Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang penelitian yaitu kondisi perkopian Indonesia

hingga saat ini. Selain itu akan dibahas permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metode pendekatan yang digunakan dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa negara, salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa adalah komoditas kopi. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan nasional yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut dapat berupa pembukaan kesempatan kerja, serta sebagai sumber pendapatan petani. Menurut Ratnandari dan Tjokrowinoto (1991), pengelolaan komoditas kopi telah membuka peluang bagi lima juta petani. Disamping itu juga tercipta lapangan kerja bagi pedagang pengumpul hingga eksportir, buruh perkebunan besar dan buruh industri pengolahan kopi. Devisa dari kopi menunjukkan perkembangan yang cukup berarti bagi Indonesia. Tahun 1960-an pangsa devisa masih peringkat keenam. Pada tahun 1970 hingga 1990- an melonjak tajam dan menjadi peringkat kedua sebelum karet dalam sub sektor perkebunan. Pada tahun 1986, kopi menyumbang devisa lebih dari US $ 800 juta (46,7% dari ekspor komoditi pertanian). Sejak tahun 1999, Indonesia termasuk sebagai negara produsen dan pengekspor kopi dunia keempat setelah Brazil, Vietnam dan Columbia. Krisis kopi dunia yang terjadi pada tahun 2000 dikarenakan keberhasilan Vietnam meningkatkan produksi kopinya dan keberhasilan Brazil meminimumkan gangguan frost yang sering melanda negeri ini. Peranan komoditas kopi dalam perekonomian nasional memudar setelah harga kopi jatuh akibat membanjirnya produksi 1

2 kopi dunia. Harga kopi dunia terus merosot hingga mencapai titik terendah selama 37 tahun terakhir pada awal tahun 2002, seperti yang tersaji dalam tabel 1.1. Kondisi tersebut berdampak langsung pada harga kopi di tingkat petani karena biji kopi Indonesia sangat tergantung pada pasar internasional. Harga kopi di tingkat petani sangat rendah, sehingga berdampak negatif bagi perekonomian nasional terutama di sentra-sentra produksi kopi seperti Lampung dan Sumatera Selatan. Pada tahun 2004 perolehan devisa dari komoditas kopi menghasilkan nilai ekspor sebesar US$ 251 juta atau 10,1 % dari nilai ekspor seluruh komoditas pertanian, atau 0,5 % dari ekspor non-migas atau 0,4 % dari nilai total ekspor (AEKI, 2005). Volume ekspor kopi Indonesia berfluktuasi cukup tajam dengan kisaran 249 ribu ton sampai 355 ribu ton selama 10 tahun terakhir.
Tabel 1.1 Perkembangan Ekspor Kopi Tahun 1997-2006

Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Volume (ribu ton) Nilai (Juta US $) 307,8 503,5 355,6 578,9 350,4 458,3 337,3 311,8 248,9 182,6 322,5 218,8 320,8 250,9 338,6 281,6 442,7 497,7 411,5 583,2

Sumber: BPS, 2007

Merupakan suatu kenyataan bahwa sebagian besar produksi kopi Indonesia diusahakan oleh petani dengan luas garapan ratarata berkisar antara 0,5-1 ha yang berasal dari perkebunan kopi rakyat (95%), dan sisanya produksi kopi perkebunan besar milik negara (3%) dan swasta (2%). Apabila dilihat dari segi luas areal

3 dan produksi, perkebunan kopi terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1997 total areal perkebunan kopi masih 1.105,1 ribu ha, dan pada tahun 2007 sebesar 1.258,4 ribu ha. Sementara produksi total meningkat dari 426,8 ribu ton menjadi 686,8 ribu ton. Luas areal dan produksi kopi dapat dilihat pada tabel 1.2 dan grafik pada gambar 1.1. Produksi kopi Indonesia sebagian besar yaitu sebesar 61% diekspor dan sisanya dikonsumsi di dalam negeri dan disimpan sebagai carry over stocks oleh pedagang dan eksportir, sebagai cadangan bila terjadi gagal panen. Konsekuensi dari besarnya jumlah kopi yang diekspor adalah ketergantungan Indonesia pada situasi dan kondisi pasar kopi dunia. Sementara itu, konsumsi kopi dalam negeri masih tergolong rendah dengan konsumsi per kapita sekitar 0,5-0,6 kg per tahun (Yahmadi, 2005). Adapun perkembangan luas areal dan produksinya dapat dilihat pada tabel dan grafik sebagai berikut:
Tabel 1.2 Luas areal dan produksi kopi tahun1997-2007

Tahun/Year 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Luas Areal Ha 1.170.028 1.153.369 1.127.277 1.260.687 1.313.383 1.372.184 1.291.910 1.303.943 1.255.272 1.308.731 1.295.911

Produksi Ton 428.418 514.451 531.687 554.574 569.234 682.019 671.255 647.386 640.365 682.158 676.476

Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2007

Luas Areal dan Produksi Kopi


1500000 1000000 500000 0 Tahun/Year Luas Areal Ha Produksi Ton

Gambar 1.1 Grafik luas areal dan produksi kopi tahun 1997-2007, Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2007

Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor terbesar jenis kopi robusta di dunia. Ekspor kopi Indonesia hampir seluruhnya dalam bentuk biji kering dan hanya sebagian kecil (kurang dari 0,5%) dalam bentuk hasil olahan. Tujuan utama ekspor kopi Indonesia adalah Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Italia, Singapura, Algeria dan Inggris. Dalam pasar ekspor, masalah yang dihadapi Indonesia bukan hanya kebijakan perdagangan, tetapi juga mutu, khususnya kopi robusta yang sering dijustifikasi sebagai kopi bermutu rendah. Rendahnya mutu produksi kopi robusta terutama disebabkan oleh pengelolaan kebun, panen dan penanganan pasca panen yang kurang memadai karena hampir seluruhnya kopi robusta diproduksi oleh perkebunan rakyat. Disamping itu, pasar kopi masih menyerap seluruh produk kopi dan belum memberikan insentif harga yang memadai untuk kopi bermutu baik. Sejalan dengan perluasan areal yang ada, produksi kopi Indonesia juga meningkat dengan laju peningkatan yang lebih tajam dari perluasan areal. Produksi kopi Indonesia meningkat lebih dari 3 kali lipat selama 25 tahun terakhir yaitu dari 170 ribu ton tahun 1975 menjadi 516 ribu ton tahun 2000.Peningkatan produksi di perkebunan rakyat lebih pesat dibandingkan dengan peningkatan produksi perkebunan besar karena selain perluasan

5 areal yang lebih pesat juga karena terjadi peningkatan produktivitas yang cukup besar di perkebunan rakyat. Pada tahun 1999, produktivitas perkebunan rakyat rata-rata sebesar 626,7kg/ha, atau meningkat lebih dari 100 kg/ha dibanding produktivitas tahun 1984. Sementara produktivitas perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta relatif tetap (Direktorat Jenderal Perkebunan 1989 dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2001). Budidaya kopi ini sebenarnya sudah dilakukan oleh petani sejak jaman penjajahan, tetapi pengelolaannya masih tetap tradisional hingga saat ini. Kesalahan yang paling fatal dan umum dilakukan petani adalah pada fase pemetikan dan penanganan pasca panen, sehingga menghasilkan kopi mutu rendah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu biji kopi antara lain melalui kebijakan peningkatan mutu kopi. Namun kebijakan ini dirasakan masih belum efektif karena sebagian besar panen kopi adalah hasil dari perkebunan rakyat, sehingga perolehan petani pun masih rendah dengan adanya kualitas kopi yang masih rendah, yaitu diantara level 5 dan 4. Rendahnya kualitas tersebut juga menjadi pemicu rendahnya perolehan petani karena biji kopi yang berasal dari petani hanya mendapatkan setengah harga dari kopi yang berkualitas baik. Kualitas dari biji kopi petani yang tidak kunjung membaik disebabkan oleh kurangnya biaya untuk membeli alat yang digunakan untuk pengeringan biji kopi. Sehingga para petani melakukannya dengan cara manual, yaitu menjemur biji-biji kopi hasil panen mereka di depan pekarangan rumah, sehingga biji kopi tersebut terkena debu, ranting, pecah, dan kotor yang menyebabkan kualitas dari biji kopi dinilai masih rendah. Dengan adanya permasalahan mutu biji kopi, hendaknya pemerintah lebih memperhatikan kebutuhan petani yaitu dapat memberikan insentif kepada petani agar kualitas biji kopi tersebut lebih baik khusunya pada saat pengolahan pasca panen. Kondisi tersebut juga menjadikan peluang bagi pengembangan industri hilir kopi di Indonesia untuk mengantisipasi kejenuhan pasar biji kopi, meningkatkan nilai

6 tambah, mengurangi resiko fluktuasi harga biji kopi, memperkuat struktur ekspor dan meningkatkan peran Indonesia dalam perkopian dunia. Saat ini pasar ekspor kopi olahan makin terbuka, terutama ke negara-negara yang sedang berkembang seperti Malaysia, Jepang, Taiwan dan Saudi Arabia. Namun terdapat beberapa kendala yang dihadapi bidang pengolahan dan pemasaran produk kopi diantaranya adalah kebijakan pemerintah saat ini yang menetapkan bea ekspor untuk biji kopi sebesar 0% dan bea ekspor untuk kopi olahan adalah sebesar 10%. Dengan adanya bea ekspor kopi lebih tinggi maka pemerintah cenderung mengekspor kopi dalam bentuk biji kopi. Selain itu rendahnya daya saing produk kopi, baik kopi biji maupun kopi olahan yang disebabkan oleh rendahnya mutu dan tampilan produk juga menjadi penyebab masih minimnya ekspor yang dilakukan dalam bentuk kopi olahan. Dari pemaparan mengenai kondisi pangsa pasar di Indonesia, maka menjadi hal yang penting dan perlu untuk dikaji lebih lanjut mengenai kebijakan pemerintah dalam usaha meningkatkan perolehan bagi petani kopi serta menjamin keberlanjutan sektor perkopian nasional di pasar internasional dalam jangka panjang. Permasalahan ini menjadi masalah yang bersifat sistem dan menarik untuk diteliti lebih lanjut, maka metodologi pendekatan sistem dinamik dipilih sebagai alat bantu bagi pembuat kebijakan perkopian nasional. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, diindikasikan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai peningkatan kualitas kopi serta penetapan bea ekspor pada biji kopi dan kopi olahan selama ini belum begitu dirasakan manfaatnya oleh pelaku perkopian nasional terutama petani kopi. Perlu adanya suatu kajian yang menyangkut seberapa efektif kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah saat ini terkait dengan dinamika perkopian dunia dan kebijakan-kebijakan apa yang seharusnya dilakukan dalam usaha meningkatkan perolehan petani kopi.

7 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Melakukan evaluasi terhadap kebijakan pemerintah mengenai peningkatan mutu kopi serta penetapan bea ekspor pada biji kopi dan kopi olahan selama ini atas perkopian nasional. 2. Membuat skenario kedepan perihal kebijakan perkopian nasional yang bertujuan untuk meningkatkan perolehan devisa melalui peningkatan nilai tambah dari biji kopi menjadi kopi olahan. 3. Mencari skenario yang efektif dalam usaha meningkatkan perolehan petani kopi. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan pemahaman mendalam mengenai kebijakan perkopian nasional dan kaitannya dengan tingkat pendapatan petani kopi Indonesia. 2. Dapat menyajikan alternatif skenario kebijakan perkopian nasional dalam upaya meningkatkan pendapatan petani kopi Indonesia. 3. Memberikan alat bantu bagi pembuat kebijakan dalam usaha meningkatkan perolehan petani kopi jenis robusta dan arabica. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Sesuai dengan permasalahan dan tujuan kajian-kajian yang hendak dilakukan maka lingkup penelitian ini meliputi batasan dan asumsi. Batasan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Penelitian ini dibatasi pada kajian mengenai analisis kebijakan pemerintah terhadap perkopian nasional, sehingga yang akan dikaji adalah kebijakan perkopian nasional yang telah ada hingga saat ini dan diukur tingkat

8 efektifitas yang telah tercapai dalam perwujudan kesejahteraan petani kopi. 2. Penelitian difokuskan pada perolehan pendapatan petani kopi robusta dan arabica. 3. Penelitian hanya sampai menampilkan skenario kebijakan, tidak sampai memilih satu diantara skenario hingga penerapannya. Sedangkan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Pembiayaan untuk penanganan pasca panen lebih diutamakan karena lebih dibutuhkan oleh para petani dan memberikan dampak yang signifikan bagi kualitas biji kopi petani. 2. Perubahan kondisi perekonomian global yang mempengaruhi sistem perkopian nasional digunakan sebagai variabel yang berada diluar jangkauan pemerintah. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan berisi rincian laporan tugas akhir, secara ringkas menjelaskan bagian - bagian pada penelitian yang dilakukan, berikut penjelasannya : BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi mengenai latar belakang diadakannya penelitian, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan laporan tugas akhir. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi landasan awal dari penelitian ini menggunakan berbagai studi literatur yang mana membantu peneliti untuk menentukan metode yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.

9 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi metodologi penelitian yang terdiri dari tahapan-tahapan proses penelitian atau urutan-langkah yang harus dilakukan oleh peneliti dalam menjalankan penelitian agar dapat berjalan sistematis, terstruktur dan terarah. BAB 4 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisi pengumpulan dan pengolahan data yang digunakan untuk bahan analisa dan intepretasi data. Dari pengumpulan dan pengolahan data dapat mengetahui hasil yang diinginkan dari penelitian ini. BAB 5 ANALISA EVALUASI DAN PERBAIKAN Bab ini membahas hasil pengolahan data yang dilakukan untuk dianalisa dan menguraikan secara detail dan sistematis dari hasil pencapaian pengolahan data yang dilakukan. BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran yang diberikan untuk perusahaan maupun penelitian selanjutnya.

10 (halaman ini sengaja dikosongkan)

Anda mungkin juga menyukai