Anda di halaman 1dari 8

1.

PANDANGAN KOGNITIF

VYGOTSKY

TENTANG

PERKEMBANGAN

A.

PENGANTAR DAN PROFIL SINGKAT

Vygotsky bernama lengkap adalah Lev Semyonovich Vygotsky. Ia dilahirkan di kota Tsarist Russia, tepatnya pada pada 17 November 1896. Ia tumbuh besar di Gomel1 dan merupakan kuturunan Yahudi. Ia tertarik pada psikologi saat berusia 28 tahun. Sebelumnya, ia lebih menyukai dunia sastra. Pada mulanya, ia menjadi guru sastra di sebuah sekolah, namun pihak sekolah juga memintanya untuk mengajarkan psikolog. Padahal, ia sama sekali tidak pernah mendapat pendidikan formal di fakultas psikologi sebelumnya. Namun, inilah yang membuatnya menjadi tertarik untuk mendalami psikologi, hingga akhirnya ia melanjutkan kuliah di program studi psikologi Moscow Institute of Psychology pada tahun 1925. Judul disertasinya mengenai Psychology of Art. Vygotsky dalam menghasilkan pemikiran-pemikirannya di dunia psikologi sering mendapatkan rintangan oleh pemerintah Rusia saat itu. Perkembangan pemikirannya baru meluas setelah ia wafat pada tahun 1934. Ia wafat pada usia 38 tahun2, disebabkan menderita penyakit TBC. Iaadalah pengagum Piaget. Meskipun sependapat dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, namun Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran realitas batinnya sendiri. B. KONSEP SOSIOKULTURAL

Teori Vygotsky menggambarkan suatu gambaran perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya.Ia memfokuskan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuantemuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga memfokuskan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Penekanan
1

Crain William, Teori perkembangan Konsep Dan Aplikasi Edisi Ke 3 (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), Hal 334. 2 Ibid

Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang kesepian. Menurut Piaget anak-anak dipandang sebagai pembelajaran lewat penemuan individual, sedangkan Vygotsky lebih memfokuskan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai alat kebudayaan tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua kepada anak-anak selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Oleh karena itu, setiap anak berpikir dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam kebudayaannya. Level konteks sosial yang bersifat institusional maupun level konteks sosial yang bersifat interpersonal keduanya ditekankan oleh Vygotsky. Pada level institusional, sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan alat-alat yang berguna bagi aktivitas kognitif melalui institusi seperti sekolah, penemuan seperti komputer, dan melek huruf.Interaksi institusional memberi kepada anak suatu norma-norma perilaku dan sosial yang luas untuk membimbing hidupnya.Level interpersonal memiliki suatu pengaruh yang lebih langsung pada keberfungsian mental anak. Menurut Vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia.Melalui pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anakanak menjadi matang.

C.

PERKEMBANGAN BAHASA

Para pakar perilaku memandang bahasa sama seperti perilaku lainnya, misalnya duduk, berjalan, atau berlari. Menurut mereka bahasa hanya merupakan urutan respons (Skinner,1957) atau sebuah imitasi (Bandura, 1977).

Kita tidak mempelajari bahasa di dalam suatu ruang hampa sosial (social vacuum). Pada umumnya anak-anak diajari bahasa sejak usia yang sangat muda. Kita memerlukan pengenalan kepada bahasa yang lebih dini untuk memperoleh keterampilan bahasa yang baik (Adamson,1992; Schegloff,1989). Dewasa ini, kebanyakan peneliti penguasaan bahasa yakin bahwa anak-anak dari berbagai konteks sosial yang luas menguasai bahasa ibu mereka tanpa diajarkan secara khusus dan dalam beberapa kasus tanpa penguatan yang jelas (Rice,1993). Oleh karena itu, aspek yang penting dalam mempelajari suatu bahasa tampaknya tidaklah banyak. Meskipun begitu, proses pembelajaran bahasa biasanya memerlukan lebih banyak dukungan dan keterlibatan dari pengasuh dan guru. Suatu peran lingkungan yang membangkitkan rasa ingin tahu dalam penguasaan bahasa pada anak kecil disebut motherese, yakni cara ibu dan orang dewasa sering berbicara pada bayi dengan frekuensi dan hubungan yang lebih luas dari pada normal, dan dengan kalimat-kalimat yang sederhana. Bahasa dipahami dalam suatu urutan tertentu. Pada setiap tahap di dalam tahap perkembangan, interaksi linguistik anak dengan orang tua dan orang lain pada dasarnya mengikuti suatu prinsip tertentu (Conti-Ramsden & Snow, 1991; Maratsos, 1991). Perkembangan pemahaman bahasa pada anak bukan saja sangat dipengaruhi oleh kondisi biologis anak, tetapi lingkungan bahasa di sekitar anak sejak usia dini jauh lebih penting dibandingkan dengan apa yang diperkirakan di masa lalu (Von Tetzchner & Siegel, 1989). Vygotsky lebih banyak menekankan bahasa dalam perkembangan kognitif daripada Piaget.Menurut Piaget, bahasa baru tampil ketika anak sudah mencapai tahap perkembangan yang cukup maju. Pengalaman berbahasa anak tergantung pada tahap perkembangan kognitif saat itu. Namun, menurut Vygotsky bahasa berkembang dari interaksi sosial dengan orang lain. Pada mulanya, satusatunya fungsi bahasa adalah komunikasi. Bahasa dan pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak mendalami bahasa dan belajar menggunakannya sebagai alat untuk membantu memecahkan masalah.Dalam tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan bahasa untuk menyelesaikan masalah, mereka berbicara lantang sambil menyelesaikan masalah.Sebaliknya, begitu menginjak tahap operasional konkret, percakapan batiniah tidak terdengar lagi.

D.

ZONE PERKEMBANGAN PROKSIMAL

Vygotsky yakin bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain, meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari.Tanpa

bantuan orang lain, anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal. Pada satu sisi, Piaget menjelaskan proses perkembangan kognitif sejalan dengan kemajuan anak-anak, dan dia menggambarkan bahwa anak-anak mampu melakukan sesuatu sendiri. Pada sisi lain, Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsifungsi kognitif belum matang, namun masih dalam proses pematangan. Vygotsky membedakan antara Aktual Development danPotensial Development pada anak.Aktual Development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru.Sedangkan Potensial Development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Menurut Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara Actual Development dan Potensial Development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Inti dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial yang akan dapat memudahkan perkembangan anak. Di saat siswa mengerjakan pekerjaanya di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Agar dapat memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. Melalui perubahan yang berturutturut dalam berbicara dan bersikap, siswa mendiskusikan pengertian barunya dengan temannya kemudian mencocokkan dan mendalami kemudian menggunakannya. Sebuah konsekuensi pada proses ini adalah bahwa siswa belajar untuk pengaturan sendiri (self-regulasi). E. KONSEP SCAFFOLDING

Scaffolding adalah suatu istilah yang ditemukan oleh seorang ahli psikologi perkembangan-kognitif masa kini, Jerome Bruner, yaitu suatu cara yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui zona perkembangan proksimalnya. Pengaruh karya Vygotsky dan Bruner terhadap dunia pengajaran dijabarkan oleh Smith et al. (1998). 1. Walaupun Vygotsky dan Bruner telah mengusulkan peranan yang lebih penting bagi orang dewasa dalam pembelajaran anak-anak daripada peran
6

yang diusulkan Piaget, keduanya tidak mendukung pengajaran didaktis diganti sepenuhnya.Sebaliknya mereka malah menyatakan, walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama melalui ZPD. 2. Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak. Berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan individu (individual discovery learning), kerja kelompok secara kooperatif (cooperative groupwork) tampaknya mempercepat perkembangan anak. 3. Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya ( peer tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran. Foot et al. (1990) menjelaskan keberhasilan pengajaran oleh teman sebaya ini dengan menggunakan teori Vygotsky. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bisadengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai. Komputer juga bisa digunakan untuk meningkatkan pembelajaran dalam berbagai cara. Dari perspektif pengikut Vygotsky-Bruner, perintah-perintah di layar komputer merupakan scaffolding (Crook, 1994). Di saat anak menggunakan perangkat lunak (software) pendidikan, komputer memberikan bantuan atau petunjuk secara detail seperti yang diisyaratkan sesuai dengan kedudukan anak yang sedang dalam ZPD. Beberapa anak di kelas yang lebih terampil dalam menggunakan komputer bisa berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya. Dengan murid-murid yang bekerja dengan komputer, guru bisa dengan bebas mencurahkan perhatiannya kepada individu-individu yang memerlukan bantuan dan menyiapkan scaffolding yang sesuai bagi masing-masing anak.

F.

KONSTRUKTIVISME

Pendekatan konstruktivisme pada pendidikan berusaha merubah pendidikan dari dominasi guru menjadi pemusatan pada siswa.Fungsi guru adalah membantu siswa mengembangkan pengertian baru. Siswa diajarkan bagaimana mengasimilasi pengalaman, pengetahuan, dan pengertiannya dan apakah mereka siap untuk tahu dari pembentukan pengertian baru ini. Dalam hal ini, kita melihat

permulaan aliran konstruktivisme , peranan pengalaman siswa dalam belajar dan bagaiman dapat mengasimilasi pengertiannya. Konstruktivisme merupakan suatu teori belajar yang memiliki suatu pedoman dalam filosofi dan antropologi sebaik psikologi.Pedoman filosofi pada teori ini ditemukan pada abad ke-5 sebelum masehi.Pada saat Socrates memajukan pemikiran dari level sophist oleh metode perkembangan sistematis yang ditemukan melalui gabungan antara pertanyaan dan alasan logika. Metode baru ini yang mengkontribusi secara besar-besaran untuk memajukan aspek pemecahan masalah aliran konstruktivisme. Penyelidikan atau pengalaman fisik, pengalaman pendidikan adalah kunci metode konstruktivisme. Selama abad ke-18 dan ke-17, filosof Inggris Frances Bacon memberikan ilmu metode untuk menyelidiki lingkungan. Pendukung konstruktivisme yakin bahwa pengalaman melalui lingkunganakan mengikat informasi yang kita peroleh dari pengalaman ini ke dalam pengertian sebelumnya, membentuk pengertian baru. Dengan kata lain, pada proses belajar masing-masing pelajar harus mengkreasikan pengetahuannya. Pada konstruktivis, kegiatan mengajar adalah proses membantu pelajar-pelajar mengkreasikan pengetahuannya. Konstruktivisme yakin bahwa pengetahuan tidak hanya kegiatan penemuan yang memungkinkan untuk dimengerti, tetapi pengetahuan adalahcara suatu informasi baru berinteraksi dengan pengertian sebelumnya dari pelajar. Para konstruktivisme memfokuskan peranan motivasi guru untuk membantu siswa belajar mencintai pelajaran.Tidak seperti kebiasaan, yang menggunakan sangsi berupa reward, sedangkan konstruktivisme percaya bahwa motivasi internal, seperti kesenangan pada pelajaran lebih kuat daripada reward eksternal. Konstruktivisme yang memiliki pengaruh besar pada tahun 1930 yang bekerja sebagai ahli Psikologi Rusia adalah L.S. Vygotsky, yang sangat tertarik pada efek interaksi siswa dengan teman sekelas pada pelajaran. Jaramillo (1996) menjelaskan, Vygotsky mencatat bahwa interaksi individu dengan orang lain berlangsung pada situasi sosial. Vygotsky yakin bahwa subyek yang dipelajari berpengaruh pada proses belajar, dan mengakui bahwa tiap-tiap disiplin ilmu mempunyai metode pembelajaran tersendiri. Vygotsky adalah seorang guru yang tertarik untuk mendesign kurikulum sebagai fasilitas dalam interaksi siswa.

2. PERBANDINGAN PANDANGAN VYGOTSKY PANDANGAN PIAGET DALAM KONTEKS PEMBELAJARAN

DENGAN

MenurutPiaget perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan anak. seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap dengan cara belajar secara aktif dilingkungan sekolah. Anak mengalami 4 tahap, pertama, tahap sensorimotori, dimana anak masih bersifat egosentrisme, lalu cara berpikir anak tidak ada bahasa, anak bersifat egosentris, pada akhir tahap ini anak mengembangkan objek permanen, anak tahu benda itu ada meskipun tidak tampak. Kedua, tahap preoperational, dalam berpikir anak pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak masih mengembangkan bahasanya, dan juga mengklasifikasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar.Tahap ketiga yaitu tahap operasional kongkrit, anak memiliki kemampuan konservasi, kemampuan mengelompokkan secara memadai, mampu melakukan pengurutan (dari yang besar ke yang kecil dan sebaliknya), dan mampu menangani konsep angka. Akan tetapi, proses pemikiran masih didasarkan hal-hal yang konkret. Lalu tahap yang terakhir yaitu tahap operasional formal, dimana anak sudah memiliki pemikiran yang abstrak pada bentuk-bentuk lebih kompleks dan jugamenalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky berbeda dengan Piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak. Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya terjadi saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari disekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di masyarakat. Dari Vygotsky, ada dua teori belajar yaitu tentang Zone of Proximal Development (ZPD) dan peranan konteks sosial dan kebudayaan dalam belajar. Teori ZPD berhubungan dengan potensi anak untuk memahami sesuatu. Vygotsky dalam memahami sesuatu konsep atau pemecahan masalah, anak mempunya kondisi pemahaman awal yang disebut dengan Actual Developmental Of TheChild. Untuk mencapai pemahaman, anak dapat belajar sendiri atau melalui bantuan dari lingkungan social atau orang lain. Tapi anak akan memperoleh tingkat pemahaman yang potensial jika diberikan bimbingan atau bantuan yang tepat dan bermakna dari orang lain, dibandingkan belajar sendiri. Bantuanbantuan itu berfungsi untuk menopang dan memperluas pemahaman anak dalam

area ZPD. Dengan demikian dalam proses, untuk mencapai pemahaman pada mulanya anak diberikan bimbingan untuk mencapai perkembangan yang optimal, setelah itu secara bertahap bantuan itu dikurangi hingga akhirnyatidak diberikan sama sekali, sehingga anak secara mandiri dapat memahami apa yang mereka pelajari. Lalu teori kedua Vygotsky berkenaan dengan peranan konteks sosial dan kebudayaan dan pengaruhnya terhadap pemahaman anak.Pengaruh itu terjadi secara informal mulai dari kelahiran, kemudian pada masa bayi dan kanak-kanak, anak berinteraksi dengan orang tua dan keluarganya melalui pengalaman berbahasa dan tingkah laku-tingkah laku dari lingkungan budayanya, serta asimilasi perkembangan keterampilan kognitif, strategi-strategi, pengetahuan dan pengalaman. Dari dua teori mengenai perkembangan kognitif tersebut, dapat disimpulkan bahwa menurut Piaget proses perkembangan kognitif sejalan dengan kemajuan anak-anak dan dia menggambarkan bahwa anak mampu melakukan sendiri atau memandang anak-anak sebagai pembelajaran lewat penemuan sendiri. Sedangkan teori Vygotsky lebih meneknkan peranan orang dewasa atau anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak.

10

Anda mungkin juga menyukai