Anda di halaman 1dari 19

BST HEMATEMESIS MELENA DAN ASMA BRONKIALE

Diajukan Kepada : dr. Suharjono, Sp.PD

Disusun Oleh : Emi Tri Siwanti 2005 031 0029

SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UMY RSU TIDAR KOTA MAGELANG 2011

HALAMAN PENGESAHAN

BST HEMATEMESIS MELENA DAN ASMA BRONKIALE

Disusun Untuk Mengikuti Ujian Stase Ilmu Penyakit Dalam Di Rsud Tidar Magelang

Disusun Oleh: Emi Tri Siswanti 2005.031.0029

Telah dipresentasikan pada tanggal Mei 2011 dan telah disetujui oleh :

Dokter Pembimbing

dr. Suharjono, Sp. Pd

Nama Usia Jenis Kelamin Alamat Tanggal Masuk RS

: Ny. S :60 thn :perempuan :magelang selatan :28 April 2011

Anamnesis 1. Keluhan utama Muntah darah dan BAB warna hitam, sesak 2. Riwayat Penyakit Sekarang - 1 bulan SMRS : perut sebah dan mulai membuncit - 1 minggu SMRS : muntah darah dan BAB hitam,perut nyeri, sudah diperiksakan ke puskesmas belum membaik - HMRS : muntah darah dan BAB hitam, batuk disertai sesak nafas. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Hipertensi (+) Asma(+) Sakit liver (+) 3 bulan yang lalu Diabetes mellitus (-) 4. Riwayat Penyakit Keluarga Hipertensi (+) Asma (-) Diabetes mellitus (-) Sakit liver (-) Pemeriksaan Fisik Tanggal 29 April 2011 jam 06.00 Keadaan umum : lemah, tampak kesakitan Kesadaran : apatis Vital sign : Tensi :130/90 Nadi :88x/menit Respirasi :28x/menit Suhu :36,5 Kepala : Conjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-) Leher : limfonodi tidak teraba, jugular vena preasure tidak meningkat Thorax : simetris(+/+), ketinggalan gerak (-/-),tampak ada spider nervi Cor : Auskultasi : S1,S2 reguler; bising (-) Perkusi Batas Cor : Kanan atas SIC III 2 cm dari sternum Kiri atas SIC III 2 cm dari sternum

Kiri bawah Palpasi

SIC V Sinistra r:8cm & a:4cm dr sternum

:Ictus cordis teraba pada SIC V-VI LMC sinistra.

Pulmo : o Inspeksi : simetris(+),ketinggalan gerak(-) o Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri o Perkusi : sonor (+/+) o Auskultasi : wheezing (+/+), ronki (+/+) Abdomen : tampak membuncit, venektasi (+), peristaltic(+), undulasi(+),pekak beralih(+) Hepar, lien : sulit dinilai Ekstremitas : palmar ertitem(+),edema (-/-), akral hangat (+) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan WBC HB HCT PLT Gula darah sewaktu Ureum Kreatinin Albumin Globulin SGOT SGPT HbsAg

Hasil 15,12 9,52 28,4 50 100 23,3 0,71 2,63 4,73 93,4 27 negatif

Interpretasi meningkat menurun dbn menurun dbn dbn dbn menurun meningkat meningkat dbn dbn

Diagnosis banding: - Hematemesis melena ec dd Sirosis hepatis(varises esophagus) Non varises esovagus - Dipsneu ec asma bronkiale Diagnosis Kerja - Hematemesis melena ec sirosis hepatis(vearises esovagus) - Asma Bronkiale Penatalaksanaan 1. Non farmakologi - Tirah baring - Diet rendah garam 2. Farmakologi

Oksigen 2 liter/menit Infus RL Transfusi PRC Nebulizer ventolin Injeksi ceftriazone 2x1 Injeksi ranitidine 2x1 Metil prednisolon 2-0-0 Retapril 1x1 Spirolakton 2x1 Farsic 1x2Ampul Kalnex 3x1 Vitamin K 3x1 Yal

PEMBAHASAN Definisi 1. Hematemesis Melena Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah buang air besar berdarah seperti aspal, umumnya disebabkan perdarahan saluran makan bagian atas (SMBA) mulai dari esofagus sampai duodenum. 2. Sirosis Hepatis Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsy hati.

Etiologi Hematemesis Melena Hematemesis melena dapat disebabkan oleh :

1. Kelainan pada esophagus : varises, esofagitis, ulkus, sindroma Mallory-Weiss, keganasan. 2. Kelainan pada lambung dan doudenum: gastritis hemoragika, ulkus peptikum ventrikuli dan duodeni, keganasan,polip. 3. Penyakit darah: leukemia, DIC, trombositopeni. 4. Penyakit sistemik : uremia. Penyebab hematemesis melena yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah : 1. Pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 40 - 55% 2. Gastritis hemoragika dengan20 - 25% 3. Ulkus peptikum dengan 15 - 20% Sisanya oleh keganasan, uremia dan sebagainya. PATOGENESIS HEMATEMESIS MELENA PADA SIROSIS HEPATIS Jika sel-sel parenkim hati hancur, sel-sel tersebut digantikan oleh jaringan fibrosa yang akhirnya akan berkontraksi disekitar pembuluh darah, sehingga sangat menghambat darah porta melalui hati. Proses penyakit ini dikenal sebagai sirosis hati. Penyakit ini lebih umum disebabkan oleh alkoholisme, tetapi penyakit ini juga dapat mengikuti masuknya racun seperti karbon tetraklorida, penyakit virus seperti hepatitis infeksiosa, obstruksi duktus biliaris, dan proses infeksi di dalam duktus biliaris.6 Berdasarkan penelitian terakhir, terdapat peran sel stelata dalam pathogenesis sirosis hati. Dalam keadaan normal sel stelata berperan dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar factor tertentu secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus didalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.1 Vena porta membawa darah ke hati dari lambung, usus, limpa, pankreas dan kandung empedu. Vena mesenterika superior dibentuk dari vena-vena yang berasal dari usus halus, kaput pankreas, kolon bagian kiri, rektum dan lambung. Vena porta tidak mempunyai katup dan membawa sekitar tujuh puluh lima persen sirkulasi hati dan sisanya oleh arteri hepatika. Keduanya mempunyai saluran keluar ke vena hepatika yang selanjutnya ke vena kava inferior.7 Sistem porta kadang terhambat oleh gumpalan besar dalam vena porta atau cabang utamanya, hal ini dikarenakan terjadinya fibrosis hati pada penderita sirosis hepatis. Bila sistem porta terhambat, kembalinya darah dari usus dan limpa melalui sistem porta ke sirkulasi sistemik menjadi sangat terhambat, menghasilkan hipertensi porta dan tekanan kapiler dalam

dinding usus meningkat 15-20 mmHg diatas normal. Penderita sering meninggal dalam beberapa jam karena kehilangan cairan yang banyak dari kapiler ke dalam lumen dan dinding usus.6 Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus. Obstruksi aliran darah dalam sistim portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).7 Studi terakhir menyebutkan bahwa ketidakseimbangan antara endotelin-1 dan oksida nitrik dapat merupakan penyebab terpenting peningkatan tahanan intrahepatik yang merupakan komponen kritis dari sebagian besar hipertensi portal.8 Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena cava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esophagus).3 Apabila varises tersebut pecah akan mengakibatkan perdarahan/ hematemesis melena.

Gambar lokasi varises esofagus DIAGNOSIS HEMATEMESIS DAN MELENA Diagnosis pada gejala muntah darah dan buang air berdarah bertujuan mencari tahu tentang :5,9
1. Kemungkinan penyebab utama dari perdarahan SCBA tersebut. 2. lokasi yang tepat dari sumber perdarahannya. 3. sifat perdarahannya.(sedang atau telah berlangsung, banyak atau sedikit) derajat gangguan

yang ditimbulkan perdarahan SCBA pada organ lain seperti syok, koma, kegagalan fungsi hati/jantung/ginjal. Diagnosa perdarahan SCBA ditegakkan melalui A. Anamnesis B. Pemeriksaan fisik C. Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti 1. Pemeriksaan laboratorium 2. Pemeriksaan radiologik 3. Pemeriksaan endoskopik 4. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning han

Anamnesis Perlu dilakukan anamnesis yang teliti dan bila keadaan penderita lemah atau kesadarannya menurun dapat diambil allo anamnesa dari pengantarnya. Beberapa hal yang perlu ditanyakan antara lain :

Apakah penderita pernah menderita atau sedang dalam perawatan karena penyakit hati seperti hepatitis kronis, sirosis hati, penyakit lambung atau penyakit lain? Apakah perdarahan ini yang pertama kali atau sudah pernahmengalami sebelumnya? Apakah penderita minum obat-obat analgetik antipiretik atau kortison? Apakah minum alkohol atau jamu-jamuan? Apakah ada rasa nyeri di ulu hati sebelumnya, mual-mual atau muntah? Apakah timbulnya perdarahan mendadak dan berapa banyaknya atau terjadi terus menerus tetapi sedikit-sedikit? Apakah timbul hematemesis dahulu baru diikuti melena atau hanya melena saja? Setibanya di rumah-sakit atau puskesmas, penderita perlu segera diperiksa keadaan

Pemeriksaan fisik umumnya yaitu derajat kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu badan dan apakah ada tanda-tanda syok, anemi, payah jantung, kegagalan ginjal atau kegagalan fungsi hati berupa koma. Penderita dalam keadaan umum yang buruk atau syok perlu segera ditolong dan diatasi dahulu syoknya, sedangkan pemeriksaan penunjang diagnosis ditunda dahulu sampai keadaan umum membaik. Bila dugaan penyebab perdarahan SCBA adalah pecahnya varises esofagus, perlu dicari tanda-tanda sirosis hati dengan hipertensi portal seperti: hepatosplenomegali, ikterus, asites, edema tungkai dan sakral, spider nevi, eritema palmarum, ginekomasti, venektasi dinding perut. Bila pada palpasi ditemukan massa yang padat di daerah epigastrium, perlu dipikirkan kemungkinan keganasan lambung atau keganasan hati lobus kiri. Pemeriksaan penunjang diagnosis5,9 Pemeriksaan laboratorik. Pemeriksaan laboratorik dianjurkan dilakukan sedini mungkin, tergantung dari lengkap tidaknya sarana yang tersedia. Disarankan pemeriksaan-pemeriksaan seperti berikut: golongan darah, Hb, hematokrit, jumlah eritrosit, lekosit, trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, morfologi darah tepi dan fibrinogen. Pemeriksaan tes faal hati bilirubin, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, gama GT kolinesterase, protein total, albumin, globulin, HBSAg,

AntiHBS . Pemeriksaan yang diperlukan pada komplikasi kegagalan fungsi ginjal, koma atau syok adalah: kreatinin, ureum, elektrolit, analisa gas darah, gula darah sewaktu, amoniak.

Pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan radiologik dilakukan sedini mungkin bila perdarahan telah berhenti. Mula-

mula dilakukan pemeriksaan esofagus dengan menelan bubur barium, diikuti dengan pemeriksaan lambung dan doudenum, sebaiknya dengan kontras ganda. Pemeriksaan dilakukan dalam berbagai posisi dan diteliti ada tidaknya varises di daerah 1/3 distal esofagus, atau apakah terdapat ulkus, polip atau tumor di esofagus, lambung, doudenum.

Pemeriksaan endoskopik. Pemeriksaan endoskopik dengan fiberpanendoskop dewasa ini juga sudah dapat dilakukan

di beberapa rumah-sakit besar di Indonsia. Dari publikasi pengarang-pengarang luar negeri dan juga ahli-ahli di Indonsia terbukti pemeriksaan endoskopik ini sangat penting untuk menentukan dengan tepat sumber perdarahan SCBA. Tergantung ketrampilan dokternya, endoskopi dapat dilakukan sebagai pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan atau segera setelah hematemesis berhenti. Pada endoskopik darurat dapat ditentukan sifat dari perdarahan yang sedang berlangsung. Beberapa ahli langsung melakukan terapi sklerosis pada varises esofagus yang pecah, sedangkan ahli-ahli lain melakukan terapi dengan laser endoskopik pada perdarahan lambung dan esofagus. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto slide, film atau video untuk dokumentasi, juga dapat dilakukan aspirasi serta biopsi untuk pemeriksaan sitologi.

Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati Pemeriksaan ultrasonografi dapat menunjang diagnose hematemesis/melena bila diduga

penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus, karena secara tidak langsung member informasi tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis hati dengan hipertensi portal, keganasan hati dengan cara yang non invasif dan tak memerlukan persiapan sesudah perdarahan akut berhenti. Dengan alat endoskop ultrasonografi, suatu alat endoskop mutakhir dengan transducer ultrasonografi yang berputar di ujung endoskop, maka keganasan pada lambung dan pancreas juga dapat dideteksi. Pemeriksaan scanning hati hanya dapat dilakukan di rumah sakit besar yang mempunyai bagian kedokteran nuklir. Dengan pemeriksaan ini diagnosa sirosis hati dengan hipertensi portal atau suatu keganasan di hati dapat ditegakkan. PENANGANAN PERDARAHAN SCBA

Tindakan umum 1. Resusitasi 2. Lavas lambung 3. Hemostatika 4. Antasida dan simetidin Tindakan khusus Medik intensif 1. Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik 2. Sterilisasi dan lavement usus 3. Beta bloker 4. Infus vasopresin 5. Balontamponade 6. Sklerosis varises endoskopik 7. Koagulasi laser endoskopik 8. Embolisasi varises transhepatik Tindakan bedah 1. Tindakan bedah darurat 2. Tindakan bedah elektif Tindakan Umum Resusitasi Infus/Transfusi darah Penderita dengan perdarahan 500 1000cc perlu diberi infus Dextrose 5%, Ringer laktat atau Nacl 0,9%. Pada penderita sirosis hati dengan asites/edema tungkai sebaiknya diberi infus Dextrose 5%. Penderita dengan perdarahan yang masif lebih dari 1000 cc dengan Hb kurang dari 8g%, perlu segera ditransfusi. Pada hipovolemik ringan diberi transfuse sebesar 25% dari volume normal, sebaiknya dalam bentuk darah segar. Pada hipovolemik berat/syok, kadangkala diperlukan transfusi sampai 40 50% dari volume normal. Kecepatan transfusi berkisar pada 80 100 tetes atau dapat lebih cepat bila perdarahan masih terus berlangsung, sebaiknya di bawah pengawasan tekanan vena sentral. Pada perdarahan yang tidak berhenti perlu dipikirkan adanya DIC, defisiensi faktor pembekuan path sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis primer. Bilamana darah belum tersedia, dapat

diberi infus plasma ekspander maksimal 1000 cc, selang seling dengan Dextrose 5%, karena plasma ekspander dapat mempengaruhi agregasi trombosit. Setiap pemberian 1000 cc darah perlu diberi 10 cc kalsium glukonas i.v. untuk mencegah terjadinya keracunan asam sitrat. Lavas Lambung Dengan Air Es Setelah keadaan umum penderita stabil, dipasang pipa nasogastrik untuk aspirasi isi lambung dan lavas air es, mula-mula setiap 30 menit 1 jam. Bila air kurasan lambung tetap merah, penderita terus dipuasakan. Sesudah air kurasan menjadi merah muda atau jernih, maka disarankan dilakukan pemeriksaan endoskopi yang dapat menentukan lokasi perdarahannya. Pada perdarahan varises esofagus yang tidak berhenti setelah lavas air es, diperlukan tindakan medik intensif yang akan dibicarakan kemudian. Sedangkan pada perdarahan ulkus peptikum, gastritis hemoragika dan lainnya, setelah perdarahan berhenti dapat mulai diberi susu + aqua calcis 50 100 cc/jam, dan secara bertahap ditingkatkan pada diit makanan lunak/bubur saring dalam porsi kecil setiap 1 2 jam. Hemostatika Yang dianjurkan adalah pemberian Vitamin K dalam dosis 10 40 mg sehari parenteral, karena bermanfaat untuk memperbaiki defisiensi kompleks protrombin. Pemberian asam traneksamat dan karbazokrom dapat pula diberikan. Antasida Dan Simetidin Pemberian antasida secara intensif 10 15 cc setiap jam disertai simetidin 200 mg tiap 4-6 jam i.v. berguna untuk menetralkan dan menekan sekresi asam lambung yang berlebihan, terutama pada penderita dengan ulkus peptikum dan gastritis hemoragika. Bila perdarahan berhenti, antasida diberikan dalam dosis lebih rendah setiap 3 4 jam 10 cc, demikian juga simetidin dapat diberi per oral 200 mg tiap 4 6 jam. Sebagai pengganti simetidin dapat diberikan :

Sucralfate sebanyak 1 2 gram tiap 6 jam melalui pipa nasogastrik, kemudian per oral. Pirenzepin 20 mg tiap 8 jam i.v. atau 50 mg tablet tiap 12 jam. Somatostatin dilarutkan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 250 ug/jam.

Tindakan khusus Medik Intensif

Lavas air es dan vasopresor/trombin intragastrik Bila perdarahan tetap berlangsung, dicoba lavas lambung dengan air es ditambah 2 ampul Noradrenalin atau Aramine 2 4 mg dalam 50 cc air. Dapat pula diberikan bubuk trombin (Topostasin) misalnya 1 bungkus tiap 2 jam melalui pipa nasogastrik. Ada ahli yang menyemprotkan larutan thrombin melalui saluran endoskop tepat di daerah perdarahan di lambung, sehingga di bawah pengawasan endoskopik dapat mengikuti langsung apakah perdarahannya berhenti dan apakah terbentuk gumpalan darah yang agak besar yang perlu aspirasi dengan endoskop. Sterilisasi usus dan lavement usus Terutama pada penderita sirosis hati dengan perdarahan varises esofagus perlu dilakukan tindakan pencegahan terjadinya koma hepatikum/ensefalopati hepatik yang disebabkan antara lain oleh peningkatan produksi amoniak pada pemecahan protein darah oleh bakteri usus. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan : Sterilisasi usus dengan antibiotika yang tidak dapat diserap misalnya Neomisin 4 x 1 gram atau Kanamycin 4 x 1 gram/hari, sehingga pembuatan amoniak oleh bakteri usus berkurang.

Dapat diberikan pula laktulosa atau sorbitol 200 gram/hari dalam bentuk larutan 400 cc yang bersifat laksansia ringan atau magnesiumsulfat 15g/400cc melalui pipa nasogastrik. Selain itu perlu dilakukan lavement usus dengan air biasa setiap 12 24 jam. Untuk pencegahan ensefalopati hepatic dapat diberi infus Aminofusin Hepar 1000 1500 cc per hari. Bila penderita telah berada dalam keadaan prekoma atau koma hepatikum, dianjurkan pemberian infus Comafusin Hepar 1000 1500 cc per hari.

Beta Bloker Pemberian obat-obat golongan beta bloker non selektif seperti propanolol, oksprenolol, alprenolol ternyata dapat menurunkan tekanan vena porta pada penderita sirosis hati, akibat penurunan curah jantung sehingga aliran darah ke hati dan gastrointestinal akan berkurang. Obat golongan beta bloker ini tidak dapat diberikan pada penderita syok atau payah jantung, juga pada penderita asma dan penderita gangguan irama jantung seperti bradikardi/AV Blok. Infus Vasopresin Vasopresin mempunyai efek kontraksi pada otot polos seluruh sistem baskuler sehingga terjadi penurunan aliran darah di daerah splanknik, yang selanjutnya menyebabkan penurunan tekanan portal. Karena pembuluh darah arteri gastrika dan mesenterika ikut mengalami

kontraksi, maka selain di esofagus, perdarahan dalam lambung dan duodenum juga ikut berhenti. Vasopresin terutama diberikan pada penderita perdarahan varises esofagus yang perdarahannya tetap berlangsung setelah lavas lambung dengan air es. Cara pemberian vasopresin ialah 20 unit dilartkan dalam 100 200 cc Dextrose 5%, diberikan dalam 10 20 menit intravena. Efek samping pada pemberian secara cepat ini yang pernah dilaporkan adalah angina pektoris, infark miokard, fibrilasi ventrikel dan kardiak arest pada penderita -penderita jantung koroner dan usia lanjut, karena efek vaso kontriksi dari vasopressin pada arteri koroner. Selain itu juga ada penderita yang mengeluh tentang kolik abdomen, rasa mual, diare. Beberapa ahli lain menganjurkan pemberian infus vasopresin dengan dosis rendah, yaitu 0,2 unit vasopresin per menit untuk 16 jam pertama dan bila perdarahan berhenti setelah itu, dosis diturunkan 0,1 unit per menit untuk 8 jam berikutnya. Pada cara pemberian infus vasopresin dosis rendah lebih sedikit efek sampingyang ditemukan. Efek vasopresin dalam menghentikan perdarahan SCBA berkisar antara 35 - 100%, perdarahan ulang timbul pada 21 - 100% dan mortalitas berkisar pada 21 - 80%. Balontamponade Tamponade dengan balon jenis Sengstaken Blakemore Tube atau Linton Nachlas Tube diperlukan pada penderita penderita varises esofagusyang perdarahannya tetap berlangsung setelah lavas lambung dan pemberian infus vasopresin. Tindakan pemasangan balon ini merupakan pilihan pertama pada penderita jantung koroner dan usia lanjut, yang tidak dapat diberikan infus vasopresin. Prinsip bekerjanya SB atau LN Tube adalah mengembangkan balon di daerah kardia dan esofagus yang akan menekan dan dengan demikian menghentikan perdarahan di esophagus dan kardia. SB Tube terdiri dari 2 balon, masing-masing untuk lambung dan esofagus, sedangkan LN Tube terdiri hanya dari 1 balon yang mengkompresi daerah distal esofagus dan kardia. Protokol pemasangan SB Tube :

Penderita secara klinis menderita perdarahan varises esofagus, bila mungkin telah diendoskopi. Keadaan umum cukup baik, tidak koma/syok/gelisah dan kooperatif. Pemasangan dilakukan sedini mungkin, kurang dari 12 jam setelah dirawat. Sebelumnya dilakukan lavas lambung untuk mengeluarkan isi lambung terutama gumpalan darah. Pemasangan dilakukan oleh dokter atau perawat yang berpengalaman.

Balon SB sebelum dipasang harus dites tidak bocor dan kemudian diolesi dengan salep zylocain atau parafin. SB Tube dimasukkan secara perlahan-lahan melalui lubang hidung, sambil penderita disuruh menelan sampai SB Tube masuk ke lambung, hingga garis ukuran pipa bagian luar menunjukkan 50 cm dekat lubang hidung.

Balonlambung dikembangkan dengan 30 - 50 cc udara dan SB Tube ditarik perlahanlahan ke luar sampai balon lambung mencapai kardia dan terasa adanya tahanan pada penarikan lebih lanjut. Angka pada garis ukuran SB Tube di lubang hidung berkisar antara 40 - 45 cm.

SB Tube difiksasi dengan plester, balon esofagus kemudian dikembangkan dengan 100 - 200 cc udara tergantung ukuran SB Tube. Penderita dipuasakan selama SB Tube terpasang. Lavas lambung dan pemberian obat -obatan dapat dilakukan melalui pipa sentral. Sekret di hipofaring perlu diaspirasi secara berkala.

Pemasangan SB Tube berkisar antara 12 - 24 jam, kemudian dicoba dikempeskan dari dikontrol tiap-tiap jam dengan lavas lambung apakah terjadi perdarahan ulang. Bila terjadi perdarahan ulang, balon SB Tube yang belum ditarik keluar itu dapat segera dikembangkan kembali. SB Tube dipasang maksimal48 jam. Menurut laporan peneliti -peneliti, pemasangan SB Tube dapat

menghentikan 55 - 92% perdarahan varises esofagus, tetapi 25 - 60% penderita kemudian mengalami perdarahan ulang, sedangkan mortalitas berkisar antara 20 - 60%. Komplikasi pemasangan SB Tube adalah obstruksi laring serta asfiksi akibat migrasi balonke hipofaring dan ulserasi esofagus, karena pemasangan terlalu lama.

Sklerosis varises endoskopik Sejak 1970 ahli-ahli mencoba menghentikan perdarahan varises esofagus dengan penyuntikan bahan-bahan sklerotik seperti etanolamin, polidokanol, sodium morrhuate melalui esofagoskop kaku atau serat optik. Karena pemakaian esofagoskop kaku membutuhkan anestesi umum, dan sebagai komplikasi dapat terjadi ruptur esofagus, maka metoda ini telah ditinggalkan. Sekarang lebih banyak digunakan endoskop serat optik baik yang umum maupun yang khusus dengan 2 saluran, sehingga sewaktu penyuntikan dilakukan melalui saluran pertama, penghisapan perdarahan yang mungkin terjadi dapat dilakukan melalui saluran kedua. Teknik penyuntikan dapat paravasal atau intravasal. Terapi ini dapat dilakukan segera setelah hematemesis berhenti, tetapi tergantung dari keahlian dokternya dapat dilakukan juga pada penderita yang sedang mengalami perdarahan akut, bila tindakan medik intensif lainnya tidak berhasil. Di sini perdarahan dapat dihentikan pada 80 100%, perdarahan ulang terjadi pada 10 - 40% sedangkan mortalitas selama dirawat mencapai 30%. Bila perdarahan dapat dihentikan dengan SB Tube atau infus vasopresin, terapi sklerosis ini dilakukan beberapa hari kemudian. Varises yang luas umumnya membutuhkan 2 3 x terapi dengan jangka waktu 7 - 10 hari. Mortalitas penderita yang diterapi dalam stadium interval ini lebih rendah 4 - 14%. Komplikasi metoda ini yang pernah dilaporkan adalah nyeri retrosternal, ulserasi, nekrosis, striktur dan stenosis dari esophagus , effusi pleura, mediastinitis. Koagulasi laser endoskopik

Bila pemberian vasopresin, pemasangan SB Tube dan sklerosis varises endiskopik gagal dalam menghentikan perdarahan varises esofagus, mungkin dapat diterapkan terapi koagulasi dengan Argon/Neodym Yag Laser secara endoskopik. Ada ahli yang melaporkan keberhasilan sampai 91,3% (116 dari 127 penderita). Hanya alat ini sangat mahal. Demikian juga perdarahan SMBA lainnya seperti pada ulkus peptikum dan keganasan ternyata dapat dihentikan dengan koagulasi laser endoskopik. Embolisasi varises transhepatik Caranya, dengan tuntunan ultrasonografi dimasukkan jarum ke dalam hati sampai mencapai vena porta yang melebar, kemudian disorong kateter melalui mandrin tersebut sepanjang vena porta sampai mencapai vena koronaria gastrika dan disuntikkan kontras angiografin. Pada transhepatik portalvenografi ini akan terlihat vena-vena kolateral utama termasuk varises esofagus. Selanjutnya sebanyak 30 50 cc Dextrose 50% disuntikkan melalui kateter diikuti dengan suntikan trombin, ditambah gel foam atau otolein. Perdarahan varises esofagus umumnya segera berhenti. Metoda ini belum banyak laporannya dalam kepustakaan, karena tekniknya sukar dan sering mengalami kegagalan yang disebabkan trombosis vena porta atau adanya asites. Komplikasi yang membahayakan adalah perdarahan intraperitoneal dari bekas tusukan jarum tersebut. Seorang peneliti melaporkan bahwa 5 bulan sesudah embolisasi timbul varises esofagus yang baru. Tindakan Bedah Setelah usaha-usaha medik intensif di atas mengalami kegagalan dan perdarahan masih berlangsung, maka perlu dilakukan tindakan bedah darurat, seperti pintasan portosistemik atau transeksi esofagus untuk perdarahan varises esofagus. Perdarahan dari ulkus peptikum ventrikuli atau duodeni serta keganasan SMBA yang tidak berhenti dalam 48 jam juga memerlukan tindakan bedah. Bila tidak diperlukan tindakan bedah darurat, setelah keadaan umum penderita membaik dan pemeriksaan diagnostic telah selesai dilakukan, dapat dilakukan tindakan bedah elektif setelah 6 minggu.

ASMA BRONKIALE

PENGERTIAN Asma adalah saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu. bersifat sementara Asma adalah suatu sindrom klinik ditandai dengan respon dari saluran trakeobronkial terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa penyempitan jalan nafas yang luas, dan beratnya serangan dapat berubah-ubah yang bersifat refersibel, baik secara spontan maupun dengan pengobatan PATOFISIOLOGI

KLASIFIKASI

PENATALAKSANAAN Bronkodilator 2 Agonis ( Salbutamol, fenoterol, terbutalin) Antikolinergik ( ipratropium bromide, tiotropium) Metilxantin (Aminofilin, teofilin) Glukokortikosteroid Prednison , metilprednisolo Non farmakologi Edukasi pada pasien dan keluarga Penilaian erajat beratnya asma Pencegahan dan pengendalian faktor pencetus serangan Perencanaan obat-obat jangka panjang Merencanakan pengobatan asma akut Berobat secara teratur

Anda mungkin juga menyukai