Anda di halaman 1dari 86

9 8

11

10

: : : :

Aliran uap Aliran air boiler Aliran air pendingin Aliran udara

12

17 7 15 16 14 13 18 LLR 6 Zona Non Pemanasan (Non Heating Zone) BATUAN PENUTUP (CANOPY ROCK) 19

LCR

LSH

z = LSC + LBL

4 Zona Pemanasan (Heating Zone)

3 LBL 2

1 z = LSC LSC z=0 LPB BATUAN PANAS KERING (HOT DRY ROCK)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 LPB LSC LBL LSH LCR LLR

: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

KETERANGAN : Tabung Paku Bumi Ruang aliran fluida naik Isolator pipa umpan Pipa umpan Aliran fluida umpan Isolator tabung Paku Bumi bagian atas Pipa saluran uap ke header keluaran Header keluaran Pipa saluran uap ke turbin Turbin Generator listrik Kondenser Pompa umpan Pipa umpan ke header masukan Header masukan Pipa umpan Paku Bumi Pendingin (Cooler) Pompa sirkulasi pendingin kondenser Blower udara cooler Panjang Plenum Ujung Bawah Panjang Zona Subcooled Panjang Zona Pendidihan Panjang Zona Superheated Panjang Zona Canopy Rock Panjang Zona Muncul Permukaan

Gambar 1. Diagram skematik Pembangkit Listrik Paku Bumi


1

1 2 3 4 5

: : : : :

KETERANGAN : Tabung Paku Bumi Ruang aliran fluida naik Isolator pipa umpan Pipa umpan Aliran fluida umpan

3 2

BATUAN PANAS KERING (HOT DRY ROCK)

Gambar 2. Penampang melintang tabung Paku Bumi pada Zona Pemanasan


1 2 3 4 5 6 6 : : : : : : KETERANGAN : Tabung Paku Bumi Ruang aliran fluida naik Isolator pipa umpan Pipa umpan Aliran fluida umpan Isolator tabung Paku Bumi bagian atas

3 2

1 BATUAN PENUTUP (CANOPY ROCK)

Gambar 3. Penampang melintang tabung Paku Bumi pada Zona Batuan Canopi
2

1 2 3 4 5 6 6

: : : : : :

KETERANGAN : Tabung Paku Bumi Ruang aliran fluida naik Isolator pipa umpan Pipa umpan Aliran fluida umpan Isolator tabung Paku Bumi bagian atas

3 2

1 UDARA LINGKUNGAN

Gambar 4. Penampang melintang tabung Paku Bumi pada Zona Muncul Atas
1 2 3 4 5 1 z + z QB
QT

4 3 2

: : : : :

KETERANGAN : Tabung Paku Bumi Ruang aliran fluida naik Isolator pipa umpan Pipa umpan Aliran fluida umpan

QF

z + z

QM

z + z

z z

QF

QM

BATUAN PANAS KERING (HOT DRY ROCK)

Gambar 5. Neraca kalor tabung Paku Bumi pada Zona Pemanasan


3

4 3 2 1

QF

z + z

QM

1 2 3 4 5 6

: : : : : :

z + z

KETERANG AN : Tabung Paku Bumi Ruang aliran fluida naik Isolator pipa umpan Pipa umpan Aliran fluida umpan Isolator tabung Paku Bumi bagian atas z + z

QL

QT
z

z z

QF

QM

BATUAN PENUTUP (CANOPY ROCK)

Gambar 6. Neraca kalor tabung Paku Bumi pada Zona Batuan Canopi
1 2 3 4 5 6 1 : : : : : : KETERANGAN : Tabung Paku Bumi Ruang aliran fluida naik Isolator pipa umpan Pipa umpan Aliran fluida umpan Isolator tabung Paku Bumi bagian atas z + z
QT
z

4 3 2

QF

z + z

QM

z + z

QU

z z

QF

QM

UDARA LINGKUNGAN

Gambar 7. Neraca Kalor tabung Paku Bumi pada Zona Muncul Atas
4

BAB II PERHITUNGAN TRANSFER KALOR

II.A. NERACA KALOR PADA ZONA PEMANASAN II.A.1. Penyusunan Neraca Kalor pada zona pemanasan Pada zona pemanasan tabung Paku Bumi, dapat disusun neraca kalor untuk aliran fluida kerja dan aliran umpan secara simultan. Untuk aliran fluida kerja : QF Untuk aliran fluida umpan : QM Dengan : QF QM QB QT z z : : : : : : Kalor yang dibawa aliran fluida kerja (W) Kalor yang dibawa aliran fluida umpan (W) Kalor masuk dari batuan panas kering (W) Kalor yang ditransfer dari fluida kerja ke fluida umpan (W) Posisi sepanjang tabung Paku Bumi dari dasar tabung (m) Inkremen posisi (m)
z z + z

= QF

+ QB z QT

(1)

= QM

+ QT

(2)

Masing-masing nilai kalor dapat dihitung sebagai berikut : mF QF = hF N TP QM mF = hM N TP (5)


(3)

(4)

QT = DM U M ( TF ( z ) TM ( z ) ) z

Dengan : mF N TP TF TM DM UM

: : : : : :

Laju aliran fluida kerja = Laju aliran fluida umpan (kg/s) Jumlah tabung Paku Bumi Suhu fluida kerja (K) Suhu fluida umpan (K) Diameter dalam pipa umpan (m) Koefisien transfer kalor overall dari fluida kerja ke fluida umpan (W/(m2.K))

Dengan mensubstitusikan persamaan (3), persamaan (4) dan persamaan (5) ke persamaan (1) dan persamaan (2), maka diperloleh : m F hF
z + z

m F hF
z

N TP z m F hM
z + z

* = QB DM U M ( TF ( z ) TM ( z ) )

(6)

m F hM
z

N TP z Dengan :
* QB

= DM U M ( TF ( z ) TM ( z ) )

(7)

Kalor masuk dari batuan panas kering per satuan panjang tabung Paku Bumi (W/m)

Jika diambil nilai z mendekati nol, maka persamaan (7) dan persamaan (8) menjadi : Q * D U ( T ( z ) T ( z ) ) d M M F M hF = N TP B dz mF D U ( T ( z ) T ( z ) ) d M hM = N TP M M F dz mF Koefisien transfer kalor overall dari fluida kerja ke fluida umpan dapat dihitung dengan : (8)

(9)

UM =

1 1 1 1 DM + 2 M 1 1 + D + 2 U U + FiM + k ln DM DM iM M M MI M DM 1 1 1 DM + 2 M + 2 I + + ln D + 2 + 2 FoM + U k DM + 2 M I M I oM M

(10)

Dengan : U iM U oM U MI FiM FoM kM kI : : : : : : : : : Koefisien transfer kalor antara fluida umpan dengan dinding pipa umpan (W/(m2K)) Koefisien transfer kalor antara dinding isolator dengan fluida kerja (W/(m2K)) Koefisien transfer kalor antara pipa umpan dengan isolator pipa umpan (W/(m2K)) Factor fouling pada bagian dalam pipa umpan (m2K/W) Factor fouling pada bagian luar isolator pipa umpan (m2K/W) Konduktivitas pipa umpan (W/(m.K)) Konduktivitas isolator pipa umpan (W/(m.K)) Ketebalan pipa umpan (m) Ketebalan isolator pipa umpan (m)

M I

II.A.2. Persamaan Neraca Kalor Fluida Umpan pada zona pemanasan Fluida umpan harus dijaga supaya selalu berada pada kondisi cair subcooled. Dengan demikian persamaan neraca kalor untuk aliran air umpan adalah : D U ( T ( z ) T ( z ) ) d M c pM ( p M , TM )TM = N TP M M F dz mF Dengan : c pM pM : : Kalor jenis fluida umpan (J/(kg.K)) Tekanan lokal fluida umpan (Pa) (11)

Persamaan (11) dapat ditulis menjadi : c pM ( p M , TM ) D U ( T ( z ) T ( z ) ) d d M TM + TM c pM ( p M , TM ) = N TP M M F dz dz mF (12)

c pM ( p M , TM )

d d d d d TM + TM c pM ( p M , TM ) TM + c pM ( p M , TM ) pM dT dz dz dp M dz M D U ( T ( z ) T ( z ) ) M = N TP M M F mF

(13)

d d d d c pM ( p M , TM ) + TM c pM ( p M , TM ) TM + TM c pM ( p M , TM ) pM dz dTM dp M dz D U ( T ( z ) T ( z ) ) M = N TP M M F mF Sehingga diperoleh persamaan : DM U M ( TF ( z ) TM ( z ) ) TM d c pM ( p M , TM ) d p M dp M dz d TM = N TP dz d m F c pM ( p M , TM ) + TM c pM ( p M , TM ) dTM II.A.3. Persamaan Neraca Kalor Fluida Kerja pada zona pemanasan

(14)

(15)

Fluida kerja mengalami tiga kondisi, yaitu kondisi subcooled (pada zona subcooled), kondisi dua fasa (pada zona pendidihan) dan kondisi superheated (pada zona superheat). II.A.3.a. Persamaan Neraca Kalor Fluida Kerja pada Zona Subcooled Pada zona subcooled, persamaan neraca kalor fluida kerja dapat ditulis menjadi :
* QB DM U M ( TF ( z ) TM ( z ) ) d c pFL ( p F , TF )TF = dz m F

(16)

Dengan : c pFL pF : : Kalor jenis fluida kerja pada kondisi subcooled (J/(kg.K)) Tekanan lokal fluida kerja (Pa)

Persamaan (16) akhirnya dapat ditulis menjadi : d d * Q B TF c pF ( p F , TF ) pF dp M dz d TF = N TP dz m F c ( p ,T ) + T d c ( p ,T ) pF F F F pF F F dTF

(17)

II.A.3.b. Persamaan Neraca Kalor Fluida Kerja pada Zona Pendidihan Pada zona pendidihan, entalpi fluida dihitung sebagai entalpi dua fasa, yaitu : hF = hL ( p F ) + ( hV ( p F ) hL ( p F ) ) Dengan : (18)

hL hV

: : :

Kualitas uap Entalpi cair jenuh (J/kg) Entalpi uap jenuh (J/kg)

Dengan mensubstitusikan persamaan (18) ke persamaan (8) maka persamaan neraca kalor fluida kerja pada zona pendidihan menjadi : Q * D U ( T ( z ) T ( z ) ) d M M F M ( hV ( p F ) hL ( p F ) ) = N TP B dz mF Atau : (19)

( hV ( p F ) hL ( p F ) )

Q * D U ( T ( z ) T ( z ) ) d d M M F M (20) + ( hV ( p F ) hL ( p F ) ) = N TP B dz dz mF

( hV ( p F ) hL ( p F ) )

Q * D U ( T ( z ) T ( z ) ) d d M M F M (21) ( hV ( p F ) hL ( p F ) ) d p F = N TP B + dz dp F dz mF

Sehingga diperoleh persamaan :


9

d * ( hV ( p F ) hL ( p F ) ) d p F QB DM U M ( TF ( z ) TM ( z ) ) dp F dz d = N TP dz m F ( hV ( p F ) hL ( p F ) ) II.A.3.c. Persamaan Neraca Kalor Fluida Kerja pada Zona Superheat

(22)

Pada zona superheated, persamaan neraca kalor diselesaikan dengan menggunakan sifat-sifat fluida kerja pada kondisi superheat, yaitu : Q * D U ( T ( z ) T ( z ) ) d M M F M c pFV ( p F , TF )TF = N TP B dz mF Dengan : c pFV : Kalor jenis fluida kerja pada kondisi superheated (J/(kg.K)) (23)

Persamaan (23) akhirnya dapat ditulis menjadi : * QB DM U M ( TF ( z ) TM ( z ) ) TF d c pFV ( p F , TF ) d p F dp F dz d TF = N TP dz d m F c pFV ( p F , TF ) + TF c pFV ( p F , TF ) dTF II.A.3.d. Rangkuman Persamaan Transfer Kalor Fluida Kerja Dengan demikian, suhu fluida umpan sepanjang saluran dapat dihitung dengan menyelesaikan persamaan (15). Suhu fluida kerja pada zona subcooled dapat dihitung dengan menyelesaikan persamaan (17). Kualitas uap fluida kerja sepanjang zona pendidihan dapat dihitung dengan menyelesaikan persamaan (22). Serta suhu fluida kerja sepanjang zona superheat dapat dihitung dengan menyelesaikan persamaan (24).

(24)

II.B. NERACA KALOR PADA ZONA NON PEMANASAN II.B.1. Penyusunan Neraca Kalor non pemanasan Pada zona non pemanasan tabung Paku Bumi, dapat disusun neraca kalor untuk aliran fluida kerja dan aliran umpan secara simultan. Untuk aliran fluida kerja :
10

QF Untuk aliran fluida umpan :

z + z

= QF

QU

QT

(25)

QM Dengan : QF QM QU QT z z : : : : : :

= QM

+ QT

(26)

Kalor yang dibawa aliran fluida kerja (W) Kalor yang dibawa aliran fluida umpan (W) Rugi-rugu kalor ke lingkungan (W) Kalor yang ditransfer dari fluida kerja ke fluida umpan (W) Posisi sepanjang tabung Paku Bumi dari dasar tabung (m) Inkremen posisi (m)

Masing-masing nilai kalor dapat dihitung sebagai berikut : mF QF = hF N TP QM mF = hM N TP


(27)

(28) (29) (30)

QT = DM U M ( TF ( z ) TM ( z ) ) z QU = DF U U ( TF ( z ) TL ( z ) ) z Dengan : mF N TP TF TM TL

: : : : :

Laju aliran fluida kerja = Laju aliran fluida umpan (kg/s) Jumlah Tabung Paku Bumi Suhu fluida kerja (K) Suhu fluida umpan (K) Suhu lingkungan (K)
11

DM UM DF UU

: : : :

Diameter dalam pipa umpan (m) Koefisien transfer kalor overall dari fluida kerja ke fluida umpan (W/(m2.K)) Diameter dalam pipa tabung paku bumi (m) Koefisien transfer kalor overall dari fluida kerja ke lingkungan (W/(m2.K))

Dengan mensubstitusikan persamaan (27), persamaan (28), persamaan (29) dan persamaan (30) ke persamaan (25) dan persamaan (26), maka diperloleh : m F hF
z + z

m F hF
z

N TP z m F hM
z + z

= DF U U ( TF ( z ) TL ( z ) ) DM U M ( TF ( z ) TM ( z ) )

(31)

m F hM
z

N TP z

= DM U M ( TF ( z ) TM ( z ) )

(32)

Jika diambil nilai z mendekati nol, maka persamaan (7) dan persamaan (8) menjadi : D U ( T ( z ) T ( z ) ) + D U ( T ( z ) T ( z ) ) d L M M F M hF = N TP F U F dz mF D U ( T ( z ) T ( z ) ) d M hM = N TP M M F dz mF (33)

(34)

Koefisien transfer kalor overall dari fluida kerja ke fluida umpan dapat dihitung dengan persamaan (10) yang telah diuraikan pada Sub Bab II.A.1. Koefisien transfer kalor dari fluida kerja ke lingkungan adalah :
UU = 1 1 DF + 2 F 1 1 1 1 + + FiF + ln D + 2 U k DF U iF DF F F F FU DF 1 1 1 DM + 2 M + 2U + D + 2 + 2U FoU + U + k ln DM + 2 M M M oU U

(35)

Dengan :
12

U iF U oF U FU FiU FoU kF kU

: : : : : : : : :

Koefisien transfer kalor antara fluida kerja dengan dinding tabung Paku Bumi (W/ (m2K)) Koefisien transfer kalor antara dinding isolator luar dengan lingkungan (W/(m2K)) Koefisien transfer kalor antara tabung Paku Bumi dengan isolator luar (W/(m2K)) Factor fouling pada bagian dalam tabung paku bumi pada zona non pemanasan (m2K/W) Factor fouling pada bagian luar isolator luar pada zona non pemanasan (m2K/W) Konduktivitas tabung Paku Bumi (W/(m.K)) Konduktivitas isolator luar (W/(m.K)) Ketebalan tabung Paku Bumi (m) Ketebalan isolator luar (m)

F U

II.B.2. Persamaan Neraca Kalor Fluida Umpan pada zona non pemanasan Fluida umpan harus dijaga supaya selalu berada pada kondisi cair subcooled. Persamaan neraca kalor fluida air umpan pada zona non pemanasan adalah sama dengan persamaan neraca kalor kfuida air umpan pada zona pemanasan sebagaimana telah dijelaskan pada Sub bab II.A.2. II.B.3. Persamaan Neraca Kalor Fluida Kerja pada zona non pemanasan Pada zona non pemanasan, fluida kerja dalam kondisi uap superheat. Pada zona superheated, persamaan neraca kalor diselesaikan dengan menggunakan sifat-sifat fluida kerja pada kondisi superheat, yaitu : D U ( T ( z ) T ( z ) ) z + D U ( T ( z ) T ( z ) ) d L M M F M c pFV ( p F , TF )TF = N TP F U F dz mF Dengan : c pFV : Kalor jenis fluida kerja pada kondisi superheated (J/(kg.K)) (36)

Persamaan (36) akhirnya dapat ditulis menjadi :

13

DF U U ( TF ( z ) TL ( z ) ) + DM U M ( TF ( z ) TM ( z ) ) + TF d c pFV ( p F , TF ) d p F dp F dz d TF = N TP (37) dz d m F c pFV ( p F , TF ) + TF c pFV ( p F , TF ) dTF

II.C. TRANSFER KALOR DARI BATUAN PANAS KERING KE FLUIDA KERJA Transfer kalor dari batuan panas kering ke fluida kerja berlangsung secara melalui beberapa tahap, yaitu : Konduksi pada batuan panas kering Transfer kalor antar muka antara pada permukaan luar tabung Paku Bumi Konduksi pada tabung paku bumi Transfer kalor antar muka pada permukaan dalam tabung Paku Bumi

Selanjutnya akan dibahas masing-masing tahap tersebut. II.C.1. Transfer kalor antar muka pada permukaan dalam tabung Paku Bumi Transfer kalor antar muka pada permukaan dalam tabung Paku Bumi terjadi antara permukaan dalam tabung tersebut dengan fluida kerja. Dalam hal ini, dapat dirumuskan :
* Q B = DF U iF ( TWi ( z ) TF ( z ) )

(38)

Dengan :
* QB

: : : :

Kalor yang ditransfer ke fluida kerja per satuan luas (W/m2) Diameter dalam tabung Paku Bumi (m) Koefisien transfer kalor permukaan dalam tabung Paku Bumi (W/(m2K)) Suhu permukaan dalam tabung Paku Bumi (K)

DF U iF TWi

Selanjutnya persamaan (38) dapat ditulis menjadi : TWi ( z ) TF ( z ) =


* QB DF U iF

(39)

14

II.C.2. Konduksi kalor pada tabung Paku Bumi Konduksi kalor pada tabung Paku Bumi dirumuskan sebagai : 1 d d r TW = 0 r dr dr Persamaan ini diselesaikan dengan syarat batas : r= DF TW = TWi 2 (40)

D r = F + F TW = TWo 2 Dengan :

(41)

F
TW

: :

Ketebalan dinding tabung Paku Bumi (m) Suhu tabung Paku Bumi (K)

Persamaan (40) dapat ditulis menjadi : d d r TW = 0 dr dr Selanjutnya dilakukan integrasi pada persamaan (43) sehingga : r Dengan : C1 : Konstanta integrasi pertama d TW = C1 dr (43) (42)

Selanjutnya, berdasarkan kesetaraan konduksi kalor, maka : 2rkW Dengan : kW : Konduktivitas tabung Paku Bumi (W/(m.K)) d * TW = QB dr (44)

15

Dengan demikian :
* QB C1 = 2kW

(45)

Maka persamaan (43) dapat ditulis menjadi :


* QB d TW = dr 2kW r

(46)

Integrasi persamaan (46) menghasilkan :


* QB TW = ln r + C 2 2kW

(47)

Dengan : C2 : Konstanta integrasi kedua

Berdasarkan syarat batas pada persamaan (41), maka :


* QB D TWi = ln F + C 2 2kW 2 * QB D ln F + F + C 2 2kW 2

(48)

TWo =

(49)

Jika persamaan (49) dikurangi persamaan (48) maka diperoleh :


* D + 2 F QB TWo ( z ) TWi ( z ) = ln F 2kW DF

(50)

II.C.3. Transfer kalor antar muka pada permukaan luar tabung Paku Bumi Transfer kalor antar muka pada permukaan luar tabung Paku Bumi terjadi antara permukaan luar tabung tersebut dengan permukaan batuan panas kering yang menyentuh tabung Paku Bumi. Dalam hal ini, dapat dirumuskan :
* QB = ( DF + 2 F )U oF ( TBS ( z ) TWo ( z ) )

(51)

16

Dengan : U oF TBS : : Koefisien transfer kalor permukaan dalam tabung Paku Bumi (W/(m2K)) Suhu permukaan batuan panas kering yang menyentuh tabung Paku Bumi (K)

Selanjutnya persamaan (51) dapat ditulis menjadi : TBS ( z ) TWo ( z ) = II.C.4. Konduksi kalor batuan panas kering Konduksi kalor pada batuan panas kering : 1 2 r TBR + 2 TBR = 0 r r r z Persamaan ini diselesaikan dengan syarat batas : r= DF + F TBR = TBS 2 r = TBR = TB (53)
* QB ( DF + 2 F )U oF

(52)

(54)

Dengan : TBS TBR TB : : : Suhu batuan panas kering yang menyentuh tabung Paku Bumi (K) Suhu batuan panas kering di dekat tabung Paku Bumi (K) Suhu batuan panas kering jauh dari tabung Paku Bumi (K)

Diambil asumsi sebagai berikut : q '' ( r ) TBR = E z kE Dengan :


'' qE

(55)

Fluks kalor panas bumi pada batuan panas kering searah dengan arah tabung Paku Bumi (W/m2)
17

kE

Konduktivitas batuan panas kering (W/(m.K))

Dalam menyelesaikan persamaan (53), diasumsikan distribusi suhu atau fluks kalor atau gradien suhu arah aksial tabung Paku Bumi telah diketahui. Maka persamaan (53) dapat ditulis menjadi :
'' 1 d d 1 dq E ( r ) r TBR = r dr dr k E dz '' 1 dq E ( r ) d d r r TBR = k dr dr E dz

(56)

(57)

Distribusi gradien suhu ke arah aksial harus diasumsikan sedemikian rupa sehingga pada r =
'' TBR ( r ) dT B dq E ( r ) = = kons tan ta . Sehingga = 0 . Hal ini berarti pada r = maka z dz dz diambil asumsi :

maka

2TBR ( r ) d 2TB = dz 2 z 2
Selanjutnya diambil asumsi bahwa :

( DF + 2 F ) 3 8r 3

(58)

TB =0 r Maka persamaan (57) dapat ditulis menjadi : d 2 TB 1 d d r ( TBR TB ) = dz 2 r dr dr d 2 TB d d r ( TBR TB ) = dz 2 dr dr Integrasi persamaan (62) menghasilkan : d 2 TB d r ( TBR TB ) = dz 2 dr Dengan : ( DF + 2 F ) 3 + C3 8r ( DF + 2 F ) 3 8r 3 ( DF + 2 F ) 3 8r 2

(59)

(60)

(61)

(62)

18

C3

Konstanta intergrasi pertama

Pada r = maka

d d ( TBR TB ) = 0 atau r d ( TBR TB ) = 0 sehingga C3 = 0 . TBR = 0 atau dr dr dr

Maka persamaan (62) dapat ditulis menjadi : d 2 TB d ( TBR TB ) = 2 dz dr Integrasi persamaan (63) menghasilkan : d 2 TB ( DF + 2 F ) 3 ( z) TBR ( z ) TB ( z ) = +C 4 8r dz 2 (64) ( DF + 2 F ) 3 8r 2 (63)

Persamaan (64) diselesaikan dengan syarat batas pada r = maka TBR = TB atau TBR TB = 0 , sehingga C 4 = 0 . Persamaan (64) menjadi :
3 d 2 TB ( z ) ( DF + 2 F ) TBR ( z ) TB ( z ) = dz 2 8r

(65)

Dengan demikian, pada permukaan luar tabung Paku Bumi berlaku :


2 d 2 TB ( z ) ( DF + 2 F ) TB ( z ) TBS ( z ) = dz 2 4

(66)

Dan : 2 d ( TBR ( z ) TB ( z ) ) D = d T2B ( z ) ( DF + 2 F ) dz dr 2 r= F 2 Dan karena telah diambil asumsi bahwa (67)

TB dTB = 0 atau = 0 , maka persamaan (67) menjadi : r dr (68)

d 2 TB DF d TBR ( z ) = dz 2 ( z ) 2 + F D dr r= F 2 Untuk jarak yang cukup jauh dari tabung Paku Bumi, maka persamaan (55) menjadi

19

'' qE d TB = dz kE

(69)

Dengan :
'' qE

Fluks kalor panas bumi pada batuan panas kering searah dengan arah tabung Paku Bumi pada posisi jauh dari tabung Paku Bumi (W/m2)

Sehingga persamaan (68) menjadi : d 1 d '' D TBR ( z ) = q E ( z ) F + F D dr k E dz 2 r= F


2

(70)

Fluks kalor dari batuan panas kering ke fluida kerja Paku Bumi dengan demikian adalah :
* QB ( z ) = DF k E

d TBR ( z ) D dr r= F
2

(71)

d '' D * QB ( z ) = q E ( z ) F + F DF dz 2 d 2 TB ( z ) DF + F Q ( z ) = DF k E dz 2 2
* B

(72)

(73)

Demikian juga persamaan (66) dapat menjadi : TB ( z ) TBS ( z ) =


* QB ( z ) k E DF

DF +F 2

(74)

II.D. TRANSFER KALOR OVERALL PADA ZONA PEMANASAN II.D.1. Transfer kalor overall dari batuan panas kering ke fluida kerja Paku Bumi Secara keseluruhan, transfer kalor keseluruhan dari dari batuan panas kering ke fluida kerja Paku Bumi dapat ditulis sebagai :
* QB ( z ) = DF U F ( TB ( z ) TF ( z ) )

(75)

Dengan : UF : Koefisien transfer kalor overall dari batuan panas kering ke fluida kerja Paku Bumi
20

(W/(m2.K))

Persamaan (75) dapat ditulis menjadi :


* QB ( z ) TB ( z ) TF ( z ) = U F DF

(76)

Beda suhu keseluruhan adalah sama dengan jumlahan beda suhu masing-masing tahap transfer kalor, yaitu : TB ( z ) TF ( z ) = ( TB ( z ) TBS ( z ) ) + ( TBS ( z ) TWo ( z ) ) + ( TWo ( z ) TWi ( z ) ) + ( TWi ( z ) TF ( z ) ) (77)

Dengan mensubstitusikan persamaan (74), persamaan (52), persamaan (50) dan persamaan (39) ke persamaan (77), diperoleh : TB ( z ) TF ( z ) = Atau : 1 DF D + 2 F 1 1 * TB ( z ) TF ( z ) = Q B ( z ) +F + + ln F k D 2 DF ( DF + 2 F )U oF 2kW E F 1 + D U F iF (79)
* QB ( z ) k E DF * D + 2 F QB Q* DF +F + + B ln F DF 2 ( DF + 2 F )U oF 2kW * QB + D U F iF

(78)

Dengan membandingkan persamaan (79) dengan persamaan (76), maka dapat diketahui bahwa : UF = 1 1 DF DF + 2 F 1 1 DF k D 2 + F + ( D + 2 )U + 2k ln DF F F oF W E F 1 + D U F iF (80)

Dengan memperhitungkan adanya efek fouling, maka :


UF = 1 1 D F D k F E 1 D F + 2 F 1 1 DF +F + U + FoF + 2k ln D 2 ( D F + 2 F ) oF W F 1 + D F 1 (81) U + FiF iF

Dengan : FiF FoF : : Factor fouling pada bagian dalam tabung paku bumi pada zona pemanasan (m2K/W) Factor fouling pada bagian luar tabung paku bumi pada zona pemanasan (m2K/W)
21

II.D.2. Persamaan neraca kalor fluida kerja pada zona pemanasan Dengan menggunakan nilai fluks kalor dari batuan panas kering ke fluida kerja Paku Bumi sebagaimana dirumuskan pada persamaan (76), maka persamaan neraca kalor fluida kerja Paku Bumi (persamaan (17) untuk kondisi subcooled, persamaan (22) untuk kondisi pendidihan dan persamaan (24) untuk konsisi superheat) dapat ditulis sebagai berikut : Untuk zona subcooled, persamaan (17) menjadi : d TF = dz

DF U F ( TB ( z ) TF ( z ) ) DM U M ( TF ( z ) TM ( z ) ) TF

d d c pFL ( p F , TF ) pF dp F dz d m F c pFL ( p F , TF ) + TF c pFL ( p F , TF ) dTF

(82)

Untuk zona pendidihan suhu fluida kerja adalah suhu saturasi, sehingga persamaan (22) dapat menjadi : d = dz

DF U F ( TB ( z ) Tsat ( p F ) ) DM U M ( TF ( z ) TM ( z ) )
m F ( hV ( p F ) hL ( p F ) )

d ( hV ( p F ) hL ( p F ) ) d p F dp F dz (83)

Dengan : Tsat ( p F ) : Suhu saturasi pada tekanan local fluida kerja (K)

Untuk zona superheat, persamaan (24) menjadi : d TF = dz

DF U F ( TB ( z ) TF ( z ) ) DM U M ( TF ( z ) TM ( z ) ) TF

d d c pFV ( p F , TF ) pF dp F dz d m F c pFV ( p F , TF ) + TF c pFV ( p F , TF ) dTF

(84)

II.E. PERHITUNGAN KOEFISIEN TRANSFER KALOR ANTARA FLUIDA DENGAN DINDING II.E.1. Koefisien transfer kalor antara fluida umpan dengan dinding pipa umpan.

22

Fluida umpan harus selalu dijaga supaya dalam kondisi subcooled. Koefisien transfer kalor antara fluida umpan dengan dinding pipa umpan dihitung dalam kondisi cair subcooled sebagai berikut : U iM = Dengan : U iM k ML DM Nu M : : : : Koefisien transfer kalor permukaan dalam pipa umpan (W/(m2K)) Konduktivitas fluida umpan (fasa cair) (W/(m.K)) Diameter dalam pipa umpan (m) Bilangan Nusselt aliran fluida umpan k ML Nu M DM (85)

Untuk aliran laminar (Re 4000) maka bilangan Nusselt dihitung sebagai : Nu M D = 1,86 Re M PrM M LM
1/ 3

(86)

Sedangkan untuk aliran laminar (Re > 4000) maka bilangan Nusselt dihitung sebagai :
0 Nu M = 0,026 Re 0,8 PrM, 4 M

(87)

Dengan : Re M PrM LM : : : Bilangan Reynolds aliran fluida umpan Bilangan Prandtl aluran fluida umpan Panjang pipa saluran umpan (m)

Bilangan Reynolds dihitung sebagai : Re M Dengan : m F DM = ML AM N TP

(88)

23

mF

: : : :

Laju aliran fluida kerja = Laju aliran fluida umpan (kg/s) Viskositas fluida umpan (fasa cair) (kg/(m.s)) Luas penampang saluran fluida umpan (m2) Jumlah tabung Paku Bumi

ML
AM N TP

Karena fluida umpan mengalir di dalam pipa umpan, maka luas penampang aliran fluida umpan dapat dirumuskan sebagai : AM =

2 DM 4

(89)

Sehingga Bilangan Reynolds aliran fluida umpan dapat dihitung dengan : Re M

mF = 4 ML DM N TP

(90)

Bilangan Prandtl aliran fluida umpan dapat dihitung dengan : PrM = c pM ML k ML (91)

II.E.2. Koefisien transfer kalor antara fluida kerja dengan dinding pipa Fluida kerja mengalami tiga kondisi, yaitu kondisi subcooled (pada zona subcooled), kondisi dua fasa (pada zona pendidihan) dan kondisi superheated (pada zona superheat). II.E.2.a. Koefisien transfer kalor fluida kerja pada zona subcooled Pada zona subcooled, fluida kerja masih berupa cairan. Koefisien transfer kalor fluida kerja dihitung dengan cara yang sama sebagaimana dalam perhitungan koefisien transfer kalor fluida umpan, yaitu : U oM = k FL Nu FML D eFM k FL Nu FFL D eFF (92)

U iF = Dengan :

(93)

24

U oM U iF DeFM DeFM Nu FML Nu FFL k FL

: : : : : : :

Koefisien transfer kalor antara fluida kerja dengan dinding luar isolator pipa umpan (W/(m2K)) Koefisien transfer kalor antara fluida kerja dengan dinding dalam tabung Paku Bumi (W/(m2K)) Diameter ekivalen aliran fluida kerja sisi isolator pipa umpan (K) Diameter ekivalen aliran fluida kerja sisi tabung Paku Bumi (K) Bilangan Nusselt aliran fluida kerja sisi isolator pipa umpan (fasa cair) Bilangan Nusselt aliran fluida kerja tabung Paku Bumi (fasa cair) Konduktivitas fluida kerja pada zona subcooled (fasa cair) (W/(m.K))

Diameter ekivalen aliran fluida kerja masing-masing dapat dirumuskan menjadi : D eFM = 4 AF ( DM + 2 M + 2 I ) D eFM = Dengan : AF : Luas penampang aliran fluida kerja (m2) 4 AF DF (94)

(95)

Karena fluida kerja mengalir dalam ruang annulus, maka luas penampang aliran fluida kerja dapat dihitung sebagai :
2 AF = DF ( DM + 2 M + 2 I )

(96)

Untuk aliran laminar (Re 4000) maka bilangan Nusselt dihitung sebagai : Nu FML D = 1,86 Re FML PrFL eFM LSC D = 1,86 Re FFL PrFL eFF LSC
1/ 3

(97)
1/ 3

Nu FFL

(98)

Sedangkan untuk aliran laminar (Re > 4000) maka bilangan Nusselt dihitung sebagai :
25

0, Nu FML = 0,026 Re 0,8 PrFL3 FML 0, Nu FFL = 0,026 Re 0,8 PrFL4 FFL

(99) (100)

Dengan : Re FML Re FFL PrFL LSC : : : : Bilangan Reynolds aliran fluida kerja untuk sisi isolator pipa umpan (fasa cair) Bilangan Reynolds aliran fluida kerja untuk sisi tabung Paku Bumi (fasa cair) Bilangan Prandtl aluran fluida umpan (fasa cair) Panjang zona subcooled (m)

Bilangan Reynolds dihitung sebagai : Re FML m F DeFM = FL AF N TP m F DeFF = FL AF N TP


(101)

Re FFL Dengan :

(102)

FL

Viskositas fluida kerja pada zona subcooled (fasa cair) (kg/(m.s))

Bilangan Prandtl aliran fluida kerja pada zona subcooled dapat dihitung dengan : PrFL = c pFL FL k FL (103)

II.E.2.b. Fenomena dua fasa pada zona pendidihan Pada zona pendidihan terjadi fenomena aliran dua fasa. Dalam hal ini terdapat dua variable penting yaitu koalitas uap dan fraksi uap Kualitas uap didefinisikan sebagai perbandingan antara massa atau laju aliran massa uap terhadap massa total campuran, yaitu :

m FV m FV + m FL

(104)

26

Dengan : m FV m FL

: Laju aliran massa uap saturasi fluida kerja (kg/s) : Laju aliran massa cairan saturasi fluida kerja (kg/s)

Didefinisikan juga fraksi uap () yaitu perbandingan antara laju aliran volumetris uap terhadap laju aliran volumetris campuran, sebagai berikut :

=
Dengan :

V FV V FV + V FL

(105)

V FV V FL

: Fraksi uap : Laju aliran volumetris uap saturasi fluida kerja (kg/s) : Laju aliran volumetris cairan saturasi fluida kerja (kg/s)

Berdasarkan hubungan antara volume dengan massa, maka : mV FV mV mL + FV FL


m FV 1 m FV + m FL FV = m FV 1 m FV + m FV + m FL FV m FV + m FL

V FV V FV + V FL

FV = (1 ) + 1 FV FL FL

(106)

Atau :

+ (1 )

FV FL

(107)

Seringkali kecepatan uap dan cairan tidak sama, maka persamaan (107) dimodifikasi menjadi :

+ (1 ) S

FV FL

(108)

27

Dengan : S : Rasio slip, yaitu kecepatan uap dibagi dengan kecepatan cairan : Densitas uap saturasi fluida kerja (kg/m3) : Densitas cairan saturasi fluida kerja (kg/m3)

FV FL

II.E.2.c. Koefisien transfer kalor pada zona pendidihan Terdapat dua mekanisme pendidihan yaitu pendidihan inti dan pendidihan film. Pada pendidihan inti, terbentuk gelembung uap pada dinding pemanas. Gelembung tersebut akhirnya terlepas ke aliran fluida curah dan selanjutnya terbentuk gelembung baru pada permukaan fluida pemanas. Demikian seterusnya, dinamika pembentukan gelembung dan pelepasannya menyebabkan terjadinya turbulensi di sekitar dinding pemanas yang menyebabkan fluida cair yang lebih dingin berkesempatan untuk bersentuhan dengan dinding pemanas. Oleh sebab itu, pendidihan inti biasanya menghasilkan nilai koefisien transfer kalor yang tinggi. Pendidihan film jika fluks transfer kalor dari dinding pemanas sangat tinggi. Atau dengan kata lain perbedaan suhu dinding pemanas dengan suhu saturasi fluida sangat tinggi. Dalam hal ini pembentukan gelembung pada permukaan dinding pemanas berlangsung sangat cepat sehingga gelembung-gelembung tersebut saling bergabung membentuk lapisan film uap di sekitar dinding pemanas. Lapisan film ini menghalangi fluida cair untuk menyentuh permukaan dinding pemanas. Dengan demikian, pendidihan film cenderung menghasilkan nilai koefisien transfer kalor relatif rendah. Batas nilai fluks kalor di mana pendidihan berubah mekanisme dari pendidihan gelembung menjadi pendidihan film disebut sebagai fluks kalor kritis. Jika nilai fluks kalor aktual di bawah nilai fluks kritis, maka mekanisme pendidihan adalah pendidihan gelembung. Sebaliknya jika nilai fluks kalor di atas fluks kalor kritis, maka mekanisme pendiduhan berubah menjadi pendidihan film. Pada pendidihan film, digunakan korelasi : p Twi Tsat = 0,7105 q '' exp 88,17 Dengan : Twi Tsat : Suhu dinding pemanas yang bersentuhan dengan fluida (K) : Suhu saturasi fluida (K)
28

(109)

q '' p

: Fluks kalor dari dinding pemanas (W/m2) : Tekanan fluida (bar)

Persamaan (109) dapat ditulis menjadi (Tong dan Weisman, 1970, halaman 201 dan 281) : q '' =

( Twi Tsat ) 2
p 0,7105 exp 88,17
2

(109)

Atau : p 2 q '' = 1,8491( Twi Tsat ) exp 44,09 Berdasarkan definisi koefisien transfer kalor, maka diperoleh : p U iF = 1,8491( Twi Tsat ) exp 44,09 (111) (110)

Untuk pendidihan film pada kualitas uap rendah, digunakan persamaan sebagai berikut (Tong dan Weisman, 1970, halaman 211 dan 281) : Nu FB = 0,0193 Re Dengan :
0 ,80 FB

Pr

1, 23 FB

FV

0 , 68

FV FL

(112)

F = FV + (1 ) FL

(113)

Untuk pendidihan film pada kualitas uap menengah, digunakan persamaan sebagai berikut (Tong dan Weisman, 1970, halaman 212 dan 281) : Nu FB 1 = 0,0036 Re FB
0 ,853

1/ PrFB3 1

(114)

Untuk pendidihan film pada kualitas uap tinggi, digunakan persamaan sebagai berikut (Tong dan Weisman, 1970, halaman 212 dan 281) :

29

0, Nu FB = 0,020 Re 0,80 PrFB4 FB

Tsat Twi

(115)

Untuk persamaan (112) hingga persamaan (115), maka : Nu FB Re FB PrFB Twi Tsat : Bilangan Nusselt pendidihan : Bilangan Reynold pendidihan : Bilangan Prandtl pendidihan : Suhu dinding pemanas yang bersentuhan dengan fluida (K) : Suhu saturasi fluida (K) : Densitas cairan saturasi (kg/m3) : Densitas uap saturasi (kg/m3) : Kualitas uap : Fraksi uap

L V

Selanjutnya koefisien transfer kalor dihitung dengan : U iF = Dengan : k FL : Konduktivitas fluida kerja pada kondisi cair saturasi (W/(m.K)) k FL Nu FB D eFF (116)

Bilangan Reynolds dihitung dengan : Re FB Dengan : m F DeFF = FL AF N TP

(117)

FL

Viskositas fluida kerja pada kondisi cair saturasi (kg/(m.s))

30

Bilangan Prandtl aliran fluida umpan dapat dihitung dengan : PrFL = Dengan : c pFL : Kalor jenis fluida kerja pada kondisi cair saturasi (J/(kg.K)) c pFL FL k FL (118)

Sedangkan pada sisi isolator pipa umpan, fluida kerja mengalami pendinginan. Dalam hal ini, koefisien transfer kalor didekati dengan koefisien transfer kalor pengembunan sebagai berikut (Bird dkk, 2002, halaman 447) : U oM Dengan : Tiso hFV hFL : : : Suhu permukaan luar isolator pipa umpan (K) Entalpi uap jenuh fluida kerja (J/kg) Entapli cair jenuh fluida kerja (J/kg)
3 2 k FL L g ( hFV hFL ) = 0,725 ( D + 2 + 2 )( T T ) M I sat iso FL M 1/ 4

(119)

II.E.2.d. Koefisien transfer kalor fluida kerja pada zona superheat Pada zona superheat, fluida kerja berupa uap panas lanjut. Koefisien transfer kalor fluida kerja dihitung berdasarkan sifat-sifat uap panas lanjut : U oM = k FV Nu FMV D eFM k FV Nu FFV D eFF (120)

U iF = Dengan : Nu FMV Nu FFV : :

(121)

Bilangan Nusselt aliran fluida kerja sisi isolator pipa umpan (fasa uap panas lanjut) Bilangan Nusselt aliran fluida kerja tabung Paku Bumi (fasa uap panas lanjut)
31

k FV

Konduktivitas fluida kerja pada zona subcooled (fasa uap panas lanjut) (W/(m.K))

Bilangan Nusselt untuk uap panas lanjut dihitung sebagai (tong dan Weisman, 1970, halaman 196) : D 0, Nu FMV = 0,0073 Re 0,886 PrFV62 1 + 2,76 eFM FMV LSH D 0, Nu FFV = 0,0073 Re 0,886 PrFV62 1 + 2,76 eFF FFV LSH Dengan : LSH : Panjang zona superheat (m) (123)

(124)

Bilangan Reynolds dihitung sebagai : Re FMV m F DeFM = FV AF N TP m F DeFF = FV AF N TP


(125)

Re FFV Dengan :

(126)

FV

Viskositas fluida kerja pada konsisi panas lanjut (superheat) (kg/(m.s))

Bilangan Prandtl aliran fluida kerja pada zona superheat dapat dihitung dengan : PrFL = c pFV FV k FV (127)

II.F. PERHITUNGAN DISTRIBUSI TEKANAN SEPANJANG ALIRAN FLUIDA II.F.1. Perumusan Umum

32

Untuk menyelesaikan persamaan neraca kalor baik untuk fluida umpan maupun fluida kerja, perlu diketahui distribusi tekanan sepanjang aliran fluida umpan dan fluida kerja. Secara umum, distrubusi tekanan sepanjang aliran fluida dapat dirumuskan sebagai : dp friksi dp elevasi dp akselerasi dp = dz dz dz dz Dengan : dp dz dp friksi dz dpelevasi dz dpakselerasi dz : : Gradien penurunan tekanan elevasi (Pa) Gradien Perubahan tekanan akselerasi aliran fluida (Pa) : : Gradien tekanan sepanjang aliran fluida (Pa/m) Gradien penurunan tekanan friksi (Pa) (128)

Penurunan tekanan friksi disebabkan oleh gesekan antara fluida yang mengalir dengan dinding pipa. Secara umum, gradien penurunan tekanan friksi dirumuskan dengan : dp friksi dz Dengan : f m De

f m = D e 2 A 2

(129)

: : : : :

Factor friksi Laju aliran fluida (kg/s) Diameter ekivalen saluran (m) Densitas fluida (kg/m3) Luas penampang aliran (m2)

33

Tanda (+) pada persamaan (129) digunakan jika perhitungan dilakukan searah dengan arah aliran sedangkan tanda (-) pada persamaan (129) digunakan jika perhitungan dilakukan berlawanan dengan arah aliran. Penurunan tekanan elevasi disebabkan oleh perubahan ketinggian fluida. Secara umum, penurunan tekanan elevasi dirumuskan sebagai berikut : dp elevasi = gSin( ) dz Dengan : (130)

Sudut kemiringan tabung Paku Bumi (radian)

Tanda (+) pada persamaan (130) digunakan jika : aliran naik dan perhitungan dilakukan searah dengan arah aliran aliran turun dan perhitungan dilakukan berlawanan dengan arah aliran

Tanda (-) pada persamaan (130) digunakan jika : aliran naik dan perhitungan dilakukan berlawanan dengan arah aliran aliran turun dan perhitungan dilakukan searah dengan arah aliran

Penurunan tekanan akselerasi disebabkan oleh perubahan kecepatan aliran fluida akibat perubahan densitas atau perubahan luas penampang aliran. Secara umum, gradien penurunan tekanan akselerasi dirumuskan dengan : dp akselerasi d m = dz dz 2 A 2
2

(131)

Tanda (+) pada persamaan (131) digunakan jika perhitungan dilakukan searah dengan arah aliran sedangkan tanda (-) pada persamaan (131) digunakan jika perhitungan dilakukan berlawanan dengan arah aliran. Dengan demikian gradien tekanan sepanjang aliran fluida dapat dihitung dengan :
2 2 f m dp d m = + gSin( ) 2 2 dz dz 2 A De 2 A

(132)

34

Tanda (-) di depan kurung pada persamaan (132) digunakan jika perhitungan dilakukan searah dengan arah aliran sedangkan tanda (+) di depan kurung pada persamaan (132) digunakan jika perhitungan dilakukan berlawanan dengan arah aliran. Tanda (+) di depan suku elevasi pada persamaan (132) digunakan jika aliran naik sedangkan tanda (-) di depan suku elevasi pada persamaan (132) digunakan jika aliran turun. Tabung Paku Bumi dan pipa umpan memiliki diameter konstan sepanjang arah aliran fluida sehingga luas penampang alirannya juga konstan. Demikian juga laju aliran fluida sepanjang tabung Paku Bumi dan pipa umpan juga konstan, dengan demikian persamaan (132) menjadi : 2 mF dp = 2 dz 2 N TP A Atau : 2 mF dp = 2 dz 2 N TP A Atau :
2 mF f dp 1 d gSin( ) = 2 D dz dz 2 N TP A e

f d 1 D + dz gSin( ) e

(133)

f 1 d D 2 dz gSin( ) e

(134)

(135)

II.F.2. Gradien penurunan tekanan pada fluida umpan Fluida umpan mengalir turun dan dalam hal ini perhitungan fluida umpan dilakukan berlawanan dengan arah alirannya. Oleh karena itu, maka persamaan (135) menjadi : dp M mF = 2 dz 2 N TP AM ML
2

fM 1 d ML ML gSin( ) D dz M ML

(136)

Dalam hal ini densitas fluida adalah densitas pada fasa cair subcooled yang merupakan fungsi suhu dan tekanan, sebagai berikut :

ML = ML ( TM , p M )
Sehingga :

(137)

35

d ML d ML dp M d ML dTM = + dz dp M dz dTM dz Dengan demikian, persamaan (136) menjadi : dp M mF = 2 dz 2 N TP AM ML Atau : dp M mF = 2 dz 2 N TP AM ML


2 2 2

(138)

fM 1 D ML M

d ML dp M d ML dTM ML gSin( ) + dp dTM dz M dz

(139)

fM 1 d ML dTM mF 1 d ML dp M ML gSin( ) (140) D 2N A2 dTM dz dp M dz M ML ML TP M ML


2

dp M d ML dp M mF mF + = 2 2 2 dz 2 N TP AM ML dp M dz 2 N TP AM ML
2 d ML mF 1 + 2 2 2 N TP AM ML dp M 2 dp M mF = 2 2 N TP AM ML dz

fM 1 d ML dTM ML gSin( ) (141) D dT dz M ML M fM 1 d ML dTM ML gSin( ) (142) D dz M ML dTM

Sehingga distribusi tekanan fluida umpan sepanjang pipa umpan dapat dihitung dengan : mF 2 2 N TP AM ML
2

dp M = dz

fM 1 d ML dTM ML gSin( ) D ML dTM dz M 1+ d ML mF 2 2 2 N TP AM ML dp M


2

(143)

Untuk aliran laminar (Re 4000) maka faktor friksi dihitung dengan : fM = 64 Re M (144)

Sedangkan untuk aliran laminar (Re > 4000) maka faktor friksi dihitung dengan : fM = Bilangan Reynolds dihitung sebagai : 0,184 Re 0, 2 M (145)

36

Re M

m F DM = ML AM N TP

(146)

II.F.3. Gradien penurunan tekanan pada fluida kerja Fluida kerja mengalir naik dan dalam hal ini perhitungan fluida umpan dilakukan searah dengan arah alirannya. Oleh karena itu, maka persamaan (135) menjadi : dp F mF = 2 dz 2 N TP AF F Dalam hal ini : DeF = DeFF + DeFM II.F.3.a. Gradien penurunan tekanan fluida kerja pada zona subcooled Pada zona subcooled, maka gradien penurunan tekanan fluida kerja menjadi : dp F mF = 2 dz 2 N TP AF FL
2 2

fF 1 d F D dz F eF

F gSin( )

(147)

(148)

f FL 1 d FL FL gSin( ) D dz FL eF

(149)

Dalam hal ini densitas fluida adalah densitas pada fasa cair subcooled yang merupakan fungsi suhu dan tekanan, sebagai berikut :

FL = FL ( TF , p F )
Sehingga : d FL d FL dp F d FL dTF = + dz dp F dz dTF dz Sehingga distribusi tekanan fluida kerja sepanjang zona subcooled dapat dihitung dengan : mF 2 2 N TP AF FL
2

(150)

(151)

dp F = dz

f FL 1 d FL dTF FL gSin( ) D eF FL dTF dz 1+ d FL mF 2 2 2 N TP AF FL dp F


2

(152)

37

Untuk aliran laminar (Re 4000) maka faktor friksi dihitung dengan : f FL = 64 Re FL (153)

Sedangkan untuk aliran laminar (Re > 4000) maka faktor friksi dihitung dengan : f FL = Bilangan Reynolds dihitung sebagai : Re FL m F DeF = FL AF N TP

0,184 Re 0, 2 FL

(154)

(155)

II.F.3.b. Gradien penurunan tekanan fluida kerja pada zona pendidihan Pada zona pendidihan, persamaan (147) menjadi : dp F mF = 2 dz 2 N TP AF Dengan : R BL : Faktor multiplikasi friksi aliran dua fasa
2

f FL R BL 1 d F D 2 dz F FL eF

F gSin( )

(156)

Dalam kondisi pendidihan, suhu merupakan suhu saturasi yang tergantung tekanan, maka perubahan densitas terhadap perubahan tekanan. Perubahan densitas terhadap perubahan posisi dapat dirumuskan sebagai berikut : d F d F dp F = dz dp F dz Sehingga persamaan (156) menjadi : dp F mF = 2 dz 2 N TP AF
2 2

(158)

f FL R BL 1 d F dp F D 2 dp dz F gSin( ) F F FL eF
2

(159)

dp F f FL R BL mF mF 1 d F dp F = + F gSin( ) 2 2 2 dz 2 N TP AF FL DeF 2 N TP AF F dp F dz

(160)

38

dp F f FL R BL mF 1 d F dp F mF = F gSin( ) 2 2 2 dz 2 N TP AF F dp F dz 2 N TP AF FL DeF
2 2 f FL R BL mF 1 d F dp F mF = F gSin( ) 1 2 2 2 2 N TP AF FL DeF 2 N TP AF F dp F dz

(161)

(162)

Sehingga diperoleh : f FL R BL mF F gSin( ) 2 2 N TP AF FL DeF 1 mF 1 d F 2 2 2 N TP AF F dp F


2 2

dp F = dz

(163)

Faktor friksi dihitung dengan mengasumsikan aliran seluruhnya dalam keadaan cair. Untuk Re 4000 maka faktor friksi dihitung dengan : f FL = 64 Re FL (164)

Sedangkan untuk Re > 4000 maka faktor friksi dihitung dengan : f FL = Bilangan Reynolds dihitung sebagai : Re FL m F DeF = FL AF N TP

0,184 Re 0, 2 FL

(165)

(166)

Gradien penurunan tekanan untuk aliran dua fasa dapat ditulis sebagai : dp dz Dengan : m FL

dua fasa

f = FL 2 DeF

2 2 m FL m FV + 2 2 FL AFL S FV AFV

(167)

Laju aliran fluida kerja yang berupa cairan jenuh (kg/s)

39

m FV AFL AFV

: : : : : :

Laju aliran fluida kerja yang berupa uap jenuh (kg/s) Luas penampang aliran fluida kerja yang diisi cairan jenuh (m2) Luas penampang aliran fluida kerja yang diisi uap jenuh (m2) Densitas cairan jenuh (kg/m3) Densitas uap jenuh (kg/m3) Rasio slip, yaitu kecepatan uap dibagi dengan kecepatan cairan

FL FV
S

Berdasarkan definisi kualitas uap dan fraksi uap, maka : m FV = m F m FL = (1 ) m F AFV = AF AFL = (1 ) AF

(168) (169) (170) (171)

Dengan mensubstitusikan persamaan (168) hingga persamaan (171) ke persamaan (167), maka : dp dz f mF = FL 2 2 DeF FL AF
2 2 1 2 + FL 1 S FV

(172)

dua fasa

Persamaan (172) dapat ditulis menjadi : dp dz f mF = FL RBL 2 2 DeF FL AF


2

(173)

dua fasa

Dengan demikian, faktor koreksi friksi dua fasa adalah :

1 R BL = + FL S FV 1

(174)

Berdasarkan hubungan antara fraksi uap dengan kualitas uap, maka :

40

+ (1 ) S

FV FL

(175)

= + (1 ) S FV FL

(176) (177)

1 = 1

(1 ) + (1 ) S FV
+ (1 ) S FV FL FL

+ (1 ) S

FV FL

Atau : 1 1 FL = 1 S FV + (1 ) S FV FL (178)

Dengan mensubstitusikan persamaan (176) dan persamaan (178) ke persamaan (174), maka : R BL Atau : R BL = FL S FV + (1 ) S FV FL + FL S FV
2

+ (1 ) S FV FL

(179)

= FL S FV

FL FV S + 1 + (1 ) S FL FV 1 S FV FL

(180)
2

R BL

= FL S FV = FL S FV

FL + S FV S FV FL + S FV S FV

+ S FV FL

(181)
2

R BL

( FL S FV ) + S FV FL
2

(182)

R BL

+ S FV = FL S FV

( FL S FV ) + S FV S FV

(183)

41

R BL

+ S FV = FL S FV

FL S FV S FV

+ 1

(184)

Densitas fluida campuran dua fasa dihitung dengan :

F = FV + (1 ) FL F = FL + ( FV FL )

(185) (186)

Hubungan antara fraksi uap dengan kualitas uap diberikan oleh persamaan (108). Dengan mensubstitusikan persamaan (108) ke persamaan (186) maka diperoleh :

F = FL +

( FV FL ) + (1 ) S FV FL

(187)

Atau :

F = FL + F =

( FV FL ) FL FL + (1 ) S FV

(188)

FL ( FL + (1 ) S FV ) + ( FV FL ) FL FL + (1 ) S FV
2 2 FL + (1 ) S FV FL + FV FL FL FL + (1 ) S FV

(189)

F =
Sehingga :

(190)

F = F =

(1 S + ) FV FL FL + (1 ) S FV

(191)

(1 ( S 1) ) FV FL FL + (1 ) S FV

(191)

Perubahan densitas terhadap perubahan tekanan dengan demikian dapat dihitung dengan : d F d (1 ( S 1) ) FV FL = dp F dp F FL + (1 ) S FV Atau : (192)

42

d F 1 = + (1 ) S dp F FL FV

d dp ( (1 ( S 1) ) FV FL ) F d 1 + ( (1 S + ) FV FL ) + (1 ) S dp F FL FV

(193)

d d F 1 = + (1 ) S dp ( (1 ( S 1) ) FV FL ) dp F FL FV F (1 S + ) FV FL d ( + (1 ) S FV ) ( FL + (1 ) S FV ) 2 dp F FL d ( (1 ( S 1) ) FV FL ) dp F (1 S + ) d FV FL ( FL + (1 ) S FV ) + (1 ) S dp FV F FL d ( (1 ( S 1) ) FV FL ) dp F (1 S + ) d FV FL ( FL + (1 ) S FV ) + (1 ) S dp FV F FL

(194)

d F 1 = dp F FL + (1 ) S FV

(195)

d F 1 = dp F FL + (1 ) S FV

(196)

d F 1 = dp F FL + (1 ) S FV

(1 ( S 1) ) d FL + (1 ( S 1) ) d FV FV FL dp F dp F d (1 ( S 1) ) + FV FL dp F (1 S + ) FV FL d d + (1 ) S dp FL + dp (1 ) S FV FL FV F F + FL d FV dp F

(197)

d F 1 = dp F FL + (1 ) S FV

d FL (1 ( S 1) ) FV dp F (1 S + ) FV FL + (1 ) S FL FV

d FV FL ( S 1) dp F d FL d + FL + dp F dp F (198) d FV dS (1 ) S + (1 ) FV dp F dp F d (1 ) + FV S dp F
43

d F 1 = dp F FL + (1 ) S FV

d FV d FL FV (1 ( S 1) ) + FL dp F dp F dS d FV FL dp + ( S 1) dp F F d d FL + ( FL FV S ) + dp F (1 S + ) FV FL dp F dS FL + (1 ) S FV (1 ) S d FV + FV dp dp F F

(199)

Dalam sisi pandang nilai entalpi, kualitas uap didefinisikan sebagai :

=
Dengan : hFL hFV : :

hF hFL hFV hFL

(200)

Entalpi cairan jenuh fluida kerja (J/kg) Entalpi uap jenuh fluida kerja (J/kg)

Dengan demikian : d d hF hFL = dp F dp F hFV hFL Atau : d 1 = dp F hFV hFL d 1 = h h dp F FV FL d 1 = h h dp F FV FL d ( hF hFL ) + ( hF hFL ) d dp dp F F 1 h h FL FV (202) (201)

d ( hF hFL ) d dp ( hF hFL ) ( h h ) 2 dp ( hFV hFL ) F F FV FL d ( hFV hFL ) dp F

(203)

d hF hFL dp ( hF hFL ) h h FL F FV

(204)

44

d 1 = h h dp F FV FL d 1 = h h dp F FV FL

dhF dhFL hF hFL dp dp h h F FL F FV

dhFV dhFL dp dp F F

dhFL dp F

(205)

dhF hF hFL dp h h FL F FV

dhFV hFV + hFL + hF hFL dp + hFV hFL F dhFV hFV hF dp h h FL F FV dhFL dp F

(206)

d 1 = h h dp F FV FL

dhF hF hFL dp h h FL F FV

(207)

Entalpi fluida tidak berubah karena perubahan tekanan local. Entalpi fluida berubah karena adanya transfer kalor. Maka : dhF =0 dp F Dengan demikian, maka persamaan (207) menjadi : d 1 = dp F ( hFV hFL ) 2 dh dh ( hF hFL ) FV ( hFV hF ) FL dp F dp F (209) (208)

II.F.3.c. Perhitungan rasio slip Slip rasio didefinisikan sebagai perbandingan kecepatan uap terhadap kecepatan cairan. Yaitu : S= v FV v FL + v FV = v FL v FL S = 1+ Dengan : v FL v FV v FV : : : Kecepatan cairan terhadap kerangka diam (m/s) Kecepatan uap terhadap kerangka diam (m/s) Kecepatan uap terhadap cairan (m/s) v FV v FL (210)

(211)

Karena persamaan kontinuitas harus terpenuhi, maka :


45

m F = m FV + m FL Atau : m F = FV v FV AFV + FL v FL AFL m F = FV v FV AF + FL v FL (1 ) AF


(212)

(213) (214) (215) (216) (217)

FL v FL (1 ) AF = m F FV v FV AF FL v FL (1 ) AF = m F FV ( v FL + v FV )AF FL v FL AF = m F + FV v FV AF
Sehingga : v FL m F + FV v FV AF = FL AF

(218)

Dengan mensubstitusikan persamaan (218) ke persamaan (211), maka diperoleh : S = 1+ Persamaan (219) dapat ditulis menjadi :

FL AF v FV
m F + FV AF v FV

(219)

( S 1) m F + FV AF v FV = FL AF v FV

(220)

Hubungan antara fraksi uap dengan kualitas uap diberikan oleh persamaan (108). Dengan mensubstitusikan persamaan (108) ke persaamaan (220) maka diperoleh : A v ( S 1) m F + FV F FV + (1 ) S FV FL

= A v FL F FV

(221)

( S 1) m F + (1 ) S FV + FV AF v FV = FL AF v FV + (1 ) S FV

FL

FL

(222)

46

m F + (1 ) S FV FL

( S 1) + FV AF v FV ( S 1) = FL AF v FV + (1 ) S FV FL

(223)

m F ( S 1) + m F (1 ) S

FV ( S 1) + FV AF v FV ( S 1) FL = FL AF v FV + FL AF v FV (1 ) S FV FL

(224)

m F ( S 1) + m F (1 )

FV 2 ( S S ) + FV AF v FV ( S 1) FL = FL AF v FV + FL AF v FV (1 ) S FV FL
S

(225)

m F (1 )

FV 2 S + m F m F (1 ) FV + FV AF v FV FL AF v FV (1 ) FV FL FL FL + m F FV AF v FV FL AF v FV FL AF v FV (1 ) FV = 0 FL

(226)

FV 2 FV S + mF + AF v FV ( FV (1 ) FL ) S FL FL m F + FV AF v FV + FL AF v FV + AF v FV (1 ) FV = 0 m F (1 )

(227)

m F (1 )

FV 2 FV S + mF + AF v FV ( ( FV + FL ) FL ) S FL FL m F AF v FV FL + AF v FV FV = 0 FV 2 FV S + mF + AF v FV ( ( FV + FL ) FL ) S FL FL m F + AF v FV ( FV FL ) = 0

(228)

m F (1 )

(229)

(1 ) S 2 + 1 +

AF v FV FL ( ( FV + FL ) FL ) S FL FV m F FV

+ AF v FV ( ) = 0 (230) FV FL mF

47

(1 ) S 2 + 1 + AF FL v FV 1 + FL FL S FL
mF

FV

FV

FV

AF FL v FV FL 1 = 0 (231) FV mF FL 1 = 0 (232) FV

1 AF FL v FV S2 + 1 1 + mF

FL 1 + ( 1) S 1 FL + AF FL v FV 1 FV FV mF

Dengan demikian, rasio slip (S) dihitung sebagai akar positif dari persamaan (232), yaitu sebagai berikut :

1 S= 2
Atau :

1 AF FL v FV 1 1 + mF 1 1
2

FL 1 + ( 1) + FV AF FL v FV FL + FV mF FL 1 FV

A v 1 + F FL FV mF

FL 1 + ( 1) + 4 1 1 FV

(233)

1 S= 2(1 )

A v 1 + F FL FV mF A v 1 + F FL FV mF
2

FL 1 + ( 1) + FV FL 1 FV

FL A v 1 + ( 1) + 4(1 ) FL + F FL FV FV FV mF

(234)

Perbedaan kecepatan aliran uap terhadap cairan terjadi akibat kesetimbangan gaya apung uap serta hambatan gerakan uap oleh cairan. Sehingga dapat dirumuskan sebagai : v FV = gK F ( FL FV ) Sin( ) Dengan : KF g : : : Koefisien hambatan gerakan uap oleh cairan Percepatan gravitasi (m/s2) Sudut kemiringan tabung Paku Bumi (radian) (235)

Koefisien K F tergantung kepada viskositas cairan, tegangan muka cairan yang semuanya tergantung pada tekanan.
48

II.F.3.d. Perubahan rasio slip terhadap perubahan tekanan Slip rasio ditunjukkan pada persamaan (211). Berdasarkan persamaan (211) tersebut, maka : dS d v FV 1 dv FV d 1 = = + v FV dp F dp F v FL v FL dp F dp F v FL Atau : dS 1 dv FV v FV dv FL = 2 dp F v FL dp F v FL dp F Atau : dS 1 = dp F v FL dv FV v FV dv FL dp v dp F F FL (237) (236) (236)

Nilai vFV diberikan oleh persamaan (235). Berdasarkan persamaan (235), maka : dv FV d = gK F ( FL FV ) Sin( ) dp F dp F dv FV d ( FL FV ) + ( FL FV ) dK F = gSin( ) K F dp F dp F dp F Sehingga : d dv FV d = gSin( ) K F FL FV dp dp F dp F F dK F + ( FL FV ) dp F (240) (238)

(239)

Nilai vFL diberikan oleh persamaan (218). Berdasarkan persamaan (218) maka : dv FL d m F + FV v FV AF = dp F dp F FL AF Atau : dv FL 1 d = dp F FL AF dp F d m F + FV v FV AF + m F + FV v FV AF dp F 1 A FL F (242)

(241)

Karena laju aliran massa tetap, maka persamaan (242) menjadi :


49

dv FL 1 d ( FV v FV AF ) m F + FV v2FV AF = 2 dp F FL AF dp F FL AF

d dp FL AF F

(243)

dv FL 1 d m F + FV v FV d FL ( FV v FV ) = 2 dp dp F FL dp F FL F dv FL 1 = dp F FL dv FV d d FV v FV + FV + v FV FV dp F dp F dp F
m F + FV v FV d FL 2 dp FL F

(244)

(245)

Nilai

dvFV diberikan oleh persamaan (240). dpF

Hubungan antara kualitas uap dengan fraksi uap ditunjukkan oleh persamaan (108). Berdasarkan persamaan (108), maka : d = dp F 1

+ (1 ) S

FV FL

d dp F + (1 ) S FV FL

d 2 dp F

+ (1 ) S FV FL

(246)

FL d = + (1 ) S dp F FL FV

2 d FL 2 dp F ( FL + (1 ) S FV )

d FV d dp + dp (1 ) S F F FL d dp F

(247)

FL FL d = + (1 ) S 1 + (1 ) S dp F FL FV FL FV 2 FL d (1 ) S FV 2 FL ( FL + (1 ) S FV ) dp F

(248)

FL d = + (1 ) S dp F FL FV

d FL 1 + (1 ) S dp FL FV F (249) 2 FV d FV dS FL d FV S + (1 ) S + (1 ) dp F FL FL dp F ( FL + (1 ) S FV ) 2 FL dp F

50

FL d = + (1 ) S dp F FL FV

d FL (1 S ) 1 + (1 ) S dp FL FV F 2 1 d FV FV d FL FV dS FL (1 ) S + 2 2 ( FL + (1 ) S FV ) FL dp F FL dp F FL dp F

(250)

Substitusi persamaan (240) ke persamaan (237) menghasilkan : dS 1 = dp F v FL gSin( ) K F d FL d FV dp dp F F dK F + ( FL FV ) dp F v FV dv FL v dp F FL (251)

Substitusi persamaan (240) ke persamaan (245) menghasilkan : d d FV v FV + v FV FV + dp F dpF dvFL 1 = d dp F FL d dK FV gSin( ) K F FL FV + ( FL FV ) F dp dp F dpF F Substitusi persamaan (252) ke persamaan (251) menghasilkan : dS 1 = dp F v FL v FV v FL Atau : v FV FV g d d dK F 1 gSin( ) K F FL FV + ( FL FV ) dp v FL FL dp F dp F F dS 1 = dp F v FL v FV 1 d FV m F + FV v FV d FL d FV v FV dp + v FV dp 2 dp v FL FL FL F F F d d gSin( ) K F FL FV dp dp F F 1 FL dK F + ( FL FV ) dp F + dK F FV ) dp F m F + FV v FV d FL 2 dp (252) FL F

d d FV v FV + v FV FV dp F dp F gSin( ) K d FL d FV + ( F FL dp FV dp F F m F + FV v FV d FL 2 dp FL F

(253)

(254)

51

v FV FV g d d dK F 1 gSin( ) K F FL FV + ( FL FV ) dp v FL FL dp F dp F F dS 1 = dp F v FL v FV v FV d FV m F + FV v FV d v FV FV v FV d FL 2 dp v v FL FL dp F FL dp F FL F FL Substitusi persamaan (250) ke persamaan (255) menghasilkan : d v FV FV g d dK F 1 gSin( ) K F FL FV + ( FL FV ) dp v FL FL dp F dp F F d FL FL (1 S ) + (1 ) S 1 + (1 ) S dp FV FL FV F FL dS 1 v FV FV v FV = v 2 dp F v FL FL S d FV FV d FL FV dS FL (1 ) FL + 2 ( FL dp F FL dp F FL + (1 ) S FV ) FL dp F v FV v FV d FV m F + FV v FV d FL 2 dp v FL FL dp F FL F Atau : dS 1 = dp F v FL

(255)

(256)

d FL d FV v FV FV g dK F KF 1 gSin( ) dp dp + ( FL FV ) dp v FL FL F F F d FL FL (1 S ) 1 v FV FV v FV FL + (1 ) S FV FL + (1 ) S FV dp F (257) 2 v FL FL FL (1 ) S d FV FV d FL ( + (1 ) S ) 2 dp dp FL F FL F FL FV v FV v FV d FV m F + FV v FV d FL v FV FV v FV FV dS 2 dp v v FL FL dp F FL FL dp F FL F FL

52

dS 1 = dp F v FL

d v FV FV g d 1 gSin( ) K F FL FV dp v FL FL dp F F
2

dK F + ( FL FV ) dp F

v FV FV v FL v FV v FL v 1 + FV FV v FL FL
2

d FL (1 S ) 1 1 FL + (1 ) S FV FL + (1 ) S FV dp F d FV FV d FL (1 ) S 2 dp F FL dp F ( FL + (1 ) S FV ) d mF FL v + FV dp FV F v FV FV v FL FL
2

(258)

2 d FV 1 dp 2 FL F FL

dS dp F

dS d d dK 1 v FV FV g 1 gSin( ) K F FL FV + ( FL FV ) F = dp dpF v FL v FL FL dpF dpF F d FL (1 S ) 1 1 2 v FV FL + (1 ) S FV FL + (1 ) S FV dpF FV v d FV FV d FL (1 ) S FL 2 ( FL + (1 ) S FV ) dpF FL dpF 2 d v FV d FV 1 mF FL v dp 2 v + FV dp F FL FL F FL FV

(259)

Sehingga diperoleh : 1 v g d FL d FV dK F 1 FV FV gSin( ) K F dp dp + ( FL FV ) dp v FL v FL FL F F F d FL (1 S ) 1 1 2 FL + (1 ) S FV FL + (1 ) S FV dp F v FV (260) FV d FV FV d FL (1 ) S v FL ( + (1 ) S ) 2 dp dp FL F F FL FV 2 d 1 v FV d FV 1 mF + FV FL FL v FL dp F FL v FV dp F

dS = dpF

1 v 1 + FV FV v FL FL
2

Nilai

d diberikan oleh persamaan (209). dp F

53

II.F.3.e. Gradien penurunan tekanan fluida kerja pada zona superheat Pada zona superheat, maka gradien penurunan tekanan fluida kerja menjadi : dp F mF = 2 dz 2 N TP AF FV
2

f FV 1 d FV FV gSin( ) D dz FV eF

(261)

Dalam hal ini densitas fluida adalah densitas pada fasa uap superheat yang merupakan fungsi suhu dan tekanan, sebagai berikut :

FV = FV ( TF , p F )
Sehingga : d FV d FV dp F d FV dTF = + dz dp F dz dTF dz Sehingga distribusi tekanan fluida kerja sepanjang superheat dapat dihitung dengan : mF 2 2 N TP AF FV
2

(262)

(263)

dp F = dz

f FV 1 d FV dTF FV gSin( ) D FV dTF dz eF 1+ d FV mF 2 2 2 N TP AF FV dp F


2

(264)

Untuk aliran laminar (Re 4000) maka faktor friksi dihitung dengan : f FV = 64 Re FV (265)

Sedangkan untuk aliran laminar (Re > 4000) maka faktor friksi dihitung dengan : f FV = Bilangan Reynolds dihitung sebagai : Re FV m F DeF = FV AF N TP

0,184 Re 0, 2 FV

(266)

(267)

54

III. PERHITUNGAN SISTEM PEMIPAAN

III.A. PERHITUNGAN RUGI-RUGI TEKANAN FRIKSI PEMIPAAN III.A.1. Perhitungan rugi-rugi tekanan friksi pada pemipaan cairan Pemipaan cairan terdapat pada pemipaan air umpan dari kondenser menuju pipa umpan Paku Bumi serta sistem pemipaan fluida pendingin kondenser dari kondenser ke cooler. Pemipaan cairan terdapat pada pemipaan air umpan dari kondenser menuju pipa umpan Paku Bumi serta sistem pemipaan fluida pendingin kondenser dari kondenser ke cooler. Aliran fluida dalam sistem pemipaan ini dianggap tidak mengalami pemanasan atau pendinginan sehingga densitas dan suhunya tidak berubah. Sistem pemipaan terdiri dari beberapa segmen pemipaan dan di antara segmen dapat berupa belokan, kompresi tiba-tiba (sudden compression), ekspansi tiba-tiba (sudden expansion), penyempitan aliran, pelebaran aliran, percabangan, katup (valve) maupun pompa. Sedang pada ujung pipa terdapat masukan (inlet) dan keluaran (outlet). Dalam hal ini rugi-rugi tekanan friksi dihitung sebagai : p FL Dengan : p FL i I fi Li Di Ai Ki : Rugi-rugi tekanan friksi pada sistem pemipaan cairan (Pa) : Nomor indek segmen pemipaan : Jumlah segmen pemipaan : Faktor friksi pada segmen pemipaan ke i : Panjang pipa segmen ke i (m) : Diameter ekivalen pipa segmen ke i (m) : Luas penampang pipa segmen ke i (m2) : Koefisien rugi-rugi tekanan akibat perubahan sebelum segmen ke i : Densitas cairan (kg/m3) : Laju aliran massa fluida yang mengalir melalui sistem pemipaan
55
I +1 I L 1 Ki = fi i 2 + 2 i =1 Ai i =1 Di Ai

mT 2 L

(268)

L
mT

Jika luas penampang aliran pada semua segmen pemipaan konstan, maka persamaan (268) menjadi : mT L p FL = f i i + K i 2 i =1 Di i =1 2 L A
I I +1 2

(269)

Jika pemipaan dilakukan dengan menggunakan pipa silindris, maka : Ai = Dengan : Di : Diameter dalam pipa segmen ke i (m)

2 Di 4

(270)

Persamaan (258) menjadi : p FL 8 = 2


I +1 I L Ki f i i5 + 4 i =1 Di i =1 Di

mT L

(271)

Jika semua segmen menggunakan pipa silindris dengan diameter sama, maka persamaan (271) menjadi : p FL Dengan : D : Diameter dalam pipa (m) 8 = 2
I +1 1 I mT f i Li + K i 4 i =1 D i =1 LD 2

(272)

Untuk aliran laminar (ReL 2100) maka faktor friksi dihitung sebagai : fi = 64 Re L ,i (273)

Untuk aliran turbulen (ReL > 4000) maka faktor friksi dihitung sebagai :

56

fi = Dengan : Re L,i

0,184 Re 0,,2 Li

(274)

: Bilangan Reynold fasa cair untuk segmen pipa ke i

Bilangan Reynolds untuk fasa cair untuk segmen pipa ke i dihitung dengan : Re L.i Dengan : m T Di = L Ai

(275)

: Viskositas fluida pada kondisi cair (kg/(m.s))

III.A.2. Perhitungan rugi-rugi tekanan friksi pada pemipaan dua fasa Pemipaan dua fasa terdapat pada pemipaan uap keluaran turbin menuju kondenser. Pada sistem pemipaan dua fasa, rugi-rugi tekanan friksi dihitung dengan : p FB Dengan : p FB RBLe : Rugi-rugi tekanan friksi pada sistem pemipaan dua fasa (Pa) : Faktor multiplikasi friksi aliran dua fasa
I +1 I L 1 Ki = fi i 2 + 2 i =1 Ai i =1 Di Ai

mT 2 R BLe L

(276)

Berdasarkan persamaan (179), maka : R BLe Dengan : + SV = L L L SV e S V + 1


2

(277)

: Kualitas uap
57

L V

: Densitas cairan saturasi (kg/m3) : Densitas uap saturasi (kg/m3)

Maka persamaan (276) menjadi : p FB


I +1 I L 1 Ki = fi i 2 + 2 i =1 Ai i =1 Di Ai

mT 2 L

L + SV L

L SV e S V

+ 1

(278)

Jika luas penampang aliran pada semua segmen pemipaan konstan, maka : p FB
I +1 I mT L = fi i + Ki 2 i =1 Di i =1 2 L A 2

L + SV L

L SV e S V

+ 1

(279)

Jika pemipaan dilakukan dengan menggunakan pipa silindris, maka persamaan (279) menjadi : p FB 8 = 2
I +1 I L Ki f i i5 + 4 i =1 Di i =1 Di

mT L

L + SV L

L SV e S V

+ 1

(280)

Jika semua segmen menggunakan pipa silindris dengan diameter sama, maka persamaan (280) menjadi : p FB 8 = 2
I +1 1 I mT f i Li + K i 4 i =1 D i =1 L D 2

L + SV L

L SV e S V

+ 1

(281)

Factor friksi dihitung pada fasa cair dengan menggunakan persamaan (273) atau persamaan (274) sedangkan bilangan Reynolds dihitung pada fasa cair dengan persamaan (275). III.A.3. Perhitungan rugi-rugi tekanan friksi pada pemipaan uap jenuh Dalam kondisi uap jenuh, maka e = 1, sehingga persamaan untuk perhitungan rugi-rugi tekanan friksi adalah : p FS Dengan :
I +1 I L 1 Ki = fi i 2 + 2 i =1 Ai i =1 Di Ai

mT 2 V

(282)

58

p FS

: Rugi-rugi tekanan friksi pada sistem pemipaan uap jenuh (Pa) : Densitas uap saturasi (kg/m3)

Jika luas penampang aliran pada semua segmen pemipaan konstan, maka persamaan (282) menjadi : p FS
I +1 I mT L = fi i + Ki 2 i =1 Di i =1 2 V A 2

(283)

Jika pemipaan dilakukan dengan menggunakan pipa silindris, maka persamaan (283) menjadi : p FS 8 = 2
I +1 I L Ki f i i5 + 4 i =1 Di i =1 Di

mT V

(284)

Jika semua segmen menggunakan pipa silindris dengan diameter sama, maka : p FS = 8 1 mT f i Li + K i 2 4 D i =1 i =1 V D
I I +1 2

(285)

Faktor friksi dihitung pada sifat fluida dalam kondisi uap jenuh. Untuk aliran laminar (ReL 2100) maka faktor friksi dihitung sebagai : fi = 64 Re S ,i (286)

Untuk aliran turbulen (ReL > 4000) maka faktor friksi dihitung sebagai : fi = Dengan : Re S ,i : Bilangan Reynold fasa uap jenuh untuk segmen pipa ke i 0,184 Re 0,,2 S i (287)

Bilangan Reynolds untuk fasa uap jenuh untuk segmen pipa ke i dihitung dengan :

59

Re L.i Dengan :

m T Di = V Ai

(288)

: Viskositas fluida pada kondisi uap jenuh (kg/(m.s))

III.A.4. Perhitungan rugi-rugi tekanan friksi pada pemipaan uap panas lanjut (superheat) Pemipaan uap panas lanjut terdapat pada pemipaan uap menuju turbin. Dalam hal ini fluida berupa uap panas lanjut. Rugi-rugi tekanan friksi dihitung dengan : p FV Dengan : p FV : Rugi-rugi tekanan friksi pada sistem pemipaan uap panas lanjut (Pa)
I +1 I L 1 Ki = fi i 2 + 2 i =1 Ai i =1 Di Ai

mT 2 V

(289)

Pada tekanan yang tidak terlalu tinggi, densitas fluida dapat dapat dihitung dengan pendekatan gas ideal sebagai berikut :

V =
Dengan : M R T

pM RT

(290)

: Berat molekul atau berat atom fluida gas (kg/kmol) : Kosntanta gas universal : Suhu

Dengan demikian, maka persamaan (278) menjadi :

60

p FV

I +1 I L 1 Ki = fi i 2 + 2 i =1 Ai i =1 Di Ai

m T RT 2 pM

(291)

Jika luas penampang aliran pada semua segmen pemipaan konstan, maka persamaan (292) menjadi : p FV
I +1 I m T RT L = fi i + Ki i =1 Di i =1 2 pM 2

(293)

Jika pemipaan dilakukan dengan menggunakan pipa silindris, maka persamaan (293) menjadi : p FV 8 = 2
I +1 I L Ki f i i5 + 4 i =1 Di i =1 Di

m T RT 2 pM

(294)

Jika semua segmen menggunakan pipa silindris dengan diameter sama, maka : p FV 8 = 2
I +1 1 I m T RT f i Li + K i i =1 D i =1 2 pM 2

(295)

Faktor friksi dihitung pada sifat fluida dalam kondisi uap panas lanjut. Untuk aliran laminar (ReL 2100) maka faktor friksi dihitung sebagai : fi = 64 Re V ,i (296)

Untuk aliran turbulen (ReL > 4000) maka faktor friksi dihitung sebagai : fi = Dengan : Re V ,i : Bilangan Reynold fasa uap untuk segmen pipa ke i 0,184 0 Re V,,2 i (297)

Bilangan Reynolds untuk fasa uap untuk segmen pipa ke i dihitung dengan : Re L.i m T Di = V Ai

(298)

61

Dengan :

: Viskositas fluida pada kondisi uap (kg/(m.s))

III.B. PERHITUNGAN PENURUNAN TEKANAN ELEVASI PEMIPAAN III.B.1. Perhitungan penurunan tekanan elevasi pada pemipaan cairan Pemipaan cairan terdapat pada pemipaan air umpan dari kondenser menuju pipa umpan Paku Bumi serta sistem pemipaan fluida pendingin kondenser dari kondcenser ke cooler. Aliran fluida dalam sistem pemipaan ini dianggap tidak mengalami pemanasan atau pendinginan sehingga densitas dan suhunya tidak berubah. Sistem pemipaan terdiri dari beberapa segmen pemipaan dan di antara segmen dapat berupa belokan, kompresi tiba-tiba (sudden compression), ekspansi tibatiba (sudden expansion), penyempitan aliran, pelebaran aliran, percabangan, katup (valve) maupun pompa. Sedang pada ujung pipa terdapat masukan (inlet) dan keluaran (outlet). Penurunan tekanan elevasi hanya diperhitungkan pada segmen pemipaan. Penurunan tekanan elevasi antar segmen pemipaan diabaikan. Dalam hal ini penurunan tekanan elevasi dihitung sebagai : p EL = L g Li sin ( i )
i =1 I

(299)

Dengan : p EL i I g Li : Penurunan tekanan elevasi pada sistem pemipaan cairan (Pa) : Nomor indek segmen pemipaan : Jumlah segmen pemipaan : Percepatan gravitasi (m/s2) : Panjang pipa segmen ke i (m)

Pada persamaan (299) tanda plus (+) dipergunakan jika fluida mengalir naik sedangkan tanda minus (-) dipergunakan jika fluida mengalir turun. III.B.2. Perhitungan penurunan tekanan elevasi pada pemipaan dua fasa

62

Pemipaan dua fasa terdapat pada pemipaan uap keluaran turbin menuju kondenser. Pada sistem pemipaan dua fasa, penurunan tekanan elevasi dihitung dengan : p EB = ( L + e ( V L ) ) g Li sin ( i )
i =1 I

(300)

Dengan : p EB : Penurunan tekanan elevasi pada sistem pemipaan dua fasa (Pa) : Fraksi uap : Densitas cairan saturasi (kg/m3) : Densitas uap saturasi (kg/m3)

e L V

Berdasarkan persamaan (108) maka :

e =

e e + (1 e ) S

V L

(301)

Atau :

e =
Maka persamaan (300) menjadi :

e L e L + (1 e ) S V

(302)

e L ( V L ) p EB = L + e L + (1 e ) SV

I g Li sin ( i ) i =1

(303)

( + (1 e ) SV ) L + e L ( V L ) I g Li sin ( i ) p EB = e L e L + (1 e ) SV i =1 p EB (1 e ) SV L + e L V = + (1 ) S e L e V I g Li sin ( i ) i =1

(304)

(305)

Sehingga penurunan tekanan elevasi pada sistem pemipaan dua fasa dapat dihitung dengan : (1 e ) S + e p EB = V L + ( 1 ) S e V e L I g Li sin ( i ) i =1 (306)
63

III.B.3. Perhitungan penurunan tekanan elevasi pada pemipaan uap jenuh Dalam kondisi uap jenuh, maka e = 1, sehingga persamaan untuk perhitungan penurunan tekanan elevasi adalah : p ES = V g Li sin ( i )
i =1 I

(307)

Dengan : p ES : Penurunan tekanan elevasi pada sistem pemipaan uap jenuh (Pa) : Densitas uap saturasi (kg/m3)

III.B.4. Perhitungan penurunan tekanan elevasi pada pemipaan uap panas lanjut (superheat) Pemipaan uap panas lanjut terdapat pada pemipaan uap menuju turbin. Dalam hal ini fluida berupa uap panas lanjut. Penurunan tekanan elevasi dihitung dengan : p EV = V g Li sin ( i )
i =1 I

(308)

Dengan : p FV : Penurunan tekanan elevasi pada sistem pemipaan uap panas lanjut (Pa)

Pada tekanan yang tidak terlalu tinggi, densitas fluida dapat dapat dihitung dengan pendekatan gas ideal menggunakan persamaan (290). Dengan mensubstitusikan persamaan (290) ke persamaan (308) maka diperoleh : p EV = pMg I Li sin ( i ) RT i =1 (309)

III.C. PERHITUNGAN DAYA POMPA

64

Dalam desain kolektor surya, pompa diperlukan untuk mengalirkan air umpan dari condenser pipa umpan Paku Bumi. Pompa dalam suatu sistem pemipaan fluida selalu ditempatkan pada segmen di mana fluida berada pada fasa cair. Daya yang diperlukan untuk mengalirkan fluida pada suatu sistem pemipaan dapat dihitung dengan : p m T WP = TOT L P Dengan : WP pTOT : Daya pompa (W) : Penurunan tekanan total pada sistem pemipaan (Pa) : Densitas cairan pada lokasi pompa (kg/m3) : Efisiensi pompa

(310)

L P

Pada pompa air umpan, diperlukan tekanan pompa untuk menaikkan tekanan fluida dari tekanan kondenser ke tekanan operasi kolektor ditambah penurunan tekanan pemipaan. Dengan demikian, untuk pompa air umpan : pTOT = p op + p F + p E Dengan : p E p E p op : Rugi-rugi tekanan friksi total pada sistem pemipaan (Pa) : Penurunan tekanan elevasi total pada sistem pemipaan (Pa) : Perbedaan tekanan sistem kolektor terhadap tekanan kondenser (Pa) (311)

BAB IV. PERHITUNGAN KOMPONEN LAINNYA

IV.A. PERHITUNGAN KESETIMBANGAN ENERGI PADA TURBIN


65

Pada perhitungan turbin, diambil asumsi sebagai berikut : 1. Tekanan fluida masuk turbin dianggap tidak terlalu tinggi 2. Derajat superheat uap masuk turbin dianggap tidak terlalu tinggi Berdasarkan asumsi ini, maka entalpi fluida masuk turbin adalah : hT = hV ( pT ) + c pV ( pT ) (TF ,out Tsat ( pT ) ) Dengan : hT hV ( pT ) pT c pV ( pT ) Tsat ( pT ) TF ,out : : : : : : Entalpi fluida masuk turbin (J/kg) Entalpi uap jenuh pada tekanan fluida masuk turbin (J/kg) Tekanan fluida masuk turbin (Pa) Kalor jenis saturasi uap pada tekanan fluida masuk turbin (J/(kg.K)) Suhu saturasi uap pada tekanan fluida masuk turbin (K) Suhu fluida keluar Paku Bumi (K) (312)

Tekanan fluida masuk turbin dapat dihitung sebagai : pT = p C p ST Dengan : pC pST : : Tekanan fluida keluar Tabung Paku Bumi (Pa) Penurunan tekanan total dari tabung Paku Bumi ke turbin (Pa) (313)

Entropi fluida masuk turbin dapat dihitung dengan : TF ,out sT = sV ( pT ) + c pV ( pT ) ln T ( p ) sat T Dengan : sT : Entropi fluida masuk turbin (J/(kg.K))
66

(314)

sV ( pT )

Entropi uap jenuh pada tekanan fluida masuk turbin (J/(kg.K))

Setelah memasuki turbin, fluida akan berekspansi melalui sudu turbin sehingga tekanannya turun mencapai tekanan operasi kondenser ( p N ). Jika turbin dalam kondisi ideal, maka sifat ekspansi fluida adalah ekspansi isentropis, maka entropi fluida keluar turbin sama dengan entropi fluida masuk turbin. Dengan demikian : s N ,ideal = sT Dengan : s N ,ideal : Entropi fluida keluar turbin dalam kondisi ideal (J/(kg.K)) (315)

Kualitas uap fluida keluar turbin dapat dihitung dengan :

N ,ideal =
Dengan :

sV ( p N ) s L ( p N )

s N ,ideal s L ( p N )

(316)

N ,ideal
sV ( p N ) sL ( pN ) pN

: : : :

Kualitas uap fluida keluar turbin pada kondisi ideal Entropi uap jenuh pada tekanan fluida keluar turbin (J/(kg.K)) Entropi cair jenuh pada tekanan fluida keluar turbin (J/(kg.K)) Tekanan fluida masuk keluar turbin (Pa)

Entalpi fluida keluar turbin dalam kondisi ideal adalah : hN ,ideal = hL ( p N ) + N ,ideal ( hV ( p N ) hL ( p N ) ) Dengan : hN ,ideal hV ( p N ) hL ( p N ) : : : Entalpi uap keluar turbin dalam kondisi ideal (J/kg) Entalpi uap jenuh pada tekanan fluida keluar turbin (J/kg) Entalpi cair jenuh pada tekanan fluida keluar turbin (J/kg)
67

(317)

Didefinisikan efisiensi insentropis turbin sebagai berikut :

T =
Dengan : hN : :

hT hN hT hN ,ideal

(318)

Entalpi uap keluar turbin dalam kondisi aktual (J/kg) Efisiensi isentropis turbin

Dengan mempertimbangkan bahwa turbin tidak ideal, maka entalpi fluida keluar turbin menjadi : hN = hT T ( hT hN ,ideal ) Selanjutnya, kualitas uap fluida keluar tutbin pada kondisi aktual adalah : (319)

N =

h N hL ( p N ) hV ( p N ) hL ( p N )

(320)

Akhirnya, daya turbin dapat dihitung dengan : WT = m F ( hT hN ) Dengan : WT mF


(321)

: :

Daya turbin aktual (W) Laju aliran fluida masuk atau keluar sistem kolektor dan turbin (kg/s)

IV.B. PERHITUNGAN KONDENSER IV.B.1. Perhitungan transfer kalor pada kondenser Jika kondenser diasumsikan mengembunkan fluida keluar turbin hingga mencapai kondisi cair jenuh, maka kalor yang harus diambil kondenser adalah :
68

Q N = m F ( h N hL ( p N ) ) Dengan : QN : Kalor yang harus diambil kondenser (W)

(322)

Berdasarkan definisi kualitas uap, maka : hN = hL ( p N ) + N ( hV ( p N ) hL ( p N ) ) (323)

Nilai N diberikan oleh persamaan (320). Dengan mensubstitusikan persamaan (322) ke persamaan (323) maka diperoleh : Q N = m F ( hL ( p N ) + N ( hV ( p N ) hL ( p N ) ) hL ( p N ) ) Atau : Q N = m F N ( hV ( p N ) hL ( p N ) ) Jika diperhitungkan dari sisi fluida pendingin kondenser, maka : Q N = m C c pLC (TC ,out TC ,in )

(324)

(325)

(326)

Dengan : mC c pLC TC ,in TC ,out

: : : :

Laju aliran massa fluida pendingin kondenser (kg/s) Kalor jenis fluida pendingin kondenser (fasa cair) (J/(kg.K)) Suhu fluida pendingin kondenser masuk kondenser (K) Suhu fluida pendingin kondenser keluar kondenser (K)

Berdasarkan persamaan (326) maka suhu fluida pendingin kondenser keluar kondenser dapat dihitung sebagai : TC ,out = TC ,in + QN m C c pLC

(327)

69

Selanjutnya jika diperhitungkan dari sisi transfer kalor, maka : Q N = U N AN Tlm, N Dengan : UN AN Tlm , N : : : Koefisien transfer kalor overall pada pipa-pipa kondenser (W/(m2.K)) Luas area transfer kalor total pada pipa-pipa kondenser Beda suhu logaritmik pada kondenser (K) (328)

Beda suhu logaritmik dirumuskan sebagai : Tlm , N =

(T ( p ) T ) (T ( p ) T
sat N

T ( p ) TC ,in ln sat N T ( p ) T C , out sat N

C ,in

sat

C , out

)
(329)

Dengan : Tsat ( p N ) : Suhu saturasi fluida pada tekanan operasi kondenser (K)

Persamaan (329) dapat ditulis menjadi : Tlm , N = T ( p ) TC ,in ln sat N T ( p ) T C , out sat N TC ,out TC ,in

(330)

Luas area transfer kalor kondenser adalah : AN = D N N N L N Dengan : DN NN LN : : : Diameter rerata pipa kondenser (m) Junlah pipa kondenser Panjang pipa kondenser (m) (331)

70

Diameter rerata pipa kondenser dapat dihitung dengan : DN = Dengan D N ,i D N ,o : : Diameter dalam pipa kondenser (m) Diameter luar pipa kondenser (m) D N ,i _ D N , o 2 (332)

Koefisien transfer kalor overall pada kondenser dapat dihitung sebagai : UN = 1 1 D N ,i D N ,i 1 1 D N ,o + FN ,i + U k ln D N N ,i N ,i + 1 FN ,o + 1 D U N ,o N ,o (333)

Dengan U N ,i U N ,o FN ,i FN ,o : : : : : : Koefisien transfer kalor fluida ke dinding pipa kondenser sisi dalam (W/(m2.K)) Koefisien transfer kalor fluida ke dinding pipa kondenser sisi luar (W/(m2.K)) Faktor fouling pipa kondenser sisi dalam (m2.K/W) Faktor fouling pipa kondenser sisi luar (m2.K/W) Tebal dinding pipa kondenser (m) Konduktivitas dinding pipa kondenser (W/(m.K))

N
kN

Pada sisi dalam pipa kondenser, mengalir air pendingin kondenser pada fasa cair. Dengan demikian, koefisien transfer kalor pada sisi dalam dapat dihitung dengan : U N ,i = Dengan : Nu LC : Bilangan Nusselt untuk aliran fluida pendingin kondenser k LC Nu LC D N ,i (334)

71

k LC

Konduktivitas fluida pendingin kondenser (fasa cair) (W/(m.K))

Bilangan Nusselt untuk fluida pendingin kondenser (fasa cair) dapat dihitung dengan :
1/ Nu LC = 0,023 Re 0,8 PrLC3 LC

(335)

Dengan : Re LC PrLC : : Bilangan Reynodls untuk aliran fluida pendingin kondenser Bilangan Prandtl untuk aliran fluida pendingin kondenser

Bilangan Reynolds untuk fluida pendingin kondenser dapat dihitung dengan : Re LC = Dengan : m C D N ,i

LC AN ,i N N

(336)

LC
AN ,i

: :

Viskositas fluida pendingin kondenser (kg/(m.s)) Luas penampang aliran fluida pendingin kondenser (m2)

Luas penampang aliran fluida pendingin kondenser dapat dihitung dengan : AN ,i = Sehingga persamaan (336) dapat ditulis menjadi : Re LC 4 mC = LC D N ,i N N

2 D N ,i 4

(337)

(338)

Sedangkan bilangan Prandtl untuk aliran fluida pendingin kondenser adalah : PrLC = c pLC LC k LC (339)

72

Pada sisi shell, terjadi pengembunan uap yang berasal dari keluaran turbin. Pengembunan dianggap sebagai pengembunan film. Koefisien transfer kalor permukaan luar pipa kondenser tidak lain adalah koefisien transfer kalor pengembunan film ini. Dalam perhitungan koefisien transfer kalor, didefinisikan bilangan Reynolds pengembunan sebagai berikut : Re CD Dengan : Re CD DN , o mF

mF = LC D N ,o N NH

(340)

: : : : :

Bilangan Reynodls kondensasi Diameter luar pipa kondenser (m) Laju aliran uap yang mengalami pengembunan (kg/s) Viskositas cairan kondensat (kg/(m.s)) Jumlah deretan paralel pipa kondenser ke arah horizontal

LC
N NH

Jika Re CD 350, aliran embunan merupakan aliran laminar. Koefisien transfer kalor pengembunan dapat dihitung sebagai : U N ,o Dengan : U N ,o kL : : : : : : : Koefisien transfer kalor pengembunan (W/(m2.K)) Konduktifitas cairan embunan (W/(m.K)) Densitas cairan embunan (kg/m3) Percepatan gravitasi (m/s2) Entalpi uap jenuh fluida pada tekanan operasi kondenser (J/kg) Entalpi cair jenuh fluida pada tekanan operasi kondenser (J/kg) Suhu jenuh fluida pada tekanan operasi kondenser (K) k 3 2 g ( h ( p ) hL ( p N ) ) = 0,725 L L V N D (T ( p ) T ) LC N ,o sat N W
1/ 4

(341)

L
g hV ( p N ) hL ( p N ) Tsat ( p N )

73

TW pN

: :

Suhu pipa kondenser (K) Tekanan operasi kondenser (Pa)

Jika perbedaan suhu saturasi fluida yang mengembun dengan suhu dinding cukup kecil, maka persamaan (329) didekati dengan : k 3 2 gD N L L N ,o NH = 0,954 LC m F
1/ 3

U N ,o

(342)

Jika Re CD > 350, aliran embunan merupakan aliran turbulen. Koefisien transfer kalor pengembunan dapat dihitung sebagai : U N ,o
3 2 k L L g ( Tsat ( p N ) TW )D N ,o = 0,003 3 (h ( p ) h ( p )) LC V N L N

1/ 2

(343)

Jika perbedaan suhu saturasi fluida yang mengembun dengan suhu dinding cukup kecil, maka persamaan (331) didekati dengan :
3 2 kL L g mF = 0,021 3 LC D N ,o N NH

U N ,o

1/ 3

(344)

IV.B.2. Perhitungan rugi-rugi tekanan friksi pada aliran fluida pendingin kondenser Fluida pendingin kondenser mengalir di dalam pipa-pipa kondenser dalam bentuk cair subcooled. Oleh karena itu, maka rugi-rugi tekanan friksi dihitung sebagai rugi-rugi tekanan friksi untuk kondisi cair subcooled, yaitu : p FLC Dengan : p FLC K iLC K oLC : : : Rugi-rugi tekanan friksi aliran fluida pendingin kondenser (Pa) Koefisien rugi-rugi tekanan fluida pendingin pada masukan pipa kondenser Koefisien rugi-rugi tekanan fluida pendingin pada keluaran pipa kondenser
74

L mC = K iLC + f LC N + K oLC 2 A 2 N 2 D N ,i LC LC N

(345)

f LC LN DN , i

: : : : : : :

Faktor friksi aliran dalam pipa kondenser Panjang pipa kondenser (m) Diameter dalam pipa kondenser (m) Densitas fluida pendingin kondenser (fasa cair) (kg/m3) Luas penampang aliran dalam pipa kondenser (m2) Jumlah pipa kondenser Laju aliran massa fluida pendingin kondenser (kg/s)

LC
A LC NN mC

Karena pipa-pipa kondenser berbentuk silindris, maka luas penampang aliran dalam pipa kondenser adalah : A LC = Sehingga persamaan (345) dapat ditulis menjadi : p FLC L 8 mC = K iLC + f LC N + K oLC 2 D2 N 2 D N ,i LC N ,i N
2

2 D N ,i 4

(346)

(347)

Untuk aliran laminar (ReL 2100) maka faktor friksi fluida pendingin kondenser dihitung sebagai : f LC = 64 Re LC (348)

Untuk aliran turbulen (ReL > 4000) maka faktor friksi dihitung sebagai : f LC = Dengan : Re LC : Bilangan Reynold fasa cair untuk aliran fluida pendingin kondenser 0,184 Re 0, 2 LC (349)

Bilangan Reynolds untuk fasa cair untuk fluida pendingin kondenser dihitung dengan persamaan (340).
75

IV.B.3. Perhitungan penurnan tekanan elevasi pada aliran fluida pendingin kondenser Penurunan tekanan elevasi terjadi jika pipa-pipa kondenser disusun tidak horizontal. Penurunan tekanan elevasi dihitung sebagai : p ELC = LC gLN sin ( N ) Dengan : p ELC : : : : : Penurunan tekanan elevasi aliran fluida pendingin kondenser (Pa) Densitas fluida pendingin kondenser (fasa cair) (kg/m3) Panjang pipa kondenser (m) Percepatan gravitasi (m/s2) Sudut kemiringan pipa kondenser (radian) (350)

LC
LN g

Tanda (+) pada persamaan (351) dipergunakan jika fluida mengalir naik sedangkan tanda (-) pada persamaan (352) digunakan jika fluida mengalir turun.

IV.C. PERHITUNGAN COOLER Cooler merupakan bagian sistem yang berfungsi untuk mendisipasikan kalor buangan pendingin kondenser ke lingkungan. Cooler merupakan alat penukar kalor tipe shell and tube. Dalam hal ini fluida pendingin kondenser mengalir pada sisi dalam tube. Pada sisi shell mengalir udara lingkungan yang dihembuskan oleh blower. Kalor dari fluida pendingin kondenser yang mengalir pada sisi dalam tube ditransfer ke udara yang mengalir pada sisi shell. Aliran fluida pendingin kondenser dibuat berlawanan dengan aliran netto udara pendingin. Kalor yang ditansfer oleh air pendingin kondenser pada cooler adalah sama dengan kalor pengembunan yang diambil dari kondenser. Dengan demikian : Jika diperhitungkan dari sisi fluida pendingin kondenser, maka : Q N = m C c pLC (TC ,out TC ,in )

(351)

Dengan : mC

Laju aliran massa fluida pendingin kondenser (kg/s)


76

c pLC TC ,in TC ,out

: : :

Kalor jenis fluida pendingin kondenser (fasa cair) (J/(kg.K)) Suhu fluida pendingin kondenser masuk kondenser (K), sama dengan suhu fluida pendingin kondenser keluar cooler. Suhu fluida pendingin kondenser keluar kondenser (K), sama dengan suhu fluida pendingin kondenser masul cooler

Kalor tersebut diterima oleh udara pendingin yang mengalir melalui sisi shell. Maka untuk udara pendingin dapar dirumuskan : Q N = mU c pU (TU ,out Tling )

(352)

Dengan : mU c pU Tling TU ,out

: : : :

Laju aliran massa udara pendingin cooler (kg/s) Kalor jenis udara pendingin cooler (fasa gas) (J/(kg.K)) Suhu udara lingkungan (K), sama dengan suhu udara masuk cooler. Suhu udara keluar cooler (K)

Selanjutnya jika diperhitungkan dari sisi transfer kalor, maka : Q N = U C AC Tlm ,C Dengan : UC AC Tlm ,C : : : Koefisien transfer kalor overall pada pipa-pipa cooler (W/(m2.K)) Luas area transfer kalor total pada pipa-pipa cooler Beda suhu logaritmik pada cooler (K) (353)

Beda suhu logaritmik dirumuskan sebagai : Tlm ,C =

(T

C ,out

TU ,out ) (TC ,in Tling ) TC ,out TU ,out ln T T ling C ,in (354)

Luas area transfer kalor cooler adalah :


77

AC = DC N C LC Dengan : DC NC LC : : : Diameter rerata pipa cooler (m) Junlah pipa cooler Panjang pipa cooler (m)

(355)

Diameter rerata pipa cooler dapat dihitung dengan : DC = Dengan DC ,i DC ,o : : Diameter dalam pipa cooler (m) Diameter luar pipa cooler (m) DC ,i _ DC ,o 2 (356)

Koefisien transfer kalor overall pada cooler dapat dihitung sebagai : UC = 1 1 DC ,i DC ,i 1 1 DC ,o + FC ,i + U k ln D C C ,i C ,i + 1 FC ,o + 1 D U C ,o C ,o (357)

Dengan U C ,i U C ,o FC ,i FC ,o : : : : : : Koefisien transfer kalor fluida ke dinding pipa cooler sisi dalam (W/(m2.K)) Koefisien transfer kalor fluida ke dinding pipa cooler sisi luar (W/(m2.K)) Faktor fouling pipa cooler sisi dalam (m2.K/W) Faktor fouling pipa cooler sisi luar (m2.K/W) Tebal dinding pipa cooler (m) Konduktivitas dinding pipa cooler (W/(m.K))

C
kC

78

Pada sisi dalam pipa cooler, mengalir air pendingin kondenser pada fasa cair. Dengan demikian, koefisien transfer kalor pada sisi dalam dapat dihitung dengan : U C ,i = Dengan : Nu C kC : : Bilangan Nusselt untuk aliran fluida pendingin kondenser pada cooler Konduktivitas fluida pendingin kondenser pada cooler (fasa cair) (W/(m.K)) k LC Nu C DC ,i (358)

Bilangan Nusselt untuk fluida pendingin kondenser pada cooler (fasa cair) dapat dihitung sebagai berikut :
0 1 Nu C = 0,023 Re C,8 PrC / 3

(359)

Dengan : Re C PrC : : Bilangan Reynodls untuk aliran fluida pendingin kondenser pada cooler Bilangan Prandtl untuk aliran fluida pendingin kondenser pada cooler

Bilangan Reynolds untuk fluida pendingin kondenser pada cooler dapat dihitung dengan : Re LC = Dengan : m C DC ,i

C AC ,i N C

(360)

LC
AN ,i

: :

Viskositas fluida pendingin kondenser pada cooler (kg/(m.s)) Luas penampang aliran fluida pendingin kondenser pada cooler (m2)

Luas penampang aliran fluida pendingin kondenser pada cooler dapat dihitung dengan : AC ,i = Sehingga persamaan (360) dapat ditulis menjadi :
79

2 DC ,i 4

(361)

4 mC Re C = L DC ,i N C Sedangkan bilangan Prandtl untuk aliran fluida pendingin kondenser pada cooler adalah : PrC = c pC C kC

(362)

(363)

Untuk aliran udara pada sisi shell, koefisien transfer kalor dihitung dengan : U C ,o = Dengan : NuU kU : : Bilangan Nusselt untuk aliran udara pendingin cooler Konduktivitas udara pendingin cooler (W/(m.K)) kU NuU DC ,o (364)

Dengan adanya baffle, maka aliran udara dianggap tegak lurus pipa cooler pada setiap segmen antar baffle. Dalam hal ini, bilangan Nusselt dihitung sebagai :
m NuU = CU Re U

(365)

Dengan : Re U CU m : : : Bilangan Reynolds untuk aliran udara pada cooler Konstanta Konstanta

Bilangan Reynolds untuk aliran udara pada cooler dihitung dengan : mU N BC Re U = U LC N PC Dengan : mU

(366)

Laju aliran udara pendingin cooler (kg/s)


80

U
LC N BC N PC

: : : :

Viskositas udara pendingin cooler (kg/(m.s)) Panjang pipa cooler (m) Jumlah segmen cooler yang terbagi dengan adanya baffle Jumlah pipa cooler paralel menghadap aliran udara

IV.C.2. Perhitungan rugi-rugi tekanan friksi pada aliran fluida pendingin kondenser pada cooler Fluida pendingin kondenser pada cooler mengalir di dalam pipa-pipa cooler dalam bentuk cair subcooled. Oleh karena itu, maka rugi-rugi tekanan friksi dihitung sebagai rugi-rugi tekanan friksi untuk kondisi cair subcooled, yaitu : p FL Dengan : p FC K iC K oC fC LC DC ,i : : : : : : : : : : Rugi-rugi tekanan friksi aliran fluida pendingin kondenser pada cooler (Pa) Koefisien rugi-rugi tekanan fluida pendingin pada masukan pipa cooler Koefisien rugi-rugi tekanan fluida pendingin pada keluaran pipa cooler Faktor friksi aliran dalam pipa cooler Panjang pipa cooler (m) Diameter dalam pipa cooler (m) Densitas fluida pendingin kondenser pada cooler (fasa cair) (kg/m3) Luas penampang aliran dalam pipa cooler (m2) Jumlah pipa cooler Laju aliran massa fluida pendingin kondenser pada cooler (kg/s) L mC = K iL + f L C + K oC 2 A2 N 2 DC ,i C C C
2

(367)

C
AC NC mC

Karena pipa-pipa cooler berbentuk silindris, maka luas penampang aliran dalam pipa kondenser adalah :
81

AC = Sehingga persamaan (367) dapat ditulis menjadi : p FC

2 DC ,i 4

(368)

L 8 mC = K iC + f C C + K oC 2 D2 N 2 DC ,i C C ,i C

(369)

Untuk aliran laminar (ReL 2100) maka faktor friksi fluida pendingin kondenser pada cooler dihitung sebagai : fC = 64 Re C (370)

Untuk aliran turbulen (ReL > 4000) maka faktor friksi dihitung sebagai : f LC = Dengan : Re C : Bilangan Reynold fasa cair untuk aliran fluida pendingin kondenser 0,184 0 Re C, 2 (371)

Bilangan Reynolds untuk fasa cair untuk fluida pendingin kondenser pada cooler dihitung dengan persamaan (348).

IV.C.3. Perhitungan penurnan tekanan elevasi pada aliran fluida pendingin kondenser pada cooler Penurunan tekanan elevasi terjadi jika pipa-pipa cooler disusun tidak horizontal. Penurunan tekanan elevasi fluida pendingin kondenser pada cooler dihitung sebagai : p EC = C gLC sin ( C ) Dengan : p EC : : Penurunan tekanan elevasi aliran fluida pendingin kondenser pada cooler (Pa) Densitas fluida pendingin kondenser (fasa cair) pada cooler (kg/m3) (372)

82

LC g

: : :

Panjang pipa cooler (m) Percepatan gravitasi (m/s2) Sudut kemiringan pipa cooler (radian)

Tanda (+) pada persamaan (360) dipergunakan jika fluida mengalir naik sedangkan tanda (-) pada persamaan (360) digunakan jika fluida mengalir turun.

IV.C.4. Perhitungan rugi-rugi tekanan friksi pada aliran udara pendingin cooler Udara pendingin cooler dianggap mengalir tegak lurus pipa cooler pada tiap segmen baffle. Oleh karena itu, maka rugi-rugi tekanan friksi dihitung sebagai : p FU Dengan : p FU C DU N BC : : : : : : Rugi-rugi tekanan friksi aliran udara pendingin cooler (Pa) Koefisien drag aliran udara pendingin cooler melintasi susunan pipa cooler Jumlah segmen pada cooler yang terbagi akibat adanya baffle Densitas udara pendingin cooler (kg/m3) Laju aliran udara pendingin cooler (kg/s) Luas area aliran udara pendingin cooler tegak lurus susunan pipa cooler (m2) C N mU = DU BC 2 2 U AU
2

(373)

U
mU AU

Jika udara dianggap sebagai gas ideal, maka densitas udara dapat dihitung dengan :

U =
Dengan : pU :

pU M U RTU

(374)

Tekanan udara pendingin cooler (Pa) (dianggap 1 bar = 100000 Pa)

83

MU R TU

: : :

Berat molekul udara (kg/kmol) Konstanta gas universal Suhu rerata udara pendingin cooler dalam cooler (K)

Suhu rerata udara pendingin cooler dalam cooler dapat dihitung dengan : TU = Sehingga persamaan (373) menjadi : C DU N BC mU R (TU ,out + Tling )
2 4 pU M U AU 2

TU ,out + Tling 2

(375)

p FU =

(376)

Luas area aliran udara pendingin cooler tegak lurus susunan pipa cooler (m2) dihitung dengan : AU = Dengan : HC : Lebar cooler tegak lurus aliran udara pendingin cooler (m) LC H C N BC (377)

IV.C.5. Perhitungan penurunan tekanan elevasi pada aliran udara pendingin cooler Penurunan tekanan elevasi terjadi jika pipa-pipa cooler disusun tidak horizontal. Penurunan tekanan elevasi udara pendingin cooler dihitung sebagai : p EU = U gLC sin ( C ) Dengan : p EU : : : : Penurunan tekanan elevasi udara pendingin cooler (Pa) Densitas udara pendingin cooler (kg/m3) Panjang pipa cooler (m) Percepatan gravitasi (m/s2)
84

(378)

U
LC g

Sudut kemiringan pipa cooler (radian)

Tanda (+) pada persamaan (378) dipergunakan jika fluida mengalir naik sedangkan tanda (-) pada persamaan (378) digunakan jika fluida mengalir turun. Densitas udara dihitung dengan persamaan (374) sedangkan suhu rerata udara dalam cooler dihitung dengan persamaan (375). Dengan mensubstitusikan persamaan (374) ke persamaan (375) dan selanjutnya ke persamaan (378), maka diperoleh : p EU = 2 pU M U gLC sin ( C ) R (TU ,out + Tling ) (379)

IV.C.6. Perhitungan daya blower untuk mengalirkan udara pendingin cooler Jika blower dipasang pada ujung masukan udara, maka daya blower untuk mengalirkan udara pendingin cooler dapat dihitung dengan : W B = ( p FU + p EU ) Dengan : WB : : Daya blower untuk mengalirkan udara pendingin cooler (W) Densitas udara pendingin cooler pada posisi masukan udara (kg/m3) mU U ,in

(380)

U ,in

Jika udara dianggap sebagai gas ideal, maka densitas udara pada posisi masukan dapat dihitung dengan :

U =
Sehingga persamaan (380) menjadi :

pU M U RTling

(381)

WB = ( p FU + p EU )

mU RTling pU M U

(382)

85

86

Anda mungkin juga menyukai