Anda di halaman 1dari 2

Memaknai Intelektualitas

Intelektual, Cerdas,berakal dan berfikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan (KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia), sebuah sifat yang begitu dekat dengan entitas yg bernama Mahasiswa, sejak awal periode abad 20, mahasiswa termasuk dalam golongan yang berkontribusi besar dalam mekanisme perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Akan tetapi bebrapa tahun belakangan ini, ada semacam pergeseran nilai sosial dan intelektualitas dalam tubuh aktivisme mahasiswa, kerapkali mahasiswa terkesan hambar dan kering dari pemahaman gerakan maupun ilmu pengetahuan. Sehingga terasa tidak mampu memberikan sebuah manfaat dalam kehidupan realitas sosial. Padahal seorang intelektual memiliki tanggung jawab dan konsekuensi dalam sistem pembelajaran dan perjuangan sosialnya, dengan kata lain ada timbal balik dari proses pembentukan dan dampak keberadaan seorang intelektual ditengah kehidupan sosial. Eko Prasetyo membagi 3 dalam memaknai posisi pengetahuan dan intelektualitas sebagai pemeran kehidupan sosial 1. Pengetahuan dan sistem pengetahuan adalah kekuatan yang dibentuk secara historis 2. Adanya akibat sosial dari pengetahuan tersebut 3. Pengetahuan dan sistem pengetahuan adalah alat untuk melakukan rekonstruksi sosial. Maksud dari Eko adalah, afirmasi pengetahuan adalah sebuah proses yang berkala dan sistematis lalu dari proses tersebut lahirlah gagasan dan tindak nyata yang kemudian memiliki dampak dalam perubahan dan perbaikan sosial, Menarik untuk mencermati pandangan Ali Shariati mengenai konsepsi intelektual, Ali menyebutnya dengan istilah roushan fikr, yaitu orang-orang yang merasakan sebuah keresahan dalam pelbagai permasalahan umat, serta melakukan kerja-kerja dan kontribusi riil untuk perbaikan umat. Namun menurut Ali, sebuah intelektualitas adalah bagian dari kesadaran ideologi, karena ideology tersebutlah yang menentukan arah hidup, suatu perbuatan, dan pemikiran yang khas yang kemudian akan membentuk sebuah filsafat hidupnya. Syariati menjelaskan bagaimana seharusnya intelektual bersikap, seorang intelektual seharusnya memiliki keberpihakan yang jelas, yaitu kepada nilai-nilai kebenaran dan kepentingan Rakyat. Budaya-budaya intelektual bukanlah problematika yang dengan mudah dapat diselesaikan, karena ini semua menyangkut niat dan kemampuan seorang atau sekelompok Manusia. Anis Matta membagi budaya dan tradisi ilmiah dalam bukunya (Menikmati Demokrasi) menjadi tujuh belas ciri, dan menurutnya tradisi inilah mampu mengakomodir produktivitas dalam kerja kolektif sekelompok intelektual:

1. Berbicara dan berkerja berdasarkan ilmu pengetahuan 2. Tidak bersikap apriori dan tidak membrikan penilaian kepada sesuatu sebelum mengetahui dengan baik dan akurat 3. Selalu membandingkat pendapatnya dengan pendapat kedua & ketiga sebelum meyimpulkan dan mengambil keputusan 4. Mendengar lebih banyak dari berbicara 5. Gemar membaca dan menyediakan waktu baca 6. Selalu mendekati permasalahan secara komperhensif,integral,objektif,dan proporsional 7. Lebih banyak diam dan menikmati saat-saat perenungan 8. Gemar berdiskusi dan pro-aktif dalam mengembangkan wacana,ide-ide, namun tidak suka debat kusir 9. Berorientasi diskusi pada kebenaran bukan kemenangan 10. Berusaha mempertahankan sikap dingin dalam bereaksi terhadap sesuatu dan tidak bersikap emosional dan meledak-ledak 11. Berfikir sistematis dan berbicara secara teratur 12. Menyenangi sesuatu yang baru dan menikmati tantangan serta perubahan 13. Tidak pernah merasa berilmu secara permanen dan karenanya selalu ingin belajar 14. Rendah hati dan bersedia menerima kesalahan 15. Lapang dada dan toleran dalam perbedaan pendapat 16. Memikirkan ulang gagasannya sendiri atau gagasan orang lain dan senantiasa menguji kebenaran 17. Selalu melahirkan gagasan baru secara produktif Makna intelektual dalam perspektif seorang muslim,sosialis ataupun pemikir syiah yang dibahas diatas tentunya bukanlah secara total pemaknaan dari nilai,esensi,dan peran intelektualitas Mahasiswa secara keseluruhan, karena selain humainsme, ada nilai teologi dan teknologi yang sangat berperan dalam jiwa seorang intelektual. Karena itu, seorang Mahasiswa yang berintelektual sejati, akan terus belajar, bertindak dan mencari dari sebuah makna kebenaran pada nilai intelektualitas dalam dirinya. Sepertihalnya Musa as, Ali r.a, Ibnu Abbas, Antonio Gramsci, Ali shariati, Anis Matta dan lainnya.. . Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu padaku (Qs: Taha, 114) . Apakah ama orang yang berilmu dan dengan orang-orang yang tidak berilmu? Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakal sehat yang mampu menerima pelajaran.

Jimmy Julian Aktivis KAMMI Komisariat UNJ-

Anda mungkin juga menyukai