Anda di halaman 1dari 3

I.

TUJUAN PERCOBAAN Mahasiswa mampu menerapkan sokletasi, rekristalisasi dan identifikasi piperin dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

II. 2.1

DASAR TEORI Piperis nigri Piperis nigri berasal dari asia tenggara, memiliki bau aromatik khas. Berupa

semak, sekarang dibudidayakan di semua daerah tropis. Piperin (C17H19NO3) adalah senyawa yang terkandung di dalam piperis nigri, tidak berwarna atau agak kekuning-kuningan, mengkilap, berupa kristal prismatik, tidak berbau dan hampir hambar ketika pertama kali diletakkan di mulut tetapi bila kontak lama menimbulkan sensasi pedas yang tajam dan menusuk di lidah (Anonim, 2007). Piperin hampir tidak larut dalam air dan petroleum eter, larut dalam 30 bagian alkohol pada suhu 15o C atau (59oF), dan dalam 1 bagian alkohol yang telah dipanaskan. Larutan alkohol dari piperin bersifat netral pada kertas lakmus. Piperin juga larut dalam kloroform, benzene dan karbon disulfida (Felter dan Lioyd, 1898). Piperin dapat dihidrolisis dengan KOH-etanolik yang akan menghasilkan kalium piperinat dan piperidin. Pada proses isolasi pemberian KOH-etanolik tidak boleh berlebihan dan harus dalam kondisi panas. Tumbuhan jenis piper selain mengandung 5-9 % piperin juga mengandung minyak atsiri berwarna kuning berbau aromatis, senyawa berasa pedas (kavisin), amilum, resin dan protein (Anggrianti, 2008). 2.2 Sokletasi Sokletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon (Anonim, 1986). Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih cairan penyari adalah murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral,

tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, serta diperbolehkan oleh peraturan (Anonim, 1986). Prinsip sokletasi adalah penyarian yang berulang-ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan sedikit. Setelah selesai penyarian, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersari (Kusmardiyani, 1992). Bahan yang akan diekstraksi pada sokletasi diletakkan dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas, karton, dan sebagainya) alat ekstraksi dan gelas yang bekerja berkesinambungan (perkolator) dibagian dalam. Wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan di antara labu penyulingan dengan pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut, yang menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipet, berkondensasi di dalamnya, menetes ke atas bahan yang diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam wadah gelas. Setelah mencapai tinggi maksimalnya secara otomatis dipindahkan ke dalam labu. Maka zat yang terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut murni berikutnya (Voight, 1994). 2.3 Rekristalisasi Rekristalisasi adalah salah satu cara pemurnian zat padat yang sering digunakan, dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali (Arsyad, 2001). Prinsip dalam rekristalisasi yaitu : Dua atau lebih senyawa memiliki kelarutan yang berbeda pada Hanya molekul-molekul yang sama yang mudah masuk ke dalam pelarut yang sama. struktur latik kristalnya, sedangkan molekul-molekul lain akan tetap di dalam larutan atau berada diluar kristanya. Dalam melakukan rekristalisasi pelarut yang digunakan harus cocok. Setelah senyawa dilarutkan kedalam pelarut yang sesuai kemudian di panaskan

(direfluks) sampai semua senyawa tersebut larut sempurna. Apabila pada temperatur kamar, senyawa tersebut sudah larut secara sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu dilakukan pemanasan lagi. Setelah senyawa tersebut larut sempurna di dalam pelarut, larutan tersebut di saring dalam keadaan panas, kemudian didinginkan sampai terbentuk kristal.

2.4

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis ialah metode pemisahan secara fisikokimia yang

dapat digunakan untuk menganalisis senyawa secara kualitatif maupun kuantitatif. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir (fase diam) ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita, setelah pelat/lapisan ditaruh dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi setelah perambatan kapiler (pengembangan), 1985). Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yaitu dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika dilakukan dengan fluoresensi sinar ultraviolet, terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi, membuat bercak akan terlihat jelas (Rohman, 2007). Faktor Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan KLT dimana Rf didefinisikan sebagai perbandingan jarak yang ditempuh komponen dibagi terhadap jarak yang ditempuh pelarut (fase gerak). Yang dirumuskan dengan Rf = Jarak yang ditempuh komponen Jarak yang ditempuh pelarut selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan/dideteksi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan sinar UV (Stahl,

Anda mungkin juga menyukai