Anda di halaman 1dari 50

Home | Unfinished | Stack #20810 id: 20810 Depan | Unfinished | Stack # 20810 id: 20810 incorrect cards (0)

correct cards (0) remaining cards (25)

Question
Name some s/s of DKA

Question
What is the extreme consequence of severe insulin deficiency?

retry mencoba kembali show Answer first Jawaban pertama menunjukkan restart me-restart shuffle mengocok help membantu Pause Berhenti sebentar 3:17

Correct box contains: Kotak yang sesuai berisi: Time elapsed: Waktu berlalu: Retries: Retries:
Flashcards StudyStack StudyStack Study Table Matching Crossword Unscramble Type Sesuai Teka-teki Menguraikan In Quiz Kuis Test Uji

Studi Tabel Hungry Bug Match Hangman Bug Targets Pertandingan Algojo Lapar Target bug Bug Flashcards

silang

Jenis Dalam Apps Apps Hmm... Print Edit Hmm Cetak Mengedit ...

Notes Catatan

Old Flashcards Lama Flashcards

Embed Code - If you would like this activity on your web page, copy the script below and paste it into your web page. Embed Code - Jika Anda ingin kegiatan ini pada halaman web Anda, salin script dibawah ini dan paste ke halaman web Anda. show me how tunjukkan saya bagaimana
<span onmouseover="_tipon(this)" onmouseout="_tipoff()"><span class="google-src-text" style="direction: ltr; text-align:

Stack #20810 Stack # 20810


DM Complications Komplikasi DM
Question Pertanyaan Answer Jawaban What is the extreme consequence of severe insulin deficiency? Apa DKA DKA konsekuensi ekstrim dari kekurangan insulin yang berat? hyperglycemia, dehydration, electrolyte loss and acidosis, Name some s/s of DKA Nama Kussmauls respirations, acetone breath, ketonuria beberapa s / s DKA hiperglikemia, dehidrasi kehilangan, elektrolit dan asidosis, respirasi Kussmauls, napas aseton, ketonuria DKA is more common in Type 1 or Type 2 DKA adalah lebih umum Type 1 Tipe 1 pada Tipe 1 atau Tipe 2 How long does it take to develop DKA? Berapa lama waktu yang hours to days jam untuk hari diperlukan untuk mengembangkan DKA? In DKA, is the serum bicarbonate serum bicarbonate is low bikarbonat serum rendah

high or low? Dalam DKA, adalah bikarbonat serum yang tinggi atau rendah? In DKA, is the pH high or low Dalam pH is low pH rendah DKA, adalah pH tinggi atau rendah What are some of the priority Treat hydration with NS, insulin drip, monitor electrolytes treatments for DKA? Apa adalah closely Perlakukan hidrasi dengan NS, menetes insulin, beberapa perawatan prioritas untuk memantau elektrolit erat DKA? What are ketone bodies the result of? metabolism of fat metabolisme lemak Apa badan keton hasil? What is the difference between DKA HHNC does not include acidosis or ketosis HHNC tidak and HHNC? Apa perbedaan antara termasuk asidosis atau ketosis DKA dan HHNC? Which is more common, DKA or HHNC? Mana yang lebih umum, HHNC HHNC DKA atau HHNC? Is HHNC more common in Type 1 or Type 2? Apakah HHNC lebih umum Type 2 Tipe 2 pada Tipe 1 atau Tipe 2? Is dehydration more severe in DKA or HHNC? Apakah dehidrasi lebih HHNC HHNC parah di DKA atau HHNC? What are the s/s of HHNC Apa s / s hyperglycemia, dehydration, hyperosmolarity HHNC hiperglikemia, dehidrasi, hyperosmolarity What are the treatments for HHNC same as for DKA sama seperti untuk DKA Apa pengobatan untuk HHNC What type of solution should be used to treat dehydration Apa jenis solusi isotonic, NS isotonik, NS harus digunakan untuk mengobati dehidrasi Is the Somogyi phenomenon more common with Type 1 or Type 2 Type 1 Tipe 1 Apakah fenomena Somogyi lebih umum dengan tipe 1 atau Tipe 2 With Somogyi, what occurs at 2 am Dengan Somogyi, apa yang terjadi hypoglycemia hipoglikemia pada pukul 2 pagi With Somogyi, what occurs in the waking hours Dengan Somogyi, apa hyperglycemia hiperglikemia yang terjadi pada jam-jam bangun What is the treatment for Somogyi Decreasing evening insulin Penurunan insulin malam Apa pengobatan untuk Somogyi

What is the difference between Somogyi and Dawn phenomenon Apa perbedaan antara Somogyi dan fenomena Fajar

no hypoglycemia occurs with Dawn phen. hipoglikemia tidak terjadi dengan Phen Dawn.

release of growth hormone at night makes tissues What causes the early morning affect insensitive to insulin resulting in hyperglycemia upon of the Dawn phen. Apa yang waking pelepasan hormon pertumbuhan pada malam hari menyebabkan pagi hari membuat jaringan sensitif terhadap insulin yang mempengaruhi dari Phen Dawn. mengakibatkan hiperglikemia setelah bangun What is the treatment for Dawn phen. administering an evening dose of intermediate-acting Apa pengobatan untuk Phen Dawn. insulin pemberian dosis malam intermediate-acting insulin Is HHNC an acute or chronic complication of DM Apakah HHNC acute akut komplikasi akut atau kronis DM Is DKA an acute or chronic complication of DM Apakah DKA acute akut komplikasi akut atau kronis DM What is the abbreviation HHNC Apa Hyperglycemia Hyperosmolar Nonketonic Coma singkatan HHNC Hiperglikemia hiperosmolar Nonketonic Coma night sweats, nightmares, restless sleep, morning HA What are the s/s of Somogyi Apa s / s berkeringat di malam hari, mimpi buruk, tidur gelisah, HA Somogyi pagi

E. METODE PENULISAN Metode penulisan karya tulis ini menggunakan metode deskriptif 1. STUDI KASUS Penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan yang komprehensif yang meliputi pengkajian data, klasifikasi data, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan pelaksanaan dan evaluasi dari tindakan keperawatan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, pemeriksaan. Catatan perawat, follow up dokter dan hasil pemeriksaan diagnosis. 2. STUDI KEPUSTAKAAN Penulis menggunakan beberapa buku sumber tentang penyakit Diabetes Melitus 3. DISKUSI Penulis mengadakan diskusi dan konsultasi dengan pembimbing dan teman-teman. 4. OBSERVASI Penulis melakukan observasi dan perawatan pada pasien selama 3 hari BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. Konsep Dasar Medik A. Definisi Diabetes melitus adalah merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. (Brunner dan Suddarth, 2002)

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. (Sylvia A.Price, 2006) Jadi kesimpulannya, Diabetes Melitus adalah kelainan heterogen yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah dan adanya gangguan metabolisme dalam tubuh. Tipe-Tipe Diabetes Ada beberapa tipe diabetes melitus yang berbeda-beda : penyakit ini dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya. Klasifikasi diabetes yang utama adalah Tipe 1 Diabetes melitus tergantung dengan insulin (Insulin Dependent Diabetes Melitus(IDDM)) yang disebabkan karena kekurangan produksi insulin. Diabetes melitus ini dapat terjadi karena kerusakan sel beta langerhans dikelenjar pankreas kekebalan tubuh (autoimun) terjadi pelisisan (pembunuhan) sel tubuh oleh sistem imunitasnya sendiri. Tipe II Diabetes melitus tidak tergantung pada insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)), akibat kegagalan relatif sel beta langerhans di kelenjar pankreas sehingga produksi insulin yang terjadi dengan kualitas rendah tidak mampu merangsang sel tubuh agar menyerap gula darah. Diabetes melitus ini di sebabkan karena penyakit lain misalnya : sirosis hati, penyakit kelenjar pankreas, infeksi. Diabetes Melitus Gestasional Gejala gejala yang muncul menyertai penyakit ini adalah polifagia (makan banyak), poliuria (kencing banyak), dan polidipsi (minum banyak). B. Etiologi

Diabetes Tipe 1 Diabetes tipe 1 ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya : infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Faktor-faktor genetik. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri : tetapi, mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Faktor faktor imunologi. Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respons autoimun. Respons ini merupkan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang di anggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Oto antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis di buat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe 1. Faktor-faktor lingungan. Penyelidikan juga sedang di lakukan tehadap kemungkinan faktorfaktor eksternal, yang dapat memicu destruksi sel beta sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum di ketahui. Faktor genetik di perkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)

2. Obesitas 3. Riwayat keluarga 4. Kelompok etnik (di Amerika Serikat,golongan hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II di bandingkan dengan golongan Afro-Amerika). (Brunner dan Sudarth, 2002) C. Anatomi dan Fisiologi

Pankreas adalah derelegasi berukuran besar dibalik kurvatura besar lambung. 1. Kelenjar pankreas Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah panjangnya kirakira 15 cm, lebar 5cm mulai dari duodenum sampai ke limfa dan beratnya rata-rata 60 - 90 gr. Terbentang pada vertebral lumbalis I dan II di belakang lambung. 2. Fungsi pankreas a. Fungsi eksokrin (asinar) Yang membentuk getah pankreas yang berisi enzim-enzim pencernaan dan larutan berair yang mengandung ion bikarbonat dalam konsentrasi tinggi. Produk gabungan sel-sel asinar mengalir melalui duktus pankreas, yang menyatu melalui duktus empedu komunis dan masuk ke duodenum dititik ampula hepatopankreas. Getah pankreas ini dikirim ke dalam duodenum melalui duktus pankreatikus yang bermuara pada papilla vateri yang terletak pada dinding duodenum. Pankreas menerima darah dari arteri pankreatika dan mengalirkan darahnya ke vena kafa inferior melalui vena pankreatika. b. Fungsi endokrin (pulau langerhans)

Sekelompok kecil sel epithelium yang berbentuk pulau-pulau kecil atau kepulauan langerhans yang bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin dan glukagon yang lansung dialirkan kedalam peredaran darah dibawah kejaringan tanpa melewati duktus untuk membantu metabolisme karbohidrat. 3. Hasil sekresi dan komposisi kelenjar pankreas Cairan pankreas mengandung enzim-enzim untuk mencerna protein, karbohidrat dan lemak. a. Enzim proteolitik pankreas (protease), yaitu : 1. Tripsinogen, yang disekresi pankreas diaktivasi menjadi tripsin oleh enterokinase yang diproduksi oleh usus halus. Tripsin mencerna protein dan polipeptida besar untuk membentuk polipeptida dan peptide yang lebih kecil. 2. Kimotripsin, teraktivasi dari kimotripsinogen oleh tripsin, kimotripsin memepunyai fungsi yang sama seperti tripsin terhadap protein. 3. Karboksipeptidase, aminopeptidase dan dipeptidase, adalah enzim yang melanjutkan proses pencernaan protein untuk menghasilkan asam-asam amino bebas. b. Lipase pankreas, yang menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol setelah lemak di emulsi oleh garam-garam empedu. c. Amylase pankreas, yang menghidrolisis zat tepung yang tidak tercerna oleh amylase saliva menjadi disakarida (maltose, sukrosa, laktosa) d. Ribonuklease dan deoksiribonuklease, yang menghidrolisis RNA dan DNA menjadi blokblok pembentuk nukleotidanya. Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau langerhans, yaitu kumpulan sel kecil yang tersebar diseluruh sel organ. Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut, yaitu : 1) Sel alfa (), mensekresi glukagon yang meningkatkan kadar gula darah. 2) Sel beta (), mensekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah. 3) Sel delta (), mensekresi somatostatin atau hormon penghalang hormon pertumbuhan yang menghambat sekresi glukagon dan insulin.

4) Sel F, mensekresi polipepetida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi yang tidak jelas, yang dilepaskan setelah makan. I. Insulin Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Insulin terdiri atas dua rantai asam amino, satu sama lain di hubungkan oleh ikatan disulfide. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar didalam membran sel. Pengaturan sekresi insulin, sekresi insulin terutama diatur oleh konsentrasi glukosa darah. Akan tetapi asam amino darah dan faktor - faktor lain juga memegang peranan penting. Perangsang sekresi insulin oleh glukosa darah, kadar glukosa darah normal waktu puasa adalah 80 sampai 90 mg/ 100 ml kecepatan sekresi insulin minimum. Waktu konsentrasi glukosa darah meningkat diatas 100 mg / 100 ml darah, kecepatan sekresi insulin meningkat cepat, mencapai puncaknya yaitu 10 sampai 20 kali tingkat basal konsentrasi gula darah antara 300 dan 400 mg / 100 ml. Jadi, peningkatan sekresi insulin akibat rangsangan glukosa adalah dramatis dalam kecepatan dan sangat tingginya kadar sekresi yang dicapai selanjuntnya penghentian sekresi insulin hampir sama cepat, terjadi dalam beberapa menit setelah pengurangan konsentrasi glukosa darah kembali ketingkat puasa. II. Glukagon dan Diabetes Melitus Glukagon adalah suatu hormon yang disekresi oleh sel-sel alfa pulau langerhans, mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin. Fungsinya yang terpenting adalah meningkatnya konsentrasi glukosa darah. Berat molekul glukosa 3485 dan terdiri dari rantai 29 asam amino. Pada penyuntikan glukagon murni kepada binatang terjadi efek hiperglikemia yang nyata. Satu mikrogram glukagon perkilogram dapat meningkatkan konsentrasi gula darah kira-kira 20 mg / 100 ml darah dalam sekitar 60 menit. Karena alasan ini, glukagon sering dinamakan faktor hiperglikemia. Dua efek utama glukagon pada metabolism glukosa adalah : a) Pemecahan glikogen (glikogenalisis)

b) Peningkatan glukoneogenesis. Efek glukagon paling dramatis adalah kemampuannya menyebabkan glikogenolisis dalam hati yang selanjutnya meningkatkan konsentrasi glukosa darah dalam beberapa menit. Glukagon dapat melakukan hal ini dengan cascade peristiwa yang kompleks. D. Patofisiologi Diabetes Tipe I Pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukagon yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat di simpan oleh hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar : akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan kedalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik, sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagi) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkan dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala

seperti nyeri abdomen, mual dan muntah, hiperventilasi, nafas bau aseton, dan tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersamaan dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. Diabetes Tipe II Pada diabetes Tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glikosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karna itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK). Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,

polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau peradangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Untuk sebagian besar pasien ( 75%), penyakit diabetes tipe II yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya pada saat pasien menjalani pemeriksaan laboratoriun yang rutin). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis di tegakkan. Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang paling penting pula untuk meningkatkan efektifitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stress fisiologik yang akut. (Brunner dan Sudarth,2002) Faktor predisposisi: Tidak terikatnya reseptor khusus pada sel faktor presipitasi - umur - lingkungan - Kelainan genetik resistensi insulin & gangguan sekresi insulin - gaya hidup - obesitas Penurunan reaksi intrasel

Insulin menjadi tidak efektif Tidak adanya pengambilan glukosa oleh jaringan polidipsi Tertumpuknya glukosa dalam darah Kadar glukosa darah meningkat

Perubahan status kesehatan Hiperglikemia Ketidaktahuan ketidakmampuan angiopati sel tidak mendapat glukosa penimbunan sorbitol ginjal tidak mampu mengabsorbsi Tentang proses masukan nutrisi yang adekuat dalam myelin saraf glukosa seluruhnya glukosuria Penyakit atau makro mikro Tidak mengenal intake yang pembentukan kerusakan myelin poliuria diuresis osmotik Sumber informasi tidak gangguan luka di kulit ATP saraf NDx: Kurang pengetahuan

adekuat pada yang lama terganggu glukosa hilang dehidrasi sembuh neuropati sensori bersama urine ekstrasel kapiler kelemahan peningkatan mata tempat tubuh sensori menurun katabolisme protein kehilangan elektrolit asam bertumbuh di otot lambung retinopati mikroorganisme ketidakmampuan Rangsangan nyeri hilang penurunan perfusi NDx: Risiko infeksi

melakukan kehilangan kalori ginjal peradangan mikroaneurima aktivitas destruksi, sikemik,

pada mukosa nekrosis, ganggren mual, muntah gagal ginjal NDx: Defisit perawatan diri lambung perdarahan neurovaskuler output yang berlebihan pelepasan zat kelaparan sel

NDx: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh vasoaktif jaringan parut robek rasa lapar sensasi nyeri perdarahan di rongga vitrous polifagia NDx: Nyeri katarak E. Manifestasi klinik Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien - pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien

mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk. Pasien dengan diabetes tipe I sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal jika tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya pasien dengan diabetes tipe II mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah dilaboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin menderita polidipsi, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi secara absolute namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak berespon terhadap terapi diet, atau terhadap obat-obat hiperglikemik oral, mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi tetap tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen. F. Pemeriksaan penunjang 1. Glukosa darah sewaktu 2. Kadar glukosa darah puasa 3. Tes toleransi glukosa Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg / dl) Kadar glukosa darah sewaktu Plasma vena

1. < 100 2. 100-200 : belum pasti DM 3. > 200 : DM Darah kapiler 1. < 80 2. 80-100 : belum pasti DM 3. > 200 Kadar glukosa darah puasa Plasma vena 1. <110 2. 110-120 : belum pasti DM 3. >120 DM Darah kapiler 1. <90 2. 90-110 : belum pasti DM 3. >110 : DM Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : 1. Glukosa plasma sewaktu >200mg/dl (11.1 Mmol / L) 2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 Mmol / L) 3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200 mg / dl) (http :// kumpulan asuhan keperawatan.blogspot.com/2008) Pola Pemeriksaan Lain 1. Pemeriksaan Mikroalbumin : Mendeteksi Komplikasi Pada Ginjal Dan Kardiovaskuler. a. Nefropati diabetik Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes adalah terjadinya nefropati diabetik, yang dapat menyebabkan gagal ginjal terminal sehingga penderita perlu menjalani cuci darah atau hemodialisis.

Nefropati diabetik ditandai dengan kerusakan glomerulus ginjal yang berfungsi sebagai alat penyaring. Gangguan pada glomerulus ginjal dapat menyebabkan lolosnya protein albumin kedalam urine. Adanya albumin dalam urine (=Albuminuria) merupakan indikasi terjadinya nefropati diabetik. b. Diagnosis nefropati diabetik Pasien DM dinyatakan mengalami nefropati diabetic jika pada 2 dan 3 kali pemeriksaan dalam waktu 3 - 6 bulan ditemukan albumin di dalam urine 24 jam 30 mg, dengan catatan tidak ditemukan penyebab albuminuria lain. Urine dalam waktu tertentu (mg/menit) < 20 20-199 200

KATEGORI

Urine 24 jam (mg/24 jam) < 30 30-299

Urine sewaktu (mg/mg kreatinin) < 30 30-299 300

Normal Mikroalbuminuria

Makroalbuminuria 300

Tabel (Consensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, 2002) c. Mikroalbuminuria Mikroalbuminuria berarti ditemukan sejumlah kecil protein albumin di dalam urine sesuai dengan kategori diatas. Mikroalbuminuria merupakan indikasi adanya gangguan glomerulus pada stadium dini, dimana gangguan dapat diperbaiki/diobati sementara bila telah terjadi gagal ginjal, maka pengobatan sulit dilakukan. Adanya mikroalbuminuria dapat dideteksi dengan pemeriksaan mikroalbumin dari bahan urine (air kencing) d. Manfaat pemeriksaan mikroalbumin (MAU) Diagnosis dini nefropati diabetik Memperkirakan morbiditas penyakit kardiovaskuler dan mortalitas pada pasien DM

e. Jadwal pemerikasaan mikroalbumin Untuk DM Tipe 1, diperiksa pada masa pubertas atau setelah 5 tahun didiagnosa DM Untuk DM Tipe 2 : 1. Untuk pemeriksaan awal setelah diagnosis ditegakkan. 2. Secara periodik setahun sekali atau sesuai petunjuk dokter. 2. Pemeriksaan HbA1C atau A1C : Dapat Memperkirakan Resiko Komplikasi Akibat DM a. HbA1C atau A1C Merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antara glukosa dengan hemoglobin (glycohemoglobin). Jumlah A1C yang terbentuk, tergantung pada kadar glukosa darah. Ikatan A1C stabil dan dapat bertahan hingga 2 - 3 bulan (sesuai dengan usia sel darah merah). Kadar A1C mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka waktu 2 - 3 bulan sebelum pemeriksaan. b. Manfaat Pemeriksaan A1C Menilai kualitas pengendalian DM. Menilai efek terapi atau perubahan terapi setelah 8 - 12 minggu dijalankan c. Tujuan Pemeriksaan A1C Tujuannya adalah mencegah terjadinya komplikasi (kronik) diabetes karena : A1C dapat memperkirakan resiko berkembangnya komplikasi diabetes. Komplikasi diabetes dapat muncul jika kadar glukosa darah terus-menerus tinggi dalam jangka panjang. Kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka panjang (2 - 3 bulan) dapat diperkirakan dengan pemeriksaan A1C. d. Jadwal/Frekuensi Pemeriksaan A1C

Untuk evaluasi awal setelah diagnosis DM dipastikan Secara periodik (sebagai bagian dari pengelolaan DM) yaitu : 1) Setiap 3 bulan (terutama bila sasaran pengobatan belum tercapai. 2) Minimal 2 kali dalam setahun. 3. Pemeriksaan Kadar C-Peptide C-Peptide merupakan produk sampingan proses pembentukan insulin pada sel pankreas. Proinsulin dipotong secara proteolitik untuk membentuk insulin matur dan C-Peptide dalam jumlah molar yang sama dengan yang dilepaskan kedalam sirkulasi portal. Pengukuran C-Peptide digunakan untuk aplikasi klinik sebagai berikut : Untuk mengetahui fungsi residu sel pada pasien yang diberi insulin dan untuk membedakan antara insulin dependent diabetes (IDDM) dan non insulin-dependent diabetes (NIDDM) Diagnosis hipoglikemi semu; akumulasi insulin menyebabkan kadar insulin meningkat tanpa adanya peningkatan konsentrasi C-Peptide Diagnosis insulinoma, melalui tes supresi insulin pada pasien euglikemia yang diperkirakan menderita insulinoma Sebagai residu jaringan pankreas pasca pankreatektomi Pengukuran C-Peptide kuantitatif dilakukan dilembaga Eijkman dengan menggunakan metode ELISA (Enzyme-linked immunoassay) yang cepat, tepat dan ramah lingkungan. Sampel darah untuk pemeriksaan dapat berupa : 100 l serum yang diperoleh dari pemisahan darah lengkap tanpa koagulasi, 100 l darah EDTA dari pemeriksaan hematologi rutin. G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan diabetes mellitus didasarkan pada : 1. Rencana diet Diet pada penderita diabetes melitus dapat dibagi atas beberapa bagian antara lain :

a. Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30 %, protein 20 %. b. Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %. c. Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %. d. Diet B1 dan B2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal ginjal. Indikasi diet A : Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya.

Indikasi diet B : a. Diberikan pada penderita diabetes terutama yang :

Kurang tahan lapan dengan dietnya. b. Mempunyai hyperkolestonemia. c. Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya pernah mengalami cerobrovaskuler acident (cva) penyakit jantung koroner. d. Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik tetapi belum ada nefropati yang nyata. e. Telah menderita diabetes dari 15 tahun Indikasi diet B1 Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu penderita diabetes terutama yang : a. Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia. b. Kurus (underweight) dengan relatif bodi weight kurang dari 90 %. c. Masih muda perlu pertumbuhan. d. Mengalami patah tulang. e. Hamil dan menyusui. f. Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis. g. Menderita tuberkulosis paru. h. Menderita penyakit graves (morbus basedou). i. Menderita selulitis. j. Dalam keadaan pasca bedah. Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra indikasi penggunaan protein kadar tinggi. Indikasi B2 dan B3

Diet B2 Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang klirens kreatininnya masih lebar dari 25 ml/mt. Sifat-sifat diet B2 a. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein kurang. b. Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20 % lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial. c. Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 2300 kalori / hari. Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah. Diet B3 Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik yang klibers kreatininnya kurang dari 25 MI / mt Sifat diet B3 a. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari). b. Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram / hari. c. Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan 2300 / hari. (bila tidak akan merubah jumlah protein). d. Tinggi karbohidrat dan rendah lemak. e. Dipilih lemak yang tidak jenuh. Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk latihan ringan yang dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah jam sesudah makan. Juga dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari, pagi dan sore hari dengan maksud untuk menurunkan BB. Penyuluhan kesehatan. Untuk meningkatkan pemahaman maka dilakukan penyuluhan melalui perorangan antara dokter dengan penderita yang datang. Selain itu juga dilakukan melalui media-media cetak dan elektronik. 2. Latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisik 3. Agen-agen hipoglikemik oral 4. Terapi insulin

5. Pengawasan glukosa dirumah 6. Pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri Tujuan utama pengobatan diabetes melitus adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan, tetapi semakin mendekati kisaran yang normal maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang adalah semakin berkurang. Karena itu, jelas untuk menghalangi diabetes berkomplikasi, pola pengobatan yang tepat perlu dilakukan. Pola pengobatan ini merupakan penyanding dari pola perawatan non farmakologi seperti pada poin-poin diatas. Terapi farmakologi untuk diabetes tersebut adalah : Obat Hipoglikemik Oral dan Terapi Sulih Insulin. 1. Obat hipoglikemik oral Golongan sulfonylurea sering kali dapat menurunkan kadar gula darah secara mencukupi pada penderita diabetes Tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes Tipe I contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid, dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pancreas dan meningkatkan efektivitasnya. Obat lainnya yaitu metformin, tidak memengaruhi pelepasan insulin, tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus. Obat hipoglikemik per - oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan olahraga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup. Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2 - 3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per - oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin. 2. Terapi sulih insulin

Pada diabetes Tipe I, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan didalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per - oral (ditelan). Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik, karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya. Insulin disuntikan dibawah kulit kedalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri. Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda : a. Insulin kerja cepat Contohnya adalah insulin regular, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar. Insulin ini sering kali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2 - 4 jam dan bekerja selama 6 - 8 jam. Insulin kerja cepat sering kali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disuntikkan 15 - 20 menit sebelum makan. b. Insulin kerja sedang Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1 - 3 jam, mencapai puncak maksimum dalam waktu 6 - 10 jam, dan bekerja selama 18 - 26 jam. Insulin disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam. c. Insulin kerja lambat Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28 - 36 jam. E. Komplikasi Komplikasi diabetes melitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketotic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.

H. Komplikasi akut Diabetes ketoasidosis. Ketoasidosis diabetik adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada jaringan adiposa, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat sensitif terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi (penyakit). Prinsip dan prioritas manajemen diabetes ketoasidosis : 1. Pemantauan a. Glukosa darah finger-stick setiap jam. b. Kalium serum setiap jam. c. Bikarbonat setiap dua jam. d. Gas darah arteri setiap 2 - 4 jam. e. EKG kalau perlu. f. Tambahan pemantauan bergantung pada keadaan pasien (pemantauan jantung, tekanan vena sentral, intubasi nasogastrik, dan kateter foley). g. Asupan dan haluaran. 2. Rehidrasi melalui IV a. Deficit cairan bisa lebih dari enam liter b. Salin normal 500 ml / jam dalam satu jam pertama, kemudian 250 ml / jam c. Hindari larutan hipotonik (salin normal 0,45 %) karena bias meningkatkan resiko untuk edema serebral. 3. Beri insulin IV untuk mengendalikan glukoneogenesis, lipolisis, ketogenesis serta meningkatkan pemakaian glukosa otot skeletal. a. Insulin harus diberikan lewat IV, mulai dengan kecepatan 0,1 U / kg berat badan. Apabila tidak ada masalah dengan volume cairan seperti adanya gagal jantung kongestif, larutkan 50 ml insulin regular dalam 50 ml salin normal; kemudian 1 U 10 ml. atur tetesan per jam 0,1 U (1 ml) sampai glukosa darah mencapai 70 - 150 ml / dl. b. Insulin regular IV bolus mempunyai efek hanya dalam lima menit sehingga tidak bermanfaat.

c. Apabila pasien sudah bisa menerima cairan karbohidrat peroral, tambahan insulin diberikan secara subkutan. d. Apabila pasien sudah bisa makan, teruskan program insulin yang dipakainya sebelum terjadi ketoasidosis. 4. Penggantian elektrolit yang hilang a. Kalium IV apabila haluaran urine sudah membaik. b. Beri separuh sebagian kalium fosfat klorida dan separuh kalium fosfat untuk mengganti fosfat yang hilang. c. Bikarbonat diberikan hanya apabila pH darah adalah 7,0 dan pasien mengalami hipotensi, syok, atau disritmia. 5. Hitung leukosit dan diferensial. Leukositosis bisa timbul. 6. Tangani penyebab sepsis (IM silent). 7. Penyuluhan kesehatan tentang cara pencegahan dan penanganan secara dini. Hyperglycemic hyperosmolar nonketotic coma (HHNC). HHNC adalah komplikasi akut DM Tipe 2. Patofisiologi dan tanda-tanda klinis yang terjadi sama dengan DKA dengan beberapa pengecualian. Pada HHNC terdapat : 1. Dehidrasi berat. Pasien bisa mengalami deficit cairan sebanyak 8 - 9 liter. 2. Tingkat hyperglikemia juga lebih berat, bisa 600 - 2000 mg / dl. 3. Osmolaritas serum adalah 350 mOsm/L atau lebih. 4. Tidak ada ketosis karena orang dengan DM Tipe 2 mempunyai cukup insulin. 5. Biasanya ada gangguan dasar pada system saraf sentral yang bisa mengganggu persepsi pasien terhadap rasa haus sehingga cairan yang hilang tidak dapat diganti dan dehidrasi bertambah berat. 6. Biasanya ada infeksi atau penyakit. HHNC merupakan kondisi kedaruratan medis. Penanganan utama adalah rehidrasi dengan larutan hipotonik intravena. Komplikasi kronis

Klasifikasi komplikasi kronis adalah mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi ini adalah akibat lama dan beratnya hiperglikemia. Perubahan pada pembuluh darah mengakibatkan retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati perifer, dan autonomik, penyakit vaskuler perifer, penyakit serebrovaskuler (stroke), serta penyakit arteri koroner. Komplikasi mikrovaskuler dari DM Tipe 1 jarang ditemukan dalam 5 - 10 tahun setelah penyakit diketahui. Rokok bisa mempercepat timbulnya komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Retinopati diabetik. Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurisme pada pembuluh retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina. Respons terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan menyebabkan pendarahan vitreous. Nefropati diabetik. Lesi renal yang khas dari nefropati diabetik adalah glomerulosklerosis yang nodular yang tersebar di kedua ginjal yang disebut sindrom kommelstiel-wilson. Glomerulosklerosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema, dan hipertensi. Lesi sindrom ditemukan hanya pada penderita DM. sekitar 10 - 35% pasien dengan DM menderita komplikasi ini. Neuropati. Neuropati diabetik terjadi pada 60 70 % individu DM neuropati diabetik yang palinga sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomik. Polineuropati sensori perifer simetris. Terjadi perubahan sensori dan hilangnya sensoris secara simetris, yang terjadi pada kedua kaki dan kedua tangan. Neuropati perifer yang nyeri. Neurotransmiter yang menyebabkan nyeri telah diketahui, yaitu substansi P. Pemakaian narkotik untuk nyeri yang kronis tidak di anjurkan. Neuropati autonomic. Gangguan pada system autonomik bisa juga timbul dan mengakibatkan perubahan pada system tubuh. Dislipidemia. Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia. Ada peningkatan kolesterol LDL dan trigliserida yang bisa mengakibatkan aterosklerosis. Karena

resistensi insulin, profil lipid pasien dengan DM Tipe 2 adalah hipertrigliseridemia dan hiperkolesterolemia. Hipertensi. Sebanyak 60 % - 65 % pasien dengan DM mengalami hipertensi. Hipertensi pada pasien dengan DM Tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,mikroalbumineria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM Tipe 2 hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Kaki diabetik. Ada tiga faktor yang berperan dalam kaki diabetik yaitu, neuropati, iskemia, dan sepsis. Hilangnya sensori pada kaki diabetik biasa mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. E. Prognosis

Darah sedekat mungkin ke angka normal. Dengan pengendalian glikemia yang cocok, resiko terjadinya komplikasi mikrovaskuler dan neuropati menurun secara bermakna. Sebagai tambahan, jika hipertensi dan hiperlipidema ditangani secara agresif, resiko terjadinya komplikasi makrovaskuler juga menurun secara drastis

Manfaat ini juga diimbangi dengan resiko hipoglikemia dan biaya jangka pendek untuk menyediakan pengobatan berkualitas baik. Penelitian menunjukkan biaya yang dihemat setelah berkurangnya komplikasi akut diabetes selama 1 - 3 tahun setelah memulai pencegahan efektif.

Setiap bertemu dengan dokternya, pasien sebaiknya diberitahukan tentang rencana terapi yang cocok dan memotivasi pasien untuk melakukannya secara ketat. Dokter mesti meyakinkan pasien bahwa penatalaksanaan diabetes mellitus mencakup seluruh pemeriksaan lab yang penting, pemeriksaan neurologi dan tungkai, dan rujukan ke spesialis mata atau orthopedis / podiatris.

BAB III TINJAUAN KASUS A. PENGKAJIAN

Unit : Paula Autoanamnesa : Kamar : III/2 Alloanamnesa : Tgl MRS : 08/03/2010 Tgl pengkajian : 09/03/2010 1. Identifikasi a. pasien Nama initial : Ny.E.N Umur : 71 Tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama/Suku : Protestan Warga Negara : Indonesia Alamat : Tataaran b. Penanggung Nama : Tn.F.T Alamat : Tataaran Hubungan Keluarga : Suami 2. Data Medik a. Diagnose medic Saat Masuk : Diabetes Melitus Saat Pengkajian : Diabetes Melitus

b. Kelainan bawaan/Trauma : tidak ada c. Riwayat Alergi : tidak ada 3. Keadaan umum a. Keadaan Sakit Pasien tampak sakit ringan, alasannya pasien mengeluh sakit ulu hati. b. Pemeriksaan Fisik 1) Kesadaran : skala koma Glasgow a) Respon motorik : 6 b) Respon bicara : 5 c) Respon membuka mata : 4 Jumlah 15 sadar penuh 2) Tekanan darah : 110/80 mmHg Mean Arteri Pleassure : 90 mmHg 3) Suhu : 36,5 C 4) Pernafasan : 22x/menit Irama : Teratur Jenis : Dada 5) Nadi : 86x/menit Irama : Teratur Pemeriksaan head to toe a. Kulit Inspeksi Hidrasi kulit : tidak ada Edema : tidak ada Icteric : tidak ada Tanda radang : tidak ada b. Kepala Inspeksi

Bentuk kepala masosepal, warna rambut sudah beruban, keadaan umum rambut tidak berketombe, penyebaran rambut tidak merata, tidak ada benjolan. Palpasi Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa/benjolan c. Mata Inspeksi Mata simetris kiri dan kanan, pasien mengatakan penglihatan agak kabur, konjuktiva anemis, sclera tidak ikterus. Palpasi Tidak ada nyeri tekan d. Telinga Inspeksi Telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, pendengaran berkurang, tidak ada luka. Palpasi Tidak ada nyeri tekan e. Hidung Inspeksi Lubang hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan, tidak ada sekret. Palpasi Tidak ada nyeri tekan f. Mulut Inspeksi Keadaan mulut yaitu mukosa bibir kering, gigi sudah ada yang tanggal, keadaan gusi baik, lidah tampak kotor, warna mukosa bibir tampak pucat. g. Leher Inspeksi Tidak ada kelainan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat massa/benjolan, tidak ada nyeri menelan. Palpasi Tidak ada nyeri tekan

h. Dada Inspeksi Tidak ada kelainan, dada simetris kiri dan kanan, ekspansi paru kiri dan kanan sama. Palpasi Vocal fremitus : getaran kiri dan kanan sama kuat Perkusi Bunyi sonor Auskultasi Suara nafas vesicular, suara ucapan : intensitas dan kualitas bunyi dikiri dan kanan sama. i. Jantung Inspeksi Ictus cordis : ictus cordis tidak nampak Palpasi Ictus cordis : hanya teraba pada permukaan tangan tidak lebih dari 1cm Perkusi Batas Atas : ICS 2 - 3 Batas Kiri : linea mid clavikularis Batas Kanan : linea sternalis kanan Batas Bawah : ICS 5 Auskultasi Bunyi jantung IIa : di ics 2 linea sternalis kanan (tunggal) Bunyi jantung IIp : di ics 2 dan 3 linea sternalis kiri (tunggal) Bunyi jantung I T : di ics 4 linea sternalis kiri (tunggal) Bunyi jantung I M : di ics 5 linea medioclavikularis kiri (tunggal) Bunyi jantung II irama gallop : tidak ada Bruit : A. aorta : tidak ada A renalis : tidak ada A femoralis : tidak ada j. Abdomen Inspeksi

Bentuk permukaan datar, tidak ada kelainan Auskultasi Peristaltik usus 18 x / menit Palpasi Perut terasa nyeri tekan dan kembung Perkusi Ascites negatif k. Ekstremitas atas dan bawah Atrofi otot : negatif Rentang gerak : bebas Kaku sendi : tidak ada Uji kekuatan otot : kekuatan otot menurun Reflek fisiologi Bisep : positif Trisep : positif Romber tes : (tidak dapat dikaji karena pasien bedrest total ditempat tidur ) l. Genetalia Palpasi Kandung kemih kosong, tidak ada kelainan, anus tidak ada kelainan. c. Genogram + + + + + 71 + +

Ket :

pria

normal / pria meninggal yang serumah + : wanita normal/wanita meninggal :

tinggal

71

: pasien d. Pemeriksaan penunjang (Laboratorium) 1) Tanggal 08/03/2010 HASIL PEMERIKSAAN WBC : 5,7 x 10 g/l RBC : 3.85 x 10^12 g/l HGB : 10.1 g/l HCT : 32.50 % MCV : 84.4 FL NILAI NORMAL 4-10 3.5-6 11-17 35-48 86-110

MCH : 28.8 Pq MCHC : 34 g/l PLT : 300 x 10 g/l

26-38 31-37 150-450

2) Tanggal 10/03/2010 Hasil pemeriksaan Urea uv : 205 mg/dl Creatinin : 4.7 mg/dl 3) Tanggal 08/03/2010 GDP : 282 mg% 4) Tanggal 10/03/2010 GDP : 113 mg% 5) Tanggal 11/03/2010 GDP : 188 mg% 6) Tanggal 12/03/2010 GDP : 147 mg% 7) Tanggal 13/03/2010 GDP : 324 mg% Kimia elektrolit gas darah No 1 2 3 e. Therapy 1) Rantin 150 mg 2x1 tablet/hari Indikasi Elektrolit Natrium Kalium Clorida Hasil 124 38 101 Normal 136-145 3.5-5.1 97-111 Satuan Mmol/lt Mmol/lt Mmol/lt Nilai normal 10-50 mg/dl 0.1 1 mg/dl

a) Pengobatan jangka pendek tukak usus dua belas jari aktif, tukak lambung aktif, dan mengurangi gejala refluks esofagitis. b) Terapi pemeliharaan setelah penyembuhan tukak usus dua belas jari, tukak lambung. c) Pengobatan keadaan hipersekresi patologik (misalnya : sindrom zollinger Ellison, dan mastositosis sistemik) Kontaindikasi Hipersensitif terhadap ranitidine Dosis dan cara pemberiaan Dewasa, pemberian peroral a) Tukak usus 12jari aktif : 150 mg, 2x sehari (pagi dam malam) atau 300 mg sekali sehari sesudah makan malam atau sebelum tidur, selama 4 - 8 minggu. b) Tukak lambung aktif : 150 mg, 2x sehari (pagi dan malam) selama 2 minggu. c) Terapi pemeliharaan pada penyembuhan tukak 12 jari dan tukak lambung : 150 mg sebelum tidur d) Keadaan hypersekresi patologis : 150 mg, 2x sehari dengan lama pengobatan ditentukan oleh dokter berdasarkan gejala klinik yang ada. Dosis dapat di tingkatkan sesuai kebutuhan masing-masing penderita. Dosis hingga 6 g sehari dapat diberikan pada penyakit yang berat. e) Refluks gastroesofagitis : 150 mg, 2x sehari f) Esofagitis erosive : 150, 4x sehari g) Pemeliharaan dan penyembuhan esofagitis erosive : 150 mg, 2x sehari Dosis dan gangguan fungsi ginjal Bila bersihan kreatinin < 50 ml/menit : 150 mg tiap 24 jam (bila perlu,tiap 12 jam). Karena ranitidine ikut terdialisis, maka waktu pemberian harus di sesuaikan sehingga bertepatan dengan akhir hemodialisis. Peringatan dan perhatian

a) Keganasan lambung : memberikan perbaikan simptomatik sehingga memperlambat diagnosis penyakit ini. b) Gangguan fungsi ginjal : perlu penyesuaian dosis (dieliminasi terutama melalui ginjal) c) Gangguan fungsi hati : gunakan dengan hati-hati (dimetabolisme dalam hati) d) Wanita hamil dan ibu menyusui : gunakan hanya bila sungguh di perlukan. e) Anak-anak : efektifitas dan keamanan penggunaan pada anak-anak belum terbukti. Efek samping a) Sakit kepala. b) Susunan saraf pusat,jarang terjadi : malaise, pusing, somnolence, insomnia, vertigo, agitasi c) Kardiovaskuler jarang dilaporkan : artralgia dan mialgia. d) Endokrin : ginekosmatia,impoten, dan hilangnya libido pernah di laporkan pada penderita pria. 2) Metrix 1 mg 1x1 tablet/hari Indikasi Di indikasikan untuk diabetes mellitus tidak tergantung insulin (tipe II), yang kadar gula darahnya tidak terkonttrol secara adekuat hanya dengan diet yang cukup, olahraga dan penurunan berat badan. Kontraindikasi a) Hipersensitif terhadap obat tersebut, obat-obat golongan sulfonamida yang lain atau bahan-bahan tambahan lain (yang menimbulkan resiko reaksi hipersenstif) b) Dengan ketoasidosis diabetes, dengan atau tanpa koma.keadaan seperti ini harus diatasi dengan insulin. c) Wanita hamil atau menyusui sabab glimepiride dapat membahayakan bayi. Sebaiknya diganti dengan insulin. Dosis dan cara pemberian a) Dosis awal dan dosis titrasi. Biasanya adalah 1 mg sekali sehari. Bila perlu, dosis harian dapat ditingkatkan. Setiap peningkatan dosis harus berdasarkan pada monitor kadar gula darah yang teratur. Dan sebaiknya secara bertahap, misalnya

pada interval 1-2 minggu dan dilanjutkan secara bertahap, yaitu dari 1 mg, 2 mg, 3 mg, 4 mg, 5 mg, 6 mg kecuali pada dosis 8 mg. b) Penyesuaian dosis sekunder : seiring perbaikan control diabetes, sensitivitas insulin akan meningkat sehingga kebutuhan glimepiride akan menurun. Untuk mencegah hipoglikemi, perlu dipertimbangkan penurunan dosis secara teratur atau penghentian terapi. Peringatan dan perhatian a) Pada minggu-minggu awal pengobatan, resiko hipoglikemia dapat meningkat dan dibutuhkan pengaawasan yang ketat. Faktor yang mendukung terjadinya hipoglikemia antara lain Pasien kurang kooperatif (terutama pasien usia lanjut). Kurang gizi, jadwal makan yang tak teratur atau selama puasa. Ketidakseimbangan aktivitas fisik dan asupan karbohidrat. Pengaruh diet. b) Dokter harus mengetahui tentang faktor-faktor tersebut dan tentang episode hipoglikemia, karena hal ini membutuhkan pengawasan ketat. c) Penggunaan pada anak-anak : keamanan dan efektivitas pada anak-anak belum diketahui. Efek samping a) Pernah dilaporkan terjadinya muntah, nyeri pada saluran pencernaan dan diare. Pada kasus-kasus tertentu,dapat terjadi peningkatan kadar enzim hati. b) Leukopenia,agranulositosis, trombositopenia, anemia hemolitik, anemia aplastik dan pansitopenia. 3) Forneuro 1x1 kapsul/ hari 1ndikasi Untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin B1, B6, B12, vitamin E dan kekurangan darah. Kontraindikasi Penderita yang hypersensitive terhadap komponen obat ini. Peringatan dan perhatian

Hati-hati diberikan pada penderita Parkinson yang mendapatkan terapi levodopa, karena vitamin B6 menonaktifkan levodopa Efek samping Penggunaan vitamin B6 dalam dosis besar dan jangka panjang dapat menyebabkan sindrom neuropati. Dosis dan cara pemberian Dewasa : 1 kapsul lunak perhari atau sesuai petunjuk dokter. Keamanan pemberian pada anak-anak belum diketahui. 4) Pharmaton 1x1 kapsul / hari Indikasi Untuk membantu menjaga stamina dan kesehatan tubuh setelah operasi atau pada masa pemulihan. Dosis dan cara pemakaian Dewasa : 1 kapsul lunak diminum pada waktu makan, lebih di anjurkan pada waktu makan pagi. Anak-anak : tidak di anjurkan untuk digunakan pada anak-anak dibawah usia 12 tahun. Kontraindikasi Pharmaton dikontraindikasikan pada gangguan metabolisme kalsium, pada

hipervitaminosis A dan D, gangguan ginjal, selama terapi dengan retinoid atau vitamin D, dan pada kondisi dimana diketahui hipersensitif terhadap komposisi pharmaton formula. Perhatian dan peringatan Pada dosis yang dianjurkan, tidak ada perhatian atau peringatan khusus. Efek samping Dapat terjadi pada kasus sakit kepala, pusing, reaksi gastrointestinal dan reaksi hipersensitivitas. 4. Pengkajian Pola Kesehatan a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharan kesehatan 1) Keadaan sebelum sakit Pasien mengatakan sebelum sakit masih bisa beraktivitas dengan baik.

2) Riwayat penyakit saat ini a) Keluhan utama Pasien mengatakan 1 minggu nyeri uluhati, badan terasa lemah, selera makan menurun dan mual-mual dan muntah 2x. b) Riwayat keluhan utama Riwayat terjadinya keluhan utama yaitu pasien mengatakan pada tanggal 2 Maret 2010 jatuh di wc. Sejak itu badan pasien menjadi lemah dan sakit, selera makan menurun dan nyeri uluhati. Semua aktivitas dilayani diatas tempat tidur oleh keluarga. Setelah beberapa hari kemudian keadaan pasien lebih memburuk, pada tanggal 8 Maret 2010 pukul 08.00 pasien muntah cairan 2 kali dan tidak mau makan dan nyeri ulu hati. Kemudian keluarga memberikan obat promag 1 tablet kepada pasien. Setelah minum obat, pasien istirahat. Pada pukul 17.00 pasien mengeluh pada suami dan anaknya bahwa badannya terasa lemah sekali, dan masih nyeri ulu hati. Akhirnya pasien langsung dibawah ke Rumah Sakit Gunung Maria pukul 17.30. tiba di RS Gunung Maria pukul 18.00. pada tanggal 09 maret 2010 pukul 13.00 melakukan pengkajian, yaitu mengkaji tingkat nyeri uluhati dengan lokasi : ulu hati, sifat : hilang timbul, durasi : 5 menit nyeri timbul hilang, karakteristik : seperti ditusuk tusuk , skala : 5 - 6, intensitas : nyeri sedang. c) Riwayat penyakit yang pernah di alami Pasien mengatakan bulan januari 2010 masuk RS yaitu dengan penyakit Diabetes Melitus. Penyakit ini dialami sudah 20 tahun. d) Riwayat kesehatan keluarga Pasien mengatakan kelurganya tidak ada yang menderita penyakit Diabetes Melitus tetapi hanya hipertensi yaitu ibunya. b. Pola nutrisi dan metabolik 1) Keadaan sebelum sakit Pasien mengatakan makan 3x sehari jenis nasi, ikan, sayur, buah pisang dan pepaya.Diet 1700 kalori / hari. Disamping itu pasien minum susu Diabetasol rasa coklat dan dipakai gula tropicanaslim, diminum 3 x 1 gelas/hari. Minum air putih 6 - 7 gelas/hari. Pasien mengatakan sering banyak minum karena haus.

2) Keadaan sejak sakit Pasien mengatakan makan 3x sehari jenis bubur, ikan, sayur.Diet 1700 kalori / hari. Pasien mengatakan dari tanggal 2 maret 2010 porsi makan tidak dihabiskan, sampai pada saat pengkajian pasien hanya mampu menghabiskan 5 6 sendok makan bubur, porsi makan tidak dihabiskan, mual di tiap kali makan, selera makan menurun. Pasien mengatakan minum susu diabetasol 1x1 gelas/hari hanya pada pagi hari. Minum air putih 5 6 gelas/hari. c. Pola eliminasi 1) Keadaan sebelum sakit Pasien mengatakan BAK 7 8 x/hari, warna kuning dan bau khas. BAK lancer dan pada malam hari sering berkemih. Pasien mengatakan BAB lancar 1x/hari setiap pagi tidak ada keluhan saat BAB, warna coklat, konsistensi lembek, bau khas. 2) Keadaan sejak sakit Pasien mengatakan BAK 5 6 x/hari, warna kuning dan bau khas, tidak ada gangguan saat BAK. Pasien mengatakan BAB 1 x / hari tidak ada keluhan saat BAB, warna coklat, konsistensi lembek, bau khas. Pasien BAK di pampers, BAB memakai pot. d. Pola aktivitas dan latihan 1) Keadaan sebelum sakit Pasien mengatakan aktivitas yang berat sudah tidak dilaksanakan, hanya aktivitas ringan yaitu makan, minum, dan mandi sendiri. Pasien mengatakan dia berjalan memakai tongkat karena penglihatan sudah kabur. 2) Keadaan sejak sakit Pasien mengatakan badan terasa lemas, cepat lelah bila bergerak sedikit. Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri sehingga kebutuhannya dibantu oleh perawat dan keluarga dan pasien tidak mapu bangun dari tempat tidur karena badannya terasa lemah. Saat pengkajian keadan umum pasien lemah, kebutuhan dilayani diatas tempat tidur, pasien bedrest. 3) Observasi Makan : 2 Mandi : 2

Pakaian : 2 Kerapian : 2 Buang air besar : 2 Buang air kecil : 2 Mobilisasi ditempat tidur : 2 Ket : 0 = mandiri 1 = bantuan dengan alat 2 = bantuan orang 3 = bantuan alat dan orang 4 = bantuan penuh Kesimpulan : pemeliharaan diri pasien masih dibantu oleh perawat dan keluarga. e. Pola tidur dan istirahat 1) Keadaan sebelum sakit Pasien mengatakan tidur malam pukul 20.00 bangun pagi pukul 05.00 sedangkan istirahat siang pukul 13.00 bangun pukul 15.00 2) Keadaan sejak sakit Pasien mengatakan tidur malam pukul 21.00 bangun pagi pukul 05.00 sedangkan istirahat siang pukul 13.00 bangun pukul 15.00, tidak ada gangguan istirahat dan tidur. 3) Observasi Ekspresi wajah mengantuk : negatif Banyak menguap : negatif Palpebra warna gelap : negatif f. Pola persepsi kognitif 1) Keadaan sebelum sakit Pasien mengatakan ada masalah dengan penglihatan yaitu sudah kabur sehingga dalam mempelajari sesuatu mengalami kesulitan. Berjalan mengalami kesulitan. Begitu juga dengan indra pendengaran sudah mengalami penurunan. Indra penciuman dan pengecapan tidak ada masalah. 2) Keadaan sejak sakit

Pasien mengatakan tidak bisa berjalan karena badan lemas dan tidak bisa bangun dari tempat tidur. Saat pengkajian pasien mengatakan uluhatinya masih nyeri dan mualmual. 3) Observasi Pasien bedrest total di tempat tidur, ekspresi wajah meringis, keadaan umum lemah. g. Pola persepsi dan konsep diri 1) Keadaan sebelum sakit Pasien mengatakan ia sangat diperhatikan oleh anak dan suaminya. Pasien mengatakan sangat dekat dengan anak-anak dan suaminya. 2) Keadaan sejak sakit Pasien sangat optimis ingin cepat sembuh dan keluar dari Rumah Sakit dan ingin berkumpul kembali bersama keluarganya. 3) Observasi Kontak mata : pasien dapat mempertahankan kontak mata saat berkomunikasi dengan perawat Rentang perhatian : penuh Suara dan cara bicara : jelas dan lembut h. Pola peran dan hubungan dengan sesama 1) Keadaan sebelum sakit Pasien mengatakan tinggal bersama anak pertamanya dan suaminya. Hubungan dengan keluarga baik, dengan tetangganya juga baik. 2) Keadaan sejak sakit Pasien mengatakan ingin cepat sembuh. Keluarganya terutama suaminya selalu mendampingi pasien. Serta banyak keluarga yang menjenguknya di Rumah Sakit. i. Pola reproduksi dan seksualitas 1) Keadaan sebelum sakit Pasien mengatakan sudah tidak mengalami menstruasi karena sudah menopause. 2) Keadaan sejak sakit Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan reproduksi dan seksualitas. j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres 1) Keadaan sebelum sakit

Keluarga mengatakan pasien jarang marah dirumah, dan jika marah tidak berlarutlarut. 2) Keadaan sejak sakit Keluarga mengatakan pasien sering marah karena merasa jenuh di Rumah Sakit. k. Pola nilai kepercayaan 1) Keadaan sebelum sakit Pasien mengatakan menganut agama protestan, dan taat beribadah walaupun hanya ibadah dirumah. 2) Keadaan sejak sakit Pasien mengatakan berdoa ditempat tidur. Dan jika ada pengunjung yang akan beribadah, pasien juga ikut beribadah. B. KLASIFIKASI DATA Data subjektif Pasien mengatakan 1 minggu nyeri ulu hati Pasien mengatakan badan terasa lemah Pasien mengatakan selera makan menurun Pasien mengatakan mual dan muntah 2x Pasien mengatakan dari tanggal 2 maret 2010 porsi makan tidak dihabiskan Pasien mengatakan cepat lelah bila bergerak sedikit Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri Lokasi khusus nyeri : lokasi : uluhati Sifat : hilang timbul Durasi : 5 menit Karakteristik : seperti ditusuk-tusuk Skala : 5-6 Intensitas : nyeri sedang Data objektif Keadaan umum lemah Ekspresi wajah meringis

Kesadaran compos mentis TTV : TD : 110/80 mmHg N : 86x/menit R : 22x/menit SB : 36.5 C


Konjungtiva anemis Mukosa bibir kering Lidah tampak kotor Warna mukosa bibir tampak pucat Perut terasa nyeri tekan dan kembung Uji kekuatan otot menurun Romber test tidak dikaji karena pasien bedrest Pasien hanya mampu mnghabiskan bubur 5-6 sendok makan Porsi makan tidak dihabiskan Pasien tidak mampu bangun dari tempat tidur karena badannya terasa lemah Kebutuhannya dilayani diatas tempat tidur Pasien bedrest total Hasil lab 8/3/2010 : HGB : 10,1 g/l Hasil GDS : 282 mg% tanggal 8 maret 2010 Observasi aktivitas pasien saat sakit Makan : 2 Mandi : 2 Pakaian : 2 Kerapian : 2 Buang air besar : 2 Buang air kecil : 2 Mobilisasi ditempat tidur : 0

Merasa mual tiap kali makan

C. ANALISA DATA Data 1. Ds : - pasien mengatakan 1 minggu nyeri ulu hati - lokasi khusus nyeri Lokasi : ulu hati Sifat : hilang timbul Durasi : 5 menit Karakteristik : seperti ditusuktusuk Skala : 5-6 Intensitas : nyeri sedang Do : a. Keadaan umum lemah b. Ekspresi wajah meringis c. Kesadaran : compos mentis d. TTV : TD : 110/80 mmHg, N : 86x/menit, R : 22x/menit, SB : 36,5 C e. Perut terasa nyeri tekan dan lambung. 2. Ds : - Pasien mengatakan selera makan menurun - pasien mengatakan mual dan penyebab masalah

Peningkatan asam Nyeri lambung Perubahan Hilangnya selera kurang makan, muntah. Defisit perawatan Kelemahan tubuh diri nutrisi dari

mual, kebutuhan tubuh

muntah 2x - pasien mengatakan dari tanggal 2 maret 2010 porsi makan tidak di habiskan Do : a. Mukosa bibir kering b. Lidah tampak kotor c. Warna mukosa bibir pucat d. Pasien hanya mampu

menghabiskan bubur 5 - 6 sendok makan e. Porsi makan tidak dihabiskan f. Merasa mual tipa kali makan 3. Ds : - pasien mengatakan badan terasa lemah - pasien mengatakan cepat lelah bila bergerak sedikit - pasien mengatakan tidak mampu melakukan mandiri Do : a. Keadaan umum lemah b. Ekspresi wajah meringis c. Kesadaran : compos mentis d. Konjungtiva anemis e. Uji kekuatan otot menurun aktivitasnya secara

f. Romberg test tidak dikaji karena pasien bedrest total g. Pasien tidak mampu bangun dari tempat tidur karena badannya terasa lemah h. Kebutuhannya dilayani diatas tempat tidur i. Pasien bedrest total di atas tempat tidur j. Hasil lab 8/3/2010 : HGB 10,1 g/l k. Hasil GDS 8/3/2010 : 282 mg% l. Observasi aktivitas pasien saat sakit Makan : 2 Mandi : 2 Pakaian : 2 Kerapihan : 2 BAB : 2 BAK : 2 Mobilisasi di atas tempat tidur : 0 D. DIAGNOSA KEPERAWATAN No 1. 2. Diagnosa keperawatan Nyeri berhubungan dengan peningkatan asam lambung Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hilangnya selera makan, mual, dan muntah. 3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan tubuh

Anda mungkin juga menyukai