Anda di halaman 1dari 5

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang Krisis energi di Indonesia sebagai akibat semakin menipisnya cadangan bahan bakar minyak khususnya dari bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbarui telah menuntut Indonesia untuk mencari sumber bahan bakar alternatif yang bersifat dapat diperbarui (Sardjono 2006). Ketergantungan Indonesia terhadap minyak bumi dapat dikurangi dengan mengembangkan sumber energi alternatif berbahan baku minyak nabati. Biodisel merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak disel/solar dan hampir tidak mengandung sulfur dan memiliki oksigen tetap yang membantu dalam pembakaran sempurna (Pant et al. 2006). Penggantian pemakaian solar ke bahan bakar nabati merupakan upaya diversifikasi energi dalam mencapai ketahanan energi (Ditjen Migas 2009). Sehubungan dengan krisis energi yang terjadi, secara resmi pemerintah mencanangkan pengembangan bio-fuel melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijaksanaan Energi Nasional dan Inpres No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati sebagai Bahan Bakar lain. (Ditjenbun 2006a). Berkaitan dengan hal tesebut, cukup banyak komoditas perkebunan penghasil minyak nabati di Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodisel salah satunya adalah jarak pagar (Hambali et al. 2006). Minyak dari biji jarak pagar berpotensi besar untuk diubah menjadi biodisel (Tiwari et al. 2007). Dalam pengembangan tanaman jarak pagar walaupun Peraturan

Pemerintah dan Inpres telah dikeluarkan, penyediaan bahan tanaman berupa varietas unggul masih menjadi kendala. Menurut Hasnam dan Hartati (2006), program pengembangan tanaman jarak pagar tidak didukung oleh ketersediaan bahan tanam yang teridentifikasi tingkat dan kepastian hasilnya. Mandal (2005) menyatakan bahwa diperlukan kajian sistematik seperti eksplorasi dan koleksi plasma nutfah, studi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, biologi produksi, seleksi dan uji kesesuaian agroklimat serta beberapa aspek budidaya tanaman jarak.

2 Pada saat ini pengembangan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) sebagai bahan baku energi alternatif masih terhalang oleh minimnya penggunaan benih bersertifikat yang memenuhi standar pemerintah (Hambali 2007). Saat ini sekitar 70% petani pekebun masih menggunakan benih asalan (Karmawati 2008). Untuk mengusahakan tanaman jarak pagar, diperlukan bahan tanaman yang memiliki keunggulan genetik yang dicirikan oleh potensi produksi biji tinggi dan beradaptasi luas terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan (Hasnam dan Mahmud 2006). Berbagai publikasi melaporkan bahwa jarak pagar dapat tumbuh mulai dari daerah beriklim sangat kering hingga sangat basah dan lahan marginal (Foidl et al. 1996; Heller 1996; Gubitz et al. 1999; Openshaw 2000), namun menurut Santoso et al. (2008) untuk dapat berproduksi dengan baik tanaman tetap membutuhkan batas-batas kondisi ekosistem tertentu. Pada lahan kering Lombok Barat, potensi produksi biji kering tanaman jarak pagar pada tahun pertama sebesar 880.78 kg/ha dari tanaman asal stek dan 749.81 kg/ha dari tanaman asal biji. Pemanfaatan tanaman jarak pagar di daerah beriklim basah (dengan curah hujan tinggi) diperlukan. Menurut Lapanjang et al. (2008), pertumbuhan tanaman jarak pagar pada kondisi air yang tercukupi lebih baik dibandingkan tanaman yang mengalami stres kekeringan. Oleh karena itu, pengujian pada daerah beriklim basah perlu dilakukan guna mendapatkan informasi mengenai potensi produksi jarak pagar yang ditanam pada daerah beriklim basah. Kumar dan Sharma (2008); Kaushik et al. (2007) menyatakan informasi genetik tentang morfologi, agronomi dan kandungan minyak jarak pagar penting diketahui dalam rangka program pengembangan tanaman jarak pagar. Kegiatan karakterisasi dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat penting yang terkandung di dalam suatu materi genetik (Budiarti et al. 2001). Beberapa metode yang biasa dilakukan untuk mengkarakterisasi keragaman genetik tanaman antara lain analisis karakter morfologi, fisiologi dan biokimia serta penanda molekuler (Asrul 2004; Solouki et al. 2008). Ragam genetik yang diperoleh dari analisis karakter morfologi menurut Hadiati dan Sukmadjaja (2002) masih bersifat dugaan karena masih dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut Bustamam dan Moeljopawiro (1998), keragaman genetik suatu populasi dapat pula diamati pada

3 tingkat protein dan tingkat DNA. Analisis keragaman genetik tanaman jarak pagar pada tingkat DNA telah dilakukan dengan beberapa metode yaitu singleprimer amplification reaction (SPAR) (Ranade et al. 2008), random amplified polymorphic DNA (RAPD), inter simple sequence repeats (ISSR) (Basha dan Sujatha 2007; Gupta et al. 2008), simple sequence repeat (SSR) dan amplified fragment length polymorphism (AFLP) (Sun et al. 2008; Yan 2008). Analisis keragaman genetik pada tingkat protein dapat dilakukan dengan analisis isozim. Analisis isozim pada prinsipnya merupakan teknologi pengkajian keragaman genetik berdasarkan variasi rantai asam amino yang mempunyai fungsi katalitik yang sama (Bustamam dan Moeljopawiro 1998). Teknik isozim telah banyak digunakan untuk untuk mengkaji keragaman genetik dari beberapa organisme, diantaranya adalah karakterisasi mutan Boerhavia diffusa L. (Shukla et al. 2004), keterkaitan antara keragaman fenotipe dan genotipe pada populasi manggis Sumatera Barat (Mansyah et al. 1999). Identifikasi keragaman genetik varietas lokal kedelai di Jawa berdasarkan analisis isozim juga telah dilakukan (Cahyarini et al. 2004). Djajanegara et al. (2007) menggunakan analisis isozim dengan pewarnaan acid phosphatase untuk melihat pengaruh mutasi radiasi sinar gamma terhadap produktivitas jamur tiram abu-abu.

Perumusan Masalah Dalam rangka pengembangan jarak pagar, diperlukan ketersediaan genotipe unggul yang berproduksi tinggi secara spesifik atau di semua wilayah. Informasi potensi produksi dari setiap genotipe berguna untuk mendapatkan

kepastian hasil. Selain potensi produksi informasi tentang keragaman plasma nutfah dan hubungan di antara materi pemuliaan sangat berperan penting dalam pemuliaan tanaman. Keanekaragaman genetik di dalam suatu populasi tanaman jarak pagar sangat diperlukan karena merupakan kekayaan genetik yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan varietas unggul baru. Semakin tinggi tingkat

keanekaragaman genetik dalam suatu populasi tanaman, akan semakin meningkatkan peluang keberhasilan perbaikan tanaman tersebut. Berdasarkan

4 kebutuhan tersebut maka perlu dilakukan penelitian dalam rangka karakterisasi untuk mengetahui keragaman genotipe dan mengetahui potensi produksi genotipe jarak pagar yang ditanam di daerah beriklim basah.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah memperoleh informasi tentang: (1) karakter agronomi yang berpengaruh terhadap hasil, (2) kriteria seleksi daya hasil (bobot kering biji per tanaman) jarak pagar di wilayah beriklim basah dan (3) keragaman beberapa genotipe jarak pagar.

Hipotesis 1. Terdapat beberapa karakter agronomi yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap hasil. 2. Terdapat beberapa kriteria seleksi daya hasil jarak pagar di wilayah beriklim basah. 3. Terdapat keragaman genetik antar genotipe jarak pagar.

Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini disusun berdasarkan dua kegiatan percobaan yaitu; (1) analisis karakter agronomi yang meliputi karakter kualitatif dan karakter kuantitatif delapan genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.) dan (2) analisis isozim dengan menggunakan larutan pewarna enzim Peroksidase (PER), Esterase (EST), Aspartat aminotransferase (AAT), Malat dehidrogenase (MDH) dan Alkohol dehidrogenase (ADH). Percobaan 1, analisis karakter agronomi akan diperoleh genotipe yang memiliki keunggulan untuk dikembangkan di daerah beriklim basah dan akan diketahui karakter kuantitatif yang berpengaruh terhadap peningkatan hasil serta karakter yang dapat dijadikan kriteria seleksi dalam pengembangan jarak pagar.

5 Percobaan 2, dilakukan analisis isozim pada kedelapan genotipe jarak pagar. Informasi yang diperoleh pada percobaan ini adalah variasi pola pita dari masing masing isozim yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan kekerabatan genotipe jarak pagar pada tingkat protein. Bagan alur penelitian disajikan pada Gambar 1.
Genotipe Jarak Pagar
Analisis Isozim

Analisis Karakter Agronomi Karakter kuantitatif Karakter kualitatif

Analisis Kekerabatan
Pengelompokan Berdasarkan Karakter Kuantitatif Pengelompokan Berdasarkan Karakter Kualitatif

Analisis Kekerabatan
Pengelompokan Berdasarkan Penanda Isozim

Pengelompokan Berdasarkan Gabungan Data Kualitatif dan Isozim Pengelompokan Berdasarkan Gabungan Data Kualitatif, Kuantitatif dan Isozim Analisis Kesesuaian Korelasi fungsi MxComp

Analisis Lintas (Path Analysis)

Informasi karakter agronomi dan keragaman jarak pagar

Gambar 1. Bagan alur penelitian

Anda mungkin juga menyukai