1. Pengertian Menurut FASB (SFAC No. 6) Assets are probable future economics benefits obtained or controlled by a particular entity as a result of past transactions or events. (Asset adalah Manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang diperoleh atau dikuasai / dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu) Karakteristik utama asset antara lain :
a. Manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti
Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomik di masa datang yang cukup pasti. Uang atau kas mempunyai manfaat atau potensi jasa karena daya belinya atau daya tukarnya. Sumber selain kas mempunyai manfaat ekonomik karena dapat ditukarkan dengan kas, barang, atau jasa, karena dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa, atau karena dapat digunakan untuk melunasi kewajiban. b. Dikuasai atau dikendalikan entitas Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek atau pos tidak harus dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Oleh, karena itu, konsep penguasaan atau kendali lebih penting daripada konsep kepemilikan. Penguasaan disini berarti kemampuan entitas untuk mendapatkan, memelihara/menahan, menukarkan, menggunakan manfaat ekonomik dan mencegah akses pihak lain terhadap manfaat tersebut. Hal ini dilandasi oleh konsep dasar substansi mengungguli bentuk yuridis (substance over form). Pemilikan (ownership) hanya mempunyai makna yuridis atau legal. c. Timbul akibat transaksi masa lalu
Kriteria ini sebenarnya menyempurnakan kriteria penguasaan dan sekaligus sebagai kriteria atau tes pertama (first-test) pengakuan objek sebagai aset. Aset harus timbul akibat dari transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi. Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik. FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset karena transaksi atau kejadian tersebut dapat menimbulkan (menambah) atau meniadakan (mengurangi) aset. Misalnya perubahan tingkat bunga, punyusutan atau kecelakaan.
2. PENGGOLONGAN
Aset Lancar dan Tidak Lancar Aset lancar (PSAK 1 paragraf 63), mengklasifikasikan aset sebagai aset lancar jika: a. Entitas mengharapkan akan merealisasikan aset atau bermaksud untuk menjual atau menggunakannya dalam siklus operasi normal ( 12 bulan ) b. c. Entitas memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan. Entitas mengharapkan akan merealisasikan aset dalam jangka waktu 12 bulan setelah periode pelaporan d. Kas atau setara kas ( PSAK 2 ) kecuali aset tersebut dibatasi pertukaran atau penggunaannya untuk menyelesaikan liabilitas sekurang-kurangnya dua belas bulan setelah periode pelaporan. Aktiva lancar adalah kekayaan perusahaan yang berupa uang tunai (kas) dan saldo rekening giro di Bank serta kekayaan lain yang dapat dicairkan menjadi uang tunai atau rekening giro di Bank, yang dapat dijual atau dipakai habis dalam waktu satu tahun (siklus operasi normal) yaitu perputaran modal kerja dari kas dan giro bank sampai kemudian menjadi kas atau giro Bank kembali.
1. Kas, yaitu uang tunai, cek saldo rekening giro di Bank atau alat pembayaran lainnya yang dapat diterima oleh Bank sebesar nilai nominalnya.
2. Surat Berharga, yaitu surat berharga yang berupa saham dan obligasi yang segera dapat
diuangkan atau dijual di bursa efek / Bank. 3. Wesel Tagih (Piutang wesel), yaitu surat perintah membayar/kesanggupan membayar sejumlah uang pada orang tertentu dan pada tanggal tertentu. Sebelum tanggal jatuh tempo wesel tagih ini dapat dijual ke bank dengan nilai tunai yang diterima lebih rendah dari nilai nominalnya. 4. Piutang Usaha, yaitu tagihan kepada pihak lain yang terjadi karena penjualan barang atau jasa tanpa disertai janji tertulis.
5. Persediaan barang dagangan, yaitu barang yang dibeli tanpa diproses (diolah kembali)
Pelerngkapan Kantor : Kertas, tinta, perangko dan lain-lain. Perlengkapan Toko: kertas bungkus, tali dan lain-lain.
2. Entitas mengklasifikan aset yang tidak termasuk kategori tersebut sebagai aset tidak lancar mencakup aset tetap, aset tidak berwujud, dan aset keuangan yang bersifat jangka panjang.
a. Aktiva Tetap (Fixed Assets) Menurut PSAK No 16 paragraf 6 , Aset tetap adalah aset berwujud yang : 1. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa
untuk direntalkan kepada pihak lain atau untuk tujuan administratif 2. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Aset tetap dalam akuntansi adalah aset berwujud yang memiliki umur lebih dari satu tahun dan tidak mudah diubah menjadi kas. Jenis aset tidak lancar ini biasanya dibeli untuk digunakan untuk operasi dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali.
Yang termasuk Aktiva tetap antara lain: tanah untuk lokasi usaha, gedung, mesinmesin produksi, perlatan, kendaraan dan lain-lain.
Menurut
PSAK
No
19
paragraf
Aset tidak berwujud adalah asset non moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa,disewakan kepada pihak lainnya atau untuk tujuan administratif.
secara keseluruhan. Goodwiil memungkinkan perusahaan memperoleh laba yang lebih tinggi dari rata-rata laba perusahaan sejenis dan sebanding. Goodwiil dapat diketahui dari : Produk yang terkenal mempunyai kualitas tinggi; Keunggulan dan keprofesionalan manajemen; Organisasi dan jalur pemasaran yang efisien dan efektif; Lokasi perusahaan yang strategis; Nama perusahaan yang dikenal luas.
2. Hak Paten, yaitu hak tunggal yang diberikan oleh pemerintah (Direktorat Paten) kepada perusahaan atau perorangan untuk memanfaatkan penemuan baru.
3. Hak cipta, yaitu yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan atau perseorangan untuk memperbanyak atau menjual brang-barang hasil karya seni atau karya intelektual (karya tulisan).
4. Merek dagang / trade mark, yaitu hak tunggal yang diberikan oleh pemerintah kepada orang atau badan usaha untuk menggunakan cap, nama, atau lambang usaha.
5. Franchise, yaitu hak tunggal atau hak istimewa yang diperoleh suatu perusahaan dari perusahaan lain, pemerintah, atau perorangan untuk mengkomersialkan produk proses, teknik atau resep tertentu.
3. Pengakuan & Pengukuran berdasarkan PSAK 16 Pengakuan Aktiva Tetap berdasarkan PSAK No. 16 bahwa: Suatu benda berwujud harus diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap bila: a) Besar kemungkinan (probable) bahwa manfaat keekonomian di masa yang akan datang yang berkaitan dengan aktiva tersebut akan mengalir ke dalam perusahaan; dan
b)
Pengukuran Awal Aktiva Tetap (PSAK No. 16 paragraf 14) Suatu aktiva tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan. Biaya Perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aktiva pada saat perolehan atau konstruksi. Komponen Biaya Perolehan Biaya Perolehan suatu aktiva tetap terdiri dari harga belinya, termasuk bea impor dan PPN Masukan Restitusi (Non-refundable), dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung hingga aktiva tersebut dalam kondisi siap pakai; setiap potongan dagang dan rabat yang dikurangkan dari harga pembelian. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal (PSAK 16 paragraf 27) Model Biaya Setelah pengakuan awal sebagai aktiva, suatu aktiva tetap disajikan sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan rugi penurunan nilai. Model Revaluasi Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada nilai revaluasian yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi dilakukan secara teratur sehingga nilai tercatat tidak berbeda secara material dari nilai wajarnya pada tanggal neraca. Jika salah satu aktiva dalam suatu
kelompok aktiva tetap direvaluasi, maka semua aktiva dalam kelompok tersebut harus direvaluasi. Penyusutan Nilai perolehan aktiva khususnya aktiva tetap akan semakin menurun dari waktu ke waktu oleh karena itu perlu dilakukan penyusutan. Menurut PSAK16 ,Penyusutan adalah alokasi sistematik jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aktiva sepanjang masa manfaat.
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penyusutan Menurut Haryono Yusuf (2001 ; 164) bahwa besarnya penyusutan di dasarkan pada tiga faktor berikut : 1. Harga perolehan 2. Nilai sisa (residu) 3. Masa manfaat (umur aktiva) Berikut ini adalah penjelasan dari Zaki Baridwan mengenai faktor faktor yang mempengaruhi besarnya penyusutan : a. b. Harga Perolehan, yaitu uang yang di keluarkan atau hutang yang timbul dan biaya biaya lain yang terjadi dalam memperoleh suatu aktiva. Nilai Sisa (residu), adalah jumlah yang di terima bila aktiva itu di jual, di tukarkan atau cara cara lain ketika aktiva tesebut sudah tidak dapat di gunakan lagi di kurangi dengan biaya biaya yang terjadi pada saat menjual atau menukarnya. c. Taksiran Umur Kegunaan, hal ini dipengaruhi oleh cara cara pemeliharaan dan kebijaksanaan yang di anut dalam reparasi perusahaan. Berbagai metode penyusutan dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang disusutkan secara sistematis dari suatu aktiva selama masa manfaatnya. Metode ini antara lain metode garis lurus (straight line method), metode saldo menurun (diminishing balance method) dan metode jumlah unit (sum of unit method). Metode garis lurus menghasilkan pembebanan yang tetap selama masa manfaat aktiva. Metode saldo menurun menghasilkan pembebanan yang menurun selama masa manfaat aktiva. Metode jumlah unit menghasilkan pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau keluaran (output) yang diharapkan dari suatu aktiva.
PENGUNGKAPAN PSAK 16 Paragraf 59.Laporan keuangan mengungkapkan, untuk setiap jenis aktiva tetap: (a) dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan nilai tercatat bruto. Jika lebih dari satu dasar yang digunakan, jumlah tercatat bruto untuk dasar setiap kategori harus diungkapkan; (b) metode penyusutan yang digunakan; (c) masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; (d) nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (digabungkan dengan akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode; (e) rekonsiliasi nilai tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan: (i). penambahan; (ii). pelepasan; (iii). perolehan melalui penggabungan usaha; (iv). peningkatan atau penurunan yang dihasilkan dari revaluasi sesuai paragraf 27, 36, dan 37 serta dari rugi penurunan nilai yang diakui atau dibalik secara langsung dari modal selama periode, sesuai PSAK 48: Penurunan Nilai Aktiva (jika ada); (v). kerugian penurunan nilai yang diakui dalam laporan laba rugi selama periode sesuai PSAK48 (jika ada); (vi). kerugian penurunan nilai yang dibalik dalam laporan laba rugi selama periode sesuai PSAK 48 (jika ada); (vii). penyusutan; (viii).perbedaan nilai tukar yang muncul pada penjabaran laporan keuangan suatu entitas asing; dan (ix). pergerakan lainnya. Informasi komparatif tidak dibutuhkan dalam rekonsiliasi pada point (e). Paragraf 60 Laporan keuangan juga mengungkapkan: (a) eksistensi dan batasan atas hak milik, dan aktiva yang dijaminkan untuk hutang; (b) kebijakan akuntansi dalam estimasi biaya perbaikan yang berkaitan dengan aktiva tetap; (c) jumlah pengeluaran pada pos aktiva tetap dalam rangka konstruksi; dan
Pengakuan dan pengukuran berdasarkan PSAK no. 19 Dalam mengakui suatu pos sebagai aset tidak berwujud, perusahaan perlu menunjukan bahwa pos tersebut memenuhi: 1.Definisi aset tidak berwujud (lihat paragraf 8-18) 2.Kriteria pengakuan sebagaimana diatur dalam pernyataan ini (lihat paragraf 21-23) Paragraf 21 Aset tidak berwujud diakui jika dan hanya jika: 1. Kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut 2. Biaya perolehan aset tersebut dapat diukur secara andal. Paragraf 24 Suatu aset tidak berwujud pada awalnya harus diakui sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan aset tidak berwujud terdiri dari: (a) harga beli, termasuk bea masuk (import), dan pajak pembelian yang tidak dapat dikembalikan, setelah dikurangkan diskon dan rabat: dan (b) segala biaya yang dapat dikaitkan secara langsung dalam mempersiapkan aset tersebut sehingga siap untuk digunakan. PENGUKURAN SETELAH PENGAKUAN Model Biaya Paragraf 74. Setelah pengakuan awal, suatu aset tidak berwujud harus dinilai pada biaya perolehanya dikurangi oleh akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian atas penurunan nilai.
Model Revaluasi Paragraf 75. Setelah pengakuan awal, suatu aset tidak berwujud harus dinilai atas nilai revaluasinya, dicatat pada nilai pasar pada tanggal revaluasi dikurangi nilai akumulasi penyusutan selanjutnya dan akumulasi kerugian penurunan nilai aset selanjutnya. Untuk tujuan revaluasi berdasarkan Pernyataan ini, nilai wajar harus ditentukan dengan menggunakan referensi dari sebuah pasar aktif. Revaluasi harus dilakukan secara rutin pada tiap akhir periode pelaporan sehingga jumlah tercatat aset tidak memiliki perbedaan yang material dengan nilai wajarnya. Paragraf 76 Model revaluasi tidak memperbolehkan: (a) revaluasi aset tidak berwujud yang sebelumnya belum pernah diakui sebagai aset; atau (b) Pengakuan awal aset tidak berwujud pada jumlah (tertentu) selain dari biayanya. Entitas harus memilih baik model biaya atau model revaluasi sebagai kebijakan akuntansinya. Jika suatu aset tidak berwujud dicatat dengan menggunakan model revaluasi, semua aset lainnya dalam kelas tersebut harus dicatat dengan menggunakan model yang sama, kecuali tidak ada pasar aktif untuk aset tersebut. Pengungkapan PSAK 19 Paragraf 119. Suatu entitas harus mengungkapkan halhal berikut untuk setiap kelas aset tidak berwujud, dipisahkan antara aset tidak berwujud yang dihasilkan secara internal dan aset tidak berwujud lainnya: (a) apakah masa manfaat tak terbatas atau terbatas, jika masa manfaat terbatas diungkapkan tingkat amortisasi yang digunakan atau masa manfaatnya; (b) metode amortisasi yang digunakan untuk aset tidak berwujud dengan masa manfaat terbatas; (c) jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (secara agregat dengan akumulasi kerugian akibat penurunan nilai) pada awal dan akhir periode; (d) unsur-unsur dalam laporan pendapatan komprehensif yang mana amortisasi aset tidak berwujud termasuk (didalamnya); (e) pengakuan atas jumlah tercatat pada awal dan akhir periode menunjukkan:
i. penambahan, secara terpisah mengindikasikan aset tidak berwujud dari pengembangan internal, yang diperoleh secara terpisah, dan yang diperoleh melalui kombinasi bisnis; ii. Aset digolongkan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual atau termasuk dalam kelompok aset lepasan dan dikelompokan sebagai dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan dan penghapusan lainnya; iii. peningkatan atau penurunan selama periode tersebut yang berasal dari revaluasi sesuai dengan paragraf 75, 85 dan 86 dan dari pengakuan kerugian penurunan nilai atau pembalikan dalam penapatan komprehensif lainnya yang sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset (jika ada); iv.kerugian penurunan nilai yang diakui dalam laporan rugi laba selama periode sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset (jika ada); v. kerugian penurunan nilai yang dibalik dalam laporan rugi laba selama periode sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset (jika ada); vi. setiap amortisasi yang diakui selama periode; vii. selisih kurs neto yang timbul dari nilai translasi laporan keuangan ke mata uang penyajian , dan translasi operasi luar negeri dengan mata uang asing ke mata uang penyajian yang digunakan entitas; dan viii. perubahaan lainnya pada jumlah tercatat aset selama periode.
Penurunan Nilai Aset berdasarkan PSAK No. 48 Impairment aset terjadi jika nilai tercatat aset melebih nilai yagn dapat dipulihkan. Aset yang mengalami penurunan nilai harus disesuaikan dan dampak penyesuaian tersebut akan diakui sebagai kerugian dalam laporan laba rugi. Semua aset memiliki potensi mengalami penurunan nilai, namun ada yg diatur sendiri dalam standar aset terkait atau diatur umum dalam PSAK 48 tentang Penurunan Nilai.
Pengertian Umum Impairment atau penurunan nilai terjadi nilai tercatat aset melebihi nilai terpulihkan. Nilai terpulihkan adalah nilai yang lebih tinggi antara nilai wajar dikurangi dengan biaya penjualan dan nilai pakai. Kerugian penurunan nilai merupakan selisih antara nilai tercatat dikurangi dengan nilai terpulihkan. Kerugian tersebut diakui dalam laporan laba rugi pada saat terjadinya. Pemulihan terhadap penurunan nilai dapat dilakukan. Penurunan nilai didasarkan pada prinsip konservatisme dan kehati-hatian. Aset tidak boleh dicatat overstated, dari nilai dapat diperoleh kembali. Sesuai definisi aset adalah manfaat ekonomi yang di masa depan yang diharapkan akan mengalir dalam suatu entitas. Aset harus disajikan sebesar nilai yang mencerminkan manfaat ekonomi yang akan diperoleh di masa depan. Saat nilai yang akan diperoleh di masa depan lebih rendah dari nilai tercatat, maka aset tersebut harus diturunkan. Prosedur Penurunan Nilai
1.
indikasi suatu aset mengalami penurunan nilai. Jika terdapat indikasi, entitas harus mengukur nilai terpulihkan aset. Jika nilai terpulihkan tersebut lebih rendah dari nilai tercatat aset, maka entitas harus menyesuaikan nilai aset tersebut dan mengakui kerugian penurunan nilai. Entitas memberikan pengungkapan yang memadai atas penurunan nilai tersebut. Pada saat menilai indikasi penurunan nilai, entitas mempertimbangkan faktor ekternal dan internal. Faktor eksternal adalah faktor di luar entitas yang mengindikasikan dan mempengaruhi penurunan nilai aset seperti, penurunan nilai pasar aset yang sangat signifikan melebihi penurunan nilai akibat pemakaian atau berlalunya waktu, perubahan lingkungan seperti teknologi, ekonomi, teknologi, suku bunga pasar dan lingkup operasi entitas. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam entitas dan faktor teknis terkait aset tersebut seperti, keusangan dan kerusakan fisik, kinerja aset yang buruk dan perubahan signifikan dalam perusahaan yang menyebabkan aset tidak dimanfaatkan.
Pengujian adanya indikasi penurunan nilai merupakan tahapan awal dalam menentukan penurunan nilai. Jika tidak ada indikasi, maka aset tidak mengalami penurunan nilai sehingga tidak perlu melakukan pengukuran penurunan nilai. Namun jika aset tersebut memiliki indikasi penurunan nilai, maka dalam pengukuran penurunan nilai dapat dipastikan bahwa nilai tercatat lebih tinggi dari pada nilai terpulihkan.
2.
Setelah ditemukan indikasi penurunan nilai, maka selanjutnya adalah menentukan nilai terpulihkan. Entitas harus menghitung nilai wajar aset dan biaya penjualan aset dan nilai pakai aset. Kedua nilai tersebut tidak harus tersedia semuanya. Jika salah satu nilai tersebut lebih besar dari nilai tercatat, maka tidak perlu dilakukan proses penurunan nilai berikutnya. Artinya nilai terpulihkan akan menghasilkan nilai yang lebih tinggi dari nilai tercatat sehingga tidak terjadi penurunan nilai. Dalam kondisi lain, nilai pasar aset sulit dilakukan karena tidak ada dasar untuk menentukan nilai pasar. Entitas dapat menggunakan pakai sebagai nilai terpulihkan. Namun sebaliknya jika entitas tidak meyakini nilai pakai aset, maka nilai wajar dikurangi biaya penjualan digunakan sebagai nilai terpulihkan. Biaya penjualan adalah seluruh biaya untuk melepaskan aset tersebut. Contoh biaya penjualan adalah biaya hukum, biaya pajak transaksi, biaya pemindahan, biaya tambahan untuk menjadikan aset dalam keadaan siap dijual. Namun biaya pemutusan hubungan kerja dan biaya terkait regorganisasi bisnis setelah pelepasan aset bukan bagian dari biaya penjualan. Nilai pakai adalah nilai kini arus kas di masa depan yang diharapkan akan diperoleh entitas dari pemakaian aset tersebut. Untuk memperoleh nilai pakai langkah yang harus dilakukan adalah mengestimasi arus kas masuk dan arus kas keluar di masa depan dari pemakaian dan pelepasan aset serta menerapkan tingkat diskonto yang tepat atas arus kas masa depan tersebut. Estimasi arus kas masa depan harus memperhatikan faktor ketidakpastian, kondisi ekonomi, tingkat dan suku bunga. Asumsi yang digunakan dalam proyeksi harus mencerminkan estimasi terbaik manajemen mengenai kemungkinan yang akan terjadi selama penggunaan aset tersebut. Estimasi arus dan tingkat diskonto harus menggambarkan asumsi yang konsisten mengenai kenaikan harga yang dikaitkan pada inflasi umum. Tarif diskonto yang digunakan mencerminkan penilaian pasar atas nilai waktu uang dan risiko spesifik. Diskonto yang digunakan mencerminkan tingkat pengembalian yang
disyaratkan investor jika mereka memilih suatu investasi yang menghasilkan arus kas dengan jumlah, waktu, profil risiko yang sama dengan aset tersebut.
3.
Menentukan apakah aset mengalami penurunan nilai atau tidak dengan membandingkan nilai tercatat dengan nilai terpulihkan. Jika nilai tercatat lebih rendah dari nilai terpulihkan, aset tak mengalami penurunan nilai. Entitas akan mengakui penurunan nilai sebesar selisih nilai tercatat dengan nilai pakai. Aset akan disesuaikan atau diturunkan nilainya sebesar nilai pakai. Kerugian penurunan nilai disajikan dalam laporan laba rugi periode berjalan. Entitas harus mengungkapkan aset yang mengalami penurunan nilai dalam catatan atas laporan keuangan. Contoh : PT CDA membeli gedung 5 tahun yang lalu dengan harga Rp600.000.000. Umur ekonomis gedung tersebut adalah 20 tahun. Metode penyusutan garis lurus. Dengan nilai Buku sebesar Rp450.000.000. Value in Use asset untuk 15 tahun mendatang adalah Rp237.950.000 dan Net Realizable Value Aset ini adalah Rp220.000.000. Nilai yang dapat Terpulihkan ( recoverable amount ) yang digunakan adalah lebih tinggi antara value in use dan NRV. Maka Nilai Tercatat lebih > Nilai terpulihkan = Rp450.000.000 - Rp237.950.000.000 Sehingga jurnalnya : Kerugian atas penurunan nilai 212.050.000 212.050.000
Dalam praktik, perusahaan cenderung menghindari melakukan penurunan nilai. Dampak penurunan nilai mengurangi laba dan memperkecil nilai aset entitas. Entitas sulit untuk
menentukan nilai terpulihkan. Dalam menentukan nilai pakai banyak menggunakan nilai estimasi dan asumsi yang dipengaruhi oleh subyektivitas manajemen.
Pengakuan
dan
pengukuran
kerugian
nilai
aktiva
PSAK
48
Paragraf 41 Jika nilai yang dapat diperoleh kembali dari suatu aktiva lebih kecil dari nilai tercatatnya, nilai tercatat aktiva harus diturunkan menjadi sebesar nilai yang dapat diperoleh kembali. Penurunan tersebut merupakan rugi penurunan nilai aktiva dan harus segera diakui sebagai beban pada laporan laba rugi. Paragraf 42 Jika jumlah taksiran kerugian penurunan nilai aktiva lebih besar dari nilai tercatat aktiva, perusahaan harus mengakui kewajiban hanya jika hal ini diwajibkan dalam PSAK lain. Paragraf 43 Setelah kerugian penurunan nilai aktiva diakui, beban depresiasi (amortisasi) aktiva untuk periode yang akan datang harus disesuaikan agar mencerminkan alokasi nilai tercatat yang telah direvisi,setelah dikurangi nilai sisa (jika ada), secara sistematis selama sisa periode depresiasi (amortisasi). Pengungkapan PSAK 48 Paragraf 79 Untuk setiap kelompok aktiva, laporan keuangan harus mengungkapkan: a) rugi penurunan nilai yang diakui selama periode tersebut dan elemen laporan laba rugi yang didalamnya kerugian penurunannilai telah dimasukkan; dan b) pemulihan kerugian penurunan nilai yang diakui selama periode tersebut dan elemen laporan laba rugi yang didalamnya kerugian penurunan nilai telah pulih.
KASUS :
Kasus Laporan Keuangan dan Perdagangan Saham PT Bank Lippo Tbk. Untuk periode pelaporan per tanggal 30 September 2002. Fakta-fakta yang ditemukan oleh Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) :
1. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. per tanggal 30 September 2002 yang
diiklankan di surat kabar tanggal 28 November 2002. Adapun iklan di surat kabar merupakan kewajiban PT Bank Lippo Tbk. atas ketentuan Bank Indonesia.
A.
Adanya pernyataan dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan tsb. disusun berdasarkan Laporan keuangan Konsolidasi yang telah diaudit KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat wajar tanpa pengendalian.
B. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (Diaudit) dan 30 September 2002 (Tidak Diaudit) C. Nilai Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) per 30 September 2002 sebesar Rp 2,3939 trilliun D. Total Aktiva per 30 September 2002 Rp 24,185 trilliun E. Laba tahun berjalan per 30 September 3002 Rp 98,77 miliar F. Rasio kewajiban modal minimum yang tersedia sebesar 24,77% 2. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. per tanggal 30 September 2002 yang disampaikan di BEJ pada tanggal 27 Desember 2002.
1. Adanya pernyataan dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan
adalah lapporan keuangan Audited yang tidak disertai oleh Laporan Auditor Independen. 2. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (Diaudit) dan 30 September 2002 (Tidak Diaudit)
3. Nilai Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) per 30 September 2002 sebesar Rp 1,42
trilliun
4. Total Aktiva per 30 September 2002 Rp 22,8 triliun Tugas Pelaporan Akuntansi Keuangan Penurunan Nilai Aset/Aktiva
5. Laba tahun berjalan per 30 September 3002 Rp 1,273 triliun 6. Rasio kewajiban modal minimum yang tersedia sebesar 4,23%
3. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. per tanggal 30 September 2002 yang
disampaikan oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja pada tanggal 6 Januari 2003.
1. Laporan Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik KAP Prasetio,
Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan auditor itu tanggal 20 November 2002, kecuali untuk catatan 40a tanggal 22 November 2002 dan catatan 40c tanggal 16 Desember 2002. 2. 3. 4. 5. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001, dan 31 Desember 2000. Nilai AYDA per 30 September 2002 adalah Rp 1,42 triliun Rugi bersih per 30 September 2002 Rp 1,273 triliun Rasio kecukupan modal sebesar 4,23%
Hasil Pemeriksaan Bapepam : 1. Terdapat 1 laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 dengan dual tanggal. Yakni tanggal 20 November 2002 (kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002) yang disampaikan kepada manajemen PT Bank Lippo Tbk pada tanggal 6 Januari 2003. 2. Bahwa laporan keuangan yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 adalah laporan keuangan yang tidak diaudit. Namun angka-angkanya sama seperti yang tercantumdalam Laporan Audit Independen.
3. Bahwa laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ pada
tanggal 27 Desember 2002 adalah laporan keuanganyang tidak disertai Laporan Auditor Independen dan telah terjadi penilain kembali terhadap Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPAP). 4. Bahwa perbedaan Laporan keuangan yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 dengan Laporan Keuangan audited, hanya disebsbkan oleh adanya penyesuaian penilaian kembali AYDA dan PPAP. Kesimpulan Bapepam :
1. Kekuranghati-hatian Direksi PT Bank Lippo Tbk., dalam mencantumkan kata Diaudit dan opini Wajar tanpa Pengecualian dalam iklan tanggal 28 November 2002. 2. Kelalaian KAP Prasetio, Warjoko & Sandjaja, keterlambatan menyampaikan peristiwa penting dan material mengenai penurunan nilai AYDA PT Bank Lippo Tbk. pada Bapepam. Sanksi- Sanksi : Atas kekuranghati-hatian Direksi PT Bank Lippo Tbk. dan kelalaian KAP Prasetio, Warjoko & Sandjaja, maka dikenai sanksi admistrasi seperti berikut :
1. Direksi PT Bank Lippo Tbk. secara pribadi dikenai sanksi administrasi sebesar Rp
yang disetorkan ke Kantor Kas Negara, akibat dari keterlambatan penyampaian informasi mengenai penurunan AYDA kepada PT Bank Lippo Tbk. selama 35 hari
3. Terhadap PT Bank Lippo Tbk. wajib memberikan informasi kepada pemegang saham
mengenai kekuranghati-hatian yang telah dilakukan dan sanksi administrasi yang mereka terima dalam RUPS berikutnya.