktur subkutan, langsung, ataupun kena refleks sehingga kongesti ini disertai rasa gatal, terbakar atau nyeri. Senyawa fenol dapat menembus kulit dan merusak kulit sehingga menyebabkan keratolisis kulit (Ariens et al, 1986). Senyawa ini memiliki daya absorpsi ke dalam kulit yang paling kuat karena larut dalam lipid. Alkohol dan fenol merupakan senyawa irritansia sehingga penggabungan kedua senyawa tersebut menimbulkan reaksi iritasi yang paling signifikan. Pucat dan keriput yang ditimbulkan akibat adanya reaksi osmosis. Jika tekanan osmotik intra kapiler lebih rendah maka cairan intraseluler akan menuju luar sel sehingga menyebabkan sel keriput. Fenol merupakan senyawa yang dapat menembus kulit dan mampu menyebabkan terjadinya keratolisis pada kulit. Alkohol merupakan senyawa yang bersifat toksik, dan memiliki kelarutan yang rendah. Fenol dan alkohol sama-sama memiliki gugus OH, sehingga apabila fenol direaksikan dengan alkohol akan terbentuk ester etil etanoat. Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Walaupun fenol merupakan asam lemah, namun pemberian senyawa ini menimbulkan efek seperti sifat senyawa basa pada kulit yaitu kulit tampak merah dengan area yang meluas serta lunak. . Senyawa alkohol bersifat toksik (beracun), tetapi etanol tidak terlalu beracun karena tubuh dapat menguraikannya dengan cepat. Alkohol memeberikan efek nyeri dan panas ini ditimbulkan akibat adanya kongesti pada pembuluh darah (vena) setempat. Alkohol dosis sedang dapat (Ganiswarna, 2001). menimbulkan rasa hangat serta kulit merah

H2SO4 pekat menyebabkan permukaan kulit menggelembung dan jaringan kulit rusak membentuk seperti kawah sedangkan pada mukosa usus melepuh, lumennya meluas, dan konsistensinya kenyal. H2SO4 pekat merupakan asam kuat yang dapat menyebabkan luka bakar di tempat persentuhannya (Loomis, 1978). Kerja asam sulfat pekat pada kulit menyebabkan efek yang lebih toksik. Hal ini dikarenakan sifat dari asam sulfat pekat yang bereaksi hebat dengan air pada kulit. Reaksi yang sama tidak terjadi pada mukosa usus dikarenakan pada mukosa usus sudah bersifat asam, terlapisi oleh lendir, serta kandungan air pada mukosa usus yang sedikit. Sifat asam sulfat yang dapat menimbulkan kebakaran bila kontak dengan zat organik seperti gula, selulosa dan lain lain teramati dengan jelas reaksinya pada penetesan asam sulfat pekat pada kulit.asam sulfat akan sangat reaktif jika bereaksi degan zat zat organik, mengalami penguraian bila terkena panas. Senyawa H2SO4 termasuk ke dalam golongan asam kuat yang bersifat korosif terhadap logam. H2SO4 sangat mudah bereaksi dengan air dan bahan-bahan organik lainnya dengan cara mengeluarkan asap. H2SO4 pekat bersifat higrokospik, yaitu dapat menyerap air dari zat-zat yang basah, termasuk jaringan tubuh sehingga efek yang ditimbulkan pun akan menyebabkan pengerasan pada bagian kulit yang terkena. Toksikologi larutan H2SO4 jika terkena pada kulit dapat menyebabkan gatal-gatal, sampai menimbulkan luka bakar. H2SO4 pekat dapat membakar jaringan kulit hingga epidermis dan dapat menyebabkan syok. Asam sulfat terbentuk secara alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida. Air yang dihasilkan dari oksidasi ini sangat asam dan disebut sebagai air asam tambang. Air asam ini mampu melarutkan logam-logam yang ada dalam bijih sulfida, yang akan menghasilkan uap berwarna cerah yang beracun.Kerusakan jaringan dikarenakan dehidrasi dan kerusakan termal sekunder akibat pelepasan panas oleh reaksi asam sulfat dengan air. Asam sulfat diproduksi dari belerang, oksigen, dan air melalui proses kontak. Asam sulfat dalam "metode basah" produksi asam fosfat, yang digunakan untuk membuat pupuk fosfat dan juga trinatrium fosfat untuk deterjen. Sifat- sifat asam sulfat yang korosif diperburuk oleh reaksi eksotermiknya dengan air. Luka bakar akibat asam sulfat berpotensi lebih buruk daripada luka bakar akibat asam kuat lainnya, hal ini dikarenakan adanya tambahan kerusakan jaringan dikarenakan dehidrasi dan

kerusakan termal sekunder akibat pelepasan panas oleh reaksi asam sulfat dengan air. Bahaya akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi asam sulfat. Asam sulfat berasap (oleum) tidaklah dianjurkan untuk digunakan dalam sekolah oleh karena bahaya keselamatannya yang sangat tinggi. Asam klorida menyebabkan kulit menggelembung dan mengeras, sedangkan pada mukosa usus menyebabkan perubahan konsistensi kenyal dan berwarna putih. Hal ini disebabkan karena ketika asam kontak dengan air akan melepaskan ion Hidronium (H+) sehingga permukaan protein mongering dan terjadi koagulasi nekrosis (Roder, 2001). Asam klorida pekat termasuk kedalam golongan asam kuat Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Asam klorida merupakan cairan yang sangat korosif. Asam klorida (HCl) dan natrium hidroksida (NaOH) merupakan contoh senyawa kimia yang bekerja secara lokal dan bersifat irritansia. Reaksi antara irritansia dengan sel biasanya berlangsung terhadap protein protoplasma sel, sehingga dapat menyebabkan terjadinya koagulasi dan denaturasi protein bila senyawa kimia bereaksi dengan asam dan lisis bila senyawa kimia bereaksi dengan basa Asam nitrat pekat menyebabkan perubahan kulit menjadi berwarna kuning, sedangkan pada mukosa usus menyebabkan mukosa seperti terbakar dan terjadi perlekatan mukosa. Hal ini disebabkan karena asam nitrat pekat dapat menurunkan pH, sehingga terjadi oksidasi dan nitrasi berbagai bagian kulit sehingga kulit menjadi kuning (Ariens et al, 1986). NaOH 75% merupakan senyawa yang bersifat basa kuat. Basa kuat mempunyai sifat melisiskan sel-sel epitel pada epidermis sehingga epidermis terkikis dan kulit tampak merah dengan area yang meluas. Larutan NaOH 75% menyebabkan kulit melepuh dan lisis, sedangkan pada mukosa usus hanya terjadi perubahan mukosa menjadi lebih pucat. Hal ini dikarenakan NaOH merupakan larutan basa kuat dan bekerja korosif kuat, perubahan nilai pH lokal yang kuat mengubah keratin kulit sehingga menimbulkan pembengkakan akibat penyerapan air (Ariens et al, 1986). Fenol likuafaktum hanya menyebabkan kulit menjadi merah dan hal yang sama terjadi pada mukosa usus karena fenol likuafaktum merupakan senyawa rubefaksi yang menyebabkan dilatasi fasa superficial sehingga timbul kemerahan. Senyawa kloroform

tidak menunjukkan perubahan yang signifikan pada kulit dan mukosa usus karena kloroform hanya menyerap kalor pada kulit tanpa menyebabkan perubahan reaksi. Protektiva adalah senyawa dan atau zat yang mempunyai kemampuan melindungi kulit dan atau mukosa dari daya kerja iritansia, baik yang bersifat kimia maupun sinar. Daya kerja protektiva juga memberikan efek lokal yang lemah dan meliputi zat- zat yang indifferen ( kimiawi ). Beberapa daya kerja protektiva yaitu demulsensia (senyawa kimia yang terdiri dari campuran cairan koloid dengan air. Demulsensia terdiri dari gom( resin), musilago, dan pati. Daya kerja lainnya yaitu astringensia (senyawa kimia yang digunakan secara lokal untuk mempresipitasikan protein) dan adsorbensia (senyawa kimia yang merupakan bubuk halus, tidak larut, tidak mengiritasi dan digunakan lokal sebagai protektiva mekanis, yang berfungsi untuk mengadsorbsi zat- zat yang merugikan. Daya kerja iritansia dan protektiva sangat bertolak belakang. Kemampuan protektiva sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya iritasi pada sel tubuh yang terkena senyawa kimia atau sinar yang berbahaya. Sedangkan iritansia diperlukan dan digunakan untuk merusak sel-sel dan jaringan tubuh hewan serta ada juga yang mematikan fungsi dari sel-sel dan jaringan tubuh yang sudah rusak atau sudah tidak dapat digunakan lagi. Protektiva melindungi kulit dan atau mukosa terhadap daya kerja irritansia, baik yang kimiawi maupun yang berupa sinar. Beberapa dapat melindungi tubuh dari efek zat-zat yang bekerja sistemik dengan melindunginya agar tidak terserap melalui mukosa. Daya kerja ini memberikan efek lokal yang lemah dan meliputi zat-zat yang indifferen (kimiawi). Beberapa cara kerja yang dibahas dalam praktikum kali ini adalah demulsensia, emoliensia, astringensia, dan adsorbensia. Demulsensia Berdasarkan literatur diketahui bahwa gom arab, dikenal pula sebagai gum Acacia dan merupakan salah satu produk getah (resin) yang dihasilkan dari penyadapan getah pada batang tumbuhan legum (polong-polongan) dengan nama sama (nama ilmiah Acacia senegal). Biasanya digunakan untuk mengurangi tekanan permukaan (surface tension) air dan stabilizer. Karena bersifat larut dalam air membentuk cairan yang kental. Sedangkan asam sulfat, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini juga larut dalam air pada semua perbandingan. Gom

Arab berfungsi sebagai pelindung kulit atau mukosa dari daya kerja irritansia, baik yang kimiawi maupun yang berupa sinar. Gom Arab dapat melindungi tubuh dari efek zat zat yang bekerja sistemik dengan melindunginya agar tidak terserap melalui mukosa. Daya kerja ini memberikan efek local yang lemah, dan meliputi zat zat yang indifferen (kimiawi). Astringensia Tannin merupakan senyawa kimia yang mempresipitasikan (denaturasi) protein. Tannin menyebabkan protein pada ujung lidah terdenaturasi sehingga menyebabkan warna menjadi lebih pucat. Namun daya penembusan senyawa Tannin tidak dalam. Daya kerja presipitasi hanya terhadap sel-sel jaringan yang superficial dan setelah terjadi presipitasi, permeabilitas dari membran sel-sel tersebut sangat kurang akan tetapi sel-sel tersebut dapat hidup. Asam tannin merupakan astringensia, yaitu senyawa yang digunakan lokal untuk mempresipitasikan protein. Tannin mungkin dibentuk dengan kondensasi derivatif flavan yang ditransportasikan ke jaringan pada tanaman. Tannin mungkin juga dibentuk dengan polimerisasi unit quinon. Tannin merupakan senyawa fenolik yang dapat mengganggu penyerapan zat besi dan mengurangi jumlah zat besi kompleks pada saluran pencernaan. Adsorbensia Adsorbensia merupakan senyawa kimia berupa bubuk halus, tidak larut, tidak mengiritasi dan digunakan lokal sebagai protektiva mekanis yang mengadsorpsi zat-zat yang merugikan. Karbon mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam mengadsobsi berbagai zat. Selain itu karbon mempunyai kelebihan yaitu mudah di dapat. Striknin merupakan bahan yang bersifat stimulansia. Striknin bekerja pada susunan saraf pusat yang akan menggertak sistem motorik, sehingga pemberian striknin secara subkutan akan memberikan efek kejang/tremor. Kejang atau tremor ini diakibatkan karena kelebihan dari impuls yang disalurkan melalui motor endplate saraf selanjutnya (Asetilkolin binding tidak terjadi). Kejang yang terjadi bersifat tetanus (frekuensinya cepat) dan aspontan (terjadi jika ada rangsangan). Karbon aktif berfungsi mengurangi absorpsi racun sampai 60%. Karbon aktif bekerja dengan cara menyerap senyawa kimia obat atau racun. Karena karbon tidak

diserap oleh tubuh, maka karbon yang telah menyerap racun tadi akan dikeluarkan oleh tubuh.

METODOLOGI

Alat dan Bahan Pada praktikum kali ini alat yang digunakan adalah kapas, pipet, papan, dan sonde. Sedangkan bahan yang digunakan meliputi menthol, kloroform, air, alkohol 25%, fenol 5%, gliserin 25%, minyak olivarum, H2SO4 pekat, HCl pekat, HNO3 pekat, fenol liq, NaOH 75%, , gom Arab 10%, H2SO4 1/50 N dan 1/25 N, tannin 5%, strikhnin nitrat 0,2mg/ml, dan karbo adsorbensia. Adapun hewan percobaan yang digunakan adalah katak dan mencit serta probandus.

Langkah Kerja Praktikum kali ini dilakukan sebanyak 5 jenis percobaan yang dibagi dalam dua topik besar. Topik pertama adalah senyawa yang tergolong dalam irritansia. Percobaan irritansia dibagi menjadi dua bagian yakni Rubefasiensia dan Kaustika. Sedangkan untuk topik kedua adalah protektiva yang dibagi menjadi demulsensia, astringensia, dan adsorbensia Pada percobaan rubefasiensia, senyawa yang digunakan adalah menthol, kloroform, fenol 5%, air, alkohol 25%, gliserin 25%, dan minyak olifarum. Pada senyawa menthol, potangan menthol digosokan ke kulit dan dilihat hasilnya. Sedangkan untuk senyawa kloroform, diberikan di kulit dengan dua cara yakni dengan ditetesi langsung ke kulit dan dengan menggunakan kapas. Setelah 2-3 menit maka perubahan dan perbedaan yang terjadi dicatat. Senyawa sisanya digunakan pada empat jari. Sebelumnya keempat jari tersebut dicelupkan di fenol 5% kemudian keempat jari dicelupkan masing-masing ke dalam air, alkohol 25%, gliserin 25%, dan minyak olifarum. Pada percobaan kaustika, hewan yang digunakan adalah mencit dengan senyawa H2SO4 pekat, HCl pekat, HNO3 pekat, fenol liq, dan kloroform. Sebelumnya mencit dianasthesi lalu bagian abdominal dicukur. Abdominal mencit dibagi menjadi

enam ruangan dan ditetesi ke masing-masing ruangan senyawa yang telah disediakan. Kemudian setelah 30 menit perubahan yang terjadi pada kulit di abdominal dicatat. Tahapan selanjutnya dilakukan hal yang sama dengan menggunakan bagian usus dari mencit. Untuk percobaan demulsensia, hewan yang digunakan adalah dua ekor katak dengan senyawa gom Arab 10%, H2SO4 1/50 N dan 1/25 N. Pertama kaki katak dicelupkan pada larutan H2SO4 1/50 N dan 1/25 N pada kaki yang berbeda, lalu reaksi yang terjadi dicatat dan dibandingkan. Selanjutnya hal yang sama dilakuakn namun sebelumnya senyawa H2SO4 1/50 N dan 1/25 N sudah terlebih dahulu dicampurkan dengan gom Arab 10%. Pada percobaan astringensia bahan yang digunakan adalah tannin 5%. Tannin diteteskan pada ujung permukaan lidah lalu ditunggu hingga 2 menit. Setelah 2 menit lakukan pengumuran dan permukaan lidah diamati. Percobaan terakhir adalah adsorbensia dengan menggunakan dua ekor katak dan senyawa strikhnin nitrat 0.2 mg/ml dan karbo adsorbensia. Pada katak pertama disuntikan strikhnin nitrat 0.2 mg/ml secara SC sedangkan pada katak kedua disuntikan strikhnin nitrat 0.2 mg/ml yang telah dicampur dengan karbo adsorbensia. Gejala yang timbul diamati kemudian dicatat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Iritansia Tabel 1.1 Hasil Percobaan Rubefasiensia Perlakuan di gosok Bahan Menthol Organ kulit Perubahan Panas dan dingin bergantian, serta kemerahan

di letakkan ditangan

Kloroform -kapas berkloroform -ditetesi kloroform

kulit -merah, nyeri, dan onset cepat -onset cepat perih juga cepat hilang Jari -keriput, pucat -keriput, pucat -perih, kemerahan -kemerahan

di celupkan

-Fenol dalam air -Fenol dalam alkohol 25% -Fenol dalam gliserin 25% -Fenol dalam minyak olivarium

Tabel 1.2 Hasil Percobaan Kaustika Bahan Perubahan

Pada kulit 1 tetes H2SO4 pekat 1 tetes HCl pekat 1 tetes NO3 pekat 1 tetes fenollikuafaktum 1 tetes NaOH 75% 1 tetes kloroform Protektiva Tabel 2.1 Hasil Percobaan Demulsensia Bahan H2S04 1/50 H2SO4 1/10 H2SO4 1/50 + gom arab H2SO4 1/10 + gom arab Waktu 20 detik 4 detik 40 detik 37 detik Merah, keras Pucat, keras Pucat, keras kecoklatan Cekung, lunak, coklat Putih cerah

Pada mukosa usus Pucat (+++) Pucat (++), keras Pucat (+), keras Kuning, lunak Kuning kemerahan, lunak Coklat kekuningan, lunak

Rangsangan

Tabel 2.2 Hasil Percobaan Astringensia Bahan Tannin 5 % Waktu (detik) 2 Perubahan Lidah mati rasa, terasa tebal, pahit atau kecut dan bewarna putih

Tabel 2.2 Hasil Percobaan Adsorbensia Bahan 1 ml strikhninnitrat 0.2 mg/ml Perubahan Jari tangan meregang Jari kaki meregang Kejang (+) Merejan Kejang (++) Berhenti kejang Waktu (menit ke-) 1 3 4.30 5.30 5.40 7.52

1 ml strikhninnitrat dicampur carbon Jari tangan meregang Kaki kejang bergantian (asimetris) Kejang berhenti

4 5.41 6.57

I. Pembahasan

II. Simpulan

Daftar Pustaka

Anonim.

2011.

Karbon

Aktif.

[Terhubung

Berkala] [22 Berkala]

http://www.emedicinehealth.com/activated_charcoal/page2_em.html. September 2011] Anonimus. 2011. Senyawa Demulsiensia. [Terhubung http://wikipedia.com/2009/09/09/. [22 September 2011]

Ariens, E J. 1986. Pengantar Toksikologi Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Clarke, E.G.C & Myra L.Clarke.1975. Veterinary Toxicology.London:Bailliere Tindall Ganiswara, Silistia G. 2001. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi F K U I. Jakarta Loomis, Ted A. 1978. Toksikologi Dasar. Semarang: IKIP Semarang Press. LU, Frank C. 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Risiko. Jakarta: UI Press. Rahman, Aulia M. 2010. Senyawa kimia yang bekerja lokal [Terhubung berkala] http://auliam07.student.ipb.ac.id/2010/09/24/senyawa-kimia-yang-bekerjalokal/ [22 September 2011]

Roder, Joseph D. 2001. Veterinary Toxicology. United States of America: Butterworth-Heinemann.

Anda mungkin juga menyukai