Anda di halaman 1dari 16

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki sumber daya manusia yang cukup besar. Potensi tersebut diharapkan mampu menyukseskan pembangunan Indonesia di masa mendatang. Dibutuhkan manusia yang berkualitas dan kompeten di bidangnya. Dalam era global seperti sekarang ini kita di tuntut untuk mampu bersaing dalam menghadapi kompetensi akan dunia yang semakin maju. Sehubungan dengan hal tersebut praktikum dapat membantu kami selaku mahasiswa dalam meningkatkan ketrampilan dalam hal teknis di lapangan untuk menambah pengetahuan kami dalam mencapai lulusan yang mempunyai daya saing tinggi. Bila kita cermati prinsip atau konsep tentang keseimbangan gaya sangat penting dalam banyak ilmu pengetahuan dan teknik. Sebagai contoh: menara pada jembatan gantung cukup kuat untuk mengimbangi berat jembatan maupun beban lalulintasnya, sehingga gaya totalnya sama dengan nol dan jembatan tetap berada dalam keadaan seimbang. Tiap sebab yang mengakibatkan suatu benda dari keadaan diam menjadi bergerak atau sesuatu yang menyebabkan suatu benda yang sedang bergerak mengalami perubahan gerak menjadi diam disebut gaya. Oleh karena itu tinjauan tentang gaya sangatlah penting dalam menganalisa masalh tentang keseimbangan benda. Salah satu upaya untuk lebih memahami penerapan tentang gaya-gaya yang dialami oleh suatu benda dan prinsip-prinsip lendutan yaitu melalui praktikum phenomena dasar masin praktikum ini.Lab Desain dan Uji Coba.

1.2 Tujuan Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa mampu: 1. Menghitung tegangan di sembarang titik dalam penampang beam 2. Menghitung regangan sebuah titik pada beam

3. Menghitung tegangan-tegangan utama sebuah titik pada beam dengan metode Mohr 4. Mengukur lendutan penampang beam menggunakan dial indicator 5. Menghitung lendutan penampang beam menggunakan metode castiqiano 6. Menghitung regangan penampang beam secara teoritis 7. Menghitung tegangan penampang beam secara teoritis

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengukuran Tegangan - Tegangan Utama Menggunakan Metode Analitis Sebuah cantilever beam diikat tetap dan menerima beban diujung yang bebas sebagaimana gambar dibawah ini

Tegangan aksil disembarang titk pada penampang beam dirumuskan sebagai = dengan M adalah Momen lentur, y adalah jarak dari sumbu netral, I adalah momen inersia terhadap sumbu netral yang besarnya adalah I = b.h3/12 Besar renggangan teoritis dirumuskan oleh Hooke: =E. Dengan E adalah modulus elastisitas, dan 3 adalah renggangan Tegangan geser . dalam arah transversal dititik B dirumuskan dengan = Dengan b adalah lebar beam, dA= b.dy Elemen tegangan untuk titik P, B dan O dalam beam digambarkan sebagai berikut

2.2.1 Al t 1. Twi t 2. St i 3. Volt . B t i l i t ti

. Di l i i tor 6. B 7. Penggari

2.2.2 Pelaksanaan Pratikum Modul 1 a. Specimen batang ( beam ) telah terpasang di twist dan bend test batang merupakan sebuah cantilever beam

Dial Indikator A 186 mm NO 1 F (gaya) 3N B 63 mm

F C

H (Lendutan Terukur) 3.73 mm

b. Ukur jarak dari ujung bebas ke lokasi strain gage c. Ukur jarak dari sumbu netral titik O ke titik B dan P d. Ukur lebar batang dan e. Pasang beban di ujung beam sebesar 3 N

2.2.3 Pertanyaan Modul 1 1. Nyatakan kondisi tegangan bidang (2D) dari titik O, B dan P yang diperoleh dengan lingkaran Mohr 2. Hitung tegangan utama minimum 1,
1 1

dan

1,

tegangan geser maksimum dan

dititik yang diperoleh dalam lingkaran Mohr

3. Buat orientasi elemen bidang principal dan elemen geser maksimum (2D) 4. Nyatakan kondisi tegangan 3D dari titik yang diperoeh dengan lingkaran Mohr 5. Hitung tegangan utama
1, 2, 3 1, 2, 3

tegangan geser maksimum dan minimum

di titik yang diperoleh dalam ingkarang Mohr

6. Buat orientasi elemen bidang principal dan elemen geser maksimum (3D) 7. Hitung regangan aksial dan regangan geser di titik B 8. Bandingkan besar tegangan geser berdasarkan perhitungan teoritis dan lingkaran Mohr 2.2.4 Jawaban Modul 1 1. Nyatakan kondisi tegangan bidang (2D) dari titik O, B dan P yang diperoleh dengan lingkaran Mohr Elemen tegangan untuk titik P, B dan O dalam beam digambarkan sebagai berikut

2. Hitung tegangan utama minimum


max, min

dan

1,

tegangan geser maksimum dan

dititik yang diperoleh dalam lingkaran Mohr

2.2 Pengukuran Lendutan Beam Dengan Metode Castigliano 2 Teorema castigliano kedua meyatakan bahwa turunan parsial energy dalam total di dalam sebuah beam terhadap beban di sembarang titik sama dengan lendutan yang bekerja di titik yang bersangkutan, yang dirumuskan sebagai i = , i = 1, 2, ..

Energy dalam merupakan fungsi dari gaya yang bekerja pada titk yang bersangkutan, dan U dinyatakan sebagai U= dx

Dengan M adalah momen lentur, E adalah modulus elastisitas, dan I adalah momen inersi inersia penampang 2.2.1 Alat

1. Twist and bend testing 2. Strain gage 3. Voltmeter 4. Beam dari bahan almunium 5. Dial indicator 6. Beban 7. Penggaris 2.2.2 Pelaksanaan pratikum Modul 2 a. Buat mode struktur beam, seperti gambar dibawah ini

F A 186 mm B 80 mm

Dial Indikator C

Titik C adalah lokasi dari indicator, titik B adalah okasi diterapkannya beban F dan titik A adalah okasi tumpuan jepit NO 1 2 3 4 5 6 F (gaya) 0.5 N 1N 1.5 N 2N 2.5 N 3N H (Lendutan Terukur) 0.1 mm 0.33 mm 0.84 mm 1.58 mm 2.71 mm 2.9 mm

b. Ukur panjang beam c. Ukur panjang AB dan BC d. Terapkan beban asing masing 0,5 N, 1 N, 1,5 N, 2 N, 2,5 N, 3 N e. Catat lendutan yang terbaca pada dial indicator untuk masing masing

f. Bandingkan hasi pengukuran dan perhitungan menggunakan metode castigliano dengan memasukkan hasilnya dalam table ( table praktikum 2 ) 2.2.3 Pert y M

1. Uraikan cara mendapatkan lendutan titik C sesuai hasil dalam table pratikum 2 dengan menggunakan titik pangkal A dan B 2. Jika letak beban digeser ke AB, menurut anda energy dalam beam akan berubah tidak? Lakukan analisis melalui perhitungan 3. Dari hasil pengukuran dan perhitungan adakah perbedawan besar lendutan? Jika ada, menurut anda mengapa ini biasa terjadi?

1. Uraikan cara mendapatkan lendutan titik C sesuai hasil dalam tabel pratikum 2 dengan menggunakan titik pangkal A dan B Diketahui : E = 7 x 104 N/mm2 M =F.s b = 30 mm h = 2,2 mm L = 186 mm s = ( BC + x ) = (80 + x ) mm


y =h I = = = = = = = Perhitungan lendutan pada gaya 0,5 N = = + + + + = 26,62 mm4 dx dx dx dx

Uraian Lendutan dititik C

2.2.4 Jawaban M


l2

l2

= =( +

+ )(

))

+

= ( 0,7528 + 1,1668) (0,0002) = 1,9196 mm Perhitungan lendutan pada gaya 1,5 N = = = =( + + + + )( ))


+

= ( 1,1292 + 1,7502) (0,0003) = 2,8794 mm Perhitungan lendutan pada gaya 2 N = = = =( + + + + )( ))


+

= ( 1,5056 + 2,3336) (0,0004) = 3,8392 mm Perhitungan lendutan pada gaya 2,5 N = = = =( + + + + )( ))


+

= ( 1,882 + 2,917) (0,0005) = 4,799 mm

Perhitungan lendutan pada gaya 3 N = = = =( + + + + )( ))


+

= ( 2,2584 + 3,5004) (0,0006) = 5,7588 mm Perhitungan lendutan pada gaya 3,5 N = = = =( + + + + )( ))


+

= ( 2,6348 + 4,0838) (0,0007) = 6,7186 mm 2. Jika letak beban digeser ke AB, menurut anda energy dalam beam akan berubah tidak? Lakukan analisis melalui perhitungan U= dx

Pada saat F di L U= dx = = = Pada saat F di L U= dx = = =


    

dx
  

dx

= Perbandingan energy dalam pada saat beban di L dan L adalah = 8=1 Jadi energy dalam pada saat beban (F) diujung B adalah 8x lebih besar dari pada beban berada di AB 3. Dari hasil pengukuran dan perhitungan adakah perbedaan besar lendutan? Jika ada, menurut anda mengapa ini biasa terjadi? NO 1 2 3 4 5 6 Gaya (F) Lendutan pengukuran Lendutan Perhitungan (analitis) 1N 0.28 mm 1,9196 mm 1,5 N 0.83 mm 2,8794 mm 2N 1.44 mm 3,8392 mm 2,5 N 1.8 mm 4,799 mm 3N 2.25 mm 5,7588 mm 3,5 N 2.75 mm 6,7186 mm Terjadi perbedaan yang sangat signifikan, hal ini terjadi karena kondisi

bahan pada analisis (perhitungan) sangat ideal dan sangat memungkinkan saat pengukuran manual terjadi kurang kepresisian ukuran baik dari alat ukur maupun pengetahuan dari praktikan.

2.3 Pehitungan Strees Dan Strain Beam Secara Teoritis Salah satu respon akibat beban yang bekerja, maka beam akan mengalami deformasi, yaitu terjadinya strain dan strees. Untuk menghitung besar tegangan pada cantilever beam untuk kasus lenturan murni digunakan rumus = Dengan M adalah Momen lentur, y adalah jarak dari sumbu netral, I adalah momen inersia terhadap sumbu netral. Sedangkan besar regangan teoritis digunakan rumus =E. Dengan E adalah modulus elastisitas, dan adalah regangan 2.3.1 Alat

1. Twist and bend testing

2. Strain gage 3. Voltmeter 4. Beam dari bahan almunium 5. Dial indicator 6. Beban 7. Penggaris 2.3.2 Pelaksanaan Pratikum

a. Buat model struktur beam, seperti gambar dibawah ini

Dial Indikator A 186 mm B 85 mm

F C

Titik B adalah lokasi dari strain gage, titik B adalah lokasi diterapkannya beban F dan titik A adalah okasi tumpuan jepit NO F (gaya) H (Lendutan Terukur) 1 1N 0.9 mm 2 1.5 N 1.34 mm 3 2N 1.75 mm 4 2.5 N 2.23 mm 5 3N 2.71 mm 6 3.5 N 3.16 mm b. Ukur panjang beam c. Ukur panjang AB dan BC d. Terapkan beban masing masing 0,5 N, 1N, 1,5N, 2N, 2,5N, 3N e. Hitung tegangan tiap tiap pembebanan f. Hitung regangan tiap tiap pembebanan g. Tulisw hasil perhitungan dalam table (table pratikum 3) 2.3.3 Pern ataan Modul 3 1. Buat grafik hubungan antara gaya dan tegangan, gaya dan momen

2. Gambarkan distribusi gaya dan tegangan yang terjadi pada lokasi yang diamati 3. Gambarkan distribusi regangan pada penampang beam

1. Buat grafik hubungan antara gaya dan tegangan, gaya dan momen Diketahui : M =F.s E = 7 x 104 N/mm2 b = 30 mm h = 2,2 mm L = 186 mm s = ( 186 - 85 ) = 101 mm
  

y =h I = = = = = 26,62 mm4

Perhitungan tegangan pada gaya 1 N

Perhitungan tegangan pada gaya 1,5 N

Perhitungan tegangan pada gaya 2 N

Perhitungan tegangan pada gaya 2,5 N

Perhitungan tegangan pada gaya 3 N



2.3.4 Jawaban M

l3

= = = = = = = = =

=


= 4,2307 N/mm2


=


= 6,346 N/mm2


=


= 8,4614 N/mm2


=


= 10,5767 N/mm2


= Perhitungan tegangan pada gaya 3,5 N = = perhitungan Momen pada gaya 1 N M =F.s =

= 12,6921 N/mm2


= 14,8074 N/mm2

= 1 . 101 = 101 Nmm perhitungan Momen pada gaya 1,5 N M =F.s = 1,5 . 101 = 151,5 Nmm perhitungan Momen pada gaya 2 N M =F.s = 2 . 101 = 202 Nmm perhitungan Momen pada gaya 2,5 N M =F.s = 2,5 . 101 = 252,5 Nmm perhitungan Momen pada gaya 3 N M =F.s = 3 . 101 = 303 Nmm perhitungan Momen pada gaya 3,5 N M =F.s = 3,5 . 101 = 353,5 Nmm NO 1 2 3 4 5 6 Gaya (F) 1 N Tegangan ( ) 4,2307 N/mm2 6,346 N/mm2 8,4614 N/mm2 10,5767 N/mm2 12,6921 N/mm2 14,8074 N/mm2 Momen (M) 101 Nmm 151,5 Nmm 202 Nmm 252,5 Nmm 303 Nmm 353,5 Nmm

1,5 N 2 N

2,5 N 3 N

3,5 N

2. Gambarkan distribusi gaya dan tegangan yang terjadi pada lokasi yang diamati

3. Gambarkan distribusi regangan pada penampang beam

BAB 3. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Lendutan dan kemiringan atau dikenal dengan istilah defleksi merupakan salah satu respon deformasi akibat diterapkannya beban pada suatu struktur (bar, coloum, beam, trus atu frame). Deleksi dapat dipandang timbul dari dua efek yang berbeda yaitu momen lengkung dan gaya geser. Jika balok itu relatif panjang jika dibandingkan dengan lebarnya, gaya deser hanya memberi kontribusi yang kecil pada defleksi itu dan bisa diabaikan. Apabila beban ditambah maka besar lendutan juga bertambah. Besar lendutan dan beban adalah berbanding lurus. Penyebab perbedaan hasil lendutan antara perhitungan dan percobaan disebabkan antara lain : 1. Pesalahan pada pelaksanaan praktikum karena sipengamat kurang cermat 2. adanya proses pembulatan bilangan yang berdampak pada hasil perhitungan 3. Kurang cermatnya dalam pembacaan dial indicator 4. Adanya factor keelastisitasan pegas Salah satu respon akibat beban yang bekerja, maka beam akan mengalami deformasi, yaitu terjadinya strain dan stress. Dari teori pada bahasan mekanika bahan, kita mengetahui bahwa regangan terkait dengan tegangan Hubungan tegangan-regangan adalah sepesifik untuk setiap jenis bahan, serta mencerminkan sifat-sifat bahan dari mana system struktur terbuat. Karena regangan merupakan besaran turunan perpindahan dan tegangan merupakan besaran turunan gaya, maka kita dapat menggunakan hubungan tegangan-regangan untuk mengembalikan bentuk hubungan antara gaya dan perpindahan.

5.2. Saran Untuk kedepannya dalam melakukan praktikum fenomena dasar mesin terutama dalam pengujian lendutan pada suatu beam lebih diperhatikan dalam proses perhitungan dan pengambilan data, agar didapat data yang lebih valid. Selain itu juga dituntut lebih memahami tentang lingkaran mohr.

DAFTAR PUSTAKA Buck, Beckwith.1983. Pengukuran Mekanis. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Popov, E.P. 1983. Mekanika Teknik (Mechanics of Materials). Edisi Kedua (Versi SI). Jakarta: Erlangga. Singer, Ferdinand L. 1995. Ilmu Kekuatan Bahan (Teori Kokoh-Strength of Material). Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. Timoshenko, Gere.1984. Mekanika Bahan. Edisi Kedua Versi SI. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Urry, SA. 1986. Penyelesaian Soal-soal Mekanika Teknik. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai