Anda di halaman 1dari 50

BAB IV KEBUDAYAAN MASYARAKAT MELAYU Melayu merupakan sebutan untuk sejumlah kelompok sosial di beberapa negara Asia Tenggara,

yang dalam beberapa aspek kebudayaannya, menunjukkan ciriciri persamaan. Di antara kelompok-kelompok sosial itu sampai sekarang ada yang dengan sadar menyebut dirinya sebagai orang Melayu, misalnya orang Patani di Thailand Selatan; orang Kedah, orang Perak, orang Kelantan, orang Pahang, orang Selangor, dan orang Johor, yang semuanya berada di Semenanjung Melayu (Malaysia); dan sejumlah kelompok sosial di Indonesia. Arti atau pengertian Melayu adalah suatu ras yang punya salah satu ciri fisik yaitu berkulit sawo matang. Ada pendapat yang mengatakan, bahwa ras Melayu merupakan hasil pencampuran antara ras Mongolia yang berkulit kuning, Dravisa yang berkulit hitam, dan Arian yang berkulit putih. Dalam pengertian ini, semua orang yang berkulit coklat (sawo matang) di seluruh nusantara digolongkan sebagai ras Melayu. Dengan demikian masyarakat Indonesia yang sebagian besar berkulit sawo matang termasuk kelompok ras Melayu. Mereka tersebar di pulau-pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara. Oleh karena itu sering terdengar sebutan-sebutan Melayu Aceh, Melayu Riau, Melayu Batak, Melayu Bugis, Melayu Dayak, Melayu Ambon, dan sebagainya. Melayu juga dapat diartikan sebagai sukubangsa. Oleh karena perkembangan sejarah dan perubahan politik, konsentrasi ras Melayu terbesar berada di negara-negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan Filipina. Dalam kesatuan bangsa di masing-masing negara, Melayu tidak dipandang sebagai ras tetapi sebagai suku bangsa. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskrit buddayah, yang merupakan kata jamak bagi perkataan buddhi, yang bermaksud budi pekerti atau akal yang membincangkan hal-hal berkaitan budi dan akal manusia. Di dalam pengertian yang luas pula bermaksud segala sesuatu yang dibawa atau dikerjakan oleh manusia, berlawanan dengan "perkara semula jadi"' yang bukan diciptakan atau boleh diubah

oleh manusia. Di dalam bahasa Inggeris, kebudayaan disebut sebagai culture, yang berasal daripada perkataan latin colore yang bermaksud menanam atau mengerjakan. Kebudayaan mempunyai hubungan erat dengan masyarakat. Menurut Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski, segala sesuatu yang terdapat di dalam sesebuah masyarakat mempunyai hubungan atau boleh ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu sendiri. Faham ini dikenal di kalangan ahli antropologi (kajian manusia) sebagai fahaman determinisme (atau penentuan) budaya. Herskovits seterusnya memandang budaya sebagai sesuatu yang diperturunkan daripada satu generasi ke generasi seterusnya dan konsep ini disebut sebagai organik lampau (atau ringkasnya superorganik). Sementara itu, menurut Andreas Eppink pula, kebudayaan ialah keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta struktur-struktur kemasyarakatan, keagamaan selain penghasilan seni dan intelektual yang membentuk ciri-ciri khas sesebuah masyarakat. Pengertian sebegini dipersetujui oleh Edward B. Taylor. Beliau memandang budaya sebagai satu konsep menyeluruh yang rumit yang mengandungi ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, tatasusila, undang-undang, adat resam dan lain-lain kebolehan serta kebiasaan yang diperolehi oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Ahli antropologi dari alam Nusantara, iaitu Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi pula memegang kebudayaan sebagai alat penghasilan karya seni, rasa dan penciptaan di dalam masyarakat. Budaya Melayu sebagai salah satu kebudayaan khususnya di Indonesia telah memberi sumbangan yang sangat luas bagi pembentukan karakter dan budaya masyarakat Indonesia secara umum. Meskipun demikian, dalam perjalanan sejarah panjang Indonesia, sumbangan budaya Melayu terasa dilupakan di tengah-tengah arus pembangunan yang dikembangkan oleh pemerintah Orde Baru. Pada masa itu Budaya Melayu mengalami peminggiran dan orang lebih terpesona pada budaya global yang kosmopolitan. Pada tahun 1998, Indonesia mengalami reformasi sistem pemerintahan, yaitu dari sistem pemerintahan sentralistik menjadi sistem pemerintahan desentralistik. Di era ini otonomi daerah merupakan solusi untuk menyelesaikan ketegangan antara pusat dan daerah pada masa pemerintahan Orde Baru. Reformasi politik ini juga memberikan peluang yang sangat luas kepada Melayu untuk berkembang dan
2

menemukan ruang untuk merajut kembali berbagai budaya Melayu yang terserak di seluruh kepulauan di Indonesia. Merajut kembali budaya Melayu yang terserak bukanlah hal yang mudah, hal ini disebabkan oleh posisi budaya Melayu yang terpinggirkan dalam perjalanan sejarah Indonesia, sehingga sumber daya Melayu menjadi relatif rendah dalam dunia global. Orang-orang Melayu kurang mempunyai kemampuan untuk bersaing dalam memanfaatkan peluang-peluang yang disediakan oleh reformasi. Terbukanya peluang untuk mengatur hidupnya sendiri tidak diimbangi oleh kemampuan untuk memanfatkan peluang tersebut, namun justru menjadikan masyarakat Melayu cenderung bersikap primordial (kedaerahan). Primordialisme ini sesungguhnya merupakan respon negatif terhadap kosmopolitanisme karena tidak adanya kemampuan orang Melayu untuk meletakkan dirinya dalam kancah global. Dalam konteks Indonesia, hal ini tampak dari penggunaan isu putra daerah dalam setiap suksesi kepemimpinan daerah. Berkembangnya sikap seperti ini, pada satu sisi dapat dilihat sebagai munculnya kesadaran orang Melayu untuk mengurus dirinya sendiri, tetapi pada sisi yang lain merupakan sikap yang bertentangan dengan karakter orangorang Melayu yang inklusif. Masyarakat Melayu, dengan primordialismenya, tampak ragu untuk berhadapan dengan dunia global. Tentu saja jika hal ini berlarut-larut, maka berat sekali jika harus merajut kemelayuan nusantara. Potensi budaya melayu adalah merupakan bagian dari pada budaya nasional yang mempunyai peranan penting dalam perjalanan bangsa Indonesia sebagai pemberi identitas, salah satu unsur kebudayaannya yaitu bahasa melayu di jadikan bahasa persatuan (Sumpah Pemuda 1928). Kebudayaan Melayu yang selama berabad-abad telah mengalami kontak dengan berbagai kebudayaan asing, baik yang hanya mampir karena hubungan dagang maupun yang menetap di Indonesia. Karena itu, kebudayaan Melayu juga memiliki kesanggupan yang besar dalam mengambil alih unsur-unsur kebudayaan non-Melayu. Kebudayaan Melayu yang diterima oleh semua golongan masyarakat tumbuh dari sejarah perkembangan kebudayaan Melayu itu sendiri, yang selalu berkaitan dengan tumbuh, berkembang, dan runtuhnya kerajaan-kerajaan Melayu, dengan agama Islam, perdagangan internasional, serta penggunaan bahasa Melayu. Oleh karena itu simbol-simbol kebudayaan Melayu yang sampai sekarang diakui sebagai identitas
3

Melayu adalah bahasa Melayu, agama Islam, serta kepribadian yang terbuka dan ramah. Beberapa bukti kebesaran kebudayaan melayu dapat di lihat ; Budi bahasa, yang menunjukkan sopan santun dan perasaan melayu Ramah tamah dan terbuka. Musyawarah mufakat sendi kehidupan sosial orang melayu ; Perkahwinan, kematian, mendirikan rumah, membuka ladang dan lain sebagainya. Melawan jika terpaksa Mengutamakan pendidikan dan ilmu Mementingkan budaya malu dan bercakap tak kasar, berbaju menutupi aurat menjauhkan pantang larangan dan dosa. 4.1 PERAN KEBUDAYAAN MELAYU Tidak bisa dipungkiri pengaruh budaya asing kedalam masyarakat melayu, di satu sisi mungkin dapat memperkaya khazanah budaya melayu, namun sisi lain bertentangan dengan jati diri budaya melayu seperti agama yang dianut, oleh karena itu kita harus kembali merenungkan apa yang sudah dilakukan oleh pendahulupendahulu kita dalam mempertahankan dan melaksanakan budaya melayu di dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara, sehingga kita tidak kuatir kebudayaan kita akan tergerus oleh hal-hal yang negatif tersebut. Tepatnya kita tidak perlu kuatir bila pendukung budaya senantiasa berbuat dan memelihara nilai-nilai yang ada sebaikbaiknya. Dengan suatu istilah; jika sesat di ujung jalan, kembalilah ke pangkal jalan, Ingat akan tunjuk dengan ajal, ingat akan amanah dengan petuah, Pandai menurut langkah yang lalu, pandai membaca jejak yang lampau, Pandai mencontoh pada yang sudah, bijak membaca pada yang belum tiba. 4.2 TRADISI DALAM KEBUDAYAAN MELAYU Ada beberapa macam tradisi kebudayaan melayu :

1. Tradisi Kelahiran Kelahiran seorang anak telah dipandang oleh orang Melayu sebagai suatu berkah daripada Allah SWT. Anak dipandang sebagai penyambung zuriat. Kelakuan
4

sang anak yang bernada jenaka akan menjadi pelipur hati sedangkan perangainya yang menjunjung akhlak mulia akan menjadi penyejuk pandangan mata. Sebab itu kelahiran anak amatlah diperhatikan. Ketika ibunya sedang mengandung banyak kebaikan yang dianjurkan serta beberapa larangan yang harus dihindarkan. Ini semuanya, agar anak yang lahir kelak, merupakan anak yang sehat rohani dan jasmani. Dan lebih dari itu anak yang tahu berbakti kepada ibu-bapa, taat menjalankan agama islam sehingga menjadi anak yang saleh, yang akan selalu mendoakan kebajikan bagi ibu-bapanya, terlepas dari azab kubur dan siksa pada hari kiamat. Ibu yang hamil berpantnag mencela orang, sebab celaan itu dipercaya dapat pula menimpa anak yang akan dilahirkannya. Dia harus tetap taat beribadah, menjga tingkah laku dan perangainya, termasuk apa-apa yang dimakannya. Jika mengidam, maka idamannya diusahakan dapat dipenuhi oleh suaminya atau kerabatnya. Mengidam dipandang bukan hanya sebatas keninginan ibu yang sedang mengandung, tetapi terlebih-lebih sebagai kiasan terhadap keinginan anak yang dikandungnmya. Sebab itu keinginan itu sedapat mungkin dipenuhi agar perasaan menjadi lega, sehingga jalan kehidupan menjadi lapang. Manusia dipandang oleh orang Melayu berasal dari ciptaan Allah dan akan kembali kepada-Nya. Karena itu, begitu anak manusia lahir maka hendaklah segera diperkenalkan Tuhan itu kepadanya. Setelah anak itu selamat dilahirkan, lalu baringkan di tempat tidur. Kemudian bisikkanlah suara azan pada telinga kanan dan suara iqamah pada telinga sebelah kiri. Bacaan itu member kias, bahwa anak yang lahir telah memulai pendengarannya dengan pendengaran yang baik yaitu nama Allah dan panggilan menunaikan ibadah sembahyangg, sebagai syariat yang utama dalam agama islam. Upacara turun mandi dapat dilakukan setelah anak berumur seminggu. Anak yang baru lahir ini ada yang menyebutnya bayi, tapi juga ada yang menyebutnya upiang. Dalam upacara turun mandi ibu dan bayi dibawa ke sungai atau perigi. Di situ ibu dan bayi dimandikan oleh bidan. Ada berbagai bahan dari peralatan yang dipakai bidan dalam upacara itu. Diantarnya ada juga yang memandikan ayam setelah ibu dan bayi dimandikan. Ada pula yang menghanyutkan patung, memasukkan lading ke dalam air, menanam keladi pada tepian dsb.

Upacara turun mandi di tepian kira-kira berlangsung satu jam. Setelah itu anak diambil oleh bidan, lalu kembali ke rumah bersama dengan ibunya. Di rumah anak ditidurkan di atas buaian. Sementara itu dihidangkan minuman dan makanan kepada hadirin, sebagai tanda suka cita. Dalam hidangan ini sering dihidangkan ketupat. Sesuai minum-makan itu dibacakan doa sebagai tanda bersyukur kepada Allah serta untuk mendapatkan keselamatan selanjutnya.

2. Tradisi Nikah-Kawin Nikah-kawin terjadi tentu saja berawal dari sentuhan pandang memandang. Dalam hal ini besar kemungkinan bermula dari sentuhan pandangan antar lelaki (anak bujang) dengan perempuan (anak gadis). Tapi juga bisa terjadi dari pandangan ibubapa atau kaum kerabat yang berminat untuk mencarikan jodoh anaknya. Bila seorang anak bujang memberitahukan gadiz pujaanya kepada ibu-bapanya maupun kaum kerabat memandang ada seorang anak gadis yang patut menjadi jodoh anaknya, maka pihak keluarga lelaki mulailah melakukan semacam kegiatan yang bernama merisik. 3. Merisik Salah satu keluarga atau seseorang diutus oleh pihak calon pengantin pria untuk meneliti atau mencari informasi mengenai salah satu keluarga keluarga lain yang mempunyai anak gadis. Tugas yang diamatkan adalah untuk mengetahui apakah anak gadis tersebut dapat dilamar, atau belum mempunyai ikatan dengan orag lain. Selain itu, utusan akan melakukan pembicaraan tentang kemungkinan pihak pria untuk melamar. Utusan tersebut tentunya menanyakan berapa mas kawin/mahar dan persyaratan apa saja yang diminta oleh keluarga wanita. 4. Meminang Meminang dalam istilah Melayu sama dengan melamar. Acara ini diselenggarakan pada hari yang telah disepakati bersama, setelah melalui penentuan hari baik menurut perhitungan adat serta orangtua. Pihak keluarga calon pengantin pria yang dipimpin oleh keluarga terdekat akan melaksanakan lamaran secara resmi kepada keluarga calon pengantin wanita. Biasanya acara meminang ini diungkapkan dengan
6

berbalas pantun. Secara tradisi, pihak keluarga pria membawa sejumlah tepak sirihpaling sedikit 5 buah; terdiri dari tepak pembuka kata, tepak merisik, tepak meminang, tepak ikat janji, tepak bertukar tanda dan beberapa tepak pengiring. 5. Berinai Biasanya berlangsung pada suatu hari atau satu malam sebelum acara akad nikah. Melalui serangkaian adat, calon pengantin wanita didudukan di atas pelaminan. Rangkaian acara ber-inai diawali dengan acara tersendiri yakni khatam Al-Quran yang dilaksanakan oleh keluarga-keluarga terdekat. Selanjutnya, calon pengantin wanita akan melaksanakan upacara di-Tepung Tawari. Ritual Tepuk Tepung Tawar adalah suatu upacara adat budaya Melayu peninggalan para raja terdahulu. Pemberian tepung tawar kepada calon mempelai biasanya diiringi dengan doa dan harapan dipimpin oleh yang dituakan; dilakukan oleh orangtua, sesepuh dan tokoh-tokoh adat yang dihormati. Selanjutnya, calon pengantin wanita akan diberi daun inai yang telah ditumbuk halus pada kuku-kuku jari tangan dan kakinya. Malam ber-inai lazim dimeriahkan dengan iringan bunyi-bunyian seperti gendang dan nyanyian lagu-lagu Melayu lama, ataupun diadakan tari gambus. 6. Berandam Upacara berandam lazim dilakukan setelah malam berinai yaitu keesokan harinya. Tujuannya untuk menghapuskan/membersihkan sang calon pengantin dari kotoran dunia sehingga hatinya menjadi putih dan suci. Berandam pada hakikatnya adalah melakukan pencukuran bulu roma pada wajah dan tengkuk calon pengantin wanita sekaligus juga membersihkan mukanya. 7. Menikah ( Akad Nikah ) Pada hari yang telah ditentukan, calon mempelai pria diantar oleh rombongan keluarga menuju ke tempat kediaman calon pengantin wanita. Biasanya calon mempelai pria berpakaian haji (memakai topi haji dan jubah). Kedatangan keluarga mempelai pria sambil membawa mahar atau mas kawin, tepak sirih adat, barang hantaran atau seserahan yang telah disepakati sebelumnya. Selain itu, juga

menyertakan barang-barang pengiring lainnya seperti kue-kue dan buah-buahan. Prosesi berikutnya adalah pelaksanaan akad nikah. 8. Bersanding Upacara ini dilaksanakan setelah resmi akad nikah. Prosesi bersanding merupakan acara resmi bagi kedua pengantin akan duduk di atas pelaminan yang sudah dipersiapkan. Terlebih dahulu pengantin wanita didudukan di atas pelaminan, dan menunggu kedatangan pengantin pria. Kehadiran pengantin pria diarak dengan upacara penyambutan dan berbalas pantun. Rangkaian prosesi bersanding yakni acara penyambutan pengantin pria, Hampang Pintu, Hampang Kipas, dan Tepung Tawar. Kehadiran pengantin pria beserta rombongan pengiring dalam jumlah cukup banyak, terdiri dari : - Barisan Pulut Kuning beserta hulubalang pemegang tombak kuning. - Wanita (Ibu) pembawa Tepak Sirih. - Wanita (Ibu) pembawa beras kuning (Penabur). - Pengantin pria berpakaian lengkap - Dua orang pendamping mempelai pria, mengenakan pakaian adat Teluk Belanga. - Pemegang payung kuning. - Orang tua mempelai pria. - Saudara-saudara kandung pengantin pria. - Kerabat atau sanak famili Kedatangan rombongan disambut pencak silat dan Tarian Penyambutan. Di pintu gerbang kediaman mempelai wanita, dilaksanakan ritual saling tukar Tepak Sirih dari kedua pihak keluarga mempelai, sambil berbalas menaburkan beras kuning. Selanjutnyua, dilakukan acara Hempang Pintu (berbalas pantun) oleh kedua juru
8

bicara pengantin. Saat itu, pihak keluarga mempelai perempuan telah menghempang kain sebagai penghalang di depan pintu tempat upacara. selendang baru akan dibuka setelah pihak mempelai pria terlebih dulu menyerahkan Uncang (kantong pindit) kepada pihak pengantin wanita. Ritual ini disebut sebagai Hempang Pintu. sesampainya di depan pelaminan, pihak mempelai pria kembali dihadang oleh pihak mempelai wanita. selanjutnu dilaksanakan berbalas pantun, yang intinya pihak pria meminta ijin bersanding dipelaminan bersama pengantin wanita. Setelah menyerahkan uncang (kanong pindit) berisi uang, maka kain penghalang dibuka, dan mempelai pria siap bersanding di pelaminan. Kedua mempelai duduk di pelaminan, selanjutnya dilaksanakan upacara Tepung Tawar. 9. Tepuk Tepung Tawar Ritual adat ini merupakan ungkapan rasa syukur dan pemberian doa harapan kepada kedua mempelai, yang dilakukan oleh para sesepuh keluarga dan tokoh adat. Dengan cara menepukan daun-daunan (antara lain daun setawar, sedingin, ganda rusa, sirih, hati-hati, sijuang, dan setetusnya) yang diikat jadi satu dan telah dicelup ke air harum serta beras kunyit sangrai, lalu ditepukan kepada kedua mempelai. Kelengkapan pnabur ini biasanya menggunakan bahan seperti beras basuh, beras putih, beras kunyit, ataupun beras kuning serta bunga rampai. Kesemua bahan ini digunakan tentunya mengandung makna mulia. Sesuai tradisi, sesepuh seusai nmelakukan tepuk tepung tawar akan mendapatkan bingkisan berupa bunga telur yakni berupa bunga yang dibuat dari kertas diikatkan pada sebatang lidi yang telah disertai telur diikat benang merah, sebagai ungkapan terimakasih dari pihak pengantin. Namun sesuai perkembangan zaman, ungkapan terimakasih atau souvenir tersebut kini diubah bentuk maupun jenisnya, disesuaikan dengan kemajuan zaman maupun kondisi kelurga mempelai. 10. Makan Nasi Hadap - hadapan Upacara ini dilakukan di depan pelaminan. Hidangan yang disajikan untuk upacara ini dibuat dalam kemasan seindah mungkin. Yang boleh menyantap hidangan ini selain kedua mempelai adalah keluarga terdekat dan orang-orang yang dihormati. 11. Menyembah Mertua
9

Upacara ini dilakukan apabila di siang harinya kedua mempelai telah disandingkan di pelaminan, maka pada malam harinya dilanjutkan dengan acara menyembah pada mertua. Pengantin laki-laki dan wanita dengan diiringi oleh rombongan kerabat pengantin wanita berkunjung ke rumah orangtua pengantin lakilaki denagn membawa beraneka hidangan tertentu. 12. Berdimbar ( Mandi Taman ) Seusai acara bersanding, keesokan harinya diadakan acara Mandi Berdimbar. Biasanya dilaksanakan pada sore atau malam hari. Mandi Berdimbar ini dilaksanakan di depan halaman rumah yang dipercantik dengan hiasan-hiasan dekoratif khas Melayu. Ritual memandikan kedua mempelai ini cukup meriah, karena juga disertai acara saling menyemburkan air. Undangan yang hadir pun bisa ikut basah, karena seusai menyirami pengantin kemudian para undangan biasanya juga akan saling menyiram. Ritual tersebut kini sudah mulai jarang dilakukan. 4.3 UPACARA ADAT DAN PAKAIAN Selain Upacara Perkawinan, ada beberapa upacara adat yang berkembang di masyarakat Riau,yaitu:

Upacara Betobo, adalah kegiatan bergotong royong dalam mengerjakan sawah, ladang, dansebagainya. Upacara Menyemah Laut, adalah upacara untuk melestarikan laut dan isinya, agar mendatangkan manfaat bagi manusia. Upacara Menumbai, adalah upacara untuk mengambil madu lebah di pohon Sialang. Upacara Belian, adalah pengobatan tradisional. Upacara Bedewo, adalah pengobatan tradisional yang sekaligus dapat dipergunakan untuk mencari benda-benda yang hilang. Upacara Menetau Tanah, adalah upacara membuka lahan untuk pertanian atau mendirikan bangunan.

1. Tradisi Kematian

10

Sesuai dengan ajaran islam maka orang Melayu memandang kematian sebagai perjalanan menuju hadirat ilahi. Dalam pandangan orang Melayu, sering dibentangkan dalam berbagai karya sastra Melayu, akhirat adalah masa depan yang hakiki. Tanda kematian di perkampungan Melayu ada yang membunyikan tabuh, ada pula naskus (ketuk kayu) bahkan juga dipaki gong. Mayat diselenggarakan sesuai ajaran islam, mula-mula dimandikan, kemudian dikafani lalu disembahyangkan. jika semua telah rampung, maka mayat dipersiapkan untuk berangkat menuju kubur. 2. Tradisi Pakaian Melayu Ungkapan adat Melayu mengatakan : adat memakai pada yang sesuai, adat duduk pada yang elok, adat berdiri tahukan diri. Ungkapan ini mengandung makana yang dalam, yang intinya memberi petunjuk, bahwa setiap orang di tuntut untuk meletakkan sesuatu pada tempatnya, berperilaku menurut alur dan tempatnya. Di dalam hal ini berpakaian hendaknya mengacu kepada asas sesuai yakni sesuai pakaiannya, sesuai yang memakainya, sesuai cara memakainya, sesuai tempat memakainya, sesuai pula menurut ketentuan adat yang diberlakukan dalam hal ini ihwal berpakaian. Merujuk kepada ungkapan di atas menyebabkan orng-orang Melayu selalu memilih pakaian yang sesuai dengan diri dan kedudukannya, berusaha memakai pakaian dengan baik dan benar, dan berusaha agar tidak melanggar segala pantang larang dalam berpakaian dan berusaha pula untuk menunjukkan perilaku terpuji dalam kehidupan sehari-harinya. Umumnya pakaian Melayu terdiri dari dua jenis : Pakaian Harian dan Pakaian Adat. Pakaian Harian ialah pakaian yang lazim dipakai sehari-hari (dalam kehidupan orang Melayu masa silam) atau pakaian yang tidak dipakai di dalam upacara adat dan tradisi. Kelengkapan Pakaian Harian ialah : baju seluar (celana), kopiah dan kain kain samping atau sesampin atau kain samping atau kain sarung biasa. 3. Jenis dan Bentuk Pakaian Melayu Dalam budaya Melayu terdapat tiga jenis pakaian untuk kaum lelaki. Berikut ini ketiga jenis pakaian itu.
11

a. Baju Gunting Cina Baju gunting Cina merupakan pakaian lelaki untuk dikenakan sehari-hari, bersifat santai, atau pakaian biasa. Biasanya dipakai di rumah dan boleh dikenakan untuk menerima tamu sehari-hari di rumah. Pakaian ini pun boleh dipakai waktu bertamu ke rumah kerabat terdekat, juga dapat dikenakan untuk pertemuan yang tak resmi. Biasanya baju ini juga dilengkapi dengan celana dan songkok. b. Baju Cekak Musang Baju cekak musang terdiri atas baju, celana, kain, dan songkok atau tanjak. Bentuk baju hampir sama dengan baju teluk belanga, tetapi leher tak berkerah dan berkancing hanya sebuah serta bagian depan dari leher baju berbelah ke bawah sepanjang lebih kurang lima jari supaya mudah dimasukkan dari atas melalui kepala, berlengan lebar, serta berkocek sebuah di bagian atas kiri dan dua buah di bagian bawah kiri dan kanan.
c. Baju Teluk Belanga

Baju teluk belanga terdiri atas baju, kain sampan, dan penutup kepala. Bentuk baju ialah leher berkerah dan berkancing (kancing tap (tep), kancing emas atau permata, dan lain-lain bergantung kepada tingkat sosial dan kemampuan pemakai). Jumlah kancing yang lazim empat buah yang melambangkan sahabat Nabi Muhammad saw. atau lima buah yang melambangkan rukun Islam. Berikut ini adalah jenis pakaian melayu buat kaum perempuan, yaitu : a. Baju Kurung Kelengkapan baju kurung terdiri atas kain, baju, dan selendang. Panjang atau kedalaman baju agak di atas lutut. Ada juga baju kurung untuk sehari-hari di rumah yang kedalamannya sepinggang atau sedikit di bawah pinggang. Bentuk baju berlengan panjang dan ukuran badan longgar, tak boleh ketat (tak boleh menampakkan lekuk-lekuk tubuh pemakai). Bahannya bervariasi: polos, berbunga-bunga, dan sebagainya, tetapi tak boleh tembus pandang. b. Baju Kebaya Labuh Baju kebaya labuh, kebaya panjang, belah labuh, atau belah dada terdiri atas baju, kain, dan selendang. Panjang lengan baju kira-kira dua jari dari pergelang an tangan sehingga gelang yang dikenakan kaum perempuan kelihatan. Lebar lengan baju
12

kira-kira tiga jari dari permukaan lengan. Kedalaman baju bervariasi dari sampai batas betis atau sedikit keatas. Bentuk baju agak longgar, tetapi tak boleh diraut (dikecilkan) di bagian yang dapat menunjukkan ukuran dan bentuk pinggang serta gaya pinggul. Berbicara berkaitan dengan kesenian melayu tidak hanya mengekpresikan keindahan tetapi sebagai penyampaian pesan budaya. Ide-ide estetika dan pesan budaya terwujud dalam seni tari, seni musik, seni tenun, seni ukir, seni lukis, seni beladiri, seni theater dan permainan rakyat. Selain tradisi tradisi, kesenian melayu juga termasuk dalam budaya melayu : Tenun Songket Melayu Tenunan songket adalah asli seni budaya melayu Indonesia. Dalam sejarahnya, Songket merupakan perpaduan benang sutera Tionghoa dan dengan benang emas dan perak dari India, yang mana kedua suku tersebut menjalin perdagangan dengan suku Melayu dengan titik temu di pesisir pantai timur pulau Sumatera dan umumnya mereka berlabuh di Pulau Bintan. Gabungan sutera tionghoa dengan benang emas dan perak India lah yang dijadikan tenunan songket oleh suku Melayu. - Tari Zapin Melayu Tari Zapin merupakan kesenian Melayu yang kental warna dan napas lslamnya. Tari ini tersebar ke mana-mana. Ada yang mengatakan tari Zapin berasal dari Arab. Menurut cerita, di Siak ada seorang Sultan keturunan Arab yang sangat gemar dengan tari ini dan mengembangkannya sehingga tari ini memiliki status kebangsawanan (Festival Kesenian Rakyat, 1979). Seorang pemuda yang pandai menari Zapin akan bertambah martabatnya dalam mencari jodoh. Hal ini menguntungkan bagi perkembangan tari Zapin di daerah. Di berbagai pusat pendidikan Islam di pulau Jawa, tari Zapin dipelihara sebagai keperluan pendidikan kepemudaan. Tari Zapin selanjutnya tersebar ke berbagai daerah seperti Kalimantan, Lombok, dan daerah lainnya. Meskipun namanya mengalami perubahan, tetapi tari ini sudah menjadi sarana hiburan umum, seperti tari Jepen di Kalimantan. Di Betawi juga terdapat tari Zapin yang belum lama berkembang. - Tari Serampang XII
13

Dipopulerkan sebagai bentuk tari pergaulan yang dilakukan berpasangpasangan, bertolak dari irama atau rentak. Demikian pula dikenal penamaan tari atau bagian tarian yang disebut sebagai rentak Senandung, rentak Mak Inang, rentak Lagu Dua, dan rentak Pulau Sari yang dibedakan atas penjenisan iramanya. Pencak Silat Pencak silat atau silat (berkelahi dengan menggunakan teknik pertahanan diri) ialah seni bela diri Asia yang berakar dari budaya Melayu. Seni bela diri ini secara luas dikenal di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura tapi bisa pula ditemukan dalam berbagai variasi di berbagai negara sesuai dengan penyebaran suku Melayu, seperti di Filipina Selatan dan Thailand Selatan. Berkat peranan para pelatih asal Indonesia, saat ini Vietnam juga telah memiliki pesilat-pesilat yang tangguh. Sementara sastra melayu juga terdiri dari sastra lisan, pantun dan sastra tulisan Gurindam 12, puisi , hikayat dan sebagainya juga termasuk budaya melayu : Gurindam Gurindam adalah salah satu puisi Melayu lama. Gurindam dikatakan berasal dari perkataan India dan dibaca dengan lagu tersendiri, dan berbeda jika dibandingkan dengan lagu syair Melayu. Puisi gurindam mempunyai kata-kata nasihat dan kebiasaannya mempunyai rima akhir yang sama. Biasanya dalam baris pertama tersimpul fikiran yang berupa soalan. Dalam baris kedua pula termuat jawaban atau ketegasan bagi baris pertama tadi. Tiap-tiap baris terpancar suatu fikiran yang lengkap. Perkataan gurindam itu berasal dari bahasa Sanskrit menerusi bahasa Tamil. Artinya biasa difahamkanrangkap yang telah menjadi bidalan atausebutan biasa pada orang ramai, ataupun,sesuatu pepatah berangkap yang disebutkan berpadanan dengan tempatnya. Gurindam yang terkenal adalah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji seorang sastrawan Melayu. Disebut Gurindam Dua Belas karena terdiri atas dua belas pasal. Inilah pasal pertama. Barang siapa tidak memegang agama
14

Sekali-kali tidakkan boleh dibilangkan nama Barang siapa mengenal yang empat Ia itulah orang yang makrifat Barang siapa mengenal Allah Suruh dan tengah-Nya tiada ia menyalah Barang siapa mengenal dunia Takutlah ia barang yang terperdaya Barang siapa mengenal akhirat Tahulah ia dunia mudarat Kurang fikir, kurang siasat Tinta dirimu kalah tersesat Fikir dahulu sebelum berkata Supaya terlelah selang sengketa Kalau mulut tajam dan kasar Boleh ditimpa bahaya besar Jika ilmu tiada sempurna Tiada berapa dia berguna

2. Hikayat Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa yang berisikan tentang kisah, cerita, dongeng maupun sejarah. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama. Salah satu hikayat yang populer di Riau adalah Yong Dolah. 3. Karmina Karmina atau dikenal dengan nama pantun kilat adalah pantun yang terdiri dari dua baris. Baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua adalah isi. Memiliki pola sajak lurus (a-a). Biasanya digunakan untuk menyampaikan sindiran ataupun ungkapan secara langsung. 4. Pantun

15

Pantun merupakan sejenis puisi yang terdiri atas 4 baris bersajak a-b-a-b, a-bb-a, a-a-b-b. Dua baris pertama merupakan sampiran, yang umumnya tentang alam (flora dan fauna); dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. 1 baris terdiri dari 4-5 kata, 8-12 suku kata. Pantun berasal dari melayu Contoh Pantun : Kayu cendana diatas batu Sudah diikat dibawa pulang Adat dunia memang begitu Benda yang buruk memang terbuang 4. Seloka Seloka merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepetah maupun perumpamaan yang mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair, terkadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris. 5. Syair Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri dari 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair (pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud). Syair berasal dari Arab. 6. Talibun Talibun adalah sejenis puisi lama seperti pantun karena mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris ( mulai dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dan seterusnya. Contoh Talibun : Kalau anak pergi ke pekan Yu beli belanak beli Ikan panjang beli dahulu
16

Kalau anak pergi berjalan Ibu cari sanakpun cari Ciri dari gurindam adalah sebagai berikut: 1. merupakan puisi bebas atau tidak terikat 2. mempunyai 2 baris dalam 1 rangkap atau beberapa baris dalam serangkap 3. setiap baris dalam satu rangkap tidak boleh terpisahkan 4. jumlah perkataan sebaris tidak tetap 5. jumlah suku kata tidak tetap 6. rimanya pun tidak tetap Meningkatnya sikap primordial di kalangan masyarakat Melayu pascareformasi 1998, merupakan fenomena yang harus disikapi secara cerdas dan arif. Sikap primordial merupakan penghalang orang-orang Melayu untuk berhubungan dengan pihak-pihak lain. Padahal dalam era globalisasi seperti ini, tindakan mengisolasi diri (eksklusif) merupakan sikap -- yang justru merugikan budaya Melayu itu sendiri. Bukankah kejayaan budaya Melayu masa lalu tercapai oleh masyarakat Melayu yang senantiasa terbuka terhadap kebudayaan-kebudayaan lain di dunia. Di jaman dahulu, masyarakat dan budaya Melayu mampu bernegosiasi dan bersinergi dengan budaya Hindu Budha dari India, Budaya Cina, dan kemudian Budaya Timur Tengah yang membawa ajaran Islam yang diterima secara luas di kalangan melayu karena sesuai dengan karakter inklusif masyarakat Melayu.

4.4 KESENIAN MASYARAKAT MELAYU 4.4.1 SENI SASTRA Dalam kesenian Seni Sastra yang paling banyak dijumpai di wilayah tanah Melayu. Jenis keseniannya terdiri dari syair, koba (cerita mitos, legenda, dan cerita rakyat), nyanyian, pantun, mantra dan ungkapan tradisional yang termasuk di dalamnya pantang larangannya.
17

a. Syair, yang merupakan sastra Melayu yang dinyanyikan dengan irama tertentu.

Seperti di Riau dikenal irama Selendang Delima, surat kapal dan syair burung. Dalam bersyair masyarakat Riau dilakukan untuk mengisi waktu luang terutama saat-saat menjelang tidur. Masyarakat Rohil seperti juga masyarakat Melayu Riau lainnya menyenangi bersyair karena ceritanya yang menarik dan mengandung berbagai nasihat dan petuah serta irama dan gaya penceritaan yang beragam. Pembacaan syair di dunia Melayu sebernarnya tidak asing lagi karena selalu dilakukan dan sudah menjadi tradisi masyarakat Melayu. Menurut seniman dan budayawan Riau S Berrein SR, pembacaan syair sering dipertunjukkan atau bahkan diperlombakan dalam berbagai acara baik dalam acara resmi maupun tidak resmi yang digelar oleh berbagai instansi pemerintah maupun swasta. Tradisi Melayu tersebut selalu dianggap kurang menarik minat generasi muda saat ini. Ada banyak factor yang menyebabkan tidak sukanya masyarakat menikmati seni budaya tradisional. Padahal dengan bersyair masyarakat akan mengenal tokohtokoh yang ada dalam untaian kata tersebut melalui isi ceritanya orang akan mengenal sejarah bangsa. b. Koba (cerita mitos, legenda, dan cerita rakyat), yang merupakan salah satu bentuk sastra lisan yang paling disuka oleh masyarakat Riau. Hampir seluruh masyarakat Riau pola penyampaiannya hampir sama dalam mengucapkan koba. Koba ini merupakan cerita sejarah, adat istiadat yang disusun dalam bentuk yang mencakupi bentuk-bentuk sastra lisan lainnya, seperti pantun, petatah atau petitih dan ungkapan tradisional lainnya yang disampaikan secara bertutur. Dalam masyarakat Rokan ada yang menyebutnya dengan koba dalung. Koba-koba tersebut menyebar dengan varian berdasarkan teknik dan cara penyampaiannya di berbagai wilayah Riau. c. Pantun, yang dikenal baik oleh mayarakat Melayu Riau. Ada pula pantun yang sudah lama yang masih dipertahankan terutama dalam upacara adat istiadat. Ada juga pantun yang diciptakan lebih kreatif yang dikemas dalam bentuk berbalas pantun. Berbalas pantun biasanya dipertandingkan antara regu yang satu melawan regu yang lainnya, dan biasanya juga berbalas pantun dilakukan dalam upacara pernikahan dan upacara adat lainnya.

18

Kajian-kajian mengenai pantun, selain memperlihatkan cerminan akal budi, pantun juga merupakan ekspresi daya kreativitas dan pemikiran-pemikiran orangorang Melayu. Pantun ini menjadi salah satu penyampaian dan pewarisan nilai dan pengetahuan masyarakat Melayu kepada generasinya melalui pesan-pesan lisan. Penekanan dalam pantun penting dan sentralnya daya ingat menjadi pertimbangan utama di dalam tradisi pantun. Sebagian besar dalam penyampaian dan penyimpanan ilmu pengetahuan dan kearifan itu tersimpan dalam bentuk lisan. Untuk menjamin kelestarian tradisi lisan itu, maka disusun dan dibentuk secara indah dan molek baik dalam isi maupun bentuknya. Pantun juga merupakan medium orang Melayu yang menyampaikan ilmu pengetahuan, sindiran, pengajaran, kiasan, rasa hati dan perasaan secara efektif. Penyampaiannya dengan memilih kata-kata yang selaras dan rima yang menarik yang bisa membawa makna dan pengertian yang amat dalam bagi mereka yang mendengarnya. Selain pantun, tradisi masyarakat Melayu adalah bidal, pepatah, gurindam, talibun, koba yang juga memiliki kekuatan dalam membentuk hukumhukum komunal yang menjadi acuan berperilaku komunitas Melayu dan termasuk pula suku asli Melayu yaitu Talang Mamak, Sakai, Bonai, dan suku asli lainnya.

Bentuk-bentuk tradisi ekspresif inilah yang membentuk hukum adat seperti konsepsi tentang tanah ulayat (wilayat), hutan larangan, hutan simpanan, pancung alas yang termasuk konsepsi hutan kepungan sialang, tanah dan taman perkarangan. Hutan tanah merupakan elemen utama bagi keberadaan Melayu dan kebudayaannya. Tanpa hutan, kebudayaan Melayu tidak akan pernah ada dan berkembang seperti sekarang ini. Tradisi yang meletakkan kearifan pada hutan tanahlah yang membuat hukum-hukum adat Melayu yang selalu merujuk pada ikhtiar dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Petatah-petitih yang juga menjadi bagian tradisi dari ekspresif dalam masyarakat Melayu yang membentuk hukum keseimbangan alam dan keseimbangan hidup antara sesama manusia dalam komunitasnya. Seperti Bulat air dek pembetung, bulat kata dek mufakat. Betung itu dimaksudkan adalah jenis buluh (bambu) yang dikenal di alam Melayu sebagai buluh betung. Dalam konvensi sosial di dalam komunitas Melayu sebagaimana yang tercermin dari petatah-petitih di atas, bahwa air
19

bisa menjadi besar dan memiliki faedah untuk pengairan bahkan untuk tenaga penggilingan padi, gandum, tebu dan lainnya. Ketika dia disalurkan dengan pembuluh yang baik yaitu yang terbuat dari buluh betung yang bagus dan kuat. Buluh ini tersedia di dalam lingkungan hutan tanah, kebun, dan rimba di alam Melayu. Dampak dari konvensi ini adalah manfaat dari mufakat di dalam masyarakat. Bahwa dalam mufakat seiya-sekata, gotong royong, senasib sepenanggungan yang menjadi kaidah utama untuk menyokong kekuatan hidup bersama dalam komunitas Melayu.

Dampak dari interaksi ekologis yang membuat orang Melayu akan memelihara lingkungan, agar bahan-bahan baku untuk memperkaya pengucapan sekaligus memperkaya kiasan, senantiasa dan terawat di dalam lingkungan hidup yang menjadi sangkar utama kebudayaan Melayu. Untuk menjaga keasrian, keaslian, dan merawat segala jenis ekosistem alam, para dukun dan pawing Melayu telah membentuk dan membangun jenis-jenis mitos yang hidup di kawasan tersebut. Hal-hal yang tabu dilekatkan pada tempat-tempat tertentu sehingga menjadi tempat keramat, yang juga menjadi bagian dari orang Melayu yang merawat lingkungan hidup dalam mitologi.

Posisi dukun dalam masyarakat Melayu telah membentuk pola perilaku dan konvensi ko.munitas yang menjaga keselarasan alam dan lingkungannya. Mereka membutuhkan dukun untuk menjaga rasa aman dalam menghadapi medan kehidupan seperti membuka lading, turun ke sungai dan aktifitas lainnya. Selain itu, dukun ini juga digunakan sebagai ahli penyembuhan penyakit dalam masyarakat Melayu. Ada juga pemangku adat yang mempunyai peranan dalam hubungan manusia dengan alam. Peranan mereka sangat dominan dalam memainkan peranan sebagai pemegang kendali kekuasaan.

Semua kasus dan sengketa yang terjadi dalam masyarakat Melayu, yang berkaitan dengan hukum adat akan disidangkan oleh lembaga adat yang dipimpin oleh batin, penghulu, monti dan hulubalang yang akan membuat keputusan perkara tersebut. Keputusan ini bisa dalam bentuk berdamai, membayar denda, bersumpah tidak akan melanggar dan bahkan diusir dari kampung halaman.
20

4.4.2 SENI TARI 1. Tari Persembahan Tari persembahan ini salah satu jenis tari tradisi yang dipersembahkan untuk menghormati tamu. Tari persembahan menggunakan musik irama makan sirih. Tarian ini dilakukan oleh 8 orang perempuan atau 4 pasang. Tari persembahan ini tidak hanya satu. Bagi suku masyarakat asli mempunyai tari persembahan atau tari penghormatan yang tersendiri seperti tari silat perisai di Kampar, tari olang-olang di suku Sakai. Tari persembahan ini semula bernama makan sirih yang kemudian dibakukan oleh H.O.K Nizami Jamil menjadi tari persembahan pada tahun 1990an menjadi tari persembahan Riau. Tari ini diiringi oleh peralatan yang dibawa oleh penari yang berada di depan adalah tepak sirih serta perangkat untuk makan sirih. Alat music yang digunakan adalah gendang gebano (bebano), gambus dan akordion dan seorang penyanyi untuk melantunkan lagu makan sirih tersebut. 2. Tari Zapin Merupakan tari rakyat daerah Riau. Kata Zapin berasal dari Arab yang berarti gerak kaki. Jadi tarian zapin adalah tarian yang banyak mempunyai gerakan kaki. Zapin merupakan salah satu ng dipengaruhi oleh kebudayaan Islami, dengan kata lain zapin juga merupakan tarian yang berasal dari Arab. Pada umumnya zapin berkembang di daerah pesisir yang sesuai dengan asal mula perkembangan Islam. Pada tarian yang berfungsi sosial kita dapat menghubungkan dengan aspekaspek lainnya dengan masyarakat seperti alam sekitar, nilai dan sikap, selera, system kepercayaan dan lainnya. Pada masyarakat maju, tarian juga memiliki fungsi yang berbeda jika dibandingkan dengan masyarakat tradisional, sifat dan variasinya berbeda dari masa ke masa dengan melihat perubahan dari masyarakat itu sendiri. Sesuai dengan keyakinan merekayang percaya pada roh-roh serta kekuatan ghaib lainnya seperti Animisme maka tarian itu bersifat sacral, sedangkan sifat dan jenis dari tarian itu adalah tarian yang bersifat hiburan. Selain itu, tarian juga berfungsi untuk mengobati masyarakat yang ditimpa musibah, tidak tertutup kemungkinan untuk
21

mengobati masyarakat yang dating dari daerah lainnya. Kegunaan dari tarian itu antara lain; untuk pergaulan, untuk acara sunatan dan acara perkawinan. 3. Tari Olang-Olang Tari olang-olang ini berasal dari suku asli Sakai di Riau dan berkembang dalam komunitas suku Sakai. Kisah dari tarian ini sudah ada dari masa yang lama dan diolah sedemikian rupa dari oralitas yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat tersebut. Sebagai kisah yang berwujud ke dalam bentuk yang disampaikan lewat tradisi. Tari olang-olang memiliki fungsi sebagai tarian pujian roh-roh. Waktu akan menarikan tarian ini, biasanya dipersiapkan penangkalan roh jahat agar tidak mendapat gangguan sepeerti penari memakai jimat atau diiringi dengan dukun yang ahli dalam menolak gangguan roh jahat.

4.4.3 SENI MUSIK Alat musik bagi masyarakat Melayu, hanya terdapat dalam tradisi meninabobokan anak atau dikenal dengan dodoi nakal dan nyanyian pada pembacaan dan penyampaian koba. Nyanyian pujian baru muncul setelah Islam yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dan sebagian dari pendatang yang membawa agama Nasrani. Agama ini dianut oleh pendatang seperti Cina yang tiadk membawa jenis music tertentu dalam kehidupan mereka. Seni musik juga dapat dilihat dari kegiatan musik jenis Kasidah, Barzanji, Zikir Bardah dan lainnya yang digunakan untuk perayaan hari besar Islam. Namun juga digunakan oleh masyarakat ketiak mengadakan gerakan sunah rasul atau uapacar perkawinan.

4.4.4 SENI BINA Bangunan tradisional yang disebut juga seni bina Melayu, terutama untuk rumah kediaman, pada hakekatnya amat diutamakan dalam kehidupan orang Melayu. Rumah bukan saja sebagai tempat tinggal, tetapi juga menjadi lambang kesempurnaan hidup. Beberapa ungkapan tradisional Melayu menyebutkan rumah sebagai cahaya hidup di bumi, tempat beradat berketurunan, tempat berlabuh kaum kerabat, tempat singgah dagang lalu, hutang orang tua kepada anaknya. ltulah sebabnya rumah dikatakan mustahak, dibangun dengan berbagai pertimbangan yang cermat, dengan
22

memperhatikan lambang-lambang yang merupakan refleksi nilai budaya masyarakat pendukungnya. Hanya dengan cara demikian diyakini bangunan akan benar-benar memberikan kesempurnaan lahir dan batin bagi penghuni rumah dan bagi masyarakat sekitarnya. Lambang-lambang yang berkaitan dengan bangunan tradisional Melayu bukan saja terdapat pada bagian-bagian bangunan, tetapi juga dalam bentuk berbagai upacara, bahan bangunan dan namanya, serta letak bangunan. Oleh karena perjalanan masa, lambang-lambang tersebut tidak mudah dilacak lagi. Berbagai masalah kebudayaan harus turut diperhitungkan, karena cukup banyak nilai-nilai tradisional yang terkandung dalam suatu masyarakat telah terabaikan dan punah karena pergeseran dan perubahan nilai budaya yang terus terjadi. Nilai budaya Melayu Riau umumnya berpunca dari tiga aspek dominan, yaitu agama Islam, adat Melayu, dan tradisi Melayu. Adat dan tradisi yang kian melonggar berangsur-angsur menyebabkan nilainilai asli semakin kabur dan kehilangan warna. Dalam seni bangunan tradisional, pergeseran dan perubahan sangat jelas terlihat. Di seluruh Riau, bangunan tradisional semakin sedikit, sedangkan lambanglambang yang dikandungnya nyaris tidak lagi dikenal oleh masyarakat. Musyawarah, upacara, dan kegotong-royongan dalam pelaksanaan pendirian bangunan sudah sangat diabaikan. Tempat bangunan pun tidak lagi dikaitkan dengan kepercayaan masyarakat. Bentuk dan ukuran rumah telah digantikan oleh gaya arsitektur masa kini. Menurut tradisi, bahan bangunan harus dipilih dengan cara tertentu, namun kini bahan bangunan tergantung dari pasaran. Begitu pula dengan ragam hias dan lain sebagainya. Di kampung-kampung masih banyak sisa-sisa bangunan tradisional, namun pemilik atau orang tua-tua di sana tidak banyak lagi yang mengetahui makna lambanglambangnya. Kalaupun masih ada para tukang yang dapat membuat bangunan berpola tradisional, mereka kurang mengetahui arti yang terkandung dalam lambang-lambang tersebut. Masalah lain yang merupakan penghambat adalah kurangnya bahan bacaan tentang arsitektur tradisional Melayu Riau. Tulisan ini hanya membahas tentang seni bangunan Melayu Riau dan bukan seni bangunan Melayu seluruhnya karena sulitnya mendapatkan sumber tertulis yang berkaitan dengan seni bangunan Melayu seluruhnya. Sumber informasi tulisan ini
23

sebagian besar berasal dari sastra lisan di pedalaman Riau, seperti Bilang Undang dan Nyanyi Panjang yang masih kuat tertanam dalam ingatan masyarakat pendukungnya. 4.4.5 SENI UKIR Seni ukir di daerah-daerah ini terdapat kayu-kayu dan batu yaitu pada rumah, peralatan rumah tangga dan makam-makam. Pada saat sekarang ini di rumah-rumah tidak terlihat lagi ukiran-ukiran yang megah itu. Bagunan tua yang masih berbentuk bangunan tua hanyalah sebagian dari rumah tempat tinggal yang sudah berusia tua. Bentuk bangunan limas mempunyai pintu dan jendela yang tinggi dan diatasnya dilengkapi kisi-kisi tegak, pakai kaca dan pada ventilasi diberi ukiran-ukiran. Pada kiri kanan tangga rumah diberi pagar dan diukir, rumah-rumah tua beratap daun nipah tetapi sudah diganti dengan seng. Kearifan lokal dalam membangun rumah kediaman yang bertumpu pada kaidah adat yang menekankan pentingnya keseimbangan dan tidak menghilangkan tanah dengan segala dengan makhluk hidup di dalamnya yang menjadi pertimbangan utama. Rumah panggung Melayu bukan hanya bertolak dari kesadaran tentang serangan binatang buas, hewan melata, bencana banjir, gempa dan lain sebagainya. Hal ini juga mempertimbangkan keselamatan makhluk-makhluk hidup yang berdiam di dalam tanah. Elastisitas bangunan rumah panggung telah teruji secara ilmu pengetahuan modern, terutama dalam ketahanan dalam goncangan gempa dan angin putting beliung. 4.5 BANGUNAN DAN SENI BANGUNAN 4.5.1 ARTI, FUNGSI DAN BENTUK BANGUNAN DALAM KEBUDAYAAN MELAYU RIAU

Setiap bangsa dan sukubangsa tentu mengenal arti, fungsi, dan bentuk bangunan tradisional dengan ciri khasnya, di samping nilai-nilai universal yang dikandungnya. Demikian pula dengan orang Melayu. Bangunan tradisional Melayu adalah suatu bangunan yang utuh, yang dapat dijadikan sebagai tempat kediaman keluarga, tempat bermusyawarah, tempat beradat berketurunan, dan tempat berlindung siapa saja yang memerlukannya. Ini tergambar pada sebuah ungkapan tradisional Riau yang berbunyi:
24

Yang bertiang dan bertangga Beratap penampung hujan penyanggah panas Berdinding penghambat angin dan tempias Berselasar dan berpelantar Beruang besar berbilik dalam Berpenanggah dan bertepian Tempat berhimpun sanak saudara Tempat berunding cerdik pandai Tempat bercakap alim ulama Tempat beradat berketurunan Yang berpintu berundak-undak Bertingkap panjang berterawang Berparan beranjung tinggi Berselembayung bersayap layang Berperabung kuda berlari Berlarik jerajak luar Bertebuk kisi-kisi dalam Bidainya tingkat bertingkat Kaki dan atap berombak-ombak Berhalaman berdusun Di situ berlabuh kaum kerabat Di situ bertambat sanak famili Di situ berhenti dagang lalu

Kandungan makna dan fungsi bangunan dalam kehidupan orang Melayu sangat luas, sehingga menjadi kebanggaan dan memberikan kesempurnaan hidup. Oleh
25

karena itu bangunan hendaknya didirikan dengan tata-cara yang sesuai dengan ketentuan adat, sehingga bangunan itu dapat disebut rumah sebenar rumah. Bentuk bangunan tradisional Melayu biasanya ditentukan oleh bentuk atapnya, seperti Atap Belah Bubung, Atap Limas, dan Atap Lontik. Rumah dengan perabung lurus pada tengah puncak atap, dengan kedua bagian sisi atapnya curam ke bawah seperti huruf V terbalik disebut Atap Belah Bubung, Bubung Melayu, atau Rabung Melayu. Jika atapnya curam sekali disebut Lipat Pandan. Sebaliknya, jika atapnya mendatar disebut Lipat Kajang. Jika pada bagian bawah atap ditambah atap lain, disebut Atap Labu, Atap Layar, Atap Bersayap, atau Atap Bertinggam. Keterangan mengenai hal ini dapat dijumpai dalam salah satu ungkapan tradisional yang berbunyi:

Perabung lurus di tengah-tengah Atap mencucur kiri kanan Yang mengembang lipat kajang Yang tegak berlipat pandan Atap bertingkat Ampar Labu Berempang leher Atap Bertinggam Menguak ke samping Atap Bersayap Tadahan angin Atap Layar Jika perabung atap bangunan itu sejajar dengan jalan raja, orang Melayu menyebutnya Rumah Perabung Panjang. Sebaliknya, jika tidak sejajar disebut Rumah Perabung Melintang. Ungkapan tradisional menyebut bangunan ini secara teliti. Di mana letak Perabung Panjang Pada labuh dan tambak panjang Lurusnya bagai antan disusun Selari bagai induk tangga Kalau perabung bersilang tambak Bertelingkai bagai ranting
26

Bagai tangga dengan induknya ltu tandanya Perabung Melintang Jika perabung bangunan itu melentik ke atas pada kedua ujungnya, disebut Rumah Lontik, Rumah Pencalang, atau Rumah Lancang, karena bentuk hiasan pada kaki dinding di depan dan di belakang seperti bentuk perahu. Ini dinyatakan dalam ungkapan: Lontik rumah pada perabung Lontik sepadan ujung pangkal Tempat hinggap sulo bayung Tempat bertanggam tanduk buang Jika atap Rumah Lontik ini bertingkat, disebut Rumah Gorai atau Gerai. Rumah atap limas yang diberi tambahan di bagian muka dan belakang dengan atap lain yang berbentuk limas disebut Limas Penuh, tetapi jika atap tambahan itu berbentuk Belah Bubung, maka rumah itu disebut Limas Berabung Melayu. Keterangan yang ada dalam ungkapan tradisional mengatakan: Bersorong limas dengan limas Padanan disebut limas penuh Yang di muka ke selasar Yang di belakang ke penanggah Kalau berpatut limas dengan kajang Berpandan dengan lipat pandan Di situ tegak kunyit-kunyit Yang di muka ke selasar Yang di belakang ke penanggah

Bangunan di atas umumnya berbentuk persegi panjang dan jarang sekali berbentuk bujur sangkar. Lagi pula bangunan itu dinyatakan sebagai tinggi lucup kepala, rendahnya seanjing duduk, yang menggambarkan rumah panggung.
27

4.5.2 LAMBANG-LAMBANG DALAM BANGUNAN MELAYU RIAU Kunci utama dalam mewujudkan bangunan dan lambang-lambangnya adalah musyawarah. Oleh karena itu, langkah pertama sebelum mendirikan bangunan adalah melakukan musyawarah, baik antarkeluarga maupun dengan melibatkan anggota masyarakat lain. Musyawarah membicarakan tentang jenis bangunan yang akan didirikan, kegunaannya, bahan yang diperlukan, lokasi bangunan, tukang yang akan mengerjakan, dan waktu pekerjaan dimulai. Biasanya dalam musyawarah juga dijelaskan tentang segala pantangan dan larangan, serta adat dan kebiasaan yang harus dilakukan dengan tertib. Pengerjaannya ditekankan pada asas kegotong-royongan yang disebut batobo, besolang, bepiari, atau betayan. Seseorang yang mendirikan suatu bangunan tanpa mengadakan musyawarah dapat dianggap sebagai orang yang kurang adab atau tak tahu adat. Orang tua-tua akan merasa dilangkahi dan orang muda-muda merasa ditinggalkan. Bangunan yang didirikan tanpa musyawarah akan menyebabkan pemiliknya mendapat umpatan masyarakat, sedangkan bangunan itu sendiri dianggap gawal atau sewal, yaitu mendatangkan sial, seperti ungkapan: Rumah siap pahat berbunyi Yang mati berbalik hidup Terkena tangkap sesentak Berseliu bulan berkalan Bersilang tongkat dengan tugal Lantai berjungkat tengah rumah Kasau jantan menyundak kepala Ke hilir terhelah-helah Ke hulu terdudu-dudu Sebuah bangunan yang ideal digambarkan dalam ungkapan berikut: Mangkuk penuh pinggan berisi Rumah siap pahat tidak berbunyi Melenggang tidak berpepas
28

Menyundak tidak tertumbuk Berarang tidak patah Berotan tidak putus Tak ada rumput nan menyungkat Tak ada tanah nan bertingkah Kilaunya sudah kemas Tak berundang di balik tanah merah Tak ada kayat di balik mati Jadi, musyawarah dan kegotongroyongan menjadi dasar kehidupan tradisional dan merupakan landasan dalam membuat sebuah bangunan. Hal ini jelas sekali dalam ungkapan yang berbunyi: Orang kaya menurut kayanya Orang miskin dengan tulang uratnya Kalau tak ada beban sepikulan Sehelai rotan terbelit juga Lambang-lambang yang berkenaan dengan bangunan tradisional Melayu tergambar dengan baik dalam upacara, ukuran bangunan, bagian-bagian bangunan, dan ragam hiasnya.

4.5.3 TATA UPACARA MENDIRIKAN BANGUNAN Mendirikan bangunan secara tradisional memerlukan bermacam-macam upacara agar harapan pemilik dan semua orang yang terlibat dalam pengerjaannya terpenuhi. Selain itu, upacara juga ditujukan supaya mereka semua terhindar dari malapetaka. Upacara yang umum dilakukan dalam pekerjaan ini adalah Beramu, Mematikan Tanah, dan Menaiki Rumah. a. Upacara Beramu Upacara Beramu disebut juga Mendarahi Kayu, Meramu, atau Membahan. Tujuannya agar orang-orang yang terlibat dalam pembuatan bangunan tidak mendapat
29

gangguan dari penunggu hutan, sebagaimana yang tergambar dalam mantra yang dibacakan oleh Pawang, Dukun, atau Kemantan yang melakukan upacara: Assalamualaikum ibu ke bumi Assalamualaikum bapa ke langit Si Dogum namanya bumi Si Coca namanya kayu Induk Alim namanya tanaman Menentukan salah dengan silih Jangan diberi rusak Jangan diberi binasa Pada anak sidang manusia Berkat aku mengambil kayu Tiang Tua Berkat Lailahaillallah Upacara ini disebut Mendarahi Kayu, karena Pawang yang memimpin upacara ini lebih dulu menyiram kayu yang akan ditebang dengan darah ayam sebelum ditepungtawari. Darah ayam yang disiram ke pangkal pohon itu melambangkan bersebatinya darah manusia dengan darah semua makhluk dalam hutan, sehingga mereka tidak akan mengganggu orang-orang tersebut. Lambang-lambang yang terdapat dalam upacara ini mencerminkan sikap hidup orang Melayu yang senantiasa menghormati orang lain serta selalu ingin menjalin persahabatan dan persaudaraan dengan siapa saja di bumi ini. b. Upacara Mematikan Tanah Upacara Mematikan Tanah bertujuan untuk membersihkan tanah tempat bangunan akan didirikan dari segala makhluk halus yang mendiaminya. Upacara yang dilakukan secara besar-besaran ini disertai dengan penyembelihan seekor kerbau. Jika diadakan secara sederhana, upacara itu disertai dengan penyembelihan seekor kambing atau seekor ayam. Peralatan yang dipakai dalam upacara ini mengandung lambang dengan arti yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya Melayu, yaitu:
30

1. Kain Campo Tengkuluk Godang, yakni sejenis selendang yang terdiri dari 3, 5, atau 7 warna untuk diselimutkan pada Tiang Tua. Kain melambangkan ibu rumah tangga yang akan mendiami rumah itu, sedangkan penyelimutan pada tiang menggambarkan kasih sayangnya kepada suami, anak-anak, dan keluarganya. Warna-warna kain pun mempunyai arti, yaitu merah sebagai lambang persaudaraan, hitam untuk keberanian atau kedubalangan, hijau untuk kesuburan atau bertunas, biru untuk kebahagiaan atau cayo langit, putih untuk kesucian atau putih hati seperti kapas, dan kuning untuk kekuasaan atau ono ajo; 2. Sirih setangkai yang melambangkan penghormatan kepada masyarakat yang ikut membantu mendirikan bangunan tersebut; 3. Bibit kelapa dua jurai yang melambangkan hubungan berkeluarga dan berketurunan; 4. Mayang pinang satu jurai yang melambangkan kecantikan dan keselarasan hidup dalam rumah tangga; 5. Payung, melambangkan tempat berlindung bagi siapa saja yang

memerlukannya; 6. Kain panji dan umbul-umbul sebagai lambang keragaman suku yang ada dalam masyarakat yang telah turut membantu mendirikan bangunan tersebut; 7. Alat musik celempong, tetawak, dan gendang yang melambangkan kegembiraan dan kebahagiaan; 8. Seperangkat peralatan tepung tawar yang terdiri dari daun Setawar yang berarti obat segala bisa, daun Sedingin untuk mendinginkan kepala yang panas, menyejukkan hati, dan berlapang dada, daun Ati-ati yang berarti bijak berkatakata dan baik tingkah-laku, daun Gandarusa untuk penangkal malapetaka dari luar, bedak Limau untuk membersihkan jasmani dan rohani, air Percung yang mengandung arti memberi tidak diminta, melepas tidak disentak atau ikhlas dan rela berkorban, dan beras kunyit, beras basuh, dan bertih yang mengandung arti keselamatan, kemakmuran, dan kesucian hati; 9. Bebara dan kemenyan sebagai tanda persahabatan dengan segala makhluk serta ajakan dan pernyataan bahwa di tempat itu diadakan upacara;
31

10. Limau Purut, penyembuh segala penyakit, tangkal penolak bala; 11. Hewan sembelihan untuk semah atau sedekah kepada makhluk di sekitar tempat itu; 12. Tahi besi dan besi berani sebagai lambang kekuatan, kebulatan hati, dan daya pikat dalam pergaulan; 13. Lumpur laut atau lumpur tanah bekas perumahan keluarga tertua yang melambangkan kelemah-lembutan, tidak kaku, dan kekal abadi; 14. Inggu untuk menolak makhluk halus yang jahat; 15. Daun Juang-juang, lambang hidup dan mati, serta sebagai penangkal sihir; 16. Tunam, yaitu semacam obor dari kulit kayu dan damar yang melambangkan cahaya, seri atau rumah tangga yang terang benderang.

c. Upacara Menaiki Rumah Upacara Menaiki Rumah ditujukan sebagai ucapan terima kasih dari pemilik rumah atau bangunan itu kepada orang-orang yang telah ikut membantu. Kadangkadang upacara ini diikuti kenduri atau makan bersama yang didahului doa selamat.

4.5.4 LETAK BANGUNAN Tempat-tempat yang baik untuk mendirikan bangunan menurut tradisi Melayu Riau adalah: pertama, tanah liat yang berwarna kuning dan hitam. Rumah di atas tanah ini diyakini akan membuat penghuninya tidak diserang penyakit jerih, pitani, dan sawan babi. Kedua, tanah yang datar. Rumah yang didirikan di sini dipercayai akan membuat penghuni bangunan selalu tenang hidupnya dan disenangi dalam pergaulan. Ketiga, tanah yang miring ke belakang. Rumah di sini dipercayai akan membuat penghuninya tidak kekurangan rezeki.
32

Keempat, tanah belukar. Rumah yang dibangun di sini dipercayai akan membuat penghuni mendapat rezeki yang halal, bebas dari gangguan hantu dan makhluk halus lain.

Kelima, tanah yang dekat dengan sumber air. Menurut kepercayaan, rumah di atas tanah ini akan membuat penghuninya mendapat rezeki melimpah. Tempat yang tidak terlalu baik dan tidak terlalu buruk untuk mendirikan

bangunan menurut tradisi Melayu Riau antara lain adalah: pertama, tanah dusun atau kebun yang belum ada tanaman tua atau tanaman keras. Menurut kepercayaan Melayu, penghuni bangunan di sini tidak akan melarat hidupnya, tetapi rezekinya juga tidak melimpah. Kedua, tanah bercampur pasir. Orang Melayu percaya bahwa penghuni di sini akan terhindar dari penyakit sampar. Ketiga, tanah bekas perumahan lama. Rumah di lahan ini dipercaya akan membuat penghuninya mendapat nasib seperti pemilik bangunan lama. Keempat, tanah terbuang atau terlantar. Menurut kepercayaan mereka penghuni rumah di sini akan berhasil dalam hidup jika kesialan tanah tersebut dibuang. Tempat yang dipantangkan untuk mendirikan bangunan antara lain adalah: pertama, tanah gambut. Penghuni bangunan di atas tanah ini diyakini akan menderita penyakit tulang. Kedua, tanah kuburan. Menurut kepercayaan orang Melayu penghuni di atas lahan ini akan diganggu oleh hantu atau diserang berbagai penyakit. - Ketiga, tanah bekas orang mati berdarah. Rumah di atas tanah semacam ini dipercayai akan membuat penghuninya mendapat celaka dan diganggu oleh hantu orang yang mati di situ. - Keempat, tanah bekas orang yang mati karena penyakit sampar. Penghuni bangunan di atas tanah ini dipercaya akan mendapat nasib yang sama. - Kelima, tanah tahi burung, yaitu tanah berlekuk-lekuk. Menurut kepercayaan orang Melayu penghuni rumah di atas tanah seperti ini akan mendapat penyakit bubul.

33

- Keenam, tanah berbusut dan beranai-anai. Orang Melayu percaya bahwa penghuni rumah di atas tanah ini akan melarat. - Ketujuh, tanah wakaf. Penghuni rumah di atas tanah ini dipercayai akan ditimpa kutukan, sebagaimana diungkapkan, - Delapan, lidah tanah, yaitu tanah yang berbusut panjang. Penghuni bangunan di atas tanah ini diyakini tak akan tetap mendiami rumahnya.

34

4.5.6 ARAH BANGUNAN Setelah memilih tempat yang baik, untuk mendirikan bangunan juga harus diperhatikan arah hadap bangunan. Oleh karena itu seni bangunan Melayu Riau mempunyai beberapa patokan berkenaan dengan arah. Pertama, menghadap ke Utara. Arah hadap utara dianggap baik sekali, karena diyakini mendatangkan banyak rezeki, jarang ditimpa penyakit, dan selalu hidup berkecukupan, seperti dinyatakan ungkapan lama, Kalau rumah menghadap ke utara Bagai menahan belat di kuala Satu dipasang dua isinya Dua dipasang empat mengena Kedua, menghadap ke Timur. Arah ini juga dianggap baik sekali, karena dipercayai akan membuat penghuni rumah mendapat rezeki melimpah, jauh dari segala macam penyakit, seperti dinyatakan, Kalau rumah menghadap ke timur Bagai lukah di pintu air Pagi direndam petang berisi Petang direndam malam penuh Bukan penuhnya oleh apa Penuh emas dengan urai Penuh gelak nan berderai Ketiga, menghadap ke Barat. Arah hadap ini dianggap tidak baik, karena bisa membuat penghuni bangunan selalu diserang penyakit panas dan tidak tenteram, seperti diungkapkan, Kalau rumah menghadap ke barat Bagai lesung batu tidak beranak Lada ada sambal tak lumat Garam sebuku tak tergiling

35

Keempat, menghadap ke Selatan. Arah hadap ini dianggap kadang-kadang mendatangkan kebaikan pada penghuni rumah, kadang-kadang tidak, seperti diungkapkan, Kalau rumah menghadap ke selatan Bagai peluntang di tengah sungai Tuah kail puntung mengena Sial kail umpannya habis 4.5.7 MEMILIH BAHAN BANGUNAN Sastra lisan yang berupa ungkapan tradisional Riau memberi petunjuk tentang bermacam-macam kayu yang tidak baik untuk dijadikan bahan bangunan, misalnya kayu yang dililit akar. Kayu ini dikatakan dapat menyebabkan bangunan sering dinaiki ular atau penghuninya mendapat kesulitan, seperti ungkapan, Kalau kayu dililit akar Tumbangnya tak jejak ke tanah Ditebang menyangkut beliung Dibawa pulang diikut susah Kayu yang berlubang digirik kumbang atau kayu yang berlubang di tengahnya juga dianggap tidak baik, seperti ungkapan, Kalau kayu digirik kumbang Dilintangkan ia patah Ditegakkan ia rebah Kalau kayu berlubang panjang Empulurnya membawa miang Tatalnya melenting mata Patut dibuat kayu api Kayu yang sedang berpucuk muda. Kayu ini dianggap dapat menyebabkan penghuni bangunan sakit-sakitan dan sulit mendapat rezeki, seperti ungkapan, Kalau kayu berbunga lebat Buahnya mengunjung dahan Pucuknya menjarum-jarum Kalau panas ia pecah
36

kalau hujan ia lapuk Terasnya tidak berurat Empulur menggenang getah Kayu yang batangnya berpilin. Kayu ini dianggap akan dapat menyebabkan penghuni bangunan mendapat fitnah, seperti ungkapan, Batang kayu berpiuh pilin Di hutan menyundak dahan Di rumah menyundak atap Yang lurus membengkokkan Yang tegak merebahkan Kayu tunggal, yaitu kayu yang jenisnya hanya ada sebatang di suatu tempat. Menurut kepercayaan penghuni rumah yang dibuat dengan kayu ini akan bercerai dengan keluarganya, sebagaimana diungkapkan, Kayu tunggal penunggu rimba Kalau ditebang menghabiskankan Kalau ditutur mematikan Kayu bekas tebangan orang. Bangunan yang dibuat dengan kayu ini diyakini akan membuat penghuninya cepat bercerai dengan keluarganya, seperti ungkapan, Kalau ada bekas beliung Tak boleh dikerat lagi Di situ letak silang sengketa Di situ pertemuan dihabisi Kayu yang tidak langsung tumbang di tanah ketika ditebang. Bangunan yang dibuat dari kayu ini menurut kepercayaan akan mendatangkan bahaya kematian bagi penghuninya, seperti ungkapan, Yang rebah tak mencecah tanah Menyandar ke kayu lain Memutus ranting meretas dahan Matinya mati menganggang Tergantung lapuk tertegak busuk

37

Kayu yang akarnya menjulur ke air. Bangunan yang dibuat dengan kayu ini dianggap akan dapat menyebabkan penghuninya mendapat sial, seperti ungkapan, Sebelah akar di tebing Sebelah akar di air Satu dipegang satu lepas Satu dapat satu menghilang Kayu bekas terbakar. Bangunan yang dibuat dengan kayu ini dianggap akan menyebabkan penghuninya menderita kemiskinan dan berbagai penyakit, seperti ungkapan, Terpanggang kayu di tengah ladang Terasnya menjadi gubal Diketam tidak bertatal Kulit dikubik berisi arang Banir diseluk tak berurat tunggang Dipesandar timpa-menimpa Ditampung tak tertampung Dikerat tak terkerat Mematah pada beliung Memecah hulu parang

4.5.8 UKURAN BANGUNAN Ukuran bangunan juga dipercaya dapat menentukan baik tidaknya sebuah rumah. Secara tradisional patokan untuk mengukur adalah ukuran bagian tubuh si pemilik, seperti tinggi hasta, serta ukuran berdasarkan banyaknya kasau dan gelepar. Tinggi bangunan yang paling baik adalah sepemikulan atau setinggi bahu karena ini berarti beban hidup akan dapat dipikul sepenuhnya oleh si pemilik. Tentang hal ini ungkapan lama menyebutkan: Tinggi rumah sepemikulan Terpikul bendul nan empat
38

Terpikul ladang bertumpuk Tak bertingkat tungku di dapur Tak tersingkap kain di pinggang Jika tinggi bangunan itu sejunjungan, yaitu setinggi puncak kepala si pemilik, hal itu juga berarti baik. Tinggi rumah sejunjungan Terjunjung adat dengan lembaga Terjunjung harta dengan pusaka Terjunjung pintak dengan bagi Terjunjung ico dengan pakaian Jika tinggi bangunan itu sepenjangkauan, itu juga berarti baik karena dipercaya si pemilik akan dapat menjangkau segala keperluan rumah tangganya serta mencapai cita-cita. Tinggi rumah sepenjangkauan Tergapai kasau dengan alang Teraih padi dalam petak Tertutup baju di dada Tercapai ucap dengan pinta Jika tinggi bangunan itu sepenyangup, yaitu setinggi mulut, itu berarti tidak baik, karena menurut kepercayaan si pemilik akan menjadi rakus, kikir, serta bertengkar dengan tetangga di sekitar. Tinggi rumah sepenyangup, langau lalat dimakannya, berlapis kancing pintunya, duduknya di atas-atas, cakap tengking-menengking, tak lawan musuh dicari.
39

Jika tinggi bangunan itu selutut, berarti sangat tidak baik, karena si pemilik dianggap tidak tahu adat serta akan berada dalam kemiskinan. Kalau rumah tinggi selutut Tak beradat pintu rumah Tak beradat tangga rumah Berbeliung tak berpoda Berparang tidak berasah Ke hulu pinta-meminta Ke hilir kata-mengata Untuk ukuran tinggi bangunan digunakan ukuran tinggi badan pria (suami), sedang untuk ukuran besar bangunan diutamakan menggunakan ukuran tangan wanita (istri). Untuk mengukur besar rumah yang tepat dipakai seutas tali. Hasta pertama disebut ular berang yang berarti tidak baik, karena bangunan yang ukurannya jatuh pada hasta pertama ini akan mengakibatkan sengketa. Hasta kedua disebut meniti riak, juga berarti tidak baik, karena dipercaya akan membuat penghuninya menjadi sombong. Hasta ketiga disebut riak meniti kumbang berteduh, yang berarti baik sekali, karena dapat membuat penghuninya mendapat ketenteraman, kebahagiaan, rezeki melimpah, serta menjadi tempat bernaung keluarga dan masyarakat sekitarnya. Hasta keempat disebut habis hutang berganti hutang yang berarti tidak baik, karena akan membuat penghuninya miskin akibat berhutang. Hasta kelima disebut hutang lalu tidak terimbuh yang berarti tidak baik, karena menurut kepercayaan penghuni bangunan seukuran itu akan bertambah miskin bila mendiaminya. Ada cara mengukur yang disebut bilang kasau yang juga diserahkan kepada wanita (istri). Ukurannya disebut setulang, yakni sepanjang ujung siku hingga ke ujung buku jari tergenggam. Tulang pertama disebut kasau yang berarti baik, karena membawa kebahagiaan lahir dan batin. Tulang kedua disebut risau yang berarti akan mendatangkan malapetaka. Tulang ketiga disebut rebe yang berarti selalu diancam oleh bahaya dan melarat. Tulang keempat disebut api yang berarti sering terjadi perselisihan, pertengkaran, dan mungkin sekali rumah itu terbakar. Cara mengukur bilang gelegar sama dengan kasau. Tulang pertama disebut gelegar yang artinya baik sekali, karena ukuran ini membawa kesejahteraan dan
40

kebahagiaan. Tulang kedua disebut geligi, artinya tidak baik karena penghuni bangunan akan selalu sakit, mendapat sial, dan susah. Tulang ketiga disebut ubur, artinya tidak baik karena mendatangkan kesusahan dan kemelaratan. Tulang keempat disebut bangkai, yang berarti sangat tidak baik karena membawa malapetaka dan bahaya maut bagi penghuninya.

4.5.9 TIANG Dalam bangunan tradisional Melayu terdapat beberapa macam tiang seperti tiang seri, yaitu tiang yang terletak pada empat sudut bangunan induk. Sastra lisan di Riau mengungkapkan tentang tiang seri seperti berikut, Tiang seri di empat sudut Empat cahaya di langit Empat cahaya di bumi Empat seri ke muka Tempat dinding bertemu kasih Tempat belebat bergalang ujung Kalau tegak tiang nan empat Kalau hutang ke anak jantan Empat hutang ke anak betina Empat alim berkitabullah Empat sahabat Rasulullah Empat alam ditunggunya Empat asal kejadiannya Tiang Penghulu adalah tiang yang terletak di antara pintu muka dengan tiang seri di sudut kanan muka bangunan. Dalam ungkapan dikatakan, Tegak rumah dek tiang seri Kokoh rumah dek tiang penghulu Tempat bersandar datuk-datuk Tempat bertumpu alim ulama Tiang penghulu bertiang panjang Lurusnya bagai alif Nan menahan beban rumah
41

Nan memikul berat atap Nan menyangga dinding belebat Tertegak tiang penghulu Tegak adat selilupnya Tiang Tua adalah tiang yang terletak pada deretan kedua sebelah kiri dan kanan pintu tengah. Dalam ungkapan dikatakan, Tiang tua sebelah kiri Tempat kelapa dua jurai Tiang tua sebelah kanan Tempat selendang kain campo Tiang tua di pintu tengah Tempat bersandar bendul panjang Tempat adat dipalangkan Tempat langkah dihentikan Tiang Tengah adalah tiang-tiang yang terdapat di sekeliling bangunan induk. Dalam ungkapan dikatakan, Tiang tengah pemasak rumah Terpasak kaki ke bumi Terpasak kepala ke langit Terpasak dengki dengan aniaya Terpasak salah dengan silih Tiang Bujang adalah tiang yang khusus dibuat di bagian tengah rumah. Dalam ungkapan dikatakan, Tiang bujang di tengah rumah Bertanduk rusa bersangkutan Tempat membuat peluh busuk Tempat mengusap-usap muka Tempat menggaru-garu belakang Tempat kenyang dilepaskan Tiang dua belas adalah gabungan dari 4 buah tiang seri, 4 buah tiang tengah, 2 buah tiang tua, 1 buah tiang penghulu, dan 1 buah tiang bujang. Dalam ungkapan dikatakan,
42

Tertegak rumah tiang dua belas Dua belas cahaya naik Dua belas cahaya turun Dua belas tiang dikandungnya Dua belas bulan ditunangnya Selain tiang-tiang utama tersebut, juga terdapat tiang-tiang pembantu, yaitu tiang tongkat, tiang sokong, dan tiang sulai atau tiang banga. Bentuk tiang-tiang tersebut bulat atau bersegi. Tiang bulat dan bersegi mempunyai makna tertentu seperti yang terungkap dalam khazanah sastra lisan.

4.5.10 TANGGA Pada bangunan tradisional Melayu, tangga depan dikatakan mengandung makna lambang-lambang. Ada dua jenis tangga. Pertama, tangga bulat, yakni tangga yang dibuat dari kayu bulat. Jenis ini dikenal dengan tangga bertanggam. Kedua, tangga picak, yaitu tangga pipih yang terbuat dari papan tebal. Susunan anak tangga, cara mengikat tali tangga, dan bagian-bagian induk tangga mengandung makna tertentu sesuai tradisi seni bangunan Melayu seperti yang diungkapkan dalam sastra lisan. Misalnya, pangkal kayu anak-anak tangga harus diletakkan di sebelah kanan tangga. Ikatan tangga harus dibuat secara khusus yang disebut lilit selari atau belit bercengkam. Disebut seperti itu karena ikatan tali tidak boleh terputus-putus, mulai dari anak tangga paling atas sampai ke anak tangga terbawah. Bagian yang disebut leher tangga, yang tersangkut di atas bendul pintu, melambangkan kasih sayang ibu kepada anaknya. Dalam ungkapan lama dikatakan, Leher terpangguk pada bendul Bagai memangku anak menyusu Kasih menurut sepanjang jalan Tak bersekat berhempang-hempang

43

Bagian yang disebut kepala tangga tersandar ke jenang pintu melambangkan kepala rumah tangga yang senantiasa menjaga martabat keluarganya, seperti ungkapan, Kepala bersandar ke jenang pintu Memberi tahu orang di rumah Memberi kabar orang di tanah Entah orang salah duduk Entah orang salah cakap Jumlah anak tangga dalam bangunan tradisional Melayu dinyatakan dalam ungkapan tradisional sebagai berikut, Yang pertama memberi salam Yang kedua pengisik debu Yang ketiga pelepas penat Yang keempat peninjau laman Yang kelima pijakan adat Yang keenam gantung rantungan Anak tangga bersusun lima Lima rukun di dalamnya Anak tangga bersusun enam Enam pula kandungannya Yang sesuai menurut syara Yang lulus menurut kitab

4.5.11 BENDUL DAN LAIN-LAIN Bendul atau bendul pintu kadang-kadang disebut juga batas adat, karena bendul merupakan batas tempat tamu lelaki dibenarkan masuk apabila di rumah tersebut tidak ada lelaki. Sang tamu hanya dibenarkan duduk di bendul pintu muka dengan sebelah kaki berjuntai di anak tangga. Dalam rumah yang tidak berbilik permanen, bendul dijadikan sekat atau batas yang biasanya ditutup dengan tabir. Dalam ungkapan dikatakan,

44

Rumah ada adatnya Selilup bendul tepi Selingkup bendul tengah Kalau rumah tak berjantan Sebelah kaki di bendul Sebelah tinggal di anak tangga Kalau dihimbau naik ke rumah Masuk terpalang bendul tengah Itu tandanya rumah beradat Berbendul sekat menyekat Bagai durian beruang-ruang Bagai buluh ruas-beruas Selain bendul, gelegar, pintu, jendela, kasau, alang, dinding, bilik, anjungan, lubang angin, bidai, atap, dan ruangan juga dinyatakan dalam ungkapan tradisional yang termasuk dalam sastra lisan, yang masih diingat para penduduk di beberapa pelosok Riau.

4.5.12 RAGAM HIAS DALAM SENI BANGUNAN MELAYU RIAU Hiasan yang terdapat dalam seni bangunan Melayu Riau bermacam-macam. Misalnya, sepanjang kaki dinding di bagian depan dan belakang rumah lontik diberi ukiran yang disebut gando ari. Motif ukiran mengambil bentuk daun, bunga, kuntum, dan akar-akaran yang menggambarkan kekayaan flora sebagai pernyataan dekatnya hubungan manusia dengan alam. Juga terdapat motif-motif hewan dan alam sekitar. Motif-motif dari seluruh daerah Riau dapat disebut secara garis besar seperti misalnya Kaluk Pakis, Bunga Hutan, Bunga Kundur, Tampuk Manggis, Pucuk Rebung, dan lain-lain yang berasal dari alam flora, dan Itik Pulang Petang, Semut Beriring, Siku Keluang, dari alam fauna, dan motif lainnya dari alam seperti Bulan Sabit, Bintang-bintang, Awan Larat, dan lain sebagainya. Hiasan-hiasan itu dibuat di dinding-dinding bangunan, di daun pintu, di kisikisi jendela, di tangga, dan di bagian atap. Hiasan pada bagian atap biasanya dibuat pada cucuran atap atau pada perabung. Di antara hiasan yang dibuat pada perabung atap adalah selembayung. Selembayung disebut juga Sulo Bayung atau Tanduk Buang,
45

yaitu hiasan yang terletak bersilangan di kedua ujung perabung bangunan Belah Bubung dan Rumah Lontik. Di bagian bawahnya kadang-kadang juga diberi hiasan tambahan seperti tombak terhunus yang bersambung dengan kedua ujung perabung. Selembayung yang diletakkan di bagian paling tinggi suatu bangunan mengandung lambang yang sangat tinggi artinya. ltulah sebabnya selembayung disebut juga Tajuk Rumah atau mahkota suatu bangunan yang dipercaya dapat membangkitkan seri atau cahaya bangunan itu. Selain itu, Selembayung disebut juga Pekasih Rumah. Selembayung sebagai Pasak Atap merupakan lambang keserasian hidup yang tahu diri. Selembayung juga disebut Tangga Dewa yang dipercaya sebagai tempat turun dewa, mambang, akuan, soko, dan roh orang sakti. Selembayung juga dinamakan Rumah Beradat, karena bangunan yang berselembayung merupakan tanda kediaman orang berbangsa atau kediaman orang patut-patut/terhormat. Selembayung yang berbentuk seperti bulan sabit disebut juga Tuan Rumah, yang dipercaya akan mendatangkan tuah kepada pemilik bangunan. Selembayung yang dilengkapi dengan tombak-tombak melambangkan penjaga, agar rumah atau bangunan tenteram, juga menggambarkan kewibawaan dan keperkasaan pemiliknya. Motif ukiran selembayung terdiri dari daun-daunan dan bunga yang melambangkan perwujudan kasih sayang, tahu adat, tahu diri, berlanjutnya keturunan, dan serasi dalam rumah tangga. Hiasan yang terdapat pada keempat sudut cucuran atap bentuknya mirip dengan selembayung dan disebut sayap layang-layang atau sayap layangan. Hiasan dipakai sebagai padanan untuk setiap bangunan yang berselembayung. Hiasan sayap layang-layang yang diletakkan pada keempat sudut cucuran atap itu diungkapkan sebagai empat penjuru hakekat. Hiasan ini juga digambarkan sebagai lambang kebebasan sesuai dengan namanya, sebagaimana dikatakan dalam ungkapan : Nan bernama sayap layangan Nan membumbung ke langit tinggi Menengok alam sekelilingnya Ditebang tidak tertebang Ditebas jua jadinya Dihempang tidak terhempang
46

Dihepas jua jadinya Tapi walaupun dihepas Diberi bertali panjang Hendak menyimpang tali digenjur

KESIMPULAN Dalam masyarakat Melayu mencakup segala aspek kehidupan, kepercayaan, hubungan sosial, perundingan dan alam perilaku. Secara etimologis adat berasal dari bahasa Arab yang bermakna kebiasaan. Adat berpuncak dari pemahaman manusia atas kenyataan dan bersifat alamiah yang menlingkunginya sehari-hari. Berdasarkan pada pemahaman maka muncul istilah ungkapan-ungkapan seperti adat api membakar atau adat air basah. Dengan istilah di atas, maka fungsi adat dalam kehidupan Melayu yang merupakan prinsip dasar yang diperlukan untuk mengatur kehidupan demi menuju
47

pada sebuah kerukunan kehidupan. Dengan mengatur kehidupan komunitas serta memenuhi tuntutan hidup, kommnitas dan masyarakat akan mengadakan berbagai institusi baik hukum, sosial ekonomi dan sistem nilai. Dengan demikian setiap anggota masyarakat atau komunitas mematuhi segala bentuk aturan bersama yang selanjutnya kita kenal sebagai konvensi yang berawal dari sIstem nilai yang diatur dalam adat. Masyarakat Melayu mengatur hidup mereka dengan adat demi memperoleh keteraturan, kerukunan dan kesejahteraan bersama di dalam masayarakat. Dengan demikian mereka membentuk hukum adat yang meliputi berbagai yang berkaitan dengan persoalan adat, adat beraja, adat bernegeri dan adat memerintah, adat menghukum dan lainnya. Kearifan lokal yang dipersepsikan sebagai kearifan tradisi akan bermuara pada keahlian lokal. Hal itu bersumber dari ketersediaan segala bentuk plasma nutfah, di dalam sebuah ruang ekologi, bisa disebut hutan, kawasan aquatika yang terjadi sebagai hasil interaksi anatara masyarakat dengan lingkungannya. Dalam masyarakat tradisional Melayu, rumah memiliki arti yang penting, bukan saja sebagai tempat tinggal di mana seseorang atau satu keluarga melakukan kegiatan hariannya, tetapi juga menjadi lambang kesempurnaan hidup. Maka dari itu, pembangunan rumah selalu dilakukan dengan hati-hati, dengan memperhatikan segala unsur unsur-unsur perlambangan yang merupakan refleksi nilai budaya. Dengan terpenuhinya unsur-unsur tersebut, maka sebuah rumah diyakini akan menjadi suatu ruang yang membawa kebahagiaan lahir dan batin bagi penghuni rumah dan masyarakat sekitarnya Kondisi yang terjadi di pengaruhi oleh perubahan zaman yang memang tidak dapat dielakkan lagi. Kemajuan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi telah mempengaruhi perkembangan kebudayaan, termasuk kebudayaan Melayu. Akibatnya, rumah Melayu tradisional kemudian semakin dan bahan bangunan yang berbeda. ditinggalkan, sebagai gantinya, kemudian tumbuh berkembang rumah Melayu modern yang menggunakan arsitektur

48

Meskipun demikian, perubahan model arsitektur dan bahan bangunan dalam rumah Melayu modern, tidak sampai mengubah makna dan nilai simbolik yang terkandung dalam rumah Melayu tradisional. Dengan demikian, adat dan nilai tetap dijunjung, walau zaman telah berubah. Hal yang paling mendasar adalah tentang makna lambang-lambang yang terdapat dalam seni bangunan tradisional Melayu. Tentu masih banyak lagi lambang-lambang yang belum dapat di tafsirkan atau termakan oleh zaman. Keragaman warna budaya daerah Riau khususnya memungkinkan adanya perbedaan penafsiran atas lambang-lambang suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Hal ini memerlukan telaah yang lebih tajam dan mendalam lagi.

DAFTAR PUSTAKA Harun Mat Piah. 1993. Tamadun Melayu Sebagai Asas Kebudayaan Kebangsaan: Suatu Tinjauan dan Justifikasi, dalam Tamadun Melayu, Jilid II. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Nasution, farisal. 2007. Budaya Melayu. Medan. Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Sumatera Utara Suwandi, M.S. 2008. Dari Melayu ke Indonesia dalam Peranan Kebudayaan Melayu dan Memperkokoh Identitas dan Jati Diri Bangsa. Yogyakarta: Pustaka Blejar UU. Hamidy, Jagad Melayu dalam Lintas Budaya di Riau, Bilik Kreatif Press, Pekanbaru, 2005.
49

Yusuf, Yusmar. 2009. Studi Melayu. Pekanbaru: Wedatama Widya Sastra Media Cetak : Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI Jero Wacik, Sosialiasi Budaya Melayu Riau. Pontianak-Kompas.com. Toni Heriyanto, Sekretaris Kalimantan Barat. Internet : http://archive.kaskus.us/thread/1058183/0/asal-usul-melayu yang diakses pada tanggal 12 Juli 2010 http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/kebudayaan-melayu-sosiologi-politik/ yang diakses pada tanggal 12 Juli 2010 http://www.serambinews.com/news/view/28064/bangsa-melayu-diserukan-terusbersatu yang diakses pada tanggal 12 Juli 2010 http://www.MelayuOnline.com http://www.MajelisMelayu.com http:www.BalaiPustakaMelayu.com http ://www.melayuonline.com. Di akses pada 10 Oktober 2010 : - Bangunan Tradisional Melayu dan Nilai Budaya Melayu, oleh : Dr (HC). Tenas Effendy. - Bangunan Melayu Ensiklopedi Melayu. - Rumah Melayu: Memangku Adat, Menjemput Zaman oleh Mahyudin Al Mudra. Daerah Kota Pontianak

50

Anda mungkin juga menyukai