Anda di halaman 1dari 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposit Komposit didefinisikan sebagai gabungan serat-serat dan resin. Penggabungannya sangat beragam, fiber atau serat ada yang diatur memanjang (unidirectional composites), ada yang dipotong-potong kemudian dicampur secara acak (random fibers), ada yang dianyam silang lalu dicelupkan dalam resin (cross-ply laminae), dan lainnya. Menurut bentuk material penyusunnya, komposit dapat dibedakan menjadi lima jenis, (M.M Schwartz, 1984) yaitu : - Komposi serat (Fibrous composite) - Komposi laminat (Laminate composite) - Komposi sketal (Filled) - Komposi serpih (Flake) - Komposi partikel (Particulate composite) Lembaran komposit disebut sebagai lamina, Serat yang dipakai seperti di industri pesawat terbang biasanya terbuat dari karbon dan gelas, sedangkan resinnya adalah epoksi, sejenis polimer. Tebal lamina untuk komposit serat karbon adalah 0.125 mm. Komposit karbon/epoksi ini dibuat dari pre-impregnation ply atau pre-preg. Komposit memiliki sifat mekanik yang lebih bagus dari logam, kekakuan jenis (modulus Young/density) dan kekuatan jenisnya lebih tinggi dari logam. Beberapa lamina komposit dapat ditumpuk dengan arah orientasi serat yang berbeda, gabungan lamina ini disebut sebagai laminat. Komposit dibentuk dari dua jenis material yang berbeda, yaitu: Penguat (reinforcement), yang mempunyai sifat kurang ductile tetapi lebih rigid serta lebih kuat, dalam penelitian kali ini penguat komposit yang digunakan yaitu dari serat glass. Matriks, umumnya lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan dan rigiditas yang lebih rendah. Secara garis besar ada 3 macam jenis komposit berdasarkan penguat yang digunakannya, yaitu :

1. Fibrous Composites ( Komposit Serat ) Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat / fiber. Fiber yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (poly aramide), dan sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman. 2. Laminated Composites ( Komposit Laminat ) Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri. 3. Particulalate Composites ( Komposit Partikel ) Merupakan komposit yang menggunakan partikel/serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya (Che, 2008). 2.2 Matrik Resin Epoksi Resin epoksi merupakan jenis resin termoset. Resin epoksi mempunyai kegunaan yang luas dalam industri kimia teknik, listrik, mekanik, dan sipil sebagai bahanperekat, cat pelapis, dan bendabenda cetakan. Selain itu mempunyai kekuatan yang tinggi, resin epoksi juga mempunyai ketahanan kimia yang baik. Bahan resin epoksi didapat dari PT. JUSTUS KIMIA RAYA..Resin epoksi berbentuk cair dengan 2 campuran, satu epoksi herdener tipe generalporpose (polyaminoamida), kedua epoksi resin tipe general porpose (bispenolaepichlorohidrin), dengan perbandingan 1 : 1. Tabel 1 Spesifikasi Resin Epoksi Sifat-sifat Massa Jenis Penyerapan air (suhu ruang ) Kekuatan tarik Kekuatan tekan Kekuatan Lentur Temperatur Pencetakan (Rusmiyatno, 2007) Satuan Gram /cm3 C Kgf/mm2 Kgf/mm2 Kgf/mm2 C Nilai Tipikal 1,17 0,2 5,95 14 12 90

2.3 Serat Ijuk Di Indonesia ijuk merupakan bahan material yang cukup dikenal oleh masyarakat khususnya masyarakat yang berada di Sumatera Utara. Ijuk merupakan bagian dari tanaman aren, ijuk berbentuk seperti benang yang kuat yang memiliki ukuran yang bermacam-macam. Sifat khas dari ijuk adalah mudah terbakar, mudah berlumut /berjamur dan lapuk. Ijuk sebagai tumbuhan tropis banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebagai atap penutup bangunan, sapu, sebagai penyaring. Ijuk memiliki ketahanan terhadap air dan panas sehingga bila digunakan sebagai atap penutup bangunan maka akan terasa sejuk berada didalam bangunan tersebut. Tetapi melihat sifat ijuk yang mudah terbakar dan mudah lapuk maka potensi ijuk sebagai bahan material sangat besar untuk dikembangkan sebagai serat dalam pembuatan komposit. ( Anonim, 2007). 2.4 Metoda Hand Lay-Up Metoda hand lay-up merupakan metoda yang digunakan untuk mencetak bahan polimer termoset yang mengalami pengeringan (curing) pada suhu ruangan. Reaksi kimia pada resin polimer diawali dengan adanya penambahan katalis yang mengakibatkan resin mengeras. Dalam pencetakan, sebuah cetakan terbuka (open mold) digunakan. Untuk mendapatkan permukaan yang baik, maka terlebih dahulu disemprotkan sebuah pigmen gel coat pada permukaan cetakan. Resin dan pengisi kemudian ditempatkan di cetakan. Udara yang masih ada dihilangkan dengan menggunakan kuas, roller, ataupun brush dabbing. Lapisan pengisi dan resin ditambahkan dengan tujuan untuk penebalan kemudian ke dalamnya ditambahkan katalis atau akselerator yang akan mengeringkan resin tanpa perlu adanya penambahan panas. Oleh karena itu, proses curing pada metoda hand lay-up dikatakan berlangsung pada suhu ruangan. Metoda hand lay up sangat cocok digunakan untuk keperluan produksi yang rendah karena menggunakan peralatan dan biaya yang tidak begitu besar (Schwartz, 1984).

Gambar 2. Metoda Hand Lay-Up (Rice, 2004) 2.5 Pengujian/Karakterisasi Bahan Komposit 2.5.1 Analisa Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Salah satu pengujian tegangan dan regangan (stress strain test) adalah pengujian tarik (tension test). Dari pengujian ini dapat kita ketahui beberapa sifat mekanik material yang sangat dibutuhkan dalam desain rekayasa. Hasil dan pengujian ini adalah grafik beban versus perpanjangan (elongation). 2.5.2 Analisa Kekuatan Bentur (Impact Strength) Kekuatan impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui ketegasan bahan atau ketahanan bahan terhadap daya dengan kecepatan tinggi (hantaman). Kekuatan impak suatu bahan polimer dapat diukur dengan menggunakan alat impact test. Untuk kekuatan impak, bahan dapat dibagi dalam dua klasifikasi, yaitu bahan yang rapuh (brittle) dan elastis (ductile). Kegagalan pada bahan yang rapuh dapat terjadi pada energi yang rendah di mana keretakan bermula dan berlanjut sebelum terjadinya yelding. Ciri-ciri yang ditunjukkan biasanya bagian yang putus/patah menunjukkan permukaan yang halus dan kaku. Untuk bahan ductile, akan terbentuk yelding di mana akan tampak stress whitening pada daerah yang putus. Pengujian

impak biasanya dilakukan dengan metoda Charphy atau Izod, (Van Vlack, 1989 dalam Faisal, 2008).
Energi yang dibutuhk an untuk p atah (J/m) Tebal baha n

Kekua tan =

2.5.3

Analisa Karakterisitik Fourier Transform Infra Red (FT IR). Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu

menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran (Sitorus, 2009). 2.5.4 Analisa Fraksi Volume Serat Dalam penyusunan bahan komposit, distribusi pengisi dalam matriks dapat dideskripsikan berulang atau secara periodik. Meskipun susunan serat tidak teratur, tetapi asumsi pertama bahwa serat yang tersusun dalam cross section dianggap sebagai bentuk persegi (square packed) atau heksagonal (hexagonal packed). Asumsi bahwa dua bentuk diatas mengikuti pola pada gambar 2.4. Dengan mengarahkan perhatian pada unit sel model maka dapat dilihat luas penampang pada serat relatif terhadap luas permukaan total pada unit sel merupakan pengukuran volume serat terhadap volume total komposit. Fraksi ini merupakan parameter yang penting dalam bahan komposit dan dikenal dengan istilah fraksi volume serat dan nilainya diantara 0-1 (Megat et al, 2008).

Gambar 2.4 Susuan Geometri Serat dalam Matriks (Megat et al, 2008) 2.5.5 Analisa Penyerapan Air oleh Komposit Menurut Lokantara dan Suardana (2009), penyerapan air (water-absorption) dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut Penyerapan air pada komposit berpenguat serat alami dan mempengaruhi dicelupkan di dalam air.

memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya

kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti kekuatan tariknya. Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan penurunan sifat mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari penyerapan air sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di lingkungan terbuka. 2.5.6 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel. SEM adalah adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder, dan absorpsi elektron. Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 um dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan

tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar toforgrafi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket. Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai konduktifitas yang tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas dan pallladium (Sunariyo, 2008).

Anda mungkin juga menyukai