Anda di halaman 1dari 17

BAB I BED SITE TEACHING I.

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Agama Tanggal Masuk RS : Bpk. KMN : 36 tahun : Laki-laki : Suko Salaman Magelang : Buruh Tani, Buruh Cuci : Islam : 12 Januari 2011 pukul 13.20 WIB

Tanggal Pemeriksaan : 12-15 Januari 2011

II. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama 2) Keluhan Tambahan

: Demam : Kaki sulit digerakkan, nyeri pada otot kaki, BAB cair 3X

3) Riwayat Penyakit Sekarang Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh demam terus-terusan naik turun tetapi tidak turun sampai dengan suhu normal. Keluhan menetap kemudian pasien dibawa ke tukang pijat untuk dipijat, tetapi keluhan tidak berkurang. Pasien dibawa ke puskesmas dan opname selama 3 hari kemudian pasien dirujuk ke RSU. 4) Riwayat Penyakit Dahulu a. Riwayat Penyakit serupa : Disangkal

b. c. d. e. f. g.

Riwayat Hipertensi

: Disangkal

Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal Riwayat Alergi : Disangkal

Riwayat penyakit Jantung : Disangkal Riwayat Trauma Riwayat Operasi : Disangkal : Disangkal

5) Riwayat Penyakit Keluarga a. Riwayat Penyakit serupa b. Riwayat Hipertensi : Disangkal : Disangkal

c. Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal d. Riwayat Alergi : Disangkal

e. Riwayat penyakit Jantung : Disangkal f. Riwayat Trauma g. Riwayat Operasi : Disangkal : Disangkal

III. FOLLOW UP (Tanggal 12 15 Januari 2011)


BANGSAL SUBJEKTIF Rabu, 12 Januari 2011 Kamis, 13 Januari 2011 Jumat, 14 Januari 2011

Demam +, nyeri pada ototNyeri pada otot kaki, kaki kaku,Nyeri otot +, mual +, perut keras, sesak kaki sulit digerakan, mualmual, sesak nafas, batuk dahak, batuk , BAB 1x lembek +, BAB cair 3x (lender-,kekuningan, BAB cair4x darah-) Baik, CM TD 90/40 HR 100X Tampak lemah, Somnolen TD 90/60 HR 100X Tampak Gelisah, CM TD 130/60 HR 104X

OBJEKTIF Px. FISIK

RR 40X T 36,4C RR 32X T 38C Kep. SI +/+ Kep. SI +/+ RR 36X T 36,4C

Abd. Nyeri tekan seluruh kuadran Kep. SI +/+ Injeksi Siliar +/+,

Injeksi Konjungtiva +/+ Abd. Nyeri tekan seluruhHepar ttb 1 cm bac kuadran Ekst. Hiperaestesi kulit, nyeri tekanAbdomen distended M. Gastrocnemius Hepar ttb 1 cm bac Hepar/Lien ttb Eks.Kaku+nyeri ekstermitas Ekst. Nyeri pada M. Gasttrocnemius inferior Px. LAB Darah Rutin (Hasil lab tanggal 12 Januari) WBC : 13,14 RBC : 4,13 PLT : 45 Hitung Diff. Neut : 92,6% Mono : 4 % Darah Rutin (Hasil lab tanggal 13 Januari) WBC : 15,35 RBC : 2,92 HGB : 8,8 HCT : 24,6 PLT : 48 Hitung Diff Neut : 92,5% Mono : 4% Widal S. Thypi O, H dan S. Parathypi (-) Kimia Darah Ureum : 331,6 Creatinin : 8,25 TG : 255 SGOT : 468,7 SGPT: 274,9 Urinalisa Protein + Bilirubin + Blood +++ Leukosit + Silinder Urin + Konsistensi Feses Lembek ASSESMENT Obs. Febris hr ke-4 ec dd DF/GEA Obs. Febris hr ke-6 DHF, Hepatitis Leptospirosis Obs febris hr ke-5 ec dd DF/ DHF, Gastroenteritis Akut Hepatitis ARF (Acut Renal Failure) Hiperalgesia PLANNING Infus RL Hiperalgesia/ Paraparesis Infus RL suspek

Hiperalgesia+Paraparesis suspek GBS Infus RL Paracetamol 3x1

Paracetamol 3x1 Ranitidin Injeksi 1 Amp

Paracetamol 3x1 Cefriaxon Injeksi Ranitidin 3x1

Cefriaxon Injeksi Ranitidin 3x1 Diaform Ambroxol 3x1 B Compleks 3x1

Cek DR

Diaform B Compleks 3x1 Ambroxol 3x1 Cek DR, albumin+bilirubin Dokter Saraf : Metilprednisolon 3x1

Cek DR, Widal, Kimia Darah,Awasi KU, apabila RR>40 ICU Urin rutin, Feses Hiperalgesia Konsul dr. Spesialis Syaraf ICU SUBJEKTIF OBJEKTIF Jumat, 14 Januari 2011 Sesak Tampak gelisah, CM Sabtu, 15 Januari 2011 Sesak +, nyeri otot kaki dan perut Minggu, 16 Januari 2011 Sukar dinilai

Somnolen kesadaran soporGCS 3 GCS : 3 TD 124/ 66 HR 124X RR 39 X, T 37C Kep. SI +/+ Injeksi Siliar +/+ Injeksi Konjungtiva +/+ Abdomen distended Ekst. Nyeri Gastrocnemius tekan M. 07.30 apneu (RJP, Adrenalin) meninggal

Px. FISIK

TD 130/80 HR 108X RR 52X T 37,3C Kep. SI +/+ Injeksi Siliar +/+ Injeksi Konjungtiva +/+ Abdomen distended Hepar/Lien ttb Eks. Nyeri M. Gastrocnemius

Px. LAB

Darah rutin (Hasil lab tanggal 14 Januari) WBC : 22,8 RBC : 3,06 HGB : 9,3 HCT : 24,9 PLT : 92 Hitung Diff Neut : 86,9% Limph : 6,3% Mono: 6,8% Kimia Darah Protein total : 6,15 Albumin : 2,78 Globulin : 3,37 Bil. Total : 41,72 Bil. Direct : 26,36 Bil. Indirect 15,36

ASSESMENT

Klinis Leptospirosis (Suspek Leptospirosis Weils Disease) ARF (Hepatorenal Syndrome) Suspek GBS

PLANNING

Konsul dr. Spesialis Dalam RL 20 tpm EAS/ hari Vitamin K 2x1 Kalnex Terapi lain lanjut

Infus RL Cefriaxon 2x1 Kalnex 3x1

Curcuma 3x1 Ranitidin 3x1 B Compleks 3x1

Vitamin K 2x1 Ambroxol 3x1 Methylprednisolon 3x1 (stop) HD 3 jam tanpa heparin

BAB III PEMBAHASAN LEPTOSPIROSIS A. Definisi Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganism Leptospira interogans. Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh Weil pada tahun 1886, yang membedakan penyakit yang disertai dengan ikterik ini dengan penyakit yang juga menyebabkan ikterik lain. Bentuk berat dari infeksi ini adalah Weils Disease.

B. Etiologi Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, family treponematocea suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organism ini yaitu berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 m, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 m. Spirochaeta ini sangat halus sehingga dalam mikroskop hanya terlihat sebagai rantai kokus kecil.

Gambar Leptospirosis dengan mikroskop elektron

C. Epidemiologi

Leptospirosis tersebar diseluruh dunia, disemua benua kecuali benua Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Leptospirosis bisa terdapat pada binatang peliharaan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmot atau binatang-binatang pengerat lainnya seperti tupai, musang, kelelawar dan sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospirosis hidup didalam ginjal atau air kemihnya. Tikus merupakan vektor yang utama pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak didalam epitel tubulus ginjal tikus dan ikut mengalir dalam filtrate urine. Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan insidensi leptospirosis tinggi dan merupakan peringkat ketiga didunia untuk mortalitas. Di Indonesia, Leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa barat, Jawa Tengah, DIY, lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Sletan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Pada keadaan

banjir besar di Jakarta tahun 2002 dilaporkan lebih dari 100 kasus leptospirosis dengan kematian.

D. Penularan

Gambar Mekanisme Penularan Leptospirosis Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air atau tanah, lumpur yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terjadi luka atau erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam pneularan penyakit ini, bahkan air yang deras pun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini dapat menular akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira atau kontak dengan kultur leptospira dilaboraturium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira.

Resiko Penularan Leptospirosis Kelompok Pekerjaan Kelompok Aktivitas 1. Petani dan peternak 1. Berenang disungai 2. Tukang potong hewan 3. Penangkap hewan 4. Dokter/Mantri hewan 5. Penebang kayu 6. Pekerja selokan 7. Pekerja perkebunan 2. Bersampan 3. Kemping 4. Berburu 5. Kegiatan di hutan

Kelompok Lingkungan 1. Anjing piaraan 2. Ternak 3. Genangan air hujan 4. Lingkungan tikus 5. Banjir

E. Patogenesis Leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran darah dan berkembang lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara seluler maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Walaupun demikian beberapa organism ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologis seperti ginjal dimana sebagian mikro organism akan mencapai tubulus konvoltus bertahan disana dan dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai pada urine sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dapat cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Tiga mekanisme yang terlibat pada pathogenesis leptospirosis adaah invasi bakteri langsung, factor inflamasi non spesifik dan reaksi imunologi.

F. Patologi Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histiologik. Lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional
9

yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile. Selain di ginjal leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk kedalam cairan serebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ : 1. Ginjal Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal. 2. Hati Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim. 3. Jantung Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endokarditis. 4. Otot rangka Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot. 5. Mata
10

Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia dan bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan uveitis. 6. Pembuluh darah Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit 7. Susunan saraf pusat Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibody, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola. 8. Weil Disease Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe kontinua. Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab weil disease adalah serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotype copanhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic, atau disfungsi vascular.

G. Gambaran Klinis Masa inkubasi 2-26 hari (2-20 hari), biasanya 10 hari. Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan fase imun. Fase leptospiremia ditandai leptospira didalam darah dan cairan cerebrospinal, berlangsung tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala frontal, rasa sakit pada otot paha, betis, pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai diare, penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit terdapat bradikardi relative dan
11

ikterik. Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai konjungtiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk macular, makulopapular atau urtikaria, dan terdapat hepatomegali, splenomegali dan limfadenopati. Pada keadaan sakit yang lebih berat, demam turun setelah 7 hari diikuti fase bebas demam selama 1-3 hari setelah itu terjadi demam kembali, keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun. Fase imun ditandai dengan peningkatan titer antibody, peningkatan suhu mencapai 40oC dsertai menggigil dan kelemahan. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut dan otot kaki terutama betis. Terdapat gejala perdarahan berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Conjungtiva injeksi dan conjungtiva suffusion dengan ikterik merupakan tanda patognomonis untuk leptospirosis.

12

H. Diagnosis Diagnosis meliputi anamnesis mengenai factor resiko, pemeriksaan fisik seperti yang dijelaskan dalam gambaran klinis dan pemeriksaan laboraturium. Pemeriksaan laboraturium darah rutin biasa dijumpai leukositosis, normal maupun sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang tinggi serta trombositopenia. Pada pemeriksaan urin dijumpai proteinuria, leukosituria dan cast. Pemeriksaan kimia darah meliputi peningkatan bilirubun direct meningkat, BUN, ureum, creatinin. Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya leptospira pada darah atau urin.

Jenis Uji Serologi Pada Leptospirosis Microskopic Agglutination Test (MAT) 1. Uji carik celup - Lepto Dipstick - Lepto Tek Lateral Flow 2. Aglutinasi Lateks kering 3. Indirect Fluorescent Antibody Test 4. Indirect Haemagglutination Test 5. Uji Aglutinasi Lateks 6. Complemment Fixation Test

Macroscopic Slide Agglutination Test (MSAT) 1. Enzyme Linked Imunnosurbant Assay (ELISA) 2. Microcapsule Agglutination Test 3. Patoc - Slide Agglutination Test 4. Sensitized Erythrocyte Lysis Test 5. Counter Immune Electrophoresis

Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, syndrome syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diathesis hemoragik, bahkan beberapa kasus datang sebagai pancreatitis. Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok resiko tinggi. Gejala/keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardi, nyeri tekan otot, hepatomegali dan lain- lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai

13

lekositosis, normal atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum, dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopeni terdapat pada 50% kasus. Diagnosis pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi. Dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari pertama perjalanan penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urine diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Kadng-kadang kultur urin masih positif selama memerapa bulan atau tahun setelah sakit. Untuk isolasi leptospira dari cairan atau jaringan tubuh, digunakan medium Ellinghausen-McCullough-Johnson-Harris; atau medium Fletcher dan medium Korthof. Spesimen dapat dikirim ke laboratorium untuk dikultur , karena leptospirosis dapat hidup dalam heparin, EDTA atau sitrat sampai 11 hari. Pada specimen yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat digunakan. Ditemukannya sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular) dan proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik menjadi gagal ginjal dan azotemia pada kasus yang berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat. Pada leptospirosis anikterik, jumlah leukosit antara 3000-26000/L, dengan pergeseran ke kiri ; pada Weils sindrom, sering ditandai oleh leukositosis. Trombositopenia yang ringan terjadi pada 50% pasien dan dihubungkan dengan gagal ginjal. Pada perbandingannya dengan hepatitis virus akut, leptospirosis memiliki bilirubin dan alkalin phospatase serum yang meningkat sama dengan peningkatan ringan dari aminotransferase serum (sampai 200/ul). Pada Weils sindrom, protrombin time dapat memanjang tetapi dapat dikoreksi dengan vitamin K. Kreatin phospokinase yang meningkat pada 50 % pasien dengan leptospirosis selama minggu pertama perjalanan penyakit, dapat membantu membedakannya dengan infeksi hepatitis virus. Bila terjadi reaksi meningeal, awalnya terjadi predominasi leukosit

polimorfonuklear dan diikuti oleh peningkatan sel mononuklear. Konsentrasi protein pada LCS dapat meningkat dan glukosa pada LCS normal. Pada leptopirosis berat, lebih sering ditemukan abnormalitas gambaran radiologis paru daripada berdasarkan pemeriksaan fisik
14

berupa gambaran hemoragik alveolar yang menyebar. Abnormalitas ini terjadi 3-9 hari setelah onset. Abnormalitas radiografi ini paling sering terlihat pada lobus bawah paru. Diagnosis Leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium. Diagnosis leptospirosis dapat dibagi dalam 3 klasifikasi yaitu Suspek Leptospirosis, bila ada gejala klinis, tanpa dukungan uji laboratorium. Probable Leptospirosis, bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu dipstick, lateral flow, atau dri dot positif. Definitif Leptospirosis bila ditemukan kuman leptospira atau antigen kuman leptospira dengan pemeriksaan mikroskopik, kultur, inokulasi hewan atau reaksi polimerase berantai dan apabila ditemukan gejala klinis sesuai dengan leptospirosis dan didukung dengan hasil uji MAT serial yang menunjukkan adnya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih, atau IgM I. Diagnosis Banding Leptospirosis harus dibedakan dengan demam yang lain dihubungkan dengan sakit kepala dan nyeri otot,seperti dengue, malaria, demam enterik, hepatitis virus, dan penyakit rickettsia.

J. Terapi

15

Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisa temporer. Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotic pilihan dapat dilihat pada table 4. Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena penicillin G, amoxicillin, ampicillin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau amoksisilin maupun sepalosporin. Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun perlu diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase leptospiremia). Pada pemberian penisilin dapat muncul reaksi Jarisch Herxherimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian intra vena, yang menunjukkan adanaya aktifitas anti leptospira.

16

Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalau terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialisis.

K. Prognosis Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterik, angka kematian 5% pada umur dibawah 30 tahun dan pada usia lanjut mencapai 30-40%.

L. Pencegahan Perlindungan khusus pada daerah rawan leptospirosis (daerah tropis) seperti pakaian khusus yang mencegah kontak langsung dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir. Cara lainnya seperti gerekan mencegah banjir dan vaksinasi terhadap binatang reservoir.

17

Anda mungkin juga menyukai