Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Nasional di Indonesia menurut Undang-Undang RI no.20
tahun 2003 ,bab I Pasal 1 (1) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian kecerdasan , akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya , masyarakat, bangsa dan Negara.
UNESCO menjelaskan bahwa pendidikan pada abad ini harus
diorientasikan terhadap pencapaian 4 pilar pembelajaran yaitu : (1) Learning
to know (belajar untuk tahu), (2) learning to do (belajar untuk melakukan) ,
(3) Lerning to be (belajar untuk menjadi diri sendiri) (4) learning to live
together (belajar bersama dengan orang lain) (Liza, 2007:1)
Dalam proses belajar mengajar di sekolah khusunya untuk mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus senantiasa berorientasi pada 4
pilar pembelajaran tersebut. (1) Learning to know pembelajaran PKn
disekolah salah satunya diharapkan siswa mengetahui tentang Negara dan
warga Negara beserta sistem hubungannya, (2) learning to do tahapan
berikutnya diharapkan siswa mampu mengetahui hak dan kewajibannya
selaku warga Negara terhadap negaranya. , (3) Lerning to be tahapan
berikutnya siswa belajar untuk menjadi diri sendiri selaku warga negara yang
2
baik dan (4) learning to live together belajar bersama dengan orang lain
mampu berinteraksi selaku makhluk sosial.
Bila seorang guru dapat membekali siswanya dan memberi pondasi
agar 4 pilar tadi dapat berdiri kokoh, betapa bahagianya siswa yang
mempunyai guru atau pendidik yang berkualitas seperti itu. Dan betapa
bangganya bangsa dan negara ini bila pendidikan bisa menjadi tonggak
berdirinya suatu negara yang kokoh.
Untuk mendapatkan hasil dari proses pendidikan yang maksimal
tentunya diperlukan pemikiran yang kreatif dan inovatif serta didukung
dengan factor pendanaan yang mencukupi. Inovasi pendidikan tidak hanya
pada inovasi sarana dan prasarana pendidikan serta kurikulum saja melainkan
juga proses pendidikan itu sendiri.
Inovasi dalam proses pembelajaran sangat diperlukan guna
meningkatkan prestasi kearah yang maksimal. Inovasi ini dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa pendekatan pembelajaran, strategi
pembelajaran dan metode pembelajaran.
Kewajiban sebagai pendidik atau guru , tidak hanya transfer of
Knowlegde tapi juga dapat mengubah prilaku, memberikan dorongan yang
positif sehingga siswa termotivasi, memberi suasana belajar yang
menyenangkan, agar mereka bisa berkembang semaksimal mungkin. Guru
tidak hanya mengolah otak siswanya tapi juga mengolah jiwa anak didiknya,
bila seorang guru hanya mengolah otak tampa mempedulikan jiwa anak
didiknya, alhasil mereka tumbuh menjadi manusia robot yang tidak berhati.
3
Anak yang cerdas, bukan saja anak yang nilai ulangannya baik, nilai
rapornya tinggi, tapi emosional dan fungsi motoriknya berjalan dengan baik
Seorang guru yang baik dapat menciptakan iklim belajar dan mengajar
yang sehat dan menyenangkan kelasnya sehingga bisa memberikan dorongan
kepada para siswanya agar mempunyai motivasi yang tinggi , dan memberikan
dorongan yang positif. Karenanya guru harus mengetahui model-model
pembelajaran sebagai bagian dalam perencanaan mengajarnya, agar siswa
dapat memahami yang berikan oleh gurunya secara seksama
Metode mengajar yang dilakukan oleh guru mempunyai peranan yang
sangat penting dalam keberhasilan pendidikan. Penggunaan metode yang tepat
akan menentukan keefektifan dan keefisienan dalam proses belajar mengajar.
Guru harus senantiasa mampu memilih dan menerapkan metode mengajar
yang tepat sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Terdapat beberapa
metode yang telah lama digunakan oleh para guru antara lain ; meode
ceramah, metode tanya jawab, dan metode resitasi. Serentetan metode tersebut
bisa dikatakan metode konvensional.
Model pembelajaran konvensional yang selama ini digunakan oleh
sebagian besar guru dalam mengajar sudah tidak sesuai dengan tuntutan
jaman, karena pembelajaran yang dilakukan kurang memberikan kesempatan
seluas-luasnya bagi siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
Salah satu model pembelajaran yang dimungkinkan mampu
mengantisipasi kelemahan model pembelajaran konvensional adalah dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Pembelajaran
4
model ini lebih meningkatkan kerja sama antar siswa. Kelas dibagi menjadi
kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari siswa-siswa yang bekerja sama
dalam suatu perencanaan kegiatan. Dalam pembelajaran ini setiap anggota
kelompok diharapkan dapat saling bekerja sama dan bertanggung jawab baik
kepada dirinya sendiri maupun pada kelompoknya.
Pada pembelajaran kooperatif terjadi peristiwa pengajaran oleh rekan
sebaya. Menurut Lie Anita (2008:12) penelitian menunjukkan bahwa
pengajaran oleh rakan sebaya (pear learning) ternyata lebih efektif daripada
pengajaran oleh guru. Sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada
anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang
terstruktur disebut sebagai sistem pembelajaran gotong royong atau
cooperative learning, dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator.
Dengan latar belakang di atas penulis mengadakan penelitian dengan
judul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW
terhadap Prestasi Belajar Bahasa Inggris Pada siswa Kelas VI SDN 2
Lebaksiu Tahun Pelajaran 2008/2009.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas dapat dipaparkan
identifikasi berbagai masalah yang mungkin terjadi yaitu :
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada
pembelajaran siswa di SMK.
2. Dimungkinkan terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang
mengikuti pelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
5
dengan siswa yang mengikuti pelajaran dengan metode pembelajaran
konvensional.
3. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sesuai untuk diterapkan pada
pelajaran di SMK. sehingga dimungkinkan prestasi belajar siswa yang
mengikuti pelajaran dengan model ini lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang mengikuti pelajaran dengan model konvensional atau dengan
kata lain dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan dapat dikaji secara mendalam, dan agar tidak terjadi
kesalah pahaman maka perlu diberikan pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai siswa dalam proses
belajar mengajar.
2. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode kooperatif tipe
jigsaw merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang sederhana.
Pelaksanaan metode jigsaw siswa dalam suatu kelas dipecah menjadi
kelompok dengan anggota 4 5 orang, setiap kelompok haruslah
heterogen saling membantu satu sama lain, dalam belajar menggunakan
berbagai metode pembelajaran kooperatif dan prosedur kuis.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar balakang, identifikasi dan pembatasan masalah
tersebut di atas maka dapat penulis rumuskan permasalahan yang akan diteliti
yaitu :
6
1. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara siswa
yang mengikuti pelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dengan siswa yang mengikuti pelajaran dengan sistem
pembelajaran konvensional ?.
2. Apakah prestasi belajar siswa yang mengikuti pelajaran dengan metode
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik daripada siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional ?.

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas,
maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui apakah terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang
mengikuti pelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dengan siswa yang mengikuti pelajaran dengan sistem pembelajaran
konvensional.
2. Mengetahui apakah siswa yang mendapatkan pengajaran dengan metode
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki prestasi yang lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pelajaran dengan sistem
pembelajaran konvensional

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik langsung
maupun tidak langsung terhadap perkembagan dunia pendidikan. Manfaat
tersebut antara lain sebagai berikut :
7
1. Sebagai masukan bagi guru dalam menentukan metode mengajar yang
tepat dan menguntungkan bagi guru maupun siswa untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa.
2. Sebagai masukan kepada sekolah untuk senantiasa memberikan inovasi
sarana dan prasarana pendidikan yang mendukung inovasi pembelajaran.
3. Sebagai bahan informasi tentang pelaksanaan metode pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw.
4. Sebagi bahan referensi ilmiah untuk peneliti berikutnya yang sejenis.

















8
BAB II
KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

A. Diskripsi Teori
1. Pengertian Belajar
Pendidikan Nasional di Indonesia menurut Undang-Undang RI
no.20 tahun 2003 ,bab I Pasal 1 (1) pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian
kecerdasan , akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya ,
masyarakat, bangsa dan Negara.
Dalam bahasa arab pendidikan disebut tarbiyah yang berarti proses
persiapan dan pengasuhan manusia pada fase-fase awal kehidupannya
yaitu pada tahap perkembangan masa bayi, dan kanak-kanak.
Pendidikan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Sekolah dan kelas merupakan komunitas pelajar yang dibawa untuk
mengeksplorasi dunia dan dinavigasi secara produktif, mereka diharapkan
berilmu yang tinggi dan berdedikasi , serta berketerampilan yang tinggi.
Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh
pengalaman/ pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah
laku . Belajar adalah modifikasi atau kekuatan melalui pengalaman belajar
9
merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yaitu
mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan
perubahan kekuatan. Belajar adalah suatu proses penambahan tingkah laku
individu secara keseluruhan melalui interaksi dengan lingkungannya
(Oemar Hamalik, 1995: 36-37).
Pendapat Morgan yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (1990 : 84) :
Belajar adalah setiap perubahan yang relative tetap dalam waktu yang
lama, dan tingkah laku tersebut merupakan hasil dari pengalaman atau
latihan. Menurut Gagne yang juga dikutip oleh Ngalim Purwanto (1990 :
84) : Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi
ingatan mempengaruhi siswa sedemikian sehingga perbuatannya berubah
diri waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia
mengalami situasi tadi.
Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku, baik yang diamati
maupun yang tidak diamati secara langsung yang terjadi dalam diri
seseorang karena pengalaman (Dimyati Mahmud, 1999: 121-122).
Definisi di atas menunjukkan bahwa seseorang dikatakan belajar jika
di dalam diri seseorang itu terjadi perubahan tingkah laku yang
dipengaruhi oleh adanya rangsangan dan ingatan. Rangsangan tersebut
dapat berupa informasi dan pengetahuan baru.
Pendapat lain dikemukakan oleh Wingkel (1996 : 82 ) : Belajar
adalah aktifitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi dengan
10
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat konstan
dan berbekas. Kesimpulan dari pendapat ini bisa dikatakan pula bahwa
perubahan tingkah laku dari hasil belajar melibatkan pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif) dan ketrampilan (psikomotorik).
Belajar memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri sebagai berikut :
a. Belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sengaja yang
menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar baik aktual
maupun potensial.
b. Perubahan ini pada pokoknya didapatkan pengetahuan baru yang
berlaku dalam waktu yang relative lama.
c. Perubahan ini karena usaha, bukan karena kematangan.
Dari pengertian-pengertian belajar di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sengaja yang dapat
menghasilkan perubahan tingkah laku, baik potensial maupun aktual.
Perubahan-perubahan itu berbentuk kemampuan-kemampuan baru yang
dimiliki dalam waktu yang relatif lama (konstan), serta perubahan-
perubahan tersebut terjadi karena usaha sadar yang dilakukan oleh
individu yang sedang belajar. Seseorang dapat dikatakan telah belajar
apabila pada dirinya telah terjadi perubahan baik pengetahuan,
pemahaman, penalaran, keterampilan, kecakapan dan sebagainya dalam
waktu yang cukup lama dan akan lebih mampu berinteraksi dengan
lingkungan.
11

2. Prestasi Belajar
Thulus Hidayat (1995: 92) yang memberikan pengertian prestasi
belajar adalah kemampuan nyata yang dicapai oleh murid-murid dalam
proses belajarnya. Dewa Kehet Setiadi (1994: 2) mendefinisikan Prestasi
merupakan penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan
murid berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan pada
mereka, serta nilai-nilai yang tercantum dalam kurikulum.
Menurut Thulus Hidayat (1992) ada dua faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar yaitu: 1) Faktor yang berasal dari dalam diri siswa terdiri
dari: Kesehatan jasmani, kecerdasan, minat, bakat, kematangan dan
kesiapan. 2) Faktor dari luar diri siswa terdiri dari : cara mengajar/ strategi
pembelajaran/ metode mengajar guru, kurikulum, fasilitas belajar,
hubungan sosial, suasana belajar dan kedisplinan.
Adalah menjadi kewajiban bagi pendidik untuk mengetahui model-
model pembelajaran, karena teaching mode adalah suatu system mengajar
yang dibuat sedemian rupa dijadikan pedoman perencanaan, pelaksanaan ,
dan evaluasi.
Dalam pendidikan kita mengenal istilah mengajar, menurut Hamalik
seperti yang dikutip oleh syafaruddin mengajar adalah pemberian
bimbingan kepada siswa untuk belajar atau menciptakan lingkungan atau
kemudahan bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Disini guru
berusaha memfungsikan seluruh sub system pengajaran dalam mencapai
tujuan Guru adalah motivator untuk mempengaruhi siswa melakukan
12
kegiatan belajar. Untuk memberikan pengaruh dan bimbingan dalam
konteks mengajar, guru sebagai pemimpin melakukan dua usaha utama:
(1) memperkokoh motivasi siswa (2) memilih strategi mengajar yang
tepat.
Davis membagi motivasi kepada dua jenis yaitu: (1) Motivasi
intrinsik yang mengacu kepada factor-faktor dari dalam , tersirat baik dari
tugas itu sendii maupun pada diri siswa, motivasi intrinsic merupakan
pendorong bagi aktivitas dalam pengajaran dan dalam pemecahan soal .
Keinginan untuk menambah pengetahuan dan untuk menjelajah
pengetahuan merupaan factor intrinsik semua orang. (2) Motivasi
ekstrinsik yaitu motivasi yang mengacu kepada factor-faktor dari luar dan
ditetapkan pada tugas atau pada diri siswa oleh guru atau orang lain,
Motivasi ekstrinsik dapat berupa penghargaan , pujian , hukuman atau
celaan.
Prestasi yang dicapai oleh siswa dalam belajar merupakan sumber
informasi untuk mengambil suatu keputusan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Saifudin Anwar (1996: 96). Tes prestasi belajar merupakan
salah satu alat pengukuran yang sangat penting artinya sebagai sumber
informasi guna mengambil suatu keputusan oleh pengajar.

3. Model Pembelajaran
Metode mengajar adalah cara yang digunakan guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya
13
pembelajaran. Oleh karena itu peranan metode mengajar sebagai alat
untuk menciptakan proses pembelajaran (Nana Sudjana, 1989 : 76).
Metode mengajar merupakan salah satu cara yang dipergunakan
guru dalam mengadakan hubungan dengan sesuatu pada saat
berlangsungnya pembelajaran (Suryo Subroto , 1997 : 43). Banyak metode
mengajar yang dapat ditempatkan dalam strategi pembelajaran. Antara lain
metode Tanya jawab, metode diskusi, simulasi, pemberian tugas dan lain-
lain.
Models of Teaching merupakan perencanaan yang dapat digunakan
sebagai pola face to face/saling berhadapan dalam pengajaran di kelas,
atau pengaturan dalam tutorial atau bentuk dari bahan-bahan instruksional.
Termasuk buku-buku. Film, tapes, computer, kurikulum . setiap models di
desian untuk membantu siswa mendapatkan bermacam-macam hasil
Menurut Bruce Joyce ( 2005 : 1) Models of teaching atau model
pembelajaran adalah model pelajaran , untuk membantu siswa
mendapatkan informasi , ide, keterampilan, nilai-nilai, kemampuan
berfikir , dan dapat mengaktualisasi diri , juga diajarkan kepada siswa
bagaimana belajar yang efektif dan sistematis sehingga kedepan
dihasilkan siswa yang dapat meningkatkan kemampuannya belajar lebih
mudah dan efektif dalam keilmuan dan keterampilan , karena mereka
sudah memdapat proses pembelajaran yang tuntas. Models of teaching are
really models of learning. As we help students acquire information , ideas,
skills, values, ways of thingking, and means of expressing themselves, we
14
are olso teaching them how to learn. In fact the most importand long term
out come of instruction may be the students increased capabilities to learn
more easily, and effectively in the future, both because of the knowledge
and skill they have acquired and because they have mastered learning
process. (Liza, 2007: 5).
Jadi keberadaan model pengajaran adalah berfungsi membantu
siswa memperoleh informasi, gagasan, keterampilan, nilai-nilai, cara
berfikir, dan pengertian yang diekspresiakan mereka. Karena itu posisi
guru adalah mengajar siswa bagaimana cara belajar . Untuk jangka
panjang sebenarnya pembelajaran harus menciptakan iklim yang
memungkinkan siswa meningkatkan kemampuan pembelajaran yang lebih
mudah dan efektif pada masa depan. Sebab pengertian dan keterampilan
diperoleh mereka dengan baik apabila mereka sudah melakukan
pembelajaran tuntus(mastering learning), Jadi pembelajaran tuntas
merupakan salah satu metode pembelajaran seperti halnya model
pembelajaran bersama (cooperative learning).
Models pembelajaran ini membutuhkan guru yang berpengalaman
mengarahkan siswanya, didukung oleh sumber pengetahuan yang
memadai seperti buku, perpustakaan ,internat sehingga dapat membuka
wawasan siswa , memotivasi mereka untuk mencari, menggali informasi,
dan saling bekerja sama dengan temannya, sehingga timbul kreatifitas
yang dapat menambah pengetahuan dan keterampilannya dikemudian hari
dalam masyarakat
15
Model pembelajaran adalah bantuan alat-alat yang mempermudah
siswa relajar.Tujuan proses mengajar secara ideal adalah agar bahan-
bahan dipelajari dikuasai murid sepenuhnya ini disebut Mastery Learning
(belajar tuntas).
Jadi keberadaan model pengajaran adalah berfungsi membantu siswa
memperoleh informasi, gagasan, keterampilan, nilai-nilai, cara berfikir,
dan pengertian yang diekspresiakan mereka. Karena itu posisi guru adalah
mengajar siswa bagaimana cara belajar . Untuk jangka panjang sebenarnya
pembelajaran harus menciptakan iklim yang memungkinkan siswa
meningkatkan kemampuan pembelajaran yang lebih mudah dan efektif
pada masa depan. Sebab pengertian dan keterampilan diperoleh mereka
dengan baik apabila mereka sudah melakukan pembelajaran
tuntus(mastering learning), Jadi pembelajaran tuntas merupakan salah satu
metode pembelajaran seperti halnya model pembelajaran bersama
(cooperative learning).
Winarno Surakhmad (1986:97) mengemukakan bahwa pemilihan
metode mengajar dalam proses belajar mengajar dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain :
a. Murid, pelajar (dengan berbagai tingkat kematangan)
b. Tujuan (dengan berbagai jenis dan fungsinya)
c. Situasi (dengan berbagai keadaan)
d. Fasilitas (dengan berbagai kualitas dan kuantitas)
16
e. Pengajar atau guru (yang pribadi serta kemampuan profesionalnya
berbeda-beda).
Dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi dalam
memilih metode mengajar tersebut dapat kita pahami bahwa masalah
metode mengajar adalah masalah yang sangat kompleks, artinya sebaik
apapun metode mengajar tidak ada satu pun metode mengajar yang
terbaik.
Dari uraian di atas kita sadari bahwa memilih/ menetukan metode
mengajar merupakan suatu hal yang harus terpikirkan baik-baik untuk
mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
a. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk
pembelajaran yang diyakini keberhasilan peserta didik tercapai jika
setiap anggota kelompoknya berhasil. Sistem pembelajaran yang
memberi kesempatan kepada anak didik untuk kerja sama dengan
temannya dalam tugas-tugas terstruktur disebut sebagai sistem
pembelajaran gotong royong atau cooperative learning (Lie Anita,
2002: 27).
Sistem pembelajaran gotong royong merupakan alternatif
menarik yang bisa mencegah timbulnya keagresifan dalam sistem
17
kompetisi dan ketersaingan dalam sistem individu tanpa
mengorbankan aspek kognitif (Lie Anita, 2002: 27).
Menurut Siti Maesuri (2000 : 1) pada dasarnya pembelajaran
kooperatif adalah suatu proses sederhana tetapi berbeda dengan
pembelajaran tradisional dan operasi kelas tradisional. Dalam suatu
kelas kooperatif, guru mengorganisasikan kurikulum sekitar tugas atau
proyek siswa dalam kelompok kecil.
Peserta didik dalam suatu kelas merupakan bagian dari suatu
kelompok besar, motivasi yang diharapkan dari belajar kelompok
terfokus pada tujuan yang dilaksanakan oleh peserta didik.
Menurut Lie Anita, (2002: 27). Terdapat tiga macam struktur
pencapaian tujuan dalam pembelajaran kooperatif yaitu :
1) Kooperatif (kerja sama), peserta didik lain juga akan mencapai
tujuan tersebut.
2) Kompetitif (persaingan), peserta didik yakin mereka mencapai
tujuannya jika dan hanya jika peserta didik lain juga mencapai
tujuan tersebut.
3) Individualistik (perseorangan), peserta didik yakin dengan
upayanya sendiri akan mencapai tujuan dan tidak ada hubungannya
dengan upaya peserta didik lain dalam mencapai tujuan tersebut.
Pada kelas kooperatif, peserta didik dalam belajar dalam
kelompok-kelompok kecil terdiri dari 4 5 orang. Tiap kelompok
merupakan campuran dari peserta didik berkemampuan tinggi, sedang,
18
dan rendah, jenis kelamin serta saling membantu satu sama lain.
Selama belajar kooperatif, peserta didik tetap tinggal dalam
kelompoknya.
Menurut Ronger dan Davit Johnson dalam Lie Anita (2002 : 30)
mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
kooperatif learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur
pembelajaran gotong royong harus diterapkan yaitu :
1) Saling ketergantungan positif.
2) Tanggung jawab perseorangan
3) Tatap mata
4) Komunikasi antar anggota
5) Evaluasi proses kelompok.
Menurut Lie Anita (2002:12) penelitian menunjukkan bahwa
pengajaran oleh rakan sebaya (pear learning) ternyata lebih efektif
daripada pengajaran oleh guru. Sistem pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama
siswa dalam tugas-tugas yang tersetruktur disebut sebagai sistem
pembelajaran gotong royong atau cooperatif learning, dalam sistem
ini guru bertindak dan berfungsi sebagai fasilitator.
Falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong
dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius. Berlawanan
dengan teori Darwin, falsafah ini menunjukkan bahwa manusia adalah
19
makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, kerja sama merupakan
kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.
Menurut Siti Maesuri (2002:3) pembelajaran kooperatif adalah :
1) Anggota-anggota kelompok memahami bahwa mereka adalah
bagian dari tim dan semua anggota tim bekerja untuk tujuan
bersama.
2) Anggota-anggota kelompok memahami bahwa kesuksesan atau
kegagalan kelompok akan ditanggung oleh semua anggota. Oleh
karena itu, setiap anggota sedapat mungkin memberi konstribusi
untuk tujuan kelompok.
3) Semua sistem membicarakan dan mendiskusikan masalah satu
sama lain guna mencapai tujuan kelompok.
Menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2002 : 6) kebanyakan
pembelajaran yang menggunakan model kooperatif dapat mencapai
ciri-ciri sebagai berikut:
1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya.
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah.
3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku dan jenis kelamin yang berbeda.
4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok dibandingkan individu.
20
Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah menciptakan
situasi mampu memacu keberhasilan individu melalui kelompoknya.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya 3 tujuan pembelajaran yaitu ; 1) Kemampuan
akademik, 2) Penerimaan perbedaan individu, 3) Pengembangan
keterampilan sosial. Menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2002 : 6) bahwa
unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah :
1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka
sehidup sepenanggungan bersama.
2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam
kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
3) Siswa harusah melihat bahwa semua anggota di dalam
kelompoknya memiliki tujuan sama.
4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama
diantara anggota kelompoknya.
5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan
yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
ketrampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditanganinya dalam kelompok kooperatif.
Pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja,
tetapi siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus
21
yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif
berfungsi melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan
kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar
anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan
membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.
Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut antara lain :
1) Keterampilan kooperatif tingkat awal.
a) Menggunakan kesepakatan.
b) Menghargai kontribusi.
c) Mengambil giliran dan berbagai tugas.
d) Berada dalam kelompok.
e) Berada dalam tugas.
f) Mendorong partisipasi.
g) Mengundang orang lain untuk berbicara.
h) Menyelesaikan tugas pada waktunya.
i) Menghormati perbedaan individu.
2) Keterampilan tingkat menengah.
a) Menunjukkan penghargaan.
b) Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat
diterima.
c) Mendengarkan dengan aktif.
d) Membuat ringkasan.
e) Menafsirkan.
22
f) Mengatur dan mengorganisir.
g) Menerima tanggung jawab.
h) Mengurangi ketegangan.
3) Keterampilan tingkat mahir.
a) Mengelaborasi.
b) Memeriksa dengan cermat.
c) Menanyakan kebenaran.
d) Menetapkan tujuan.
e) Berkompromi.
Pada dasarnya pembelajaran kooperatif mempunyai 6 (enam)
langkah utama yaitu :
Fase 1. Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa untuk belajar.
Fase 2. Menyajikan informasi dalam bentuk demonstrasi atau melalui
bahan bacaan.
Fase 3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok
belajar.
Fase 4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
Fase 5. Evaluasi tentang apa yang sudah dipelajari sehingga masing-
masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6. Memberikan penghargaan baik secara kelompok maupun
individu.

23

b. Pembelajaraan Kooperative Tipe Jigsaw
Menurut Lie Anita (2008 : 69) Teknik mengajar Jigsaw
dikembangkan oleh Aronson et al. sebagai metode Cooperative
Learning. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis,
mendengarkan dan berbicara. Pendekatan ini bisa juga digunakan
dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial,
matematika, agama dan bahasa. Teknik cocok untuk semua kelas/
tingkatan.
Menurut Hisyam Zaini dkk (2008:56) Jigsaw learning
merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi yang
akan dipelajari dapat dibagi-bagi menjadi beberapa bagian dan materi
tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi
ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan
sekaligus mengajarkan kepada orang lain.
Pembagian kerja merupakan prosedur untuk membantu siswa
belajar bagaimana saling membantu diantara mereka. Setiap siswa
memdapat kewajiban yang sama, sebagai contoh sebuah kelas sedang
mempelajari tentang Africa, dibagai grup yang terdiri dari 4 orang
siswa, 4 negara dipilh untuk dipelajari, satu anggota dari tiap anggota
grup di beri tugas mencari tentang negara tersebut, ada yang
meringkasnya,ada yang menjadi tutor, ada yang mendapat tugas
mengingatkan semua aspek data. Prosedur ini disebut jigsaw, dengan
24
demikian para siswa diajak untuk meningkatkan kemampuannya ,
keterampilannya dalam pembagian tugas dan bekerja sama.
Teknik mengajar Jigsaw dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi
empat bagian.
b. Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan
pengenalan menganai topic yang akan dibahas dalam bahan
pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topic di papan
tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topic
tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk
mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan
pelajaran yang baru.
c. Siswa dibagi dalam kelompok berempat.
d. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa pertama, sedangkan
siswa kedua menerima bahan yang kedua, demikian seterusnya.
e. Kemudian siswa disuruh membaca/ mengerjakan bagian mereka
masing-masing.
f. Setelah selesai, siswa saling berbagi menganai bagian yang dibaca/
dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini, siswa bisa saling
melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lain.
25
g. Khusus untuk kegiatan membaca, kemudian mengajar
membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-
masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.
h. Kegiatan bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topic dalam bahan
pelajaran hari itu. Diskusi bias dilakukan antara pasangan atau
dengan seluruh kelas.

5. Metode Pembelajaran Konvensional
Menurut W.J.S. Poerwodarminta (1984 : 522) konvensional adalah
menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan, tradisional. Tradisional
diartikan sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang
teguh norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun menurun.
Teknik pembelajaran konvensional adalah resitasi atau pengucapan
hafalan. Pada pembelajaran konvensional mungkin diadakan beberapa kali
pengulangan pelajaran yang pernah diberikan, yang digunakan untuk
meneliti hal-hal yang sebelumnya telah disajikan dan diadakan satu atau
beberapa ujian tertulis. Cara mengajar tradisional yang pada suatu ketika
menjadi universal dalam garis besarnya dilakukan menurut pola buku tuas
resitasi (Mursell dan Nasution, 1990 : 15).
Metode mengajar yang bisa dikatakan metode konvensional adalah
metode ceramah. Sesuai dengan pendapat Syaiful Bahri dan Aswan Zain
(1994 :109) metode ceramah adalah metode tradisional, karena sejak dulu
metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru
dengan anak didik dalam proses pembelajaran. Meski metode ini lebih
26
banyak menuntut keaktifan guru daripada anak didik, tetapi metode ini
tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pengajaran,
apalagi dalam pendidikan dan pengajaran tradisional, seperti di pedesaan
yang kekurangan fasilitas.
Syaiful Bahri dan Aswan (2002 : 110) mengemukakan bahwa
metode ceramah memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
metode ceramah adalah sebagai berikut :
1) Guru mudah menguasai kelas
2) Mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas
3) Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar
4) Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya
5) Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik.
Kelemahan metode ceramah adalah :
1) Mudah menjadi verbalisme ( pengertian kata kata).
2) Aspek visual menjadi kurang, yang auditif (mendengar) lebih besar.
3) Bila selalu digunakan dan terlalu lama akan membosankan.
4) Guru menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada
ceramahnya ini sukar sekali.
5) Menyebabkan siswa menjadi pasif.
Metode ceramah mengakibatkan aktifitas belajar didominasi guru.
Siswa dapat dikatakan pasif karena kegitan yang dilakukan adalah duduk,
mendengarkan dan mencatat. Guru kesulitan mengetahuai secara langsung
kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam belajar karena penyampaian
27
materi searah. Metode ini cenderung cepat membosankan sehingga guru
yang memakai metode ini harus pandai menciptakan suasana yang
menyenangkan bagi siswa sehingga siswa tidak cepat bosan.

B. Kerangka Berpikir
Guru adalah motivator untuk mempengaruhi siswa melakukan
kegiatan belajar. Untuk memberikan pengaruh dan bimbingan dalam konteks
mengajar, guru sebagai pemimpin melakukan dua usaha utama: (1)
memperkokoh motivasi siswa (2) memilih strategi mengajar yang tepat.
Motivasi dibagi dua jenis yaitu: (1) Motivasi intrinsik yang mengacu
kepada faktor-faktor dari dalam , tersirat baik dari tugas itu sendii maupun
pada diri siswa, motivasi intrinsic merupakan pendorong bagi aktivitas dalam
pengajaran dan dalam pemecahan soal . Keinginan untuk menambah
pengetahuan dan untuk menjelajah pengetahuan merupaan faktor intrinsik
semua orang. (2) Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang mengacu kepada
faktor-faktor dari luar dan ditetapkan pada tugas atau pada diri siswa oleh guru
atau orang lain, Motivasi ekstrinsik dapat berupa penghargaan , pujian ,
hukuman atau celaan
..

Dalam proses pembelajaran pemilihan metode mengajar yang tepat
akan membawa prestasi belajar siswa yang maksimal. Pemilihan metode
mengajar ini harus disesuaikan dengan mata pelajaran yang diajarkan dan juga
standar kompetensi yang disampaikan, selain memperhatikan sarana dan
prasarana yang ada dan kondisi dan situasi siswa.
28
Kumpulan atau model pengajaran yang dianggap baik dan efektif,
adalah model yang dikembangkan oleh Bruce Joyce dan kawan-kawan
dengan kategori sebagai berikut: (1) Model Information Processing, (2)
Model personal, (3) Model Social , (4) Model behavioural
Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang erat
dengan pembentukan karakter atau sikap siswa. Mata pelajaran ini juga erat
sekali dengan lingkungan tempat siswa beradaptasi sehingga pada dasarnya
siswa telah memiliki pengetahuan-pengetahuan atau konsep-konsep dasar
dalam mata pelajaran ini yang diperoleh dari lingkungan dan media massa.
Dalam proses pembelajaran mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan guru dituntut untuk mampu mengali konsep, pengetahuan
atau informasi dasar yang telah dimiliki oleh siswa dan memilahnya ke dalam
kumpulan konsep atau pengetahuan yang benar dan membangunnya dalam
pengetahuan yang tepat untuk pembentukan sikap yang baik yaitu sikap warga
Negara yang baik.
Berdasarkan uraian di atas metode kooperatif tipe Jigsaw
dimungkinkan termasuk salah satu dari sekian metode mengajar yang baik
untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar pada mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan. Dengan metode ini guru dapat menggali konsep
dan pengetahuan dasar yang telah dimiliki oleh seorang siswa dan
membangunnya dalam suatu konsep pengetahuan yang benar.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran
kelompok. Dalam proses pembelajaran kooperatif terjadi peristiwa pengajaran
29
teman sebaya (peer teaching) yang cenderung lebih efektif dibandingkan
dengan pembelajaran oleh guru. Dalam sistem pembelajaran kooperatif siswa
berkesempatan untuk bekerja sama dengan teman untuk mengembangkan diri
sedangkan guru hanya sebagai fasilitator.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan setidaknya untuk
mencapai tiga tujuan dasar yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap
keragaman dan pengembangan ketrampilan sosial. Dalam pembelajaran
kooperatif akan mendorong siswa lebih berperan aktif dalam belajar dengan
guru sebagai fasilitator belajar sehingga hasil belajar akan lebih bermakna
mendalam bagi siswa. Pada pembelajaran konvensional, guru yang lebih
berperan aktif sebagai sumber belajar dan siswa hanya sebagai obyek
pembelajaran yang cenderung bersifat pasif.
Dengan metode yang berbeda yaitu metode kooperatif tipe Jigsaw
dan pembelajaran konvensional seperti terurai di atas akan membawa prestasi
siswa yang berbeda.
Secara sistematis paradigma penelitian tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :





Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Penerapan Metode Koperatif Tipe Jigsaw
Metode Pembelajaran Konvensional
Prestasi Belajar Siswa
30



C. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan permasalahan yang diajukan dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mengikuti pelajaran
dengan metode koperatif tipe Jigsaw dan siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional.
2. Siswa yang mendapatkan pengajaran pendidikan kewarganegaraan dengan
mengikuti pelajaran dengan Metode kooperatif tipe Jigsaw memiliki
prestasi yang lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional.














31
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Tempat penelitian dilaksanakan di SMK xxx..
2. Waktu
Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari.

B. Populasi, dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek dari penelitian yang dapat berujud
semua kasus kejadian, orang, hal ataupun yang lain yang memiliki satu atau
beberapa karateristik yang sama.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas X yang
berada di Desa XXX,. yang terdiri dari tiga kelas yaitu X-a dengan jumlah
siswa 30 anak, X-b dengan jumlah siswa 27 anak dan X-c dengan 35 siswa.:

2. Sampel
Satu kelas dari salah satu SMK dijadikan sebagai sample penelitian
atau dijadikan sebagai kelas eksperimen yang akan diberikan pengajaran
Pendidikan Kewarganegaraan dengan metode kooperatif tipe Jigsaw. Kelas
yang digunakan sebagai kelas eksperimen adalah Kelas X-a.
Sebagai kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional diambilkan
dari siswa kelas X-c.. Untuk mengetahui bahwa tidak ada perbedaan
32
kemampuan awal yang signifikan terhadap dua kelas dari dua sekolah tersebut
sebelum dilakukan perlakuan eksperimen maka diadakan uji kesaman dua
variansi yang disebut uji variable matching atau uji keseimbangan rata-rata.
Untuk menguji keseimbangan rata-rata menggunakan uji Z sebagai
berikut :
a. Hipotesis

2 1 1
2 1 0
:
:


=
=
H
H

b. Uji Statistik

( )
2
2
2
1
2
1
2 1
n
S
n
S
X X
Z
+

=
c. Daerah Kritis

)
`

>
o
2
1
: Z Z Z DK
d. Keputusan Uji
H
0
diterima jika harga statistic uji Z jatuh diluar daerah kritik.
(Budiyono, 2000:149)
C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok variabel penelitian, yaitu :
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perlakuan terhadap
masing-masing kelas. Perlakuan yang dimaksud adalah perlakuan pada
33
kelas eksperimen dengan penerapan metode kooperatif tipe Jigsaw dan
pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah hasil beajar atau prestasi
belajar Pendidikan Kewarganegaraan yang diperoleh dalam bentuk nilai
tes dan nilai tes diberikan setelah ada perlakuan. Indiktor variable berupa:
Skor penilain prestasi belajar siswa dari nilai tes pembelajaran dengan
metode kooperatif tipe jigsaw dan metode konvensional.


D. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah :
1. Metode Dokumentasi
Suharsimi Arikunto (2002 : 135) memberikan batasan tentang metode
dokumentasi sebagai berikut : Dokumentasi, dari asal katanya dokumen,
yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode
dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,
majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan
sebagainya.
Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk
mendapatkan data kemampuan awal siswa, guna tes kesamaan kemampuan
awal sebelum dilakukan perlakuan eksperimen. Dokumen yang dipakai adalah
nilai ulangan akhir semester kelas III semester genap.
2. Metode Tes
34
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. (Suharsimi Arikunto,
2002:127).
Dalam penelitian ini metode tes digunakan untuk mengetahui hasil
prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa.

E. Uji Coba Instrumen
Sebelum digunakan untuk pengumpulan data instrument tes dan angket
diujicobakan di luar populasi untuk selanjutnya dilakukan analisis instrument
Uji coba instrument akan dilaksanakan di SDN 1 Kacangan Kecamatan
Andong, Boyolali. Instrumen tes prestasi belajar Pendidikan
Kewarganegaraan yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi
beberapa persyaratan analisis yaitu :

1. Validitas
Suharsimi Arikunto (2002: 144) menyatakan : Validitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat valid dari suatu instrumen. Suatu
instrumen yang valid mempunyai validitas yang tinggi. Suatu instrumen
dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat
mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.
35
Adapun yang digunakan untuk menguji validitas tes adalah korelasi
product moment. Suatu instrumen tes dikatakan valid jika koefisien korelasi
antara skor tiap-tiap item lebih besar dari kooefisien korelasi tabel (r
xy
> r
Tabel
).
( )( )
( ) { } ( ) { }
2
2
2
2




=
Y Y N X X N
Y X XY N
r
xy

(Suharsimi Arikunto, 1992 : 69)
dimana :
r
xy
= kooefisien validitas suatu item
X = skor tiap-tiap item dari semua responden
Y = Skor total seluruh responden
N = Jumlah seluruh responden
Nilai hasil perhitungan dikonsultasikan ke tabel harga kritik product
moment sehingga dapat diketahui signifikan tidaknya korelasi tersebut. Jika
harga r hitung lebih kecil dari harga kritik tabel maka korelasi tidak signifikan.
Jika harga r hitung lebih besar dari harga kritik tabel maka korelasi tersebut
signifikan atau instrumen tersebut valid (Suharsimi Arikunto, 1992 : 72).
2. Uji Reliabilitas
Untuk mengetahui reliabilitas soal objektif digunakan rumus :
r11 =
(


2
1
1 s
pq
n
n

36
Keterangan :
r11 : Rehabilitas secara keseluruhan.
p : Proporsi subjek menjawab item dengan benar
q : Proporsi subjek menjawab item dengan salah ( q = p - 1)
Epq : Jumlah hasil perkalian antara p dan q
n : jumlah item
s : Standar deviasi dari tes/ akar dari varian
(Suharsimi Arikunto, 1995:98)
Setelah diperoleh harga r
11
kemudian dikonsultasikan dengan tabel
harga r product moment. Apabila harga r
11
lebih besar dari harga r
tabel
maka
dikatakan isntrumen tersebut reliabel.

F. Teknik Analisa Data
1. Uji Prasarat Analisis
Sebelum dilakukan analisis data guna membuktikan hipotesis yang
telah diajukan dilakukan pengujian prasarat analisis yang meliputi :
a. Uji Normalitas
Syarat agar analisis varian dapat diterapkan adalah terpenuhinya sifat
normalitas pada distribusi populasi. Untuk mennguji apakah data yang
diperoleh berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak digunakan uji
normalitas. Dalam analisis ini digunakan metode Liliefors.
1) Hipotesis
H
0
= Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.
37
H
1
= Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal.
2) Nilai o = 0,05
3) Uji Statistik
L = Maks ( ) ( )
i i
z S z F , dengan F(z
i
) = P( Z sz
i
), Z ~ N(0,1) dan
S(z
i
) = proporsi cacah z s z
i
terhadap seluruh z
i
.

s
X X
Z
i

=
4) Daerah Kritis
{ }
n
L L L DK
,
:
o
>
5) Keputusan Uji
H
0
diterima jika harga statistik uji jatuh diluar daerah kritik.
(Budiyono, 2000:169)
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas yang dilakukan dengan menggunakan metode
Bartlet sebagai berikut :
1) Hipotesis
H
0
:
2
2
2
1
o o = (populasi-populasi homogen)
H
1
: tidak semua variansi sama (populasi- populasi tidak homogen)
2) Nilai o = 0,05
3) Uji Statistik
( )
2
) 1 (
2 2 2
~ log log
303 , 2

=
k j j
X X s f RKG f
c
X
dimana :
38
k = banyaknya populasi = banyaknya sampel
f = derajat kebebasan untuk RKG = N k
f
j
= derajat kebebasan untuk s
j
2
= n
j
1
j = 1, 2, , k
N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)
n
j
= banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke j.
( )
( )
( )


= = =
|
|
.
|

\
|

+ =
2
2
2
1 ;
1 1
1 3
1
1
j j
j
j
j j
j
j
j
SS n
n
X
X SS
f
SS
RKG
j f k
c

4) Daerah Kritis
( ) { }
2
1 ,
2 2 2
: > k x x x DK o
5) Keputusan Uji
H
0
diterima jika harga statistik uji jatuh diluar daerah kritik.
(Budiyono, 2000:176-177)
2. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan pengujian prasarat analisis dilakukan pengujian
hipotesis sebagai berikut :
a. Hipotesis Pertama
Pengujian hipotesis pertama dengan teknik T-test sebagai berikut :
Misal adalah rata-rata dan o adalah simpangan baku.
39
Jika
2 1
o o = akan diuji dengan uji t yaitu :
21 1
2 1
1 1
n n
S
x x
t

=
dengan
( ) ( )
2
1 1
2 1
2
2 21
2
1 1 2
+
+
=
n n
S n S n
S
Kriteria pengujian adalah hipotesis diterima apabila
o o
2
1
2
1
1 1
< < t t t ,
dimana
o
2
1
1
t didapat dari table daftar distribusi t dengan dk = (n
1
+ n
2
2),
untuk harga-harga t lain H
0
ditolak.
(Sudjana, 1996 : 239)
b. ipotesis Kedua
Untuk menjawab hipotesis kedua dengan melihat rata-rata prestasi
belajar Pendidikan kewarganegaraan dari kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen.
Hipotesis diterima jika rata-rata kelompok eksperimen lebih besar dari
rata-rata kelompok kontrol.








40
DAFTAR PUSTAKA

Budiyono. 2000. Statistik Dasar untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Bruce Joyce, Masha Weil , with Beverly Shower. 2005., Models of teaching, 4 th
edition, Allyn and Bacon. USA
Crow and Crow. 1983. Psikologi Pendidikan. Terjemahan Z. Karijan.
Yogyakarta.
Hasibuan, J.J. dan Moedjimo. 1988. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remadja
Karya.
Hisyam Zaini, Bernawy Munthe dan Sekar Ayu Aryani . 2008. Strategi
Pembelajaran Aktif. Yogyakarta : Pustaka Insan Madani.
Lie Anita. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Liza. 2007. Models Of Teaching Sosial dan Pembelajaran Kooperatif. Program
Pascasarjana STAIN Cirebon : www.4shared.com
Muslimin Ibrahim, dkk. 2002. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Universitas
Negeri Surabaya
Mursell dan Nasution. 1990. Mengajar dengan Sukses. Bandung : Jemmars.
Nana Sudjana. 1989. Dasar- dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar
Baru Algesindo.
Ngalim Purwanto. 1992. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remadja
Rosdakarya.
Oemar Hamalik. 2001. Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan. Bandung :
Mandar Maju.
Roestiyah, Nk. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Bineka Cipta.
Sanafiah Faisal. 1981. Sosiology Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.
Suharsimi Arikunto. 1992. Dasar dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi
Aksara.
________________. 1995. Dasar dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi
Aksara.

41
________________. 1995. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta
Sugiono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sutartinah Tirtonegoro. 1984. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya.
Jakarta : Bina Aksara.
Sutrisno Hadi. 1998. Statistik 2, Yogyakarta : Andi Offset.
Syaiful Bahri Djamrah dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta
: PT. Ardi Mahasatya.
The Liang Gie. 1982. Cara Belajar yang Effisien. Yogyakarta. UGM Press.
Winarno Surakhmad. 1986. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung :
Jemmars.
Winkel, WS. 1984. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia.
Poerwadarminto, W.J.S. 1984. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Zainal Arifin. 1991. Evaluasi Intruksional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai