Anda di halaman 1dari 5

Aplikasi Bioteknologi Pada Pembuatan Roti

Aplikasi Bioteknologi Konvensional

Bioteknologi merupakan bidang terapan biosains dan teknologi dimana organisme hidup atau komponen selnya diterapkan pada industri jasa, manufaktur, serta pengelolaan lingkungan. Meskipun kepopuleran bioteknologi baru saja terlihat beberapa tahun terakhir (khususnya di Indonesia), kenyataannya bioteknologi bukanlah hal yang baru. Salah satunya adalah teknik fermentasi yang sudah dilakukan oleh orang-orang Babilonia kuno sejak tahun 6000 SM untuk menghasilkan bahan makanan dan minuman. Salah satu produk pangan yang dihasilkan adalah roti. Mereka memanfaatkan proses fermentasi glukosa oleh ragi . Secara sederhana adonan roti terdiri dari tepung (gandum), air, garam, dan ragi di mana ragi yang paling umum digunakan berasal dari Saccharomyces cerevisiae. Proses fermentasi yang terjadi adalah diubahnya monosakarida dan disakarida menjadi Alkohol dan CO2 serta sedikit suasana asam. Gas CO2 lah yang dapat mengembangkan adonan roti, sedangkan alkohol berfungsi sebagai pemberi aroma roti. Sementara itu, asam hasil fermentasi berfungsi untuk memberikan rasa pada roti serta melunakkan gluten yang terkandung pada biji gandum atau tepung roti.

Teknik fermentasi yang dilakukan tersebut adalah teknik fermentasi yang paling sederhana dimana mikroorganisme (ragi) dicampurkan dengan bahan-bahan yang telah disiapkan dan

dibiarkan bereaksi dengan sendirinya. Karena tidak memerlukan alat-alat super canggih maka proses pemanfaatan ragi pada pembuatan roti di zaman Babilonia kuno tersebut merupakan aplikasi bioteknologi konvensional. Menurut Smith (1990), tidak dapat dipastikan apakah proses microbial tersebut diketahui secara kebetulan atau berdasarkan suatu percobaan intuitif. Akan tetapi, perkembangan lebih lanjut dari proses tersebut merupakan salah satu contoh dari kemampuan manusia menggunakan aktivitas penting dari mikroorganisme untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Aplikasi Bioteknologi Modern

Seiring dengan berkembangnya zaman, teknik fermentasi juga ikut mengalami perubahan. Hidayat (2009) mengemukakan bahwa ada lima tahap perkembangan industri fermentasi. Tahap pertama dimulai sebelum tahun 1900, tahap kedua pada tahun 1900-1940, tahap ketiga pada tahun 1940-1960, tahap keempat pada tahun 1960, dan tahap kelima pada tahun 1979 hingga saat ini. Tahap pertama dan kedua merupakan era teknik fermentasi konvensional, sedangkan tahap ketiga hingga kelima dikatakan sebagai era fermentasi modern. Era bioteknologi modern juga memberikan pengaruh pada proses pembuatan bahan pangan, salah satunya adalah pembuatan roti. Namun, ada perbedaan mendasar antara pembuatan roti konvensional dengan roti modern. Jika roti konvensional dibuat untuk dikonsumsi secara besar-besaran, bahkan hingga saat ini, roti modern diolah karena adanya krisis yang saat itu melanda sebagian besar negara-negara Eropa. Salah satu alasan dibuatnya roti modern adalah menipisnya stok gandum yang menjadi bahan dasar roti, sementara roti merupakan makanan pokok bagi masyarakat Eropa. Pada tahun 1960 muncullah produksi protein sel tunggal (PST) yang berasal dari ganggang jenis Spirullina sp. , Chlorella sp. , serta fungi jenis Fusarium sp. Protein sel tunggal (PST) yang dihasilkan oleh ketiga jenis mikroorganisme tersebut kemudian dicampurkan ke dalam adonan roti yang bahan dasarnya bukanlah gandum utuh, melainkan tepung terigu atau pun tepung roti pada umumnya. Jadilah roti alternatif dengan bahan dasar yang lebih ekonomis daripada gandum, tetapi memiliki kandungan protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sehingga penduduk di negara-negara miskin terhindar dari bencana kelaparan.

Kue atau roti yang mengandung protein sel tunggal mikroorganisme ini dikenal dengan nama kue mikroba. Di Jerman, kue mikroba lebih dikenal dengan sebutan probion, sedangkan masyarakat Inggris menyebut kue mikroba sebagai mikroprotein (Handari, 2009).

Mengapa Kue Mikroba Masuk Dalam Aplikasi Bioteknologi Modern? Pada dasarnya pembuatan roti konvensional dan roti modern tidaklah jauh berbeda. Keduanya sama-sama menganut teknik fermentasi. Akan tetapi, pada roti modern digunakan berbagai macam teknologi terutama untuk mendapatkan single cell protein, dimana semua proses bioteknologinya dikerjakan di dalam bioreaktor. Bioreaktor adalah sistem tertutup untuk reaksi biologis dari suatu proses bioteknologi. Bioreaktor memberikan lingkungan yang tetap bagi optimasi pertumbuhan organisme dan aktivitas metabolisme. Selain itu, bioreaktor digunakan untuk mencegah kontaminasi produksi lingkungan (Smith, 1990). Pengoperasian bioreaktor dapat dilakukan secara kontinu, semi kontinu (fed-batch), atau discontinue. Untuk menghasilkan protein sel tunggal (PST) sebagai bahan baku pembuatan kue mikroba, bioreaktor dioperasikan secara semikontinu, dengan alasan : 1. Produk kue mikroba hanya dibutuhkan pada saat krisis dan sangat jarang krisis berkepanjangan melanda negara-negara Eropa sekalipun negara tersebut adalah negara miskin 2. Kue mikroba tidak tahan lama (masa berlakunya pendek) 3. Budidaya Spirullina sp. atau mikroorganisme penghasil PST saat itu belum banyak dikembangkan, sementara produksi PST memerlukan kestabilan galur produksi yang diperbaharui secara teratur 4. Secara teknis, proses kontinu masih menunjukkan banyak kesulitan

Sayangnya aplikasi single cell protein belum banyak dilakukan oleh Negara-negara berkembang di Asia, khususnya Indonesia. Alasan klasiknya adalah kurangnya atensi pemerintah pada perkembangan bioteknologi. Seandainya saja ada perhatian khusus yang diberikan pemerintah pada aplikasi protein sel tunggal (PST) ini mungkin saja tidak ada kelaparan yang melanda mayoritas penduduk Indonesia karena diselamatkan oleh kehadiran kue mikroba. DAFTAR PUSTAKA

Handari. 2009. Bioteknologi. http://handari.ngeblogs.com. Diakses pada tanggal 13 Februari 2010 Pukul 19.30 WIB. Hidayat, Nur. 2009 . Mikrobiologi Industri. Teknik Industri Pertanian FTP, Universitas Brawijaya : Malang. Smith, John. E. 1990 . Prinsip Bioteknologi. PT. Gramedia : Jakarta.

f. Pembuatan Roti Proses fermentas pada pembuatan rotii ini dengan bantuan dari yeast atau khamir yaitu sejenis jamur. Yeast yang ditambahkan pada adonan tepung akan menjadikan proses fermentasi, yaitu akan menghasilkan gas karbon dioksida dan alkohol. Gas karbon dioksida tersebut dapat berguna untuk mengembangkan roti, sedangkan alkohol dibiarkan menguap. Selanjutnya, akan terlihat jika adonan tersebut dioven akan tampak lebih mengembang dan ukurannya membesar, hal ini dikarenakan gas akan mengembang jika temperatur tinggi.

Anda mungkin juga menyukai