Anda di halaman 1dari 18

Memaknai Pancasila sebagai Dasar Negara Sejak Sebelum merdeka Pancasila dirumuskan dan kemudian sehari setelah merdeka

ditetapkan sebagai dasar negara. Keputusan itu diterima oleh semua pihak karena Pancasila memang merupakan rumusan kompromi antara berbagai elemen yang berada di negeri ini. Namun demikian Perjalanan pancasila dalam sejarah negeri ini tidaklah mulus. Masuknya Indonesia ke dalam demokrasi liberal produk dari maklumat X yang kemudian disusul dengan penetapan UUDS 1950 menempatkan politik Indonesia sebagai sistem liberal dengan multi partai dengan sistem pemerintahan Parlementer telah menyimpang dari UUD 1945. Sidang konstituante yang menempatkan semua UUD yang ada baik UUD 1945 maupun UUD 1950 sebagai UUD sementara yang harus diubah, maka persoaalan dasar negara kemudian juga muncul kembali partai-partai Nasional dan komunis mendukung dasar pancasila sementara Masyumi, NU, Perti PSII dan partai islam lainnya mendukung Islam sebagai dasar negara. Ini antara lain salah satu fase sejarah perjalanan Pancasila yang mesti dirunut. KH Muchid Muzadi (Mustasyar PBNU) mencoba menjelaskan kenapa NU yanaga sejak awal telah mensepakati Pancasila sebagai dasar negara sampai bisa mengikuti Masyumi menghendaki dasar Islam. Ada beberapa alasan, pertama musuh bebuyutan NU yaitu PKI ikut mendukung Pancasila, maka NU khawatir Pancasila tidak murni lagi dijadikan sarana manipulasi oleh komunis, saat itu Bung Karno juga mulai akan memeras-meras Pancasila menjadi Trisila samapi Eka sila. Ini juga mengkhawatirkan NU dengan nasib Pancasila yang seutuhnya, makanya NU kemudian memilih dasar Islam. Ketika konstituante mengalami jalan buntu setelah dilakukan voting tentang dasar negara yang kekuatannya berimbang, pihak NU mulai realistis, karena itu mencoba melalui pendekatan dengan Bung Karno, kalau Kembali Ke UUD 1945 dan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara hendaklah Piagam Jakarta tetap dijadikan sumber inspirasi dan sumber hukum dan tetap menjiwai UUD 1945. Tuntutan NU itu dipenuhi karena itu NU kemudian bersedia menjadi pendorong kembali Ke UUD 1945 dan Penempatan pancasila sebagai dasar negara. Kembalinya NU ke dasar pancasila itu sebenarnya telah dirumuskan oleh KH Achmad Siddiq pada tahun 1957 saat sidang Konstituante berlangsung, tetapi usulan itu tidak memperoleh tanggapan serius. Usulan NU yang disampaikan oleh KH Saifuddin Zuhri dalam sidang Konstituante untuk penempatan Piagam Jakarta sebagai jiwa dari UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara tanpa mengabaikan nilai-nilai agama itu dianggap mampu mengurai persoalan pelik hubungan agama dengan negara, yang dihadapi oleh semua partai agama saat itu. Jalan keluar yang ditawarkan oleh NU itu dianggap langkah sangat cerdik, akhirnya partai-partai Islam yang selama ini menghendaki dasar Islam bersedia menerima Pancasila dan UUD 1945.Ketika hubungan agama dengan negara kembali mencuat setelah munculnya berbagai peristiwa komando jhad

dan gerakan teror lainnya di Indonesia yang terisnpirasi oleh Revolusi Islam Iran, tidak sedikit kelompok yang memiliki aspirasi negara Islam muncul kembali. Gerakan Islam radikal juga amulai marak hingga awal tahun 1980. Karena itu dalam Musyawarah Alim Ulama NU di Situbondo tahun 1982 NU menetapkan Pancasila sebagai Asas organisasinya dengan beberapa alasan antara lain : Pertama, Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama. Kedua, Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya. Selanjutnya dikatakan bahwa NU berkewajiban mengamankan pengertian Pancasila secara murni dan konsekwen. Kata mengamankan pengertian pancasila menjadi komitmen NU hal itu tidak lain karena selama ini Pancasila cenderung disalahartikan, s elama ini misalnya orde baru menggunakan Pancasila untuk menstigma kelompok lain sehingga dijadikan alasan untuk menyingkirkan seseorang, padahal Pancasila merupakan wadah kompromi bagi aneka macam bangsa Indonesia. Belum lagi kalau selama ini kita mengaku Pancasila sebagai dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi dalam kenyatannya kita telah banyak mengingkari ketetapan itu. Karena itu pengertian arah dan tujuan Pancasila perlu diamankan, perlu diluruskan, dan kini kewajiban kita, apakah sistem politik kita, demokrasi kita sistem ekonomi kita dan sistem relasi sosial kita masih berpijak pada Pancasila ini perlu kita periksa satu persatu, kalau kita masih mengakui Pancasila sebagai dasar negara.

Pancasila sebagai Ideologi Negara Ideologi secara praktis diartikan sebagai system dasar seseorang tentang nilai-nilai dan tujuantujuan serta sarana-sarana pokok untuk mencapainya. Jika diterapkan oleh Negara maka ideology diartikan sebagai kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik sebagai individu, social, maupun dalam kehidupan bernegara. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka, Pancasila jika dilihat dari nilai-nilai dasarnya, dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka. Dalam ideology terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar, bersifat tetap dan tidak berubah. Oleh kareanya ideology tersebut tidak langsung bersifat operasional, masih harus dieksplisitkan, dijabarkan melalui penafsiran yang sesuai dengan konteks jaman. Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki ideologi-ideologi idealitas, normative dan realities. Perbandingan antara Ideologi Liberalisme, Komunisme dan Pancasila a. Liberalisme Jika dibandingkan dengan ideologi Pancasila yang secara khusus normanormanya terdapat di dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka dapat dikatakan bahwa hal-hal yang terdapat di dalam liberalisme terdapat di dalam pasal-pasal UUD 1945, tetapi Pancasila menolak liberalisme sebagai ideology yang bersifat absolutisasi dan determinisme. b. Ideologi Komunis Ideologi komunisme bersifat absolutisasi dan determinisme, karena memberi perhatian yang sangat besar kepada kolektivitas atau masyarakat, kebebasan individu, hak milik pribadi tidak diberi tempat dalam Negara komunis. Manusia dianggap sebagai sekrup dalam sebuah kolektivitas. c. Ideologi Pancasila Pancasila sebagai Ideologi memberi kedudukan yang seimbang kepada manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Pancasila bertitik tolak dari pandangan bahwa secara kodrati bersifat monopluralis, yaitu manusia yang satu tetapi dapat dilihat dari berbagai dimensi dalam aktualisasinya. Makna Sila-Sila Pancasila 1. Arti dan Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Manusia sebagai makhluk yang ada di dunia ini seperti halnya makhluk lain diciptakan oleh penciptanya. Pencipta itu adalah kausa prima yang mempunyai hubungan dengan yang diciptakannya. Manusia sebagai makhluk yang dicipta wajib melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. 2. Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Manusia ditempatkan sesuai dengan harkatnya. Hal ini berarti bahwa manusia mempunyai derajat yang sama di hadapan

hukum. Sejalan dengan sifat universal bahwa kemanusiaan itu dimiliki oleh semua bangsa, maka hal itupun juga kita terapkan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Sesuai dengan hal itu, hak kebebasan dan kemerdekaan dijunjung tinggi. 3. Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia Makna persatuan hakekatnya adalah satu, yang artinya bulat, tidak terpecah. Jika persatuan Indonesia dikaitkan dengan pengertian modern sekarang ini, maka disebut nasionalisme. Oleh karena rasa satu yang sedemikian kuatnya, maka timbulah rasa cinta bangsa dan tanah air. 4. Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan Perbedaan secara umum demokrasi di barat dan di Indonesia yaitu terletak pada permusyawarata. Permusyawaratan diusahakan agar dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang diambil secara bulat. Kebijaksaan ini merupakan suatu prinsip bahwa yang diputuskan itu memang bermanfaat bagi kepentingan rakyat banyak. 5. Arti dan Makna Sila Keadila Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Keadilan berarti adanya persamaan dan saling menghargai karya orang lain. Jadi seseorang bertindak adil apabila dia memberikan sesuatu kepada orang lain sesuai dengan haknya. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat. 6. Pentingnya Paradigma dalam Pembangunan Pembangunan yang sedang digalakkan memerlukan paradigma, suatu kerangka berpikir atau suatu model mengenai bagaimana halhal yang sangat esensial dilakukan. Pembangunan dalam perspektif Pancasila adalah pembangunan yang sarat muatan nilai yang berfungsi menajdi dasar pengembangan visi dan menjadi referensi kritik terhadap pelaksanaan pembangunan. 7. Pancasila sebagai Orientasi dan Kerangka Acuan a. Pancasila sebagai Orientasi Pembangunan Pada saat ini Pancasila lebih banyak dihadapkan pada tantangan berbagai varian kapitalisme daripada komunisme atau sosialisme. Ini disebabkan perkembangan kapitalisme yang bersifat global. Fungsi Pancasila ialah memberi orientasi untuk terbentuknya struktur kehidupan social-politik dan ekonomi yang manusiawi, demokratis dan adil bagi seluruh rakyat. b. Pancasila sebagai Kerangka Acuan Pembangunan Pancasila diharapkan dapat menjadi matriks atau kerangka referensi untuk membangun suatu model masyarakat atau untuk memperbaharui tatanan social budaya. Implementasi Pancasila sebagai Paradigma dalam Berbagai Bidang adalah : 1. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Pendidikan Pendidikan nasional harus dipersatukan atas dasar Pancasila. Tak seyogyanya bagi penyelesaian-penyelesaian masalah-

masalah pendidikan nasional dipergunakan secara langsung system-sistem aliran-aliran ajaran, teori, filsafat dan praktek pendidikan berasal dari luar. 2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ideologi Pengembangan Pancasila sebagai ideologi yang memiliki dimensi realitas, idealitas dan fleksibilitas menghendaki adanya dialog yang tiada henti dengan tantangan-tantangan masa kini dan masa depan dengan tetap mengacu kepada pencapaian tujuan nasional dan cita-cita nasional Indonesia. 3. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Politik Ada perkembangan baru yang menarik berhubung dengan dasar Negara kita. Dengan kelima prinsipnya Pancasila memang menjadi dasar yang cukup integrative bagi kelompok-kelompok politik yang cukup heterogen dalam sejarah Indonesia modern. 4. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi nasional harus juga berarti pembangunan system ekonomi yang kita anggap paling cocok bagi bangsa Indonesia. Dalam penyusunan system ekonomi nasional yang tangguh untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sudah semestinya Pancasila sebagai landasan filosofisnya. 5. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Sosial-Budaya Pancasila merupakan suatu kerangka di dalam suatu kelompok di dalam masyarakat dapat hidup bersama, bekerja bersama di dalam suatu dialog karya yang terus menerus guna membangun suatu masa depan bersama 6. Pancasila sebagai Paradigma Ketahanan Sosial Perangkat nilai pada bangsa yang satu berbeda dengan perangkat nilai pada bangsa lain. Bagi bangsa Indonesia, perangkat nilai itu adalah Pancasila. Kaitan Pancasila dan ketahanan nasional adalah kaitan antara ide yang mengakui pluralitas yang membutuhkan kebersamaan dan realitas terintegrasinya pluralitas. 7. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Hukum Pembangunan hukum bukan hanya memperhatikan nilai-nilai filosofis, asas yang terkandung dalam Negara hukum, tetapi juga mempertimbangkan realitas penegakan hukum dan kesadaran hukum masyarakat. 8. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya sebagai suatu keniscayaan. 9. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu dan Teknologi Pancasila mengandung hal-hal yang penting dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Perkembangan IPTEK dewasa ini dan di masa yang akan datang sangat cepat, makin menyentuh inti hayati dan materi di satu pihak, serta menggapai angkasa luas dan luar angkasa di lain pihak, lagi pula memasuki dan mempengaruhi makin dalam segala aspek kehidupan dan institusi budaya.

Pancasila sebagai Pandangan Hidup Pandangan Hidup adalah Konsep atau cara pandang manusia yang bersifat mendasar tentang diri dan dirinya. Pandangan hidup berarti pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup didunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah berdasarkan waktu dan lingkungan hidupnya. Dengan demikian, pandangan hidup bukanlahtimbul seketika ataupun dalam waktu yang singkat, melain dalam waktu yang lama dan prses terus menerus sehingga hasil pemikiran tersebut dapat di uji kenyataannya, serta dapat diterima oleh akal dan diakui kebenarannya. Dan atas dasr tersebut manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk yang dapat disebut sebagi pandangan hidup. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Sebagaimana yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita. Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah serta tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjung sebagai pandangan/filsafat hidup. Dalam pergaulan hidup terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Dengan demikian, pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia juga harus berdasarkan pada Bhineka Tunggal Ika yang merupakan asas pemersatu bangsa sehingga tidak boleh mematikan keanekaragaman. Hakekat Bhineka Tunggal Ika sebagai perumusan dalam salah satu penjabaran arti dan makna Pancasila menurut Notonegoro adalah bahwa perbedaan itu adalah kodrat bawaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa , namun perbedaan itu bukan untuk dipertentangkan dan diperuncingkan melainkan perbedaan itu untuk dipersatukan, disintesakan dalam suatu sintesa yang positif dalam suatu negara kebersamaan, Negara Persatuan Indonesia.

Jumlah Agama di Indonesia

Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: KeTuhanan Yang Maha Esa. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2010, kira-kira 85,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 9,2% Protestan, 3,5% Katolik, 1,8%Hindu, dan 0,4% Buddha. Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya".Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia. Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agamapasal 1, "Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)". Beberapa agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia: Yahudi Terdapat komunitas kecil Yahudi yang tidak diakui di Jakarta dan Surabaya. Pendirian Yahudi awal di kepulauan ini berasal dari Yahudi Belanda yang datang untuk berdagang rempah. Pada tahun 1850-an, sekitar 20 keluarga Yahudi dari Belanda dan Jerman tinggal di Jakarta(waktu itu disebut Batavia). Beberapa tinggal di Semarang dan Surabaya. Pada tahun 1957, dilaporkan masih ada sekitar 450 orang Yahudi. Baha'i Di Indonesia hadir sejumlah pemeluk agama Baha'i. Berapa jumlah mereka sebenarnya tidak diketahui dengan pasti karena seringkali mereka mengalami tekanan dan penolakan dari

masyarakat sekitarnya Salah satu penganut agama Baha'i yang diketahui secara terbatas adalah belasan penganut di sebuah wilayah di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Kristen Ortodoks Meskipun Kristen Ortodoks sudah hadir di Indonesia melalui kaum Non-Kalsedon di Sumatera pada abad ke-7, baru pada abad ke-20 Gereja ini hadir dengan resmi. Ada dua kelompok Ortodoks di Indonesia, yaitu Gereja Ortodoks Yunani, dan Gereja Ortodoks Siria yang berkiblat ke Antiokhia.

Kebudayaan di Indonesia Pertunjukan Indonesia memiliki sekitar 300 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, dipengaruhi oleh kebudayaan India, Arab, Cina, Eropa, dan termasuk kebudayaan sendiri yaituMelayu. Contohnya tarian Jawa dan Bali tradisional memiliki aspek budaya dan mitologi Hindu, seperti wayang kulit yang menampilkan kisah-kisah tentang kejadian mitologis Hindu Ramayana dan Baratayuda. Banyak juga seni tari yang berisikan nilainilai Islam. Beberapa di antaranya dapat ditemukan di daerah Sumateraseperti tari Ratb Meuseukat dan tari Seudati dari Aceh. Seni pantun, gurindam, dan sebagainya dari pelbagai daerah seperti pantun Melayu, dan pantun-pantun lainnya acapkali dipergunakan dalam acara-acara tertentu yaitu perhelatan, pentas seni, dan lain-lain. Busana Di bidang busana warisan budaya yang terkenal di seluruh dunia adalah kerajinan batik. Beberapa daerah yang terkenal akan industri batik meliputi Yogyakarta, Surakarta, Cirebon, Pandeglang, Garut, Tasikmalayadan juga Pekalongan. Arsitektur Arsitektur Indonesia mencerminkan keanekaragaman budaya, sejarah, dangeografi yang membentuk Indonesia seutuhnya. Kaum penyerang, penjajah, penyebar agama, pedagang, dan saudagar membawa perubahan budaya dengan memberi dampak pada gaya dan teknik bangunan. Tradisionalnya, pengaruh arsitektur asing yang paling kuat adalah dari India. Tetapi, Cina, Arab, dan sejak abad ke-19 pengaruh Eropa menjadi cukup dominan. Ciri khas arsitektur Indonesia kuno masih dapat dilihat melalui rumah-rumah adat dan/atau istana-istana kerajaan dari tiap-tiap provinsi. Taman Mini Indonesia Indah, salah satu objek wisata di Jakarta yang menjadi miniatur Indonesia, menampilkan keanekaragaman arsitektur Indonesia itu. Beberapa bangunan khas Indonesia misalnya Rumah Gadang, Monumen Nasional, dan Bangunan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan di Institut Teknologi Bandung.

Olahraga Olahraga yang paling populer di Indonesia adalah bulu tangkis dan sepak bola; Liga Super Indonesia adalah liga klub sepak bola utama di Indonesia. Olahraga tradisional termasuk sepak takraw dan karapan sapi diMadura. Di wilayah dengan sejarah perang antar suku, kontes pertarungan diadakan, seperti caci di Flores, dan pasola di Sumba. Pencak silat adalah seni bela diri yang unik yang berasal dari wilayah Indonesia. Seni bela diri ini kadang-kadang ditampilkan pada acara-acara pertunjukkan yang biasanya diikuti dengan musik tradisional Indonesia berupa gamelan dan seni musik tradisional lainnya sesuai dengan daerah asalnya. Olahraga di Indonesia biasanya berorientasi pada pria dan olahraga spektator sering berhubungan dengan judi yang ilegal di Indonesia Seni musik Seni musik di Indonesia, baik tradisional maupun modern sangat banyak terbentang dari Sabang hingga Merauke. Setiap provinsi di Indonesia memiliki musik tradisional dengan ciri khasnya tersendiri. Musik tradisional termasuk juga keroncong yang berasal dari keturunanPortugis di daerah Tugu, Jakarta,[62] yang dikenal oleh semua rakyat Indonesia bahkan hingga ke mancanegara. Ada juga musik yang merakyat di Indonesia yang dikenal dengan nama dangdut yaitu musik beraliran Melayu modern yang dipengaruhi oleh musik India sehingga musik dangdut ini sangat berbeda dengan musik tradisional Melayu yang sebenarnya, seperti musik Melayu Deli, Melayu Riau, dan sebagainya. Boga Masakan Indonesia bervariasi bergantung pada wilayahnya. Nasi adalah makanan pokok dan dihidangkan dengan lauk daging dan sayur. Bumbu (terutama cabai), santan, ikan, dan ayam adalah bahan yang penting. Sepanjang sejarah, Indonesia telah menjadi tempat perdagangan antara dua benua. Ini menyebabkan terbawanya banyak bumbu, bahan makanan dan teknik memasak dari bangsa Melayu sendiri, India, Timur tengah, Tionghoa, dan Eropa. Semua ini bercampur dengan ciri khas makanan Indonesia tradisional, menghasilkan banyak keanekaragaman yang tidak ditemukan di daerah lain. Bahkan bangsa Spanyol danPortugis, telah mendahului bangsa Belanda dengan membawa banyak produk dari dunia baru ke Indonesia. Perfilman Film pertama yang diproduksi pertama kalinya di nusantara adalah film bisu tahun 1926 yang berjudulLoetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp

pada zaman Hindia Belanda. Film ini dibuat dengan aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic, Bandung. Setelah itu, lebih dari 2.200 film diproduksi. Di masa awal kemerdekaan, sineas-sineas Indonesia belum banyak bermunculan. Diantara sineas yang ada, Usmar Ismail merupakan salah satu sutradara paling produktif, dengan film pertamanyaHarta Karun (1949). Namun kemudian film pertama yang secara resmi diakui sebagai film pertama Indonesia sebagai negara berkedaulatan adalah film Darah dan Doa (1950) yang disutradarai Usmar Ismail. Dekade 1970 hingga 2000-an, Arizal muncul sebagai sutradara film paling produktif. Tak kurang dari 52 buah film dan 8 judul sinetron dengan 1.196 episode telah dihasilkannya. Kesusastraan Bukti tulisan tertua di Indonesia adalah berbagai prasasti berbahasa Sanskerta pada abad ke5 Masehi. Figur penting dalam sastra modern Indonesia termasuk: pengarang Belanda Multatuli yang mengkritik perlakuan Belanda terhadap Indonesia selama zaman penjajahan Belanda;Muhammad Yamin dan Hamka yang merupakan penulis dan politikus prakemerdekaan; dan Pramoedya Ananta Toer, pembuat novel Indonesia yang paling terkenal. Selain novel, sastra tulis Indonesia juga berupa puisi, pantun, dan sajak. Chairil Anwar merupakan penulis puisi Indonesia yang paling ternama. Banyak orang Indonesia memiliki tradisi lisan yang kuat, yang membantu mendefinisikan dan memelihara identitas budaya mereka. Kebebasan pers di Indonesia meningkat setelah berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto. Stasiun televisi termasuk sepuluh stasiun televisi swasta nasional, dan jaringan daerah yang bersaing dengan stasiun televisi negeri TVRI.Stasiun radio swasta menyiarkan berita mereka dan program penyiaran asing. Dilaporkan terdapat 20 juta pengguna internet di Indonesia pada tahun 2007. Penggunaan internet terbatas pada minoritas populasi, diperkirakan sekitar 8.5%.

Konflik horizontal yang terjadi di Indonesia


Konflik Timika

Timika [PAPOS]- Aparat kepolisian di Timika, Rabu malam terpaksa mengeluarkan tembakan peringatan ke udara untuk membubarkan sekelompok massa yang memblokir Jalan Pattimura Sempan terkait pertikaian antar kelompok di wilayah itu. Aksi pemblokiran Jalan Pattimura Sempan Timika dilakukan sekitar puluhan warga salah satu kelompok. Mereka membakar ban bekas dan kayu di jalan itu. Beberapa warga Jalan Pattimura Sempan Timika mengaku khawatir keselamatan diri dan keluarga mereka lantaran ada isu ada kelompok massa yang lain yang akan menyerang ke wilayah itu pada Rabu malam atau Kamis (27/5) dini hari. "Menurut isu yang berkembang sebentar menjelang pagi mereka mau datang serang," tutur salah seorang pemuda. Pada Rabu malam sekitar pukul 21.40 WIT, aparat kepolisian dari Polsek Mimika Baru dibantu satu peleton Brimob Detazemen B Polda Papua datang ke Jalan Pattimura Sempan untuk membubarkan massa. Aparat kepolisian bahkan mengeluarkan tembakan peringatan ke udara beberapa kali agar massa membubarkan diri. Sekitar pukul 22.00 WIT, blokir jalan akhirnya dibuka dan aparat kepolisian masih berjaga-jaga di sekitar Jalan Pattimura Timika untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi bentrok lanjutan antarkelompok warga setempat. Panik Sebelum polisi mengeluarkan tembakan peringatan, warga di sekitar Jalan Pattimura, Jalan Bu Siri, dan Jalan Sam Ratulangi Sempan Timika panik setelah mendengar bunyi tiang listrik yang dipukul warga sebagai pertanda adanya bahaya. Warga berhamburan ke luar rumah, sebagian ibu-ibu berteriak histeris karena mengkhawatirkan keselamatan keluarga mereka. Bahkan sejumlah anggota paduan suara yang sedang mengikuti kegiatan ibadah di Gereja Katolik St Stefanus Sempan juga panik dan berhamburan ke luar gedung gereja.

Kepanikan warga semakin menjadi-jadi taatkala mendengar bunyi letupan senjata api yang ditembakan oleh aparat. Hingga Rabu malam, situasi kamtibmas di kota Timika masih relatif aman, kendati sebagian warga masih khawatir akan adanya serangan mendadak oleh kelompok massa yang lain. Situasi kamtibmas di Timika sejak Senin (24/5) lalu cukup tegang menyusul tewasnya Lambert Ondos Rumte, warga salah satu kelompok massa yang dianiaya oleh sekelompok orang di Jalan Sosial, depan Kantor Dinas Peternakan Kabupaten Mimika pada Minggu (23/5) malam. Insiden itu memicu terjadinya pembacokan terhadap tiga warga lain yang tidak tahu-menahu dengan peristiwa tersebut, bahkan dua rumah warga setempat juga ikut dibakar. Polres Mimika telah berupaya mempertemukan tokoh masyarakat dari kelompok yang bertikai untuk segera mencari solusi terbaik mengatasi masalah tersebut. Tidak itu saja, pada Selasa (25/5), polisi menggelar razia senjata tajam dari warga Jalan Sosial Kompleks Kebun Sirih Timika Konflik Horizontal Terjadi Karena Agama Dipolitisasi Tokoh muda Muhammadiyah Imam Addaruqutni menilai munculnya konflik horizontal yang terkait dengan isu agama di Indonesia karena agama sering dipolitisasi. "Peristiwa kekerasan seperti yang terjadi di Pandeglang dan Temanggung pada pekan ini, sebenarnya sudah beberapa kali terjadi," kata Imam Addaruqutni pada dialog tokoh lintas agama dengan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Gedung DPD, Jakarta, Jumat. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPD, Laode Ida serta dihadiri oleh tokoh lintas agama antara lain, Slamet Effendy Yusuf dan Muhammad Iqbal Sullam (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), Imam Addaruqutni (PP Muhammadiyah), Romo Suprapto (Konferensi Wali Gereja Indonesia), Pendeta Arliyanus Larosa (Gereja Kristen Indonesia), Albertus Patty (Persatuan Gereja Indoesia), I Nyoman Udayana Sangging dan I Made Gede Erot (Parisada Hindu Dharma Indonesia), Utang Ranuwijaya (Majelis Ulama Indonesia).

Menurut dia, namun setiap kali terjadi tindak kekerasan semua pihak tetap menjadi panik dan semua pihak memberikan pernyataan-pernyataan yang kadang-kadang tidak sejalan dengan aturan perundang-undangan. Padahal, kata dia, aturan perundang-undangan di Indonesia sudah cukup lengkap untuk diimplementasikan.Imam mengimbau Pemerintah untuk tidak panik menyikapi tindak kekerasan yang terjadi di Pandeglang dan Temanggung, tapi segera mengambil langkah tegas sesuai aturan yang berlaku.Pengurus Konferensi Wali Gereja Indonesia, Romo Suprapto menambahkan, konflik horizontal terkait dengan isu agama yang terjadi di beberapa daerah karena Pemerintah Daerah lebih memprioritaskan pembangunan fisik daripada pembangunan sumber daya manusia."Padahal, pembangunan non-fisik seperti forum kerukunan umat beragama, juga sangat penting," katanya.Suprapto mengusulkan, agar DPD mendorong peningkatan kerja sama antara Pemerintah Daerah dan tokoh agama yang sinergis dan berkesinambungan di setiap daerah. Pada kerja sama tersebut, kata dia, hendaknya dilakukan komunikasi intensif termasuk melakukan pertemuan tatap muka. Konflik Poso

Tanggal 28 Desember 2006, konflik Poso genap 8 tahun. Sebuah rentang waktu yang cukup panjang, dan sampai saat ini belum ada tanda-tanda konflik berbungkus agama tersebut akan berakhir.Rasa tidak percaya masyarakat terhadap jaminan keamanan untuk hidup di Poso juga masih sangat besar. Data Poso Center menyebutkan sampai akhir tahun ini sekitar 20.000 keluarga pengungsi masih enggan kembali ke rumahnya. Mereka sebagian besar warga Poso Kota dan sebagian kecil Poso Pesisir, Tentena, Lage.Di saat konflik meledak Desember 1998 dan April-Mei 2000, para pengungsi itu menyingkir ke Palu, Manado, Makassar. Sebagian masih bertahan di daerah itu sampai sekarang. Sebagian lagi memilih bertahan tinggal di kampkamp pengungsian baik yang ada di Tentena, Poso Pesisir maupun daerah-daerah lain. Memasuki akhir 2006, konflik hampir-hampir saja meledak lagi di Poso. Kasus eksekusi mati tiga warga Poso, Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu yang dianggap tidak adil (22 September) dan penembakan sadis yang menewaskan tokoh Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Pdt Irianto Salemba Djaya Kongkoli STh MTh (16 Oktober), nyaris saja menyalakan kembali sumbu konflik horizontal di daerah pesisir timur Sulawesi Tengah (Sulteng) tersebut.Tapi untungnya warga mampu menahan diri. Warga berusaha tidak mau terprovokasi kendati mereka terus dipancing untuk berbuat rusuh. Ada kesadaran yang muncul bahwa kekerasan yang masih saja terus berlangsung di Poso, bukan jadi begitu saja tapi sengaja

diciptakan. Ada tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai oleh kelompok-kelompok kepentingan di negeri ini, dan Poso hendak dijadikan "laboratorium" untuk mencapai tujuan yang diinginkan."Kami sadar sekarang, kami mau diadu. Ya, dua komunitas beragama di Poso sengaja ingin diadu, dan jika kami terpancing maka perang bisa berulang, tujuan mereka pun akan tercapai," ungkap Ketua Umum Majelis Sinode GKST, Pdt Rinaldy Damanik MSi.Hal yang sama juga dikatakan Ketua Forum Perjuangan Umat Islam Poso (FSPUI), Ustad Adnan Arsal. Menurutnya, ada pihak ketiga yang ingin mengeruk keuntungan di balik konflik Poso. Itulah sebabnya, kekerasan di daerah itu tidak berhenti sampai sekarang.Damanik sendiri memiliki kecurigaan kuat terhadap kekuatan-kekuatan tertentu yang ingin memproyekkan konflik Poso. Mereka itu jadi peseni-peseni konflik di Poso. Tapi karena alasan stabilitas, ia menolak memerinci siapa kekuatan-kekuatan itu.Tidak Menyentuh Akar Proses penyelesaian konflik Poso yang tidak menyentuh sampai ke akar, menjadi faktor utama penyebab mengapa persoalan Poso tak kunjung selesai sampai saat ini. Pemerintah dinilai tidak sungguh-sungguh mengungkap fakta-fakta penyebab konflik. Akibatnya, usaha penyelesaian masalah Poso yang telah menelan anggaran ratusan miliar rupiah, hanya jadi proyek tambal sulam.Sosiolog dan pengamat konflik Poso, Arianto Sangaji mengatakan, ada tiga hal yang mestinya dilihat sebagai akar penyebab konflik Poso. Pertama, menyangkut politik identitas. Sejak awal, kekerasan Poso sarat politik lokalnya. Ditandai pertarungan di antara politisi untuk meraih kekuasaan politik dan birokrasi, dengan memanipulasi identitas agama dan suku. Pertarungan politik terasa sekali dalam proses pergantian bupati Poso, akhir 1998 hingga 1999. Begitu juga dalam perebutan jabatan birokrasi pemerintahan, seperti sekretaris daerah."Perlagaan itu menjadi tidak beradab, karena menggunakan kekerasan sebagai metode. Sejumlah politisi memobilisasi para pendukung untuk melakukan kekerasan, dengan mengeksploitasi identitas agama dan suku," katanya. Kedua, keterlibatan aparat TNI dan Polri dalam permainan konflik Poso. Fakta-fakta tentang peredaran senjata dan amunisi organik di Poso, menjadi salah satu bukti penting untuk melihat keterlibatan aparat.Hasil penelitian Arianto menemukan senjata-senjata organik yang beredar di Poso antara lain jenis M-16, AK-47, SS-1, pistol jenis FN dan Revolver. Senjata-senjata itu adalah jenis-jenis senjata standar yang biasa dipakai aparat TNI maupun Polri. Ketiga, soal kepentingan ekspansi modal-modal besar ke Poso. Pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berkapasiswa 800 MW yang dimulai tahun 2003 menurut Arianto, menjadi salah satu sumber pemicu konflik di Poso."Proyek raksasa itu dibangun tidak berpihak pada kepentingan rakyat kecil dan malah menjadikan aparat sebagai tameng untuk

melindungi proyeknya. Ini semua sumber konflik yang pernah tidak diselesaikan di Poso," tandasnya. Berdasarkan catatan Pembaruan, selama 8 tahun konflik Poso, digelar 3 kali operasi keamanan yang cukup besar di Poso sebagai upaya pemulihan keamanan. Pertama, Operasi Sintuwu Maroso (berlangsung 2,5 tahun - mulai Januari 2002 sampai Juni 2005 atau 7 kali diperpanjang). Kedua, Komando Operasi Pemulihan Keamanan Poso atau Koospkam (Januari - Juni 2006 berdasarkan Inpres No 14/2005) dan ketiga Operasi Lanto Dago yang berlangsung sejak Juli sampai sekarang. Bersamaan dengan itu juga dilaksanakan program rekonsiliasi dan rekonstruksi fisik bangunanbangunan rumah warga maupun fasilitas pemerintah yang hancur akibat konflik. Tapi berbagai usaha yang menelan anggaran tidak sedikit itu, belum memberikan hasil memadai. Malah rumah-rumah warga yang baru selesai dibangun, dibakar kembali oleh massa yang tidak bertanggung jawab.Termasuk operasi pemulihan keamanan yang melibatkan ribuan aparat TNI/Polri tersebut, tetap tak mampu menghentikan aksi-aksi kekerasan di Poso. Malah teror dan kekerasan semakin sering terjadi dan berlangsung sangat sistematis. Sekretaris Poso Center (koalisi 33 LSM yang concern terhadap penyelesaian kasus Poso), Mafud Maswara menyebutkan antara tahun 2005-2006 lebih dari 60 kali kasus kekerasan di Poso maupun Palu.Jumlah itu, katanya, belum termasuk kasus-kasus kekerasan yang terjadi antara 2002-2004 pasca kesepakatan Deklarasi Malino untuk Perdamaian Poso. Jenis-jenis kekerasan seperti teror peledakan bom, penembakan misterius, pembakaran rumah dan sebagainya yang merengut ratusan korban jiwa, dan pelakunya masih misterius sampai sekarang.Polisi sendiri mengklaim sudah mengungkap sejumlah kasus kekerasan yang ada, di antaranya kasus mutilasi 3 siswi, penembakan jaksa Ferry dan Pdt Tinulele dengan tersangkanya Hasauddin Cs. Pelaku ditangkap saat operasi Koopskam dan kini sedang diadili di Pengadilan Negeri Jakarta. Namun kasus-kasus lainnya sampai kini pelakunya masih kabur. Memang pada fase Koopskam digelar Januari - Juni 2006 yang dipimpin Irjen Pol Paulus Purwoko (sekarang Kapolda Bali), banyak perkembangan yang terjadi. Keamanan Poso lebih kondusif, para pelaku kekerasan ditangkap termasuk pejabat-pejabat yang diduga mengkorupsi dana-dana kemanusiaan Poso ditangkap dan diadili.Tapi dengan kasus penembakan tokoh masyarakat Poso, Pdt Irianto Kongkoli, keberhasilan Koopskam pun tercoreng. Ibarat panas setahun dihapuskan hujan sehari, kepercayaan masyarakat pada aparat keamanan kembali luntur dan menilai keamanan Poso kembali ke titik nadir. Lebih-lebih lagi kasus penembakan Kongkoli belum bisa diungkap sampai sekarang. Koordinator Kontras Sulawesi, Syamsul Alam Agus mengatakan, pemerintah dan aparat keamanan harus punya political will membuka

semua akar penyebab konflik di Poso dan mencari solusinya secara bersama dengan masyarakat.Sudah saatnya pemerintah menyetujui pembentukan tim pencari fakta gabungan (TGPF) yang bisa bekerja secara independen untuk mengungkap semua fakta konflik yang sebenarnya dan mencarikan solusi atas penyelesaiannya. Ketua DPRD Poso, Sawerigading Pelima setuju dengan pembentukan TGPF, asalkan semua pihak siap menerima hasilnya apa pun risikonya. Misalnya, TGPF harus menyebut secara transparan aktor-aktor yang memimpin kerusuhan massa sejak Desember 1998, April maupun Mei 2000."Mereka semua yang memimpin massa untuk membakar rumah-rumah warga masih bebas berkeliaran di Poso, dan tidak pernah disentuh hukum. Jika TGPF dibentuk, masalah ini harus diungkap. Mereka itu harus ditindak demi menyelesaikan kasus Poso hingga ke akarakarnya," demikian Pelima.

Referensi: http://papindo.wordpress.com/tag/konflik-horizontal/ konflik Timika http://groups.yahoo.com/group/ambon/message/44410 konflik poso http://www.antaranews.com/news/245715/konflik-horizontal-terjadi-karena-agamadipolitisasi konflik agama http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia budaya Indonesia
http://http://www.kapanlagi.com/h/0000198260.html agama http://www.unitedfool.com/2003/12/29/gereja-ortodoks-yunani agama

http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia agama Indonesia http://www.pelita.or.id/baca.php?id=1291 pancasila sebagai pandangan hidup http://graha.students-blog.undip.ac.id/2009/06/12/makna-sila-pancasila/ pancasila sbg ideology http://www.anneahira.com/pancasila-sebagai-ideologi-negara.htm pancasila sbg ideology http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/01/pancasila-sebagai-dasar-negara/ pancasila sbg dasar negara

Anda mungkin juga menyukai