Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PBL SKENARIO A BLOK 14

Disusun Oleh: Kelompok V Tutor : dr.Yenni Rizki Nandasari Sulbahri Etika Rahmi Anita Revera Sari Umaimah Adilah Surya Gunawan Eka Sulastri Darmawati sahafi Sardimon Nia Savitri Tamzil Andana Haris R Alfi fadilah Ibrahim Muhammad 04081001115 04081001009 04081001012 04081001018 04081001033 04081001040 04081001041 04081001049 04081001070 04081001098 04081001109 040810010

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2008

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tugas tutorial skenario A ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini. Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

1. Halaman Judul 2. Kata Pengantar......i 3. Daftar Isi...............ii 4. Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri : I. II. III. IV. V. Klarifikasi Istilah..1 Identifikasi Masalah..1 Analisis Masalah dan Jawaban.3 Hipotesis...4 Sintesis.5

Daftar Pustaka......44

ii

Skenario A blok 14

Case History A 5 years old boy came to the hospital with complaint of pale and abdominal distention. He lives in Muara Enim. He has already been hospitalized three times before (2008, 2009) in Muara Enim General Hospital and alwas got blood transfusion. His younger brother, 3 years old, looks taller than him. His uncle died when he was 14 years old due to the similar disease like him. Physical examination Compos mentis, anemis (+), wide epicanthus prominent upper-jaw HR: 94 x/mnt, RR 27x/min, TD: 100/70 mmHg, Temp. 36,7C Heart and lung: within normal limit Abdomen: hepatic enlargement x , spleen: schoeffner II Extremities: pallor palm of hand. Others: normal Laboratory Hb: 6 gr/dl, Ret: 2,4 %, leucocyte: 8x109/lt, thrombocyte: 220x109/lt, diff. count: 0/0/36/48/14/2 Blood film: anisocytosis, poikilocytosis, hypochrome, target cell (+) MCV: 60 fl, MCH 27,4 pg, MCHC 28 gr/dl, SI within normal limit, TIBC within normal limit, Serum Ferritin within normal limit. I. Klarifikasi Istilah 1. 2. Pale Abdominal disention : Pucat : Peregangan rongga abdomen

akibat suatu masa, akumulasi gas 3. Blood transfusion dan cairan : Proses pemindahan darah atau komponennya dari donor ke resipien

4.

Epicanthus prominent upper-jaw

: Lipatan apda

vertical nasal;

yangmelebar penonjolan

sisi

5.

Schoeffner

tulang maksila : Garis khayal yang digunakan untuk mengukur pembesaran limpa : Pucat pada telapak tangan : Adanya eritrosit dalam bentuk yang abnormal : Adanya eritrosit dalam bentuk yang abnormal : Pewarnaan pada eritrosit yang lebih pucat dari normal : Sentral eritrosit nampak lebih terang

6. 7. 8. 9. 10.

Pallor of palm of hand Anisocytosis Poikilocytosis Hypochrome Target cell

11. 12.

Kompos mentis Anemis

Kejernian

pikiran

atar normal eritrosit,

sepenuhnya sadar Penurunan d bawah dalam jumlah

banyaknya hemoglobin , atau volume sel darah merah dalam 13. 14. 15. MCV MCH MCHC darah Ukuran rata-rata sel darah merah Kandungan hemoglobin eritrosit rata-rta Konsentrasi hemoglobin rata dalam eritrosit II. Identifikasi Masalah 1. A,anak laki-laki 5 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan pucat dan distensi abdomen. 2. Dia tinggal di Muara Enim A pernah tiga kali dirawat di RSUD Muara Enim dan selalu mendapat transfusi darah (2008,2009). rata-

3. Adik laki-lakinya terlih lebih tinggi darinya , dan Paman A meninggal pada usia 14 tahun karena penyakit yang sama dengan A. 4. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: Compos mentis, anemis (+), wide epicanthus prominent upper-jaw HR: 94 x/mnt, RR 27x/min, TD: 100/70 mmHg, Temp. 36,7C Heart and lung: within normal limit Abdomen: hepatic enlargement x , spleen: schoeffner II Extremities: pallor palm of hand. Others: normal 5. Pada pemeriksaan lab didapatkan: Hb: 6 gr/dl, Ret: 2,4 %, leucocyte: 8x109/lt, thrombocyte: 220x109/lt, diff. count: 0/0/36/48/14/2 Blood film: anisocytosis, poikilocytosis, hypochrome, target cell (+) MCV: 60 fl, MCH 27,4 pg, MCHC 28 gr/dl, III. Analisis Masalah 1. Apa penyebab dan mekanisme pucat dan distensi Abdomen ? 2. Bagaimana hubungan factor tempat tinggal dengan penyakit yang diderita ? 3. Mengapa A selalu mendapat tranfusi darah setiap kali masuk rumah sakit ? 4. Bagaimana pengaruh tranfusi darah terhadap kesehatan A ? 5. Bagaimana hubungan tumbuh kembang dengan penyakit yang diderita A ? 6. Bagaimana factor genetic dari kasus ini ? 7. Bagaiman interpretasi pemeriksaan fisik? 8. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium ? 9. Apa Diagnosis Banding dari penyakit yang dialami ? 10. WD dan HTD ? 11. bagaimana metabolisme Hb ? 12. Apa Etiologi, Epideiologi dan factor resiko ? 13. Bagaimana patogenesis, patofisiologi dan manifestasi klinisnya ? 14. Bagaiman penatalaksanaan , pencegahan, dan follow-up ?

15. Prognosis, komplikasi dan KDU ? IV. Hipotesis A laki-laki 5 tahun,Masuk Rumah sakit dengan keluhan pucat dan distensi abdomen karena menderita anemia hemolitik et causa Thalasemia Beta mayor

V Sisntesis Sintesis dan Fungsi Fisiologis Hemoglobin Hemoglobin (Hb) terbentuk dari heme dan globin. Rantai globin terdiri atas 4 rantai polipeptida (tetramer). Orang dewasa normal membentuk HbA dengan kadar 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari HbA2 yang kadarnya tidak lebih dari 4% dan HbF (foetus) dengan kadar yang senantiasa menurun sampai usia 6 bulan hingga hanya mencapai kadar kurang dari 1%. Tetramer globin HbA terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta (aa/), HbA2 terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai delta (aa/dd), dan HbF terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma (aa/??). (AV Hoffbrand, 1987). Di sisi lain, sintesis heme terjadi dalam mitokondria yang dimulai dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A di bawah aksi enzim kunci delta-amino laevulinic acid (ALA)-sintetase yang membatasi kecepatan reaksi. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah koenzim untuk reaksi ini. Pada akhirnya, protoporfirin yang terbentuk bergabung dengan besi untuk membentuk heme yang masing-masing molekulnya bergabung dengan rantai globin. Tetramer 4 rantai globin dengan gugus heme-nya membangun molekul hemoglobin. (Daryl K. Granner, 2003). Setiap atom besi dapat berikatan secara reversibel dengan 1 molekul O2 ; dengan demikian, setiap molekul Hb dapat mengangkut empat O2. Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan dengan zat-zat lain, seperti karbondioksida serta ion hydrogen asam (H+) dari asam karbonat yang terionisasi (reaksi penyangga). Dengan demikian, Hb berperan penting dalam

pengangkutan O2 sekaligus ikut serta dalam pengangkutan CO2 dan menentukan kapasitas penyangga dari darah. (Lauralee Sherwood, 2001). Produksi, Maturasi, dan Destruksi Eritrosit Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoiesis. Sel induk unipotensial pembentuk eritrosit termuda yang dapat diidentifikasi secara morfologis dengan pewarnaan sitokimia adalah sel proeritroblas. Sel berinti ini biasanya tampak berkelompok dan tidak masuk ke dalam sinusoid. Barulah pada tahap retikulosit (tak berinti), sel-sel ini menjadi lebih bebas satu sama lain dan dapat masuk ke dalam sinusoid untuk terus masuk ke dalam aliran darah. (A. Harryanto Reksodiputro, 1994). Sel induk unipotensial mulai bermitosis sambil berdiferensiasi menjadi sel eritrosit bila mendapat rangsangan eritropoetin. Selain merangsang proliferasi, eritropoetin juga merangsang mitosis lebih lanjut sel proeritroblas, eritroblas basofilik, dan eritroblas polikromatofilik. Biasanya diperlukan 3-5 kali mitosis untuk mengubah proeritroblas hingga mencapai tahap akhir dari sistem eritropoiesis dan berakhir dengan terbentuknya eritrosit yang mature. ((Iman Supandiman, 2003). Eritrosit rata-rata bertahan selama 120 hari. Seiring dengan penuaan eritrosit, membran plasmanya menjadi rapuh dan rentan mengalami ruptur ketika sel masuk ke dalam bagian-bagian sistem pembuluh yang sempit. Sebagian besar eritrosit mengakhiri hidup di limpa, karena jaringan kapiler dari organ ini sempit dan berbelit-belit, sehingga sel-sel eritrosit yang rapuh akan terjepit dan mengalami destruksi. (A. Muhammad, 2005). Tahapan Perkembangan Hemoglobin Manusia Hemoglobin pada manusia berkembang seiring bertambahnya umur. Pada masa embrional, Hb yang aktif adalah Hb Gower 1 (?2e2), Hb Gower 2 (a2e2), dan Hb Portland (?2?2). Pada masa foetus, hemoglobin manusia yang dominan adalah HbF (a2?2). HbF memiliki afinitas yang tinggi terhadap oksigen. Keberadaan HbF dengan kadar yang tinggi pada manusia dewasa menyebabkan terjadinya hypoxia jaringan karena oksigen terikat kuat pada haemoglobin dan tidak dialirkan ke jaringan. Setelah lahir, HbF pada manusia secara berangsur-angsur kadarnya

berkurang dan digantikan oleh HbA (a22) dan HbA2 (a2d2). Adapun pada manusia dewasa, 96-98 % dari Hb total adalah HbA, 1,5-3 % adalah HbA2, dan 0,5-1 % adalah HbF. (Isselbacher, 2000)

Sintesis Hemoglobin dan Katabolisme Hemoglobin Hemoglobin terdiri dari ikatan heme-globin. Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria. Bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil ko-A untuk kerja enzim kunci asam d-aminolevulinat /ALA (enzim yang mengatur kecepatan produlsi hemoglobin) dengan koenzimnya adalah Piridoksal Fosfat (vitamin B12) yang dirangsang oleh eritropoetin. Yang kemudian membentuk profobilinogen. Selanjutnya profobilinogen akan menjadi uroporfirinogen III (yang akan menjadi uroporfirin III) dan uroporfirin I (yang akan menjadi uroporfirin I). Uroporfirinogen III akan mengalami konversi menjadi koproporfirinogen III (menjadi koproporfirin III). Koproporfirinogen III akan membentuk protoporfirin IX yang kemudian menjadi pirol. Protoporfirin bergabung dengan besi dalam bentuk ferro (Fe2+) untuk membentuk heme. Masing-masing molekul heme akan bergabung dengan 1 rantai globin yang dibuat pada ribosom, membentuk suatu subunit Hemoglobin yang disebut rantai Hb. Empat dari rantai Hb tersebut selanjutnya akan berikatan satu sama lain secara longgar untuk membentuk molekul Hemoglobin yang lebih lengkap. Penghancuran sel darah merah terjadi dalam sistem retikuloendotelial yaitu dalam hati dan limpa. Hemoglobin bebas dipecah menjadi heme (persenyawaan Frprotoporfirin) dan globin. Persenyawaan Fe-protoporfirin kemudian menjadi hematin. Rantai porfirin dipecah oleh suatu oksidasi pada jembatan a-metan, Fe tetap terikat pada persenyawaan ikatan globin pun tetep tidak terputus. Persenyawaan tersebut dinamakan verdo-hemoglobin. Kemudian Fe dan globin lepas dan terbentuk biliverdin. Biliverdin selanjutnya akan menjadi bilirubin. Fe yang dilepaskan itu diikat oleh protein dalam jaringan dan melalui plasma diangkut ke sumsum tulang untuk dipergunakan pada pembentukan heme, sedangkan globin

yang dilepaskan akan dipecah menjadi asam amino lagi yang kemudia disintesis menjadi protein. Bilirubin yang dibentuk (tidak larut dalam air) diikat oleh albumin dan diangkut dalam plasma dari tempat pemnghancuran itu ke hati. Dalam hati bilirubin ini bersenyawa dengan asam glukoronat dengan bantuan enzim glukoronil transverase. Persenyawaan ini larut dalam air dan menyebabkan reaksi Hijmans van den Bergh positif. Bilirubin yang belum bersenyawa dengan asam glukoronat akan bereaksi indirek dengan reagensia Hijmans van den Bergh. Persenyawaan bilirubinglukoronid ini akan keluar dari hati dan masuk ke dalam saluran pencernaan. Oleh bakteri yang ada pada usus, persenyawaan ini akan diubah menjadi urobilin yang akan dilkeluarkan bersama-sama tinja. Sebagian urobilinogen yang terdapat dalam usus akan diserap kembali melalui plasma, sebagian kembali ke hati dan sebagian lagi dikeluarkan melalui ginjal. Fungsi Hemoglibin - Fungsi Hemoglobin Hb berikatan secara longgar dan reversibel dengan oksigen - Fungsi utamanya bergantung pada kemampuannya bergabung dengan O2 dalam paru-paru dan melepaskan O2 dalam kapiler jaringan dimana tekanan gas O2 jauh lebih kecil daripada paru-paru - Oksigen diangkut ke jaringan sebagai oksigen molekular dan dilepaskan ke dalam cairan jaringan dalam bentuk oksigen molekuler terlarut - Proses pengikatan O2 oleh Hb : Eritrosit dalam darah arteri sistemik mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan kembali dalam darah vena dengan membawa CO2 dari paru-paru Pada saat molekul Hb mengangkut dan melepas O2, masing-masing rantai globin dalam molekul Hb bergerak satu sama lain Pada waktu O2 dilepaskan, rantai-rantai tarik terpisah, sehingga memungkinkan masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) yang menyebabkan makin rendahnya afinitas molekul Hb terhadap O2. Hemoglobin Patologis

o HbC Terdapat pada 2% kalangan kulit hitam Amerika. Pada keadaan heterozigot (Hgb AC) tidak ditemukan anemia atau penyakit, tetapi ditemukan peningkatan jumlah sel target dalam darah tepi. Pada orang-orang homozigot (penyakit Hgb CC) dapat ditemukan anemia hemolitik dengan derajat sedang dan kadar Hb 8-11 g/dL, retikulositosis 5-10% dan splenomegali. Darah tepi mengandung sel target dan sferosit dalam jumlah banyak o Hb D Dalam Hb Ds termasuk beberapa varietas Hb abnormal dengan mobilitas elektroforesis serupa dengan Hgb S, tetapi dengan sifat biokimia dan fisik yang berbeda. Sikling tidak terjadi pada sindroma Hgb D. Keadaan homozigot (Hgb DD) ditandai dengan anemia hemolitis ringan dan splenomegali. o Hb E Hb E prevalen pada orang-orang dari Asia tenggara terutama Thailand. Penyakit Hgb E homozigot ditandai dengna anemia hemolitis ringan dengan sel target nyata serta mikrositosis dengan splenomegali sedang hingga berat. Temuan-temuan klinis dan hematologis mirip dengan Hgb C. o Penyakit Hb SC Jika kedua gen Hgb S dan Hgb C ditemukan pada orang yang sama, akan terjadi suatu anemia dengan derajat sedang disertai splenomegali. Ditemukan episode vaso-oklusi tetapi biasanya jarang dan ringan dibandingkan pada penyakit sel sabit. Nekrosis apseptik dari kaput femoris kadang-kadang merupakan penyulit dan ditemukan kerusakan retina berat. Kadar Hb rata-rata 9-10 g/dL. Sel target banyak, tetapi sel sabit yang ireversibel jarang ditemuui dalam darah tapi. Pada elektroforesis Hb menunjukkan campuran sama Hgb S dan Hgb C dengan sedikit peningkatan Hgb F. Penyakt Hgb SC biasanya tidka mempengaruhi pertumbuhan dan berhubungan dengan daya tahan yang berlanjut hingga dewasa. Krisis aplastis dan sekuestrasi merupakan ancaman terhadap hidup. Tahap Perkembangan Hemoglobin

Hemoglobin (Hb) adalah suatu protein protein tetramerik (protein yang terdiri dari 4 rantai polipeptida yang terbentuk dari heme dan globin. Pada manusia dewasa Hb utama (mayor) disebut Hb A (Adult=A1), yang terdiri dari 2 rantai a dan 2 rantai (a2 2). Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh Hb. Selain Hb A, pada manusia dewasa terdapat hemoglobin pendamping (minor) yang disebut Hb A2, terdiri dari 2 rantai a dan 2 rantai d (a2 d2). Kadar Hb A2 pada orang dewasa adalah 2%. Pada bayi (neonatus) dan janin (embrio) terdapat bentuk Hb lain, yaitu Hb F (Hb fetal) dan Hb embrional : Hb Gowers 1, Hb Gowers 2, dan Hb Fortland. Komposisi masing-masing Hb tersebut adalah sebagai berikut : Hb F : alfa2 gamma2 = a2?2 Hb Gowers 1 : alfa2 epsilon2 = a2 e2 Hb Gowers 2 : zeta2 epsilon2 = ?2 e2 Hb Portland : zeta2 gamma2 = ?2 ?2 Hb F bertahan sampai bayi berumur 20 minggu post partum. Setelah lahir, kadar Hb menurun dan pada usia 6 bulan ke atas mencapai kadar seperti pada orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4% pada keadaan normal. Pada manusia dewasa normal Hb F masih ditemukan walaupun dalam jumlahnya yang sangat kecil (kurang dari 1%). Hb embrional hanya bertahan sampai umur janin 10 minggu saja. Disamping Hb normal ditemukan pula Hb abnormal yaitu Hb H (4) dan Hb Barts (?4) yang ditemukan pada Thalassemia a serta merupakan tanda khas dari penyakit ini.

Penyebab dan mekanisme pucat Warna merah dari darah manusia disebabkan oleh hemoglobin yang terdapat di dalam sel darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi dan protein yang dibentuk oleh rantai globin alpha dan rantai globin beta.

Pada penderita thalassemia beta, produksi rantai globin beta tidak ada atau berkurang. Sehingga hemoglobin total yang dibentuk berkurang terutama HbA (22) yang merupakan Hb dewasa penyusun 96% dari Hb total. Selain itu berkurangnya rantai globin beta mengakitbatkan rantai globin alfa berlebihan dan rantai ini akan mengendap di eritrosit, berkumpul membentuk suatu agregat yang tidak larut di eritrosit yang menyebabkan eritrosit mudah rusak atau permeabilitasnya terganggu (eritrosit mudah rapuh) sehingga rentan untuk dilakukan fagositosis. Eritrosit yang rusak ini akan mengalami destruksi di limpa dan hati. Berkurangnya produksi hemoglobin secara keseluruhan dan mudah rusaknya sel darah merah (mengalami lisis) mengakibatkan penderita anemia sehingga kulit tampak pucat Mekanismenya : Kelainan genetik (delesi pada gen yang mengkode protein globin di kromosom 11 atau 16) Tidak terbentuknya salah satu atau kedua rantai globin Rantai tidak terbentuk peningkatan relative rantai rantai berikatan dengan rantai membentuk HbF (22) peningkatan HbF mengendap di membran (Heinz bodies) RBC mudah dihancurkan Penurunan jumlah hemoglobin (oksigenasi ke perifer berkurang) pucat Penyebab dan mekanisme distensi abdomen Distensi abdomen terjadi karena adanya penumpukan cairan, udara atau karena ada massa dan organomegaly (hepatosplenomegali) pada rongga abdomen. Pada penderita thalassemia, distensi abdomen terjadi karena pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegaly). Limpa berfungsi membersihkan sel darah yang sudah rusak. Pada penderita thalassemia, sel darah merah yang rusak sangat berlebihan sehingga kerja limpa sangat berat. Akibatnya limpa menjadi membengkak. Selain itu tugas limpa lebih diperberat untuk memproduksi sel darah merah lebih banyak.

Pada kasus ini, secara umum dapat dilihat mekanisme distensi abdomen sebagai berikut: Kelainan genetik (delesi pada gen yang mengkode protein globin di kromosom 11 atau 16) Tidak terbentuknya salah satu atau kedua rantai globin Rantai tidak terbentuk peningkatan relative rantai rantai yang tak ada pasangan ini akan mengendap di eritrosit, berkumpul membentuk suatu agregat yang tidak larut di eritrosit yang menyebabkan eritrosit mudah rusak atau permeabilitasnya terganggu (eritrosit mudah rapuh) sehingga rentan untuk dilakukan fagositosis RBC mudah dihancurkan/ didestruksi (di hati, limpa, dan sistem retikuloendotelial lain) peningkatan kerja hati dan limpa hepatosplenomegali distensi abdomen Anemia hemolitik

Pemendekkan waktu hidup (life span) eritrosit serta destruksi eritrosit secara intra dan ekstravaskuler

Peningkatan pemecahan eritrosit di RES (termasuk limpa dan hati)

Berkurangnya jumlah eritrosit di sirkulasi

Hepatosplenomegali

Berkurangnya suplai oksigen ke jaringan

Gejala-gejala anemia (pucat dan gejala lainnya)

Hubungan usia, jenis kelamin, dan tempat tinggal dengan penyakit Secara umum, tidak ada hubungan antara usia dengan gejala-gejala yang dialami A, karena si A menderita thalassemia yang merupakan kelainan yang diturunkan, sehingga kelainan ini sudah terjadi sejak awal pembuahan. Jenis kelamin juga tidak memengaruhi kelainan yang di derita, karena laki-laki dan perempuan mempunyai prevalensi yang sama untuk menderita kelainan ini. Tempat tinggal mempunyai pengaruh yang cukup besar pada kejadian thalassemia. Daerah endemi malaria cenderung memiliki angka prevalensi thalssemia yang lebih tinggi, karena penderita thalassemia resisten terhadap infeksi malaria. Di Indonesia sendiri prevalensi thalassemia cukup tinggi di daerah Sumatera Selatan. Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar 5-6% dari jumlah populasi. Palembang; 10%, Makassar; 7,8%, Ambon; 5,8%, Jawa; 3-4%, Sumatera Utara;1-1,5%. Mengapa A selalu mendapat transfusi darah? Transfusi darah teratur yang perlu dilakukan untuk mempertahankan Hb di atas 10 gr/dl tiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2-3 unit tiap 4-6 minggu. Darah segar, yang telah disaring untuk memisahkan leukosit, menghasilkan eritrosit dengan ketahanan yang terbaik dan reaksi paling sedikit. Pasien harus diperiksa genotipnya pada permulaan program transfuse untuk mengantisipasi bila timbul antibody eritrosit terhadap eritrosit yang ditransfusikan. Indikasi transfusi darah Transfusi darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien).

Indikasi transfusi darah dan komponen-konponennya adalah : 1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan cairan. 2. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain. 3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen. 4. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma subtitute atau larutan albumin. 5. Penurunan kadar Hb disertai gangguan hemodinamik Jenis-jenis transfusi darah a. Darah lengkap (whole blood) Berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume plasma dalam waktu yang bersamaan, misal pada perdarahan aktif dengan kehilangan darah lebih dari 25 -35 % volume darah total. b. Sel darah merah pekat (packed red cell) Digunakan untuk meningkatkkan sel darh merah pada pasien yang menunjukkan gejala anemia, misal pada pasien gagal ginjal dan keganasan. c. Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood cell leucocyte reduced) Digunakan untuk meningkatkan jumlah RBC pada pasien yang sering mendapat/tergantung pada transfusi darah dan pada mereka yang mendapat reaksi transfusi panas dan reaksi alergi yang berulang. d. Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed) Pada orang dewasa komponen ini dipakai untuk mencegah reaksi alergi yang berat atau alergi yang berulang. e. Sel darah merah pekat beku yang dicuci (packed red blood cell frozen) Hanya digunakan untuk menyaimpan darah langka. f. Trombosit pekat (concentrate platelets)

Diindikasikan pada kasus perdarahan karena trombositopenia atau trombositopati congenital/didapat. Juga diindikasikan untuk mereka selama operasi atau prosedur invasive dengan trombosit < 50.000/Ul g. Trombosit dengan sedikit leukosit (platelets leukocytes reduced) Digunakan untuk pencegahan terjadinya alloimunisasi terhadap HLA, terutama pada pasien yang menerima kemotrrapi jangka panjang. h. Plasma segar beku (fresh frozen plasma) Dipakai untuk pasien denagn gangguan proses pembekuan pembekuan bila tidak tersedia faktor pembekuan pekat atau kriopresipitat, misalnya pada defisiensi faktor pembekuan multiple. Manfaat dan dampak dari tranfusi darah Manfaat transfusi darah: mengganti cairan plasma yang hilang karena perdarahan akut mengatasi anemia mempertahankan kadar Hb tidak turun di bawah 10 gr% pada pasien thalassemia. meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen memperbaiki volume darah tubuh memperbaiki kekebalan memperbaiki masalah pembekuan.

Dampak transfusi darah: a. Komplikasi dini 1) Reaksi hemolitik Reaksi ini terjadi karena destruksi sel darah merah yang inkompatibel. Reaksi hemoliik juga dapat terjadi karena transfusi eritrosit yang rusak akibat paparan dekstrose 5%, injeksi air ke sirkulasi, transfuse darah yang lisis, transfuse darah dengan pemanasan berlebihan, transfuse darah beku, transfuse denagn darah yang terinfeksi, transfuse darah dengan tekanan tinggi. 2) Reaksi alergi terhadap leukosit, trombosit, atau protein

Renjatan anafilaktik terjadi 1 pada 20.000 transfusi. Reaksi alergi ringan yang menyerupai urtikaria timbul pada 3% transfusi. Reaksi anafilaktik yang berat terjadi akibat interaksi antara IgA pada darah donor dengan anti-IgA spesifik pada plasma resipien. 3) Reaksi pirogenik Peningkatan suhu tubuh dapat disebabkan oleh antibody leukosit, antibodi trombosit, atau senyawa pirogen. 4) Kelebihan beban sirkulasi 5) Emboli udara 6) Hiperkalemia 7) Kelainan pembekuan 8) Cedera paru akut yang berhubungan dengan transfusi (transfusion related acute lung injury, TRALI) Kondisi ini adalah suatu diagnosis klinik berupa manifestasi hipoksemia akut dan edema pulmoner, bilateral yang terjadi 6 jam setelah transfuse. Manifestasi klinis yang ditemui adalah dispnea, takipnea, demam, takikardi, dan leucopenia akut sementara. Angka kejadiannya adalah sekitar 1 dari 1.200-25.000 transfusi. b. Komplikasi lanjut 1) Transmisi penyakit Virus (Hepatitis A, B, C, HIV, CMV) Bakteri (Treponema pallidum, Brucella, Salmonella) Parasit (malaria, toxoplasma, mikrofilaria) 2) Kelebihan timbunan besi akibat transfuse 3) Sensitisasi imun Dampak penyakit yang diderita A terhadap tumbuh kembangnya Pada thalassemia absorpsi Fe pada usus meningkat ditambah lagi hal ini diperberat karena si A mendapat transfusi darah. Besi yang berlebihan ini akan terdeposit salah satunya di organ endokrin, hal ini bisa menyebabkan failure to thrive

Meskipun pada kasus kadar serum ferritin normal, kadar tersebut tidak bisa mewakili kadar besi pada organ2, selain itu juga terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kadar serum ferritin Hambatan pertumbuhan terjadi akibat: a. Pada pasien thalasemia, terjadi destruksi dini eritrosit sehingga sumsum tulang merah berkompensasi dengan cara meningkatkan eritropoiesis. Sumsum tulang merah terdapat di tulang pipih seperti os maxilla, os frontal, dan os parietal. Hal ini mengakibatkan tulang-tulang tersebut mengalami penonjolan dan pelebaran. Namun, destruksi dini sel darah merah terus berlanjut sehingga sumsum tulang putih yang normalnya berfungsi untuk membangun bentuk tubuh dan pertumbuhan berubah fungsi menjadi sumsum tulang merah yang menghasilkan eritrosit. Sumsum tulang putih terdapat pada tulang-tulang panjang seperti os tibia, os fibula, os femur, os radius, dan os ulna. Perubahan fungsi tulang-tulang ini dari pembangun tubuh menjadi pembentuk eritrosit mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan A. b. Massa jaringan eritropetik yang membesar tetapi inefektif bisa menghabiskan nutrient sehingga menyebabkan retardasi pertumbuhan (Patologi Robbins-Kumar volume 2 hal. 454). c. Penimbunan besi pada pasien thalassemia dapat merusak organ endokrin sehingga terjadi kegagalan pertumbuhan dan gangguan pubertas.
Riwayat Keluarga

Thalasemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan, yaitu merupakan suatu penyakit autosomal resesif dengan delesi di kromosom 11 (Thalassemia ) atau 16 (Thalassemia ) sehingga kemungkinan paman A juga menderita thalasemia. Gejala pada A cocok dengan gejala thalasemia B mayor yang dapat mematikan bila tidak ditangani dengan benar (diberikan transfusi darah secara rutin, atau dilakukan

transplantasi sumsum tulang). Dalam kasus thalasemia mayor, kematian terjadi pada dekade kedua atau ketiga, biasanya akibat gagal jantung kongestif atau aritmia jantung. Berikut adalah asumsi pedigree pada kasus pasien A ini: Keterangan pedigree: ThalassemiaAutosomal Resesif Bila, ayah normal-ibu carrier Persentase F1: 50% normal 50% carrier Bila, ayah carrier-ibu carrier Persentase F1: 25% normal 50% carrier 25% thalassemia

Keterangan: Laki-laki normal Wanita normal Laki-laki carier Wanita Carier Laki-laki thalasemia

Age Premature 0-3 mo 3-6 mo 6-12 mo 1-3 yr 3-6 yr 6-12 yr 12 * yr

Heart Rate (beats/min) 120-170 * 100-150 * 90-120 80-120 70-110 65-110 60-95 55-85

Blood Pressure (mm Hg) 55-75/35-45 65-85/45-55 70-90/50-65 80-100/55-65 90-105/55-70 95-110/60-75 100-120/60/75 110-135/65/85

Respiratory Rate (breaths/min) 40-70 35-55 30-45 25-40 20-30 20-25 14/22 12-18

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik dan Laboratoris pada anak ini Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik : Interpretasi Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Kasus Keadaan umum: Kesadaran Compos mentis wajah Vital sign: HR RR TD Anemis Morfologi +

Nilai Normal Compos mentis -

Interpretasi Normal Pucat Ekspansi massif sumsum tulang wajah Normal meningkat Normal Normal Normal Hepatomegali Splenomegali

Wide epicanthus Normal prominent upperjaw 92 x/menit 26 x/menit 100/80 mm/Hg 36,8C Within limit 65-110 20-25 95-110/60-75

Temp Heart and lung Abdomen: Hepar Spleen Ekstremitas:

36,5-37,5 normal Normal

Enlargement x Schoeffner II -

tangan

Telapak

Pucat

Kemerahan

Anemia

Keadaan umum anemis:

Berkurangnya rantai globin beta mengakitbatkan rantai globin alfa berlebihan rantai ini akan mengendap di eritrosit, berkumpul membentuk suatu agregat yang tidak larut di eritrosit yang menyebabkan eritrosit mudah rusak atau permeabilitasnya terganggu (eritrosit lebih rapuh) rentan untuk dilakukan fagositosis Eritrosit yang rusak ini akan mengalami destruksi di limpa dan hati Berkurangnya produksi hemoglobin secara keseluruhan dan mudah rusaknya sel darah merah (mengalami lisis) penderita anemia
Wide epicanthus lipatan vertical pada sisi nasal yang melebar Prominent upper jaw penonjolan rahang atas Mekanismenya: Anemia hemolitik produksi eritrosit (eritropoesis) ditingkatkan eritropoesis terjadi di sum-sum tulang ekspansi masiv ke sum-sum tulang wajah dan tengkorak hiperplasia sumsum tulang wajah dan tengkorak bentuk tulang berubah tampak tampilan facies cooley/ facies thalasemia

Hepatic enlargement x dan spleen schoeffner II

Mekanismenya: Rantai globin alfa berlebih membentuk agregat tak larut di sitoplasma eritrosit permeabilitas membran eritrosit terganggu eritrosit menjadi lebih rapuh rentan difagositosis hemolisis meningkat eritrosit

didestruksi oleh limpa dan hati dan organ retikuloendotelial lain hepatosplenomegali Mekanisme pemeriksaan fisik (hubungan dengan gejala pasien) Keadaan umum anemis: defek gen produksi globin terganggu hemoglobin eritropoiesis berjalan tidak efektif eritrosit lebih rapuh-usia memendek hemolitik dari eritosit jumlah eritrosit suplai ke perifer menurun anemia

Wide epicanthus lipatan vertical pada sisi nasal yang melebar Prominent upper jaw penonjolan rahang atas Mekanismenya: Anemia hemolitik produksi eritrosit ditingkatkan tulang wajah, tulang panjang kembali memproduksi sel darah merah hiperplasia sumsum tulang bentuk tulang berubah

Hepatic enlargement x dan spleen schoeffner II Mekanismenya: Eritrosit abnormal membran eritrosit lebih rapuh hemolisis meningkat hemoglobin bebas yang meningkat diambil oleh hati dan limpa hepatosplenomegali distensi abdomen

Pemeriksaan Darah Tepi


Karna adanya

Hb : 6 gr/dl

destruksi eritrosit

10-16 gr/dl

anemia

abnormal dan waktu hidup eritrosit yang lebih pendek

Ret : 2,4%

Akibat hiperplasia eritroid

0,2-2,0%

retikulositosis

dengan produksi eritrosit yang dipercepat

Leukosit : 8000/mm3

700010.000/mm3

normal Menunjukkan belum terjadinya hipersplenisme

Trombosit : 200.000/mm3

150400.000/mm3 normal

Diff.count : 0/0/36/48/14/2 0-1 1-3 2-6 50-70 20-40 2-8 limfopenia neutrofilia shift to the left

Adanya kerusakan jaringan atau inflamasi akut

Karna ada peningkatan sekuestrasi di RES sehingga penghancuran limfosit ikut terjadi

Pewarnaan apusan Anisositosis Isositosis Anemia berat Terdapat gambaran sel-sel eritrosit yang bervariasi ukurannya

Keterangan tambahan : Hasil Hb pasien Interpretasi : 6 gr/dl :

Penurunan Hb terdapat pada penderita anemia, Ca, penyakit ginjal, pemberian cairan IV berlebihan dan penyakit Hodkins. Dapat juga diakibatkan karena obatobatan ; Ab, aspirin, antineoplastik, indometasin, sulfonamide, primaquin, rifampin dan trimetadin. Hasil MCV : 60 (fl)

Interpretasi : Penurunan MCV terdapat pada pasien anemia mikrositik def besi, keganasan, RA, Talasemia, anemia sel sabit, HbC, keracunan timah dan radiasi. Hasil MCHC : 28 (gr/dl) Interpretasi : Penurunan MCHC terdapat pada penderita anemia hipokromik dan talasemia. Hasil Retikulosit Interpretasi : 2,4 % :

Peningkatan retikulosit terjadi pada anemia hemolitik, sel sabit, talasemia major, leukemia, eritoblastosis fetalis, Hb C dan D positif, kehamilan dan kondisi pasca perdarahan akut.

Gambaran Sel target Suatu gambaran khas untuk talasemia.

Dicirikan dengan adanya gambaran eritrosit yang mikrositik (kecil), leptocytic (lonjong) dan polycythemic (banyak)
Merupakan suatu kelainan dari membran eritrosit yang menunjukkan

meningkatnya resistensi osmotik dari membran tersebut. Hal ini hal ini akan merugikan karna Na+ dapat keluar menembus membran dan akan menyebabkan sel kurang plastis dan waktu hidup (life span) nya lebih pendek.
Terjadi karna adanya presipitasi dari sisa rantai yang terdapat dalam Hb

dan berkumpul di bagian tengahnya, sehingga terlihat sebagai eritrsit berinti. Mekanisme hasil Pemeriksaan Laboratoris Thalassemia

Hb 6 gr/ dl

Gangguan sintesis rantai atau Terjadi eritroblas abnormal Sel darah merah abnormal Poikilositosis

Reticulocyt 2,4 %

Anisositosis

Rasio luas permukaan yang relative besar dibandingkan dengan volume Hb berkumpul membentuk genangan ditengah saat SDM disebarlkan di object glass Target cell

MCV 60 fl

MCH 27,4 (pg) hipokrom

MCHC 28 (gr/dl)

mikrositik

DIAGNOSIS BANDING Anemia Defisiensi 1. 2. 3. 4. 5. 6. Derajat Anemia MCV MCH Besi Serum TIBC Saturasi Besi Ringan-Berat <30 >360 <15% (-) <20 (-)

Thallasemia Mayor Berat N/ N/ >20% (+) N >50 (+)

Anemia Sideroblastik Ringan-Berat N/ N/ N/ N/ >20% (+) dengan ring sideroblast N >50 (-)

Transferin 7. Besi Sumsum Tulang 8. Protoporfirin eritrosit 9. Ferritin serum 10. Apusan darah: sel target

Penegakkan diagnosis : Anamnesis : Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan. 1. Riwayat keluarga 2. Riwayat transfuse 3. Tempat tinggal 4. Riwayat pertumbuhan 5. Riwayat pengangkatan limpa Pemeriksaan Fisik : 1. Perawakan pendek

2. Pigmentasi kulit 3. Pucat 4. Ikterus ringan mungkin ada 5. Hepatosplenomegali 6. Cardiomegali Pemeriksaan penunjang : 1. Hb : 3-9 g/dl 2. Eritrosit : anisositosis, poikilositosis, dan hipokromia berat. 3. Sering dijumpai sel target dan tear drop cell. 4. Normoblas (eritrosit berinti) banyak dijumpai terutama pasca splenektomi 5. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif. 6. Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin, dimana pada talassemia ditemukan Hb Barts dan HbH, sedangkan pada talassemia kadar HbF bervariasi antara 10-90%. 7. Pemeriksaan khusus : Analisis globin chain synthesis.

Pemeriksaan penunjang 1. Darah tepi :


Hb rendah dapat sampai 2-3 g% Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,

anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
Retikulosit meningkat.

2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :


Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis

asidofil.

Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

3. Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor

merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total). 4. Pemeriksaan lain :
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis,

diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.


Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum

tulang sehingga trabekula tampak jelas. 7. Iron studies Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek penggunaan dan penyimpanan zat besi dalam tubuh. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk membedakan apakah penyakit disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa atau talasemia. 8. Elektroforesis hemoglobin Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif hemoglobin yang ada dalam darah (HbA, HbF, dan HbA2). 9. Analisis DNA Analisis DNA digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan tes yang paling efektif untuk mendiagnosa keadaan karier pada talasemia.

Pemeriksaan sitogenetik Merupakan pemeriksaan komposisi kromosom sel, fungsi normal, dan setiap deviasi dari yang normal. Analisis sitogenetik bisa dilakukan pada jaringan yang diambil aspirasi dan biopsi sumsum tulang pada darah tepi jika jumlahnya meningkat, dan pada kelenjar getah bening, hati, limpa, serta cairan amnion. Pemeriksaan radiologis Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medulla yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak besar kadang-kadang terlihat brush appearance. Sering pula ditemukan gangguan pneumatisasi rongga sinus paranasalis. Pemeriksaan auditorik dan funduskopi secara teratur apabila telah dilakukan program transfusi darah untuk menghindari terjadinya komplikasi akibat efek samping obat desferioksamin diantaranya tuli nada tinggi dan kerusakan retina. Dari hasil pemeriksaan hasil menunjukan A menderita Thalasemia Beta mayor THALASEMIA. Thalasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis hemoglobin yang ditandai dengan tidak adanya sintesis rantai globin. Thalasemia bersifat kodominan autosomal; dengan gen heterozigot memunculkan talasemia minor atau sifat talasemia, dan gen homozigot memunculkan talasemia mayor yang ditandai dengan anemia hemolitik yang berat. Klasifikasi Thalasemia. Terdapat 2 tipe utama, yaitu :

1. Thalasemia Alfa : dimana terjadi penurunan sintesis rantai alfa akibat terjadi mutasi pada gen yang mengkode rantai alfa globin yaitu kromosom 11. 2. Thalasemia Beta : dimana terjadi penurunan atau tidak dihasilkannya rantai beta akibat terjadi mutasi pada gen yang mengkode rantai beta globin yaitu kromosom 16. Mutasi-mutasi yang terjadi biasanya akibat perubahan basa. Macam-macam mutasi yang terjadi pada thalasemia beta yaitu :
1. Regio promotor yang merupakan unit yang mengendalikan inisiasi dan

kecepatan transkripsi, yang jika terjadi mutasi pada sekuensing promotor akan menyebabkan penurunan transkripsi gen globin. Oleh karena itu apabila terjadi mutasi pada region promotor maka akan mnyebabkan terjadinya thalasemia +.
2. Jika mutasi terjadi pada sekuensi pengkode akan menyebabkan perubahan

nukleotida pada salah satu ekson sehingga terbentuk kodon stop yang akan berakibat pada penghentian translasi mRNA beta globin. Oleh karena terjadi pengehentian ini maka bentuk beta globin pun punting dan non fungsional, hal ini akan menghasilkan terjadinya thalasemia 0.
3. Mutasi yang menyebabkan kelainan pemrosesan mRNA merupakan

penyebab tersering thalasemia . Mutasi ini sebagian besar mengenai intron, tapi sebagian ada juga yang mengenai dalam ekson. Epidemiologi. 1. Thalasemia beta. Dilihat dari distribusigeografiknya maka thalasemia beta banyak dijumpai di daerah mediteranean, timur tengah, india/Pakistan dan asia. Di siprus dan yunani lebih banyak dijumpai varian +, sedangkan di Asia tenggara lebih banyak varian 0.

Italia : 10%, Yunani : 5-10%, Cina : 2%, India : 1-5%, Negro : 1%, Asia Tenggara : 5%. Jika dilukiskan pada peta dunia, seolah-olah membentuk sebuah sabuk, dimana Indonesia termasuk di dalamnya.

2. Thalasemia alfa. Sering dijumpai di daerah Asia Tenggara, lebih sering dari thalasemia beta. Di Indonesia, jumlah pembawa sifat thalasemia berjumlah sekitar 5-6%. Palembang : 10%, Makassar : 7-8%, Ambon : 5-8%, Jawa : 3-4%, Sumatera Utara : 1-1,5%. Faktor Resiko. 1. Anak dengan orang tua punya gen thalasemia. 2. Anak dengan salah satu orang tua thalasemia minor. 3. Anak dengan salah satu orang tua thalasemia. 4. Resiko laki-laki dan perempuan sama.
5. Penyakit ini terkait ras, karena gen mutan banyak terdapat pada daerah

mediteranian, afrika, dan asia.

Patogenesis
Hemoglobin dewasa atau HbA mengandung dua rantai dan dua rantai . Ditandai oleh dua gen globin yang bertempat pada masing-masing dari dua kromosom nomor 11. Dan, dua pasang gen -globin yang fungsional berada pada setiap kromosom nomor 16. Struktur dasar gen -globin dan , begitu juga langkahlangkah yang terlibat dalam biosintesis rantai globin adalah sama. Setiap gen globin memiliki tiga rangkaian pengkodean (ekson) yang diganggu oleh dua rangkaina

peratara (intron). Pengapitan sisi 5 gen globin merupakan serentetan rangkaian promoter yang tidak dapat diterjemahkan, yang diperlukan untuk inisiasi sintesis mRNA -globin. Seperti pada semua gen eukariotik, biosintesis rantai globin mulai dengan transkripsi gen globin di dalam nucleus. Transkripsi mRNA awal mengandung suatu salinan seluruh gen, termasuk semua ekson dan intron. Precursor mRNA yang besar ini mengalami beberapa modifikasi pascatranskripsi (proses) sebelum diubah menjadi mRNA sitoplasma dewasa yang siap untuk translasi yaitu penyambungan dua intron dan mengikat kembali ekson. mRNa dewasa yang terbentuk meninggalkan nucleus dan menjadi terkait ribosom pada tempat translasi berlaku. Jalur ekspresi gen -globin sangat serupa. (Buku Ajar Patologi II, Robbins & Kumar Jakarta :EGC, 1995) Thalassemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang mengakibatkan berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin (Weatherall and Clegg, 1981). Abnormalitas dapat terjadi pada setiap gen yang menyandi sintesis rantai polipeptid globin, tetapi yang mempunyai arti klinis hanya gen- dan gen-. Karena ada 2 pasang gen-, maka dalam pewarisannya akan terjadi kombinasi gen yang sangat bervariasi. Bila terdapat kelainan pada keempat gen- maka akan timbul manifestasi klinis dan masalah. Adanya kelainan gen- lebih kompleks dibandingan dengan kelainan gen- yang hanya terdapat satu pasang.Gangguan pada sintesis rantai- dikenal dengan penyakit thalassemia-, sedangkan gangguan pada sintesis rantai- disebut thalassemia-. Kelainan klinis pada sintesis rantai globin-alfa dan beta dapat terjadi, sebagai berikut: 1. Silent carrier yang hanya mengalami kerusakan 1 gen, sehingga pada kasus ini tidak terjadi kelainan hematologis. Identifikasi hanya dapat

dilakukan sekuensing.

dengan analisis molekular

menggunakan RFLP atau

2. Bila terjadi kerusakan pada 2 gen- atau thalassemia- minor atau carrier thalassemia- menyebabkan kelainan hematologis. 3. Bila terjadi kerusakan 3 gen- yaitu pada penyakit HbH secara klinis termasuk thalassemia intermedia. 4. Pada Hb-Barts hydrop fetalis disebabkan oleh kerusakan keempat gen globin-alfa dan bayi terlahir sebagai Hb-Barts hydrop fetalis akan mengalami oedema dan asites karena penumpukan cairan dalam jaringan fetus akibat anemia berat. 5. Pada thalassemia- mayor bentuk homozigot (0) dan thalassemia- minor (+) bentuk heterozigot yang tidak menunjukkan gejala klinis yang berat. Gangguan yang terjadi pada sintesis rantai globin- ataupun- jika terjadi pada satu atau dua gen saja tidak menimbulkan masalah yang serius hanya sebatas pengemban sifat (trait atau carrier). Thalassemia trait disebut uga thalassemia minor tidak menunjukkan gejala klinis yang berarti sama alnya seperti orang normal kalaupun ada hanya berupa anemia ringan. Kadar Hb normal aki-laki: 13,5 17,5 g/dl dan pada wanita: 12 - 14 g/dl. Namun emikian nilai indeks hematologis, yaitu nilai MCV dan MCH berada di bawah ilai rentang normal. Rentang normal MCV: 80 100 g/dl, MCH: 27 34 g/dl.

Thalassemia : atau tidak ada sintesis rantai Thalassemia : atau tidak ada sintesis rantai

Mudah terjadi presipitasi pada rantai yang berlebihan dan tidak memiliki pasangan

Persipitasi pada eritrosit

Presipitasi intrameduler

Hb : 6 gr/dl

Hemolisis

ANEMIA

Eritropoesis inefektif

Absorpsi Fe Transfusi Splenomegali Hepatomegali Deposit Fe dalam jaringan Gangguan fungsi endokrin A lebih pendek dari adiknya
Hipoksia jaringan

Schoeffner II

Hepatic enlargement x

Abdominal distention
Tel apa k tan gan puc at
Hiperplasia sumsum tulang

Eritropoetin meningkat Hemopoesis ekstrameduler

Wide epicanthus prominent upper jaw

Hemopoesis intrameduler

- Retikulosit meningkat

Berdasarkan patogenesis -talasemi di atas, dasar molekul -talasemi sangat berbeda. -talasemi disebabkan oleh penghapusan lokus gen -globin. Karena ada empat gen -globin yang berfungsi, maka terdapat empat kemungkinan keparahan -talasemi berdasarkan hilangnya satu sampai keempat gen -globin pada kromosom-kromosom tersebut. Hilangnya suatu gen -globin tunggal berkaitan dengan status pembawa penyakit tersembunyi, sedangkan hilangnya keempat gen globin berkaitan dengan kematian janin dalam uterus, karena tidak ada daya dukung oksigen. Dasar hemolisis sama dengan yang terdapat pada -talasemi. Dengan hilangnya tiga gen -globin relative berlebihan, yang membentuk tetramer tak larut dalam sel darah merah, sehingga sel peka terhadap fagositosi dan kerusakan. (Buku Ajar Patologi II, Robbins & Kumar Jakarta :EGC, 1995) Manifestasi klinis Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi. Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6 bulan. Pembesaran limpa dan hati terjadi karena destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoesis ekstramedula, dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. Limpa yang besar meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan volume plasma dan meningkatkan destruksi eritrosit dan cadangan eritrosit. Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hyperplasia sumsum tulang yang hebat yang menyebabkan terjadinya fasies thalasemia dan penipisan korteks di

banyak tulang dengan suatu kecenderungan terjadinya fraktur dan penonjolan tengkorak dengan suatu gambaran rambut berdiri (hair-on-end) pada foto roentgen. Penumpukan besi akibat transfuse darah menyebabkan kerusakan organ endokrin (dengan kegagalan pertumbuhan, pubertas yang terlambat atau tidak terjadi), miokardium. Infeksi dapat terjadi. Anak yang melakukan transfusi darah rentan terhadap infeksi bakteri. Penatalaksanaan Penatalaksanaan untuk pasien dengan talasemia mayor diantaranya transfusi darah, chelation, splenectomy dan transplantasi sum2tulang alogenik 1. transfusi darah untuk mempertahankan Hb pasien pada kadar 9-10 g/dl 2. khelasi besi diberikan jika kadar feritin serum>1000 ng/mL atau setelah pemberian transfusi 10-15 U pada bayi

Deferoxamine
Diberikan melalui infus subkutan dengan pompa portable. Kira-kira 8mg besi diikat oleh 100mg deferoxamine, diksresi di feces dan urine. Jika diberikan bersama vit.C meningkatkan efektivitas kerjanya 20-40 mg/kg/d SC lewat infus selma 8-12 h; boleh diberikan IV/IM jika dibutuhkan

Deferasirox
Khelasi besi oral suspensi yang digunakan unutk mengurangi konsentrasi besi hati pada dewasa dan anak yang mendapat transfusi RBC berulang. Mengikat besi dengan afinitas 2:1. Telah disetujui untuk menatalaksana kelebihan besi kronik yang disebabkan transfusi darah yang berlebihan. Dosis Inisial: 20 mg/kg PO setiap hari 30 min sebelum makan, selanjutnya pertahankan dosis 5-10mg/kg/d Note: Larutkan suspensi di air, jus jeruk atau jus apel lalu segera diminum 3. Splenektomi untuk mengurangi kebutuhan darah 4. Transplantasi sum2tulang alogenik

Tingkat kesuksesannya 80%(pasien yang mendapat khelasi baik tanpa fibrosis hati&splenomegali) Donor=saudara kandung, anggota keluarga lain/orang lain dengan HLA yang sesuai 5. Diet Teh mengurangi absorpsi besi pada usus halus Vit.C meningkatkan ekskresi besi pada pasien yang mengonsumsi khelasi besi 6. Aktivitas harus dikurangibisa menyebabkan secondary anemia Pencegahan 1. Genetic counseling Tujuan: Agar orang yang akan menikah mendapat keturunan yang diharapkan, tidak cacat dan tidak mempunyai penyakit keturunan, kalau kemungkinan itu ada maka diberi rekaan kemungkinan atau digagalkan untuk menikah 2. Silsilah keluarga melihat penyakit keturunan 3. Analisa DNA melalui chorionic villi sampling pada 8-10 minggu kehamilan atau amniocentesis pada 14-20 mg kehamilan. Sample Darah fetus untuk melihat sintesis HB pada 18-22 minggu kehamilan Pencegahan primer Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan: 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal. Pencegahan sekunder Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot salah satunya adalah dengan inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia trait. Diagnosis prenatal

melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996). Edukasi - Sampaikan kepada pasien dan keluarga mengenai kondisinya sekarang. - Beri saran agar sebelum melakukan pernikahan, cek pasangan untuk kemungkinan thalasemia. - Hindari pemakaian obat pencetus hemolitik seperti fenasetin, klorpromazin (tranquilizer), penisilin, kina, dan sulfonamid. - Makan-makanan bernutrisi khususnya asupan B12 dan folic acid. Follow up Serum ferritin, kimia darah dan fungsi hati harus dimonitor Monitor kemungkinan terjadinya komplikasi jantung(dg EKG/echo) dan organ endokrin Kuantitas besi liver dengan biopsi/MRI karena terkadang pada beberapa kasus serum ferritin rendah namun besi liver nya tinggi Periksa fungsi auditory dan penglihatan untuk pasien yang menerima terapi khelasi besi Prognosis. a. Fungsional : malam b. Vitam: dubia ad bonam Tidak ada pengobatan untuk Hb Barts. Pada umumnya kasus penyakit Hb H mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan transfuse darah atau splenektomi dan dapat hidup biasa. Thalassemia alfa 1 dan thalassemia alfa 2 dengan fenotip yang normal pada umumnya juga mempunyai prognosis baik dan tidak memerlukan pengobatan khusus. Transplantasi sumsum tulang alogenik adalah salah satu pengobatan alternative tetapi hingga saat ini belum mendapatkan penyesuaian hasil atau bermanfaat yang sama di antara berbagai penyelidik secara global.

Thalassemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia decade ke 3, walaupun digunakan antibiotic untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating agents (desferal) untuk mengurangi hemosiderosis (harga umumnya tidak terjangkau oleh penduduk Negara berkembang). Di Negara maju dengan fasilitas transfuse yang cukup dan perawatan dengan chelating agents yang baik, usia dapat mencapai decade ke 5 dan kualitas hidup juga lebih baik. Keadaan anak yang tidak membaik pada saat pemberian obat penambah darah mengindikasikan bahwa penyakit anak tersebut tidak dikarenakan defisiensi besi (karena sebagian besar obat penambah darah mengandung Fe atau besi) sehingga tidak ada gangguan pada heme, namun terdapat gangguan pada rantai globin. Hal tersebut mengindikasikan adanya thalassemia dimana pada thalassemia terdapat gangguan pada sintesis rantai globin a atau Berdasarkan patofisiologi dan patogenesis thalassemia, mutasi gen globin produksi rantai globin berkurang atau tidak ada produksi Hb berkurang eritrosit mudah rusak/umur lebih pendek dibanding normal (hemolisis) hati mengalami hepatomegali karena kerjanya terlalu berat dalam perombakan eritrosit limpa menggantikan fungsi hati dalam perombakan eritrosit kerjanya terlalu berat mengalami splenomegali hepatomegali karena hepatosplenomegali menyebabkan perut buncit. Usaha preventif yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan konseling pranikah. Umunya, penderita thalassemia tidak dapat disembuhkan, hdapat dijaga kesehatannya dengan transfusi darah, desferal, desferiprone, atau splenektomi. Sedangkan bagi penderita Hb Bart, sampai sekarang belum ditemukan obatnya dan hanya dapat dilakukan cara alternatif, yang dalam hal ini juga belum dapat diyakini kebenarannya, yaitu transplantasi sumsum tulang alogenik. Setelah melakukan studi kasus secara keseluruhan pada skenario 2 blok IV, penulis mendiagnosis bahwa pasien tersebut (anak lakilaki berumur 2 bulan) positif menderita thalassemia, yang dalam konteks kali ini adalah thalassemia mayor (salah satu jenis hemoglobinopati yang disebabkan kelainan sintesis rantai globin

dan termasuk salah satu dari anemia hemolitik) dilihat dari gejala-gejala klinis, seperti anemis, hepatomegali, dan splenomegali; dan dipastikan lagi dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium secara menyeluruh. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain tes hematologi rutin, indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC), retikulosit, bilirubin, gambaran darah tepi, elektroforesis Hb, dan analisis DNA. Penyakit ini bukan hemoglobinopati sturktural dikarenakan pada hemoglobinopati struktural tidak ditemukan adanya hepatomegali.

Komplikasi. Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, ku.lit, jantung dan lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut. Limpa yang besar mudah rupture akibat trauma yang ringan. Kadangkadang thalasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. Kelebihan Fe (khususnya pada pemberian transfusi) Komplikasi pada jantung, contoh constrictive pericarditis to heart failure and arrhythmias. Komplikasi pada hati, contoh hepatomegali sampai cirrhosis. Komplikasi jangka panjang, contoh HCV. Komplikasi hematologic, contoh VTE. Komplikasi pada endokrin, seperti endokrinopati, DM. Gagal tumbuh karena diversi dari sumber kalori untuk eritropoesis. Fertil, seperti terjadi hypogonadotrophic hypogonadism dan gangguan kehamilan. Kompetensi Dokter Umum. 3A

Mendiagnosis, memberi terapi inisiasi hingga transfusi (bila berada pada daerah perifer) dan merujuk pada dokter yang lebih ahli, misalnya untuk tindakan bedah

Daftar Pustaka

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. EGC: Jakarta. Hoffbrand, A. V. , J.E. Pettit, P. A. H. Moss. Kapita Selekta Hematologi. 2005. Jakarta: EGC Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. 2005. Jakarta: Badan Penerbit IDAI Ilmu Penyakit dalam Jakarta: Penerbit Buku Univertas Indonesia Jones, C.Hughes dkk. Catatan Kuliah Hematologi Edisi 5. EGC: Jakarta. Robbins, Kumar Cotran. Buku Ajar Patologi Vol.2. 2005. Jakarta: EGC Sutedjo, AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalaui Hasil Pemeriksaan Lab. Wahab, A. Samik (editor). IKA Nelson Vol. 2 Ed. 15. 1999. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai