Anda di halaman 1dari 25

1.2.

KAJIAN KEBENCANAAN
A. Litologi Litologi yang menutupi wilayah Kota Padang secara umum didominasi oleh endapan aluvium kuarter (Qal) terutama pada wilayah radius 5 sampai 10 kilometer dari garis pantai kea arah timur laut. Endapan ini terdiri dari material berupa lanau, pasir dan kerikil dan setempat terdapat butiran-butiran batuapung. Bagian selatan Kota Padang sebagian berupa litologi lahar, konglomerat dan endapan-endapan kolovium lain yang merupakan bagian dari satuan batuan Aliran Yang Tak Teruraikan (Qtau) menurut Peta Geologi lembar Padang (Kastowo dan Leo, 1973). Satuan batuan berupa tufa Kristal (QTt) yang keras juga terdapat di bagian selatan Kota Padang. Fragmen-fragmen batuan gunungapi banyak dijumpai pada satuan ini. Satuan batuan lain yang terdapat di wilayah pantai Kota Padang adalah andesit dan tufa yang terdapat berselingan (QTta). Di beberapa tempat pada satuan ini juga dijumpai andesit sebagai inklusi di dalam tufa. Satuan batuan kipas aluvium (Qf) terdapat pada beberapa tempat pada radius kurang lebih 10 kilometer arah timur laut garis pantai. Satuan ini merupakan hasil rombakan gunungapi strato yang permukaannya ditutupi oleh bongkah-bongkah andesit. Selain satuan-satuan batuan diatas, di wilayah Kota Padang terdapat satuan batugamping hablur (pTls) merupakan litologi berumur Pra-Tersier dan menempati bagian timur wilayah Kota Padang. Litologi ini memiliki ciri khas membentuk punggungan-punggungan tajam. Struktur geologi berupa kekar-kekar berkembang intensif pada satuan ini. Satuan berumur Pra-Tersier lain yang terdapat di wilayah timur Kota Padang adalah satuan batuan yang terdiri dari litologi berupa filit, batulanau meta dan batupasir meta (pTps). Litologi ini biasanya mendasari bukit-bukit atau punggungan yang relatif landai. Masing-masing satuan batuan yang terdapat di wilayah Kota Padang memiliki daya dukung yang bervariasi. Daya dukung masing-masing jenis batuan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel: 1.56. JENIS BATUAN DAN DAYA DUKUNGNYA
No 1. 2. 3. 4. 5. Simbol Qtau Qal Qt QTt Qta dan QTp Jenis Batuan
Aliran yang tak teruraikan ; jenis batuan vulkanik yang tak dipisah aliran lahar, konglomerat dan endapan koluvium Alluvium; terdiri dari lempung, pasir, kerikil, pasir dan bongkahan Kipas alluvium; terdiri rombakan batuan andesit berupa bongkahan dari gunung api Tufa Kristal; Jenis batuan tufa basal, tufa abu, lapili, tufa basal berkaca, dan pecahan lava . Andesit dan Tufa

1.2.1. KONDISI GEOLOGI DAN KEBENCANAAN

Daya Dukung
rendah rendah - sedang sedang - tinggi sedang - tinggi sedang - tinggi

No 6. 7.

Simbol PTls PTps

Jenis Batuan
Batu Gamping; dari lunak sampai keras

Daya Dukung
sedang - tinggi sedang

Fillit, kwarsit, batu lanau meta. Lokasi terlihat pada singkapan sekitar Koto Lalang jalan ke arah Solok yang mendasari bukit-bukit dan pegunungan yang landai Sumber : Geologi Teknik Sipil, Drs. P.N.W. Verhoef kPa = Kilopascal adalah besarnya tekanan per 1000 m (1 Newton/10001000 m)

B. Struktur Geologi Secara regional wilayah Kota Padang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Sesar Besar Sumatera (Sumatera Great Fault System). Sesar Semangko yang terdapat pada bagian tengah Pulau Sumatera dan palung laut di barat Pulau Sumatera mengapit wilayah Kota Padang dan sekaligus merupakan kontrol bagi terjadinya kegiatan tektonik di wilayah ini. Struktur geologi yang berkembang di daerah Padang umumnya berupa patahan/sesar mendatar dengan arah barat lauttenggara dan timur lautbarat daya, beberapa diantaranya berarah hampir utaraselatan dan barattimur. Struktur geologi di wilayah Kota Padang yang pada umumnya tertutupi oleh endapan kuarter. Banyaknya kekar-kekar pada litologi yang berumur Pra-Tersier menunjukkan terjadinya kegiatan tektonik yang intensif pasca terbentuknya batuan ini dan mengingat tidak adanya singkapan struktur geologi pada permukaan endapan kuarter, maka dapat dipastikan bahwa struktur geologi Pra-Tersier dan Tersier tertutupi oleh endapan Kuarter. Namun demikian juga dijumpai adanya struktur geologi yang teramati pada litologi berumur kuarter. Kota Padang merupakan endapan kuarter berupa dataran pantai yang berumur holosen yang berhadapan dengan endapan laut terbuka yang dibagian timur dibatasi berupa patahan-patahan yang berarah hampir barat laut - tenggara. Dicirikan oleh endapan kuarter yang terdiri dari endapan aluvial, rawa, dan pematang pantai. Dataran tersebut terpisah oleh laut terbuka dan pematang pantai yang bagian belakangnya terbentuk rawa-rawa pantai sebagai endapan swamp. Gambaran geologi pesisir ini dicirikan oleh endapan pasir lepas, kerikil dengan ketidakmenerusan lapisan lanau dan lempung. Indikasi keterdapatan struktur geologi di wilayah Kota Padang diperkirakaan berupa sesarsesar yang berarah barat-timur pada skala yang lebih besar dan sesar-sesar relatif kecil dengan arah relatif utara. Struktur ini didapati pada satuan litologi tufa Kristal (QTt) yang terdapat pada wilayah timur Kota Padang. Hubungan antara aktivitas megastruktur geologi (Mandala Tektonik) dalam hal ini Sistem Sesar Besar Sumatera ataupun Palung Laut di Samudera Hindia dengan aktivitas unit struktur geologi segmentasi Sesar Sumatera di wilayah Kota Padang sangat jelas terlihat pada peristiwa-peristiwa gempa yang pernah terjadi. C. Geomorfologi

Morfologi merupakan aspek yang sangat penting dalam pembahasan kebencanaan maupun dalam kaitannya dengan penataan ruang. Wilayah Kota Padang memiliki topografi yang bervariasi, perpaduan daratan yang landai dan perbukitan bergelombang yang curam. Sebagian besar topografi wilayah Kota Padang memiliki tingkat kelerengan lahan rata-rata >40%. Sebagian wilayah Kecamatan Padang Barat merupakan daerah dengan morfologi berupa dataran pantai (M4) yang tersusun dari litologi dominan pasir dan lempung. Dataran pantai ini juga terdapat di pantai barat Kecamatan Padang Utara. Selain itu wilayah Kecamatan Padang Utara merupakan morfologi berupa rawa buri (F3) dan pematang pantai (M1). Rawa buri tersusun atas litologi berupa lumpur dan lanau gambutan sementara pematang pantai umumnya tersusun dari litologi pasir. Sebagian besar wilayah Kecamatan Pauh, Padang Timur dan Kuranji merupakan morfologi kipas alluvial (F4) yang tersusun atas litologi berupa lanau, pasir, kerikil dan bongkah. Sedangkan sebagian besar wilayah Kecamatan Koto Tangah merupakan morfologi berupa dataran alluvial (F1) yang tersusun dari litologi berupa lempung, lanau pasir dan kerikil. Ketinggian wilayah Kota Padang dari permukaan laut juga bervariasi, mulai 0 m dpl sampai >1.000 m dpl. Kawasan dengan kelerengan lahan antara 0 2% umumnya terdapat di Kecamatan Padang Barat, Padang Timur, Padang Utara, Nanggalo, sebagian Kecamatan Kuranji, Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan Koto Tangah. Kawasan dengan kelerengan lahan antara 2 15% tersebar di Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Pauh dan Kecamatan Lubuk Kilangan yakni berada pada bagian tengah Kota Padang dan kawasan dengan kelerengan lahan 15% 40% tersebar di Kecamatan Lubuk Begalung, Lubuk Kilangan, Kuranji, Pauh dan Kecamatan Koto Tangah. Sedangkan kawasan dengan kelerengan lahan lebih dari 40% tersebar di bagian Timur Kecamatan Koto Tangah, Kuranji, Pauh, dan bagian Selatan Kecamatan Lubuk Kilangan dan Lubuk Begalung dan sebagian besar Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kawasan dengan kelerengan lahan >40% ini merupakan kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung.

Gambar : 1.20. PETA MORFOLOGI DAN BATUAN DI WILAYAH KOTA PADANG

D. Hidrologi Wilayah Kota Padang dilalui oleh banyak aliran sungai besar dan kecil. Terdapat tidak kurang dari 23 aliran sungai yang mengalir di wilayah Kota Padang dengan total panjang mencapai 155,40 Km (10 sungai besar dan 13 sungai kecil). Umumnya sungai-sungai besar dan kecil yang ada di wilayah Kota Padang ketinggiannya tidak jauh berbeda dengan tinggi permukaan laut. Kondisi ini mengakibatkan cukup banyak bagian wilayah Kota Padang yang rawan terhadap banjir/genangan. Pola pengaliran yang berkembang di wilayah ini berkisar antara dendritik hingga sub-dendritik. Pola dendritik banyak berkembang pada bagian timur laut wilayah Kota Padang yang sekaligus mewakili wilayah dengan ketinggian lebih besar. Sementara pola sub-dendritik berkembang pada bagian barat daya wilayah Kota Padang terutama di sekitar wilayah pemukiman. Wilayah Kota Padang terbagi dalam 6 Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu : DAS Air Dingin, DAS Air Timbalun, DAS Batang Arau, DAS Batang Kandis, DAS Batang Kuranji, dan DAS Sungai Pisang. Wilayah Kota Padang dan sekitarnya dilalui oleh beberapa sungai yang besar yaitu sungai Batang Anai, Sungai Linggarjati, Sungai Batang Puranji, Sungai Lubuk Begalung beserta anak sungainya, keempatnya berhulu di bagian utara dan timur pada daerah perbukitan, pegunungan Lantik dan pegunungan Bungsu yang mengalir ke arah barat hingga ke daerah pesisir pantai Padang melalui dataran endapan aluvium dan dataran pantai Holosen. Muka air tanah di wilayah Kota Padang yang tercermin dari aliran sungai, sumur gali penduduk maupun beberapa data pemboran teknik umumnya sangat dangkal hingga dangkal, hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor litologi yang melandasi paparan dataran Padang yang berupa endapan aluvial dan dataran pantai Holosen. Arah aliran airtanah didalam akifer di daerah ini umumnya terdiri dari material lapisan pasir halus hingga sangat kasar, lapisan lanau dan yang semipermeable yaitu lanau-lempung dengan jenis akifer bebas. Endapan sedimen kuarter tersebut dengan distribusi muka airtanah yang dangkal dapat memungkinkan untuk terjadinya fenomena likuifaksi di beberapa lokasi tertentu 1.2.2. ANALISIS KEBENCANAAN Litologi dan struktur geologi yang tersebar di wilayah Kota Padang merupakan media yang sangat berperan dalam menentukan intensitas bencana di wilayah ini. Kemampuan masing-masing litologi dalam meneruskan gelombang gempa berbeda satu dengan yang lainnya. Endapan yang bersifat lepas (unconsolidated) merupakan litologi yang mudah meneruskan gelombang gempa. Lokasilokasi dimana terdapat struktur geologi, terutama patahan dan kekar-kekar merupakan daerah yang lebih rentan terhadap terjadinya gempa.

Berdasarkan hasil kajian dan analisis terhadap kondisi dan karakteristik geologi, tanah dan batuan serta pengamatan ke beberapa lokasi di wilayah Kota Padang, diperoleh karakteristik kebencanaan Kota Padang yang dapat dijadikan sebagai salah-satu pertimbangan dalam penataan ruang wilayah kota dimasa mendatang.
Tabel: 1.57. KARAKTERISTIK KEBENCANAAN KOTA PADANG
ZONA KESTABILAN
STABIL

KONDISI FISIK UNUM


ENDAPAN PERMUKAAN; SUNGAI, PANTAI,MUARA & BANJIR: lempung pasir kerikil bongkah, lebar 2 9 km dari pantai, tebal litologi 1 6,8 mtr dengan tebal total > 6 20,3 mtr; Percepatan Gempa 0,25 0,60 g (cm/detik2) dengan periode ulang 100 tahunan dengan MMI V VII tetapi dapat MMI VIII/7,6 SR (September, 2009); Morfologi Dataran Dataran Bergelombang, yang mempunyai elevasi 0 50 meter dengan lereng < 10%.

KARAKTERISTIK KEBENCANAAN
Goncangan dengan kisaran MMI V VIII dapat menyebabkan terjadinya: Liquifaksi apabila gempa mempunyai besaran; >7,2 SR, percepatan gempa >0,45 g, litologi berupa lanau pasir kerikil yang jenuh air tanah dan tebal >10 meter; Tsunami (Badan Geologi,2009 2010) dengan kelas Rawan Tinggi gelombang <5 meter dan jangkauan 0,2 km (selatan) melampaui Jalan By Pass di daerah Kelurahan Anak Air hingga 1,5 km (utara), Rawan Sedang gelombang 5 7 meter dan jangkauan 0,6km (selatan) 1,7 km (utara) & Rawan Rendah gelombang 7 9 meter dan jangkauan 1,5 km (selatan) 2,5 km (utara ); Abrasi/Akresi di sepanjang pantai, serta erosi tebing sungai pada kelokan alur sungai (meander); dan kemungkinan banjir bandang pada lokasi pertemuan dua (2) cabang sungai yang terjadi di bagian hulu dapat mengenai wilayah hilirnya; seperti pada alur Batang Kuranji, Batang Arau, serta Air Tambang. Goncangan dengan MMI VI VII, dapat menyebabkan terjadinya longsoran tanah/ batuan ke arah lembah dan dapat pula adanya kontrol patahan/rekahan dengan arah umum utara-selatan dan barat-timur; serta kemungkin-an terjadinya banjir bandang pada pertemuan dua (2) Sub-DAS, Seperti di dekat Kelurahan Kayu Aro pada pertemuan Air Tambang dengan Air Pinang. Goncangan dengan MMI VI VII, dapat menyebabkan terjadinya longsoran tanah/ batuan ke arah lembah dan dapat pula adanya kontrol patahan/rekahan dengan arah umum utara-selatan dan barat-timur;

AGAK STABIL

C1 - C2

BATUAN GUNUNGAPI TUA: Breksi, lahar, lava dan batuan sedimen (selatan Padang Kecamatan Bungus Teluk Kabung), sangat kompak/ batuan terdapat patahan/rekahan ; Percepatan Gempa 0,25 0,35 g dan MMI VI VII; Morfologi Perbukitan dengan elevasi 200 800 meter dan lereng 30 100%. BATUAN MALIHAN DAN BEKU: Batugamping pejal sisipan Filit (Pl), Kuarsit dengan urat kuarsa (Pq), Granit dan Diorit (Tmgr) & Ultrabasa (Kub), terdapat patahan/rekahan ; Percepatan Gempa 0,25 0,35 g dan MMI VI VII; Morfologi Perbukitan dengan elevasi 200 700 meter dan lereng 30 100%.

KURANG STABIL

GUNUNGAPI: Tuf Goncangan dengan MMI VI VII, dapat PALING TIDAK BATUAN Batuapung campuran Gelas, Kerikil menyebabkan terjadinya runtuhan/longsoran pada STABIL

dan Lahar (Qpt, Qhpt, Qamj, QTau), terdapat indikasi adanya kelurusan bukit ataupun aliran sungai (patahan?) dengan arah umum utara-selatan hingga barat laut-tenggara; Percepatan Gempa 0,30 0,45 g dan MMI V VII; Morfologi Perbukitan Bergelombang dengan elevasi 51 500 meter dan lereng 10 30%.

lereng bukit >30%, sangat rentan terhadap erosi aliran air permukaan (erosi ke arah hulu), pada lokasi tertentu dinding batuan dapat terjal (lereng >100%) dan akan menyebabkan runtuhan/longsorannya masa batuan ke arah lembah, dan dapat pula adanya kontrol patahan/ rekahan dengan arah umum utara-selatan dan barat-timur; dan kemungkinan terjadinya banjir bandang pada pertemuan dua (2) Sub DAS seperti di timur Kelurahan Air Dingin pada aliran Batang Kuranji dengan Limau Manis, serta aliran Batang Arau di pertemuan aliran Lubuk Paraku dengan Lubuk Kilangan (Selatan Kelurahan Padang Besi), serta pertemuan aliran Lubuk Paraku dengan Padang Besi.

Sumber : Hasil Analisis, 2010.

A. Bencana Gempa Bumi Secara regional daerah Sumatera Barat dan sekitarnya termasuk Daerah Rawan Gempabumi Indonesia No. III. Gempabumi gempabumi merusak di wilayah ini berdasarkan asal usul kejadiannya dapat dibagi menjadi dua bagian yakni gempabumi yang berasal dari aktifitas Tunjaman Lempeng Samudera Hindia-Australia yang berinteraksi dengan Lempeng Benua Asia di sebelah barat Sumatera dan gempabumi yang berasal dari aktifitas gerak Sesar Aktif Mendatar Sumatera. Jejak rekam gempabumi merusak yang pernah terjadi akibat interaksi kedua lempeng tersebut diatas di antaranya adalah Gempabumi Sumatera Barat 1822, Gempabumi Siri Sori 1904 (tsunami), Gempabumi Padang (1835,1981, dan 1991). Sedangkan gempabumi sesar aktif Sumatera pernah terjadi 1926, 1943, 1977, 2004 dan 2007. Gempabumi tunjaman tersebut yang terjadi di dasar laut Samudera Hindia dengan kekuatan > 6,5 SR dapat memicu terjadinya gelombang tsunami yang mengancam pantai barat Sumatera. Berdasarkan data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2009-2010), Peta Geomorfologi Lembar Padang (Kamawan, S., dkk., 2004), Peta Bahaya Goncangan Gempabumi Indonesia; Kertapati, E.K., Dkk., 1999, Peta Wilayah Rawan Bencana Gempabumi Indonesia; Kertapati, E.K., Dkk., 2001. Intensitas Gempabumi (MMI) Kota Padang mempunyai tingkat kegempaan berkisar antara V hingga VII (skala MMI), yaitu :

Skala V VI

: Tersebar dominan ke bagian barat laut tenggara yang meliputi daerah bagian tengah hingga timur laut Kota Padang.

Skala VI VII : Tersebar mulai dari bagian barat laut tenggara, bagian tengah meliputi daerah Pasir Jambak, Cupak hingga terus ke arah tenggara Kota Padang.

Untuk mengetahui kerentanan Kota Padang ini terhadap bencana gempabumi secara mikro, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah melakukan kajian mikrozonasi geoseismik yakni perpaduan kondisi geologi dengan parameter utama respon dinamika gempa (periode dan amplifikasi) sehingga dapat dipisahkan antara daerah berkerentan tinggi akan goncangan gempabumi dengan daerah lainnya yang kurang kerentanannya akan goncangan gempabumi. Secara umum wilayah kota Padang mempunyai periode dominan terendah (<0,14detik) hingga tertinggi (3,8 detik) dan bersifat menguatkan gelombang gempabumi (amplifikasi) terendah 4 kali dan amplifikasi tertinggi >12 kali, dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar : 3.22. PETA PERIODE DOMINAN BATUAN / TANAH KOTA PADANG

Wilayah-wilayah pada zona amplifikasi lebih dari 12 dan sekaligus perioda dominan batuan/tanah > 4 merupakan daerah yang memiliki kerentaan tinggi terhadap gempa. B. Bencana Tsunami Konsep mitigasi bencana tsunami yang perlu diterapkan di Kota Padang ditentukan berdasarkan kondisi topografi dan morfologi wilayah, dimana tempat-tempat evakuasi ditempatkan pada lokasi yang semaksimal mungkin jauh dari sungai dan mudah diakses oleh masyarakat. Bangunan-bangunan di sepanjang wilayah landaan tsunami juga harus dirancang sesuai standar bangunan tahan tsunami. Daerah dengan kemiringan lereng antara (0-2)% di wilayah Kecamatan Padang Barat, Padang Timur, Padang Utara, Nanggalo, Padang Selatan, Lubuk Begalung, Koto Tengah dan sebagian Kecamatan Kuranji merupakan daerah yang rawan tsunami. Untuk itu secara keseluruhan daerah ini memiliki potensi relatif kecil sebagai lokasi evakuasi warga. Sebagai konsekuensianya maka perencanaan transportasi wilayah kota harus memberikan akses yang lebih baik menuju ke wilayah utara yang lebih aman dari landaan gelombang tsunami. Daerah-daerah dengan kemiringan lereng (2-15)% yang terdapat di wilayah tengah Kota Padang (wilayah Kecamatan Koto Tangah, Pauh dan Lubuk Kilangan) merupakan daerah yang relatif aman untuk dimanfaatkan sebagai lokasi evakuasi warga dari bencana tsunami terutama pada daerah-daerah dengan kemiringan lereng lebih dari 10% dimana kemiringan ini akan cukup mengurangi kecepatan landaan gelombang tsunami. Lokasi evakuasi bencana tsunami yang cukup disarankan adalah meliputi daerah dengan kemiringan lereng lebih dari (15-40)% pada ketinggian lebih dari 25 meter. Lokasi-loaksi ini tersebar di wilayah Kecamatan Lubuk Begalung, Lubuk Kilangan, Kuranji, Pauh dan Kecamatan Koto Tengah. Sedangkan lokasi yang paling aman sebagai lokasi evakuasi terhadap bencana tsunami adalah wilayah dengan kelerengan lahan >40% pada ketinggian lebih dari 25m. Wilayah ini tersebar di bagian timur Kecamatan Koto Tangah, Kuranji, Pauh, dan bagian selatan Kecamatan Lubuk Kilangan dan Lubuk Begalung dan sebagian besar Kecamatan Bungus Teluk Kabung. C. Bencana Gerakan Tanah Gerakan tanah di Kota Padang meliputi daerah-daerah sebagai berikut : a. Dataran 1) Kondisi Stabil (S)

Terdapat pada daerah dataran yang tersusun oleh endapan aluvial, rawa,kipas aluvial, pematang pantai dan dataran pantai, berupa lempung-pasir, kerikil-kerakal, lepasagak padat, sudut lereng 0 5% berupa dataran dengan elevasi 0 5 m (dml), tipe erosi limpasan-alur, serta runtuhan tebing sungai sebagai akibat limpasan aktifitas aliran air sungai. Meliputi sepanjang pesisir pantai bagin barat Kota Padang. 2) Kondisi Tidak Stabil (TS) (a) Tingkat Rendah Sedang (R S) : Terdapat pada daerah barat laut hingga ke arah selatan, yang tersusun oleh endapan dataran aluvial berupa endapan volkanik (dominan) berupa lahar, tuf dan koluvium, sifat endapan padat - sangat padat, padat, sudut lereng 5 30 % berupa dataran bergelombang dengan elevasi 5 10 m (dml), tipe erosi alur-lembah (runtuhan tebing sungai) akibat aktifitas aliran air permukaan dan sungai. Meliputi bagian timur laut - tenggara, sedikit berada pada bagian barat Kota Padang. (b) Tingkat Sedang - Stabil (S T): Terdapat pada daerah dataran - perbukitan yang tersusun oleh batuan tua yang terdiri dari malihan/metamorf, sifat endapan sangat padat, mudah tererosi oleh aliran air permukaan dan terdapat dinding dengan >30% hingga tegak lurus, dapat runtuh. Tipe erosi limpasan-galur-jurang. Adanya goncangan gempabumi dapat menimbulkan rekahan-rekahan ke arah lembah yang dapat menyebabkan terjadinya longsoran ke arah hulu. Meliputi bagian timur laut hingga tenggara,dan selatan Kota Padang. b. Pantai Abrasi/Akresi (A) : Terdapat pada daerah yang tersusun oleh Endapan Pematang Pantai berupa lanau-pasir, sifat endapan lepas-lepas dan dapat terjadi Abrasi/Akresi sebagai akibat dari aktifitas air laut. Adapun jenis gerakan tanah bisa berupa : Erosi Tersebar di bagian barat laut tenggara sepanjang tepi pantai yang meliputi daerah Padang. Terdapat pada batuan alluvial kuarter (Qa), biasanya terjadi di sekitar tebing sungai/pantai yang disebabkan oleh arus/ombak. Longsoran Terjadi pada batuan/tanah pelapukan yang mempunyai lereng. Gelinciran Batuan/Runtuhan Gelinciran/runtuhan batuan terjadi karena adanya perlapisan dari batuan dan juga adanya patahan. Sedangkan longsoran terjadi pada tanah pelapukan. Beberapa lokasi yang diidentifikasikan rawan gerakan tanah antara lain daerah Lubuk Paraku, Panorama, Bukit Tantangan Beringin, serta Pauh Batu Busuk Patamuan di

wilayah Kecamatan Lubuk Kilangan; Bukit Air Manis, Bukit Lantik, Bukit Turki, Bukit GadoGado, serta Perbukitan sekitar Teluk Bayur di Kecamatan Padang Selatan. Daerah-daerah ini sangat berpotensi terjadi gerakan tanah apabila curah hujan turun cukup tinggi. Selain itu masih terdapat beberapa lokasi rawan gerakan tanah di wilayah Kecamatan Lubuk Begalung yaitu antara lain di Bukit Gaung, Bukit Pampangan, Bukit Lampu. D. Liquifaksi Lapisan tanah dan batuan di wilayah pesisir Kota Padang memiliki potensi likuifaksi yang tinggi karena keberadaan lapisan pasir-lanau lepas di bawah permukaan tanah pada kedalaman < 5,0 m, muka airtanah yang dangkal dan potensi gempa besar yang sering terjadi. Penelitian yang telah dilakukan oleh LIPI dengan menggunakan skenario magnitudo gempa Mw 8.0 menunjukkan bahwa di wilayah Kota Padang terdapat 3 (tiga) mikro-zona kerentaan likuifaksi, yaitu : a. Zona kerentanan likuifaksi rendah yang meliputi daerah tinggian yang tersusun oleh lapukan dari tuf, breksi dan lava yang bersusunan riolit, dasit dan andesit, tuf padu, tuf hibrid, tuf sela dan tuf batuapung dengan breksi dan lava. Zonasi ini meliputi daerah Jembatan Lubuk Minturun, Kampus UNAND. Kerusakan di permukaan tidak terjadi. Konstruksi bangunan di zona ini sangat dimungkinkan karena lapisan tanahnya tidak mempunyai potensi likuifaksi. b. Zona kerentanan menengah yang meliputi daerah yang terbentuk oleh endapan aluvial, rawa, dan pematang pantai (lanau, dan pasir). Zonasi ini mencakup daerah Kampung Jambak, Air Pacah, Sungai Sapih, Siteba, Nanggalo, Lolong, Gunung Pangilun, Alai, Jati, Sawahan. Kerusakan di permukaan kemungkinan kecil terjadi. Konstruksi di zona ini dimungkinkan dengan memperhatikan jenis dan tipe fondasi yang sesuai dengan jenis tanah ini. c. Zona kerentanan tinggi, meliputi daerah yang terbentuk endapan aluvial pasir lepas, kerikil dengan ketidakmenerusan lapisan lanau dan lempung. Zonasi ini mencakup daerah Bandara Minangkabau, Pasar Lubuk Buaya, Kampung Jambak, Kalumpang, Linggarjati, Tabing, Tunggul Hitam, Air Tawar, Kurau, Berok, dan Purus. Kerusakan di permukaan akan sangat mungkin terjadi. Bangunan strategis seperti infrastruktur jalan dan jembatan yang dibangun di atas lapisan endapan pasir lepas dan rawa perlu mendapatkan perkuatan struktural untuk memperkecil resiko kerusakan akibat likuifaksi. Dalam jangka panjang, konstruksi sebaiknya tidak dilakukan di zona ini kecuali dengan menggunakan rekayasa perbaikan kepadatan lapisan tanah yang berpotensi likuifaksi. E. Bencana Banjir

Beberapa wilayah yang diidentifikasikan rawan bencana banjir di wilayah Kota Padang menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Padang antara lain adalah Lubuk Minturun, Simpang Kalumpang, Padang Sarai, Dadok Rawan Panjang sekitarnya, Ikur Koto, Anak Air, Padang Sarai semuanya berada di Kecamatan Koto Tangah. Kemudian, Lapai, Siteba, Maransi, Gunung Pangilun di wilayah Kecamatan Nanggalo, serta Ampang, Gunung Sarik, Andalas di wilayah Kecamatan Kuranji. Daerah Simpang Haru yang termasuk wilayah Kecamatan Padang Timur juga merupakan wilayah rawan banjir, serta dua derah yang berada di Kecamatan Lubuk Begalung.yaitu Parak Laweh dan Arai Pinang. Daerah-daerah yang termasuk berresiko terkena banjir terutama wilayah perumahan yang sering mengalami banjir bila terjadi curah hujan yang tinggi. System drainase yang kurang baik pada wilayah-wilayah tersebut merupakan salah-satu penyebab terjadinya banjir. 1.2.3. PENGURANGAN RESIKO BENCANA Bencana alam merupakan peristiwa alamiah yang tidak bisa dihilangkan atau ditunda. Namun demikian manusia dapat mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh bencana alam. Upaya resiko bencana meliputi kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh bencana alam, baik kerugian jiwa maupun kerugian materi. Kegiatan yang perlu dilakukan tidak hanya sebatas membangun infrastruktur ataupun kegiatan fisik lainnya namun juga menyangkut penetapan kebijakan-kebijakan pengaturan dan pengendalian upaya pengurangan resiko bencana. Secara umum upaya yang perlu dilakukan dalam pengurangan resiko bencana adalah penataaan dan pemanfaatan ruang berbasis kebencanaan, melakukan pengaturan upaya pengurangan resiko bencana (regulasi), membentuk perangkat yang memadai untuk menangani upaya masalah kebencanaan, dan mengedepankan pendanaan untuk kegiatan yang terkait dengan upaya pengurangan resiko bencana. Terkait dengan kondisi dan isu kebencaanaan di wilayah Kota Padang, kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang diperlukan adalah : 1) Menyusun regulasi (Peraturan Daerah) kebencanaan daerah yang mencakup regulasi mengenai : a. Pengaturan organisasi perangkat daerah yang menangani kebencanaan, b. Pengaturan pendanaan untuk kegiatan-kegiatan yang terkait dengan upaya pengurangan resiko bencana, c. Pengaturan dan penetapan dasar hukum mengenai aspek teknis upaya pengurangan resiko bencana, antara lain : standar pendirian bangunan tahan bencana, jalur evakuasi bencana, standar pengelolaan ekosistem dan lingkungan, dll. d. Perencanaan pengurangan resiko dan penanganan bencana alam.

2) Membentuk perangkat daerah yang menangani masalah kebencanaan, 3) Pembentukan Kelompok Kerja Kebencanaan yang beranggotakan Dinas-Dinas terkait, 4) Memperkuat kerjasama penanganan bencana dengan daerah lain di sekitarnya, 5) Memperkuat akses komunikasi antara daerah kepulauan, baik melalui radio atau telepon, 6) Memperkuat akses informasi ke pusat informasi kebencanaan dan lembaga-lembaga riset terutama di daerah-daerah pulau-pulau terpencil, 7) Membangun sistem informasi bencana, 8) Memfasilitasi penelitian-penelitian yang dilakukan oleh lembaga riset tentang kebencanaan di wilayah Kota Padang, 9) Memperkuat jaringan pemerintah, masyarakat dan swasta dalam pengurangan resiko bencana, 10) Memperkuat kesiapsiagaan masyarakat dengan melakukan sosialisasi dan pelatihan bencana, 11) Melakukan perencanaan logistik dan penyediaan dana, peralatan, dan material yang diperlukan untuk tanggap darurat, 12) Merencanakan dan menyiapkan SOP (Standart Operation Procedure) untuk kegiatan tanggap darurat. Aspek kependudukan merupakan hal utama dalam upaya pengurangan resiko bencana, dimana sedapat mungkin pengembangan/peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana perlu dilakukan. Terkait dengan hal tersebut maka perlu dilakukan : 1) Pendataan penduduk pada wilayah resiko bencana tinggi, 2) Penjaminan penduduk dalam wilayah resiko bencana tinggi melalui program Jamkesmas. 1.4.4 MITIGASI BENCANA Dengan latar belakang kerawanan bencana di willayah Kota Padang, maka diperlukan upaya mitigasi bencana sebagai titik tolak dari manajemen bencana. Manajemen ini diperlukan untuk mengurangi dan meniadakan korban dan kerugian yang timbul. Berdasarkan jenis-jenis bencana yang mungkin terjadi di wilayah Kota Padang, maka upaya mitigasi yang perlu dilakukan antara lain adalah: A. Mitigasi Bencana Gempa Bumi Gempa bumi merupakan bencana yang dapat menjadi pemicu terjadinya bencana lain seperti tsunami, gerakan tanah, likuifaksi maupun banjir. Untuk itu upaya mitigasi bencana gempa bumi sangat menentukan dalam upaya mengurangi kerugian daan korban jiwa yang ditimbulkan oleh bencana itu sendiri maupun rangkaian bencana yang terjadi sesudahnya. Secara komprehensif upaya mitigasi yang perlu dilakukan di wilayah Kota Padang adalah :

1) Menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) bangunan tahan gempa di wilayah Kota Padang, 2) Membuat dan menetapkan jalur evakuasi bencana gempa bumi di wilayah Kota Padang, 3) Membangun sarana transportasi dalam rangka meningkatkan kecepatan evakuasi di daerah-daerah terpencil, 4) Memasang rambu-rambu jalur evakuasi bencana gempa bumi di lokasi-lokasi strategis di wilayah Kota Padang, 5) Membangun Rumah Sakit khusus orthopedi di wilayah Kecamatan Lubuk Kilangan yang merupakan daerah dengan resiko bencana gempa bumi paling rendah berdasarkan peta amplifikasi dan periode dominan batuan. B. Mitigasi Bencana Tsunami Wilayah Kota Padang dengan pemukiman di wilayah pantai yang relatif padat memerlukan pengaturan yang kuat dalam rangka mitigasi bencana tsunami. Hal ini dilakukan terutama untuk mengurangi korban jiwa yang mungkin ditimbulkan akibat bencana tsunami. Beberapa upaya mitigasi yang perlu dilakukan adalah : 1) Membangun tanggul penahan dan pemecah ombak di daerah pesisir yang padat penduduk di wilayah Kecamatan Koto Tangah, Padang Utara, Padang Barat, Padang Selatan, Lubuk Begalung dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung. 2) Membangun sistem peringatan dini tsunami di sepanjang pesisir, 3) Membangun shelter tsunami di daerah pesisir padat penduduk, terutama di Kecamatan Nanggalo, Padang Utara, Padang Barat, dan Kecamatan Padang Selatan. 4) Membangun sarana transportasi dalam rangka meningkatkan kecepatan evakuasi di daerah-daerah terpencil dan daerah pesisir, 5) Membangun rumahsakit daerah yang memiliki kapasitas dalam penanganan tanggap darurat, terutama untuk merawat korban bencana gempabumi dan tsunami, 6) Intensifikasi penanaman tumbuhan yang bisa hidup di lahan pesisir (misalnya kelapa, mete, mangrove, dll), C. Mitigasi Bencana Gerakan Tanah Gerakan tanah teridentifikasi mungkin terjadi pada lokasi-lokasi rawan yang tersebar pada beberapa titik di wilayah Kota Padang. Untuk itu penanganan mitigasi bencana gerakan tanah dapat dilakukan secara bersama-sama ataupun secara terpisah satu dengan yang lain. Prioritas perlu diberikan kepada lokasi rawan bencana gerakan tanah yang memiliki kepadatan penduduk yang lebih besar. Upaya mitigasi yang perlu dilakukan adalah :

1) Inventarisasi dan pendataan karateristik lokasi-lokasi rawan gerakan tanah, 2) Membangun stasiun-stasiun pengamatan kawasan rawan gerakan tanah yang dilengkapi dengan alat pengukur curah hujan dan sarana komunikasi yang memadai, 3) Memasang sistem peringatan dini bencana gerakan tanah di lokasi-lokasi rawan bencana gerakan tanah (terutama pada lokasi-lokasi yang telah diketahui antara lain : desa Tandikat, Malalak dan Sianok), 4) Membangun jalan dan jembatan yang memadai sebagai jalur evakuasi pada saat terjadi bencana gerakan tanah, 5) Penguatan struktur pada tebing-tebing jalan dan sungai yang berpotensi gerakan tanah, 6) Melakukan normalisasi, pengurangan beban dan kemiringan lereng serta pengendalian aliran air pada daerah-daerah infiltrasi air diatas dan pada kawasan rawan gerakan tanah, 7) Memantau dan reboisasi kawasan lindung di sekitar lokasi rawan gerakan tanah, 8) Merelokasi penduduk pada kawasan gerakan tanah yang relatif ditanggulangi, D. Mitigasi Bencana Likuifaksi Bencana akibat likuifaksi umumnya terjadi secara setempat, namun demikian akibatnya cukup berpengaruh signifikan bagi kehidupan masyarakat dan bahkan dapat mengakibatkan kerugian jiwa. Upaya mitigasi yang perlu dilakukan antara lain adalah : 1) Mengendalikan pemanfaatan air tanah di pemukiman perkotaan (kedalaman pemompaan, pencegahan pencemaran air, dan eksploitasi ait tanah), 2) Penguatan struktur bangunan jalan dan jembatan pada endapan allivual, 3) Memperbaiki lapisan tanah untuk meningkatkan kepadatan dan kekuatan tanah serta mengontrol tekanan air pori tanah pada zona kerentaan likuifaksi tinggi, dengan : Pemasangan sistem drainase vertikal untuk mengurangi kenaikan tekanan air-pori saat gempa, Pemadatan lapisan tanah untuk menambah kekuatan lapisan tanah terhadap beban gempa, Injeksi semen kedalam lapisan tanah untuk menambah kekuatan lapisan tanah terhadap beban gempa.

4) Penelitian lebih detil kondisi struktur dan kepadatan lapisan tanah/ daya dukung tanah (dengan metode geologi teknik), 5) Pengadaan sumur pantau memadai untuk setiap kawasan yang menggunakan air tanah, terutama untuk daerah yang rawan penggunaan air tanah.

E. Mitigasi Bencana Banjir Lokasi-lokasi yang telah teridentifikasikan sebagai daerah rawan banjir adalah : Kecamatan Koto Tangah : Lubuk Minturun, Simpang Kalumpang, Padang Sarai, Dadok Rawan Panjang dan sekitarnya, Ikur Koto, Anak Air, dan Padang Sarai. Kecamatan Nanggalo : Lapai, Siteba, Maransi, Gunung Pangilun Kecamatan Kuranji : Ampang, Gunung Sarik, Andalas. Kecamatan Padang Timur : daerah Simpang Haru Kecamatan Lubuk Begalung : Parak Laweh dan Arai Pinang.

Upaya mitigasi bencana yang perlu dilakukan antara lain : 1) Memperbaiki dan membangun prasarana dan sarana pengendalian banjir di : 2) Normalisasi, pengerukan sungai dan pembuatan sudetan sungai yang berpotensi banjir, 3) Memonitor dan mengevaluasi data curah hujan, banjir dan daerah genangan di daerahdaerah rawan banjir, 4) Menyiapkan peta raawan banjir beserta rute pengungsian, lokasi posko, dan pos pengamat debit dan ketinggian air sungai,

Gambar : 1.23. Peta Sebaran Sesar Kota Padang Gambar : 1.24. Peta Intensitas Gempa Kota Padang Gambar : 1.25. Peta Kerentanan Gempa Kota Padang Gambar : 1.26. Peta Gerakan Tanah Kota Padang Gambar : 1.27. Peta Zona Liquifaksi Kota Padang

1.3.

ISU-ISU STRATEGIS
Kota Padang, sebagaimana kota-kota telah berkembang lainnya, mengalami dinamika perkembangan yang dapat dikatakan cukup dinamis. Dinamika perkembangan tersebut dipicu oleh stimulan pembangunan fisik atau aktifitas baru yang memberikan dampak terhadap aktifitas lainnya. Pembangunan Jalan Padang By-Pass pada akhir tahun 1980an misalnya, telah mengubah konfigurasi struktur dan pola tata ruang Kota Padang. Perkembangan berbagai aktifitas perkotaan juga dipengaruhi oleh keberadaan Jalan Arteri tersebut. Dalam konteks pengembangan Kota Padang ke depan, perlu diamati dan dikaji lebih mendalam beberapa hal yang mengemuka (issues), oleh karena salah-satu isu tersebut dapat saja menjadi titik-tolak untuk merencanakan atau mengembangkan suatu komponen ruang atau komponen kota.

A. Kerawanan terhadap Bencana Gempabumi, Gelombang Tsunami dan Bencana Geologi Sejak kejadian gempa bumi dan gelombang tsunami pada akhir tahun 2004 di Aceh dan Nias dan bencanagempa bumi tahun 2009, semua perhatian mulai diberikan terhadap langkahlangkah yang harus dilakukan pada daerah-daerah yang mengalami gempa bumi atau gelombang tsunami. Berbagai langkah telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Padang dalam rangka menghadapi terjadinya bencana gempa bumi dan gelombang tsunami, seperti : Pengembangan jalur-jalur evakuasi dan pengembangan kawasan penyelamatan mulai dipertimbangkan dan dijadikan sebagai bagian dari program pembangunan kota. Pelaksanaan simulasi yang melibatkan masyarakat secara luas. Pengembangan sistem peringatan dini (early warning system) mulai dibicarakan Penanganan bencana (disaster management) mulai dijadikan wacana dalam dalam pengembangan sistem pelayanan Peningkatan kapasitas institusi dan aparat yang terkait dengan penanganan bencana.

Dari kondisi eksisting pada jalur zona penyelamatan terhadap bencana alam tsunami terdapat permasalahan secara fisik dari kondisi sarana dan prasarana jalur mitigasi bencana tersebut. Beberapa permasalahan yang ada pada jalur mitigasi bencana tersebut adalah : 1. Masih banyak jalan/jalur penghubung yang kondisinya sempit dan perlu perbaikan. 2. Jalan penghubung singkat dari tepi pantai menuju lokasi ketinggian masih belum bisa terbuka dikarenakan kendala pembebasan lahan. 3. Bangunan tidak sesuai dengan standarisasi yang ada. 4. Masih banyak bangunan yang didirikan di daerah pesisir.

5. Perencanaan pengembangan pembangunan belum berpedoman dengan keadaan fenomena alam (gempa bumi dan tsunami) 6. Kurangnya tanaman pelindung di sepanjang pantai sebagai penghalang hantaman gelombang tsunami. Kebijakan pengembangan ruang Kota Padang ke depan harus memuat unsur teknologi mitigasi bencana alam khususnya tsunami. Untuk itu Pemerintah Kota Padang dalam program jangka panjang harus meng-ubah konsepsi dasar penataan ruang wilayah dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang ada saat ini, yaitu dengan pola : 1) Bangunan sejajar dengan arus gelombang. 2) Tidak ada penghalang gelombang pada wilayah pesisir. Perubahan pola ruang menjadi : 1) Mengadakan penghijauan sepanjang pantai sebagai penahan gelombang. 2) Adanya jarak bangunan yang jauh dari tepi pantai (100 - 500 m). 3) Struktur bangunan di tepi pantai dengan pola rumah panggung. 4) Struktur bangunan permanen harus dibuat dengan konstruksi tahan gempa. Berkaitan dengan ancaman bencana tersebut maka pengembangan sepanjang pantai perlu di lakukan pembatas. Pengembangan jalan sepanjang pantai sebagai penahan awal apabila terjadi tsunami menjadikan kawasan sepanjang jalan tersebut berpeluang tumbuh sebagai kawasan ekonomi, namun mengingat kerawanan bencana yang tinggi maka perlu adanya pengendalian dan pengaturan lebih lanjut sehingga tidak terjadi pengembangan yang kontraproduktif. Perubahan konsepsi dasar dalam penataan ruang wilayah Kota Padang ke depan secara otomatis berimplikasi pada pola pemanfaatan ruang Kota Padang, khususnya di wilayah pesisir pantai. Untuk mengubah pola tata ruang wilayah tersebut, langkah utama yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kota Padang adalah melakukan pembebasan lahan di sepanjang pantai, baik untuk kepentingan pembangunan jalan sepanjang pantai yang dapat berfungsi penahan arus gelombang laut maupun untuk kepentingan mitigasi bencana. Bencana Gempa bumi juga menimbulkan ancaman bencana likuifaksi (penurunan tanah). Hal ini menjadikan pengembangan bangunan di Kota Padang arus memperhatikan struktur tanah yang ada di bawahnya. Hasil penelitian mengidikasikan bahwa sebagian besar tanah di Kota Padang memiliki kerentanan tinggi dengan penurunan lebih dari 20 cm. Dengan demikian pengembangan ruang ruang tersebut perlu dibatasi intensitasnya.

B. Pengembangan Kawasan Padang Metropolitan Diamanatkan di dalam RTRW Provinsi Sumatera Barat, bahwa Kota Padang akan di kembangkan sebagai kota inti Metropolitan Padang yang meliputi Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Solok. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur ruang yang akan di kembangkan di Kota Padang. Pergerakan regional dan pergerakan lokal dalam kota perlu diatur dan diarahkan dengan pengembangan pola ruang dan struktur ruang yang lebih efisien. Selain itu keterbatasan lahan yang efektif untuk di kembangkan di Kota Padang akibat keberadaan kawasan lindung yang harus dilestarikan, keberadaan sawah irigasi teknis yang harus di jaga serta ruang ruang yang memiliki kerawanan bencana tinggi, menuntut adanya pembagian peran dengan wilayah wilayah sekitarnya . Dengan demikian konsep metropolitan menjadi bagian penting dalam perencanaan tata ruang Kota Padang. Bandara Internasional Minangkabau (BIM) sebagai pengganti Bandara Tabing telah memberikan perspektif baru terhadap prospek perkembangan wilayah di pantai barat Sumatera, khususnya perkembangan Kota Padang. Sebagai satu-satunya bandar udara internasional, tentunya keberadaan Bandara Internasional Minangkabau (akan semakin membuka berbagai kemungkinan untuk melakukan hubungan ke berbagai kota di luar negeri, khususnya kota-kota per-dagangan di Kawasan Pasifik dan Kawasan Timur Jauh. Walaupun secara fisik Bandara Internasional Minangkabau (BIM) berada di wilayah administratif Kabupaten Padang Pariaman, namun dari sisi fungsi merupakan bagian dari sistem transportasi Kota Padang. Oleh karenanya keberadaan Bandara Internasional Minangkabau (BIM) menjadi bagian penting dari komponen pendukung pembangunan Kota Padang, selain komponen fisik dasar dan fungsi Kota Padang sebagai kota dan pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Barat. C. Potensi Sektor-sektor Strategis Pengembangan Pelabuhan Teluk Bayur Walaupun dalam beberapa tahun terakhir kegiatan ekspor batu-bara mulai menurun di Pelabuhan Teluk Bayur dan aktifitas pelayaranan Nusantara (melalui Kapal Pelni) dihentikan, namun langkah untuk mengembangkan Pelabuhan Teluk Bayur terus dilakukan. PT. Pelindo II telah menyusun dan melaksanakan Rencana Pengem-bangan Pelabuhan Teluk Bayur menjadi Pelabuhan Internasional.

Rencana pengembangan Pelabuhan Teluk Bayur akan menambah areal pelabuhan lebih dari 40 Ha. Pembebasan lahan telah dilakukan pada areal pengembangan, dan kegiatan pembangunan fisik segera dilakukan.

Pengembangan Sektor Perdagangan dan Jasa Perkembangan pusat-pusat perbe-lanjaan modern merupakan suatu kebutuhan kota yang sedang tumbuh dan berkembang, karena penduduk-nya membutuhkan sarana perbelanjaan yang nyaman, aman dan sekaligus menjadi sarana rekreasi. Di sisi lain, pengembangan pusat-pusat perbelan-jaan modern dinilai memperkecil kesempatan usaha para pedagang tradisional. Pemasalahan ini harus diatasi melalui pendekatan perencanaan yang komprehensif, melalui pelaksanaan secara konsisten Master Plan Pengembangan 16 Pasar yang sudah disusun oleh Pemerintah Kota Padang. Di dalam perencanaan tersebut sudah ditetapkan fungsi masing-masing pasar, dan langkah-langkah pengembangan yang harus dilakukan. Pengembangan akan menciptakan keseimbangan perkembangan kota, meningkat-kan jangkauan pelayanan, mengurangi tekanan perkembangan di Kawasan Pusat Kota dan berbagai manfaat lainnya, sejauh pengembangan pusat-pusat perbelanjaan modern tersebut diintegrasikan dengan pengembangan pedagang tradisional yang ada dalam suatu pola kerjasama yang saling menguntungkan. Masuknya investor di bidang pengembangan usaha retail dibutuhkan untuk mendorong sektor riil, namun keberadaan pedagang tradisional juga harus tetap dilindungi dan ditingkatkan kualitas dan kapasitas usahanya, sehingga semua pihak diuntungkan dari adanya perkembangan tersebut.

Pengembangan Sektor Perikanan Pembangunan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) di Kecamatan Koto Tangah akan memberikan manfaat dalam mengoptimalkan potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang dimiliki Kota Padang. Selama ini kegiatan perikanan tangkap didukung oleh keberadaan Pelabuhan Muaro dan Pelabuhan Bungus yang orientasinya di Pusat dan Selatan Kota Padang. Pengembangan PPI di Koto Tangah akan memberikan kemudahan dalam memberikan pelayanan dan nilai tambah terhadap kegiatan perikanan tangkap di bagian Utara Kota Padang. Pengembangan PPI akan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan kegiatan di sektor perikanan dan kelautan Kota Padang, terutama untuk memasok kebutuhan ikan laut di wilayah utara Kota Padang, seperti Kota Padang Panjang, Bukittinggi dan kota-kota lainnya.

Perubahan Pemanfaatan Lahan Pertanian Dalam beberapa tahun terakhir terlihat adanya kecenderungan perubahan peman-faatan lahan pertanian/sawah menjadi lahan perumahan di beberapa bagian wilayah kota, terutama di wilayah Kecamatan Koto Tangah. Kecenderungan tersebut terjadi merupakan konsekuensi logis dari pergeseran nilai-nilai sosial-ekonomi pada masyarakat di kawasan tersebut. Masyarakat yang pada awal memiliki mata pencaharian di bidang pertanian mulai bergeser pada bidang-bidang yang

lain, sehingga lahan pertanian/sawah terabaikan. Di samping itu, kebutuhan akan lahan untuk pengembangan kegiatan-kegiatan non-pertanian di kawasan-kawasan tertentu di bagian utara Kota Padang juga memperlihatkan kecenderungan meningkat, terutama untuk pengembangan permukiman. Besarnya permintaan tersebut menjadi daya-tarik tersendiri bagi masyarakat yang memiliki lahan pertanian/sawah untuk menjual lahannya kepada pengembang perumahan (developer). Akibatnya lahan-lahan pertanian/sawah terus berkurang luasnya dari tahun ke tahun. Kecenderungan ini tentunya perlu dicermati, karena sebagian besar dari lahan pertanian/sawah, khususnya di Kecamatan Koto Tangah, beririgasi teknis dan setengah teknis. Pengembangan Central Business Distric (CBD) Fungsi Kota Padang sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sebagaimana termuat dalam PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memang memerlukan ruang-ruang yang akan didorong perkembangannya (secara intensif) dengan kelengkapan infrastruktur pendukung untuk melayani kegiatan-kegiatan yang sifatnya nasional maupun internasional. Pengembangan Central Business Distric (CBD) merupakan salah-satu upaya untuk menuju fungsi tersebut. Namun perlu diperhatikan daya-dukung lingkungan serta kekuatan ekonomi yang ada sehingga perencanaan CBD tidak berkesan over supply. Keberhasilan pengembangan CBD akan dapat dilihat apabila terjadi peningkatan investasi pada ruang yang ditetapkan sebagai CBD. Untuk lebih mengintegrasikan ruang di dalam CBD maka pengembangan ruang yang ditetapkan sebagai CBD harus berorientasi pada blok, bukan kapling. Selama ini kekuatan investasi serta mekanisme pembangunan yang ada lebih berorientasi pada pengembangan kapling. Agar lebih terintegrasi maka pengembangan CBD harus berorientasi pada blok sehingga terdapat keterpaduan antara lingkungan satu dengan lingkungan lainnya. Definisi blok dan ketentuan teknis perencanaanya diatur lebih-lanjut di dalam peraturan zonasi (zoning regulation).
SUMBER : REVISI RTRWK PADANG, BAB I PENDAHULUAN RTRW 2010 2030 KOTA PADANG

Anda mungkin juga menyukai