Anda di halaman 1dari 5

Tergantung pada jenis bahan pangan, suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mempercepat kerusakan

bahan pangan. Oleh karena itu, jika proses pendinginan atau proses pemanasan tidak dikendalikan dengan benar, maka dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan. Hasil pertanian hortikultura khususnya buah-buahan dan sayuran tropis sifatnya peka terhadap suhu rendah. Beberapa jenis buah-buahan dan sayuran akan mengalami kerusakan yang disebut chilling injury atau kerusakan karena suhu rendah yang mengakibatkan perubahan warna atau tekstur cepat menjadi lunak. Sebagai contoh, pisaang yang disimpan di lemari es akan segera mengalami pencoklatan atau pelunakan, dan jika dikeluarkan dari lemari es mejadi tidak layak lagi dimakan. Oleh karena itu buah-buahan seperti pisang dan tomat jangan disimpan di lemari es yang terlalu dingin. Demikian juga buah-buahan atau sayuran tropis yang dibekukan akan mengalami kerusakan, khususnya tekstur akan menjadi lunak. Jika dikeluarkan dari lemari pembeku buah-buahan atau sayuran tersebut akan menjadi lembek karena jaringannya rusak dan tidak layak lagi untuk dimakan. Pembekuan juga akan mengakibatkan kerusakan pada makanan yang bentuknya cair. Misalnya, sebotol susu sapi jika dibekukan akan mengakibatkan lemak susu atau krim terpisah cairannya. Demikian juga, pembekuan dapat menyebabkan protein susu menjadi menggumpal. Terjadinya kerusakan bahan pangan pada suhu rendah seperti disebutkan di atas hanya perkecualian, karena umumnya penyimpanan pada suhu rendah dapat mengawetkan bahan pangan dan makin rendah suhunya semakin baik pengawetannya. Seperti halnya suhu yang terlalu rendah, suhu yang terlalu tinggi pun dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan. Umumnya pada suhu penanganan bahan pangan, setiap kenaikan 10 derajat Celcius, kecepatan reaksi kimia naik 2 kalinya. Beberapa contoh kerusakan karena suhu tinggi misalnya: protein menggumpal, emulsi pecah, keringnya bahan pangan karena airnya menguap dan rusaknya vitamin. Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/bioengineering-and-biotechnology/2044161-suhusebagai-penyebab-kerusakan-bahan/#ixzz29X8HxlZh
http://id.shvoong.com/exact-sciences/bioengineering-and-biotechnology/2044161-suhu-sebagaipenyebab-kerusakan-bahan/ daun pisang i antara sekian banyak bahan kemasan modern yang saat ini digunakan ternyata masih ada kemasan berbahan daun, yang masih tetap bertahan. Keberadaan kemasan tradisional ini merupakan suatu fenomena yang patut diperhatikan, sebab ternyata kemasan daun memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dipunyai oleh kemasan kertas ataupun plastik. Kemasan daun ini unik. Tidak jarang jenis makanan tertentu bisa kita bedakan dari yang lain bukan

melalui rasa tapi melalui cara mengemas dan bentuk kemasannya. Contohnya, lontong segera bisa dibedakan dari kue nagasari, padahal keduanya memanfaatkan bahan kemasan yang sama yakni daun pisang. Daun pisang lah yang sering dipakai untuk mengemas. Zat lilin yang melapisinya membuat daun pisang itu dapat menampung hidangan berkuah kental. Daun pisang pun memberi aroma sedap pada masakan jika kita menuangkan makanan panas di atasnya. Cara membuatnya pun praktis, hanya bermodalkan daun pisang serta biting sebagai piranti sematnya. Selain daun pisang, daun jagung , daun kelapa, daun enau , daun jambu air dan daun jati kerap juga dipakai. http://serbajadul.blogspot.com/2009/02/kemasan-daun.html

artikel ini terinspirasi saat pagi hari saya berbelanja ke pasar tradisional dan melihat perbedaan beberapa kemasan makanan yang sudah terjamah masa modernisasi dan kemasan yang masih memakai kemasan tradisional. Dewasa ini kemasan makanan menjadi perbincangan yang sangat penting dan perlu diperhatikan sebagai bagian dari makanan yang akan kita konsumsi. Mungkin sebagian dari kalian menganggap bahwa kemasan makanan hanya sekedar sebagai pelindung makanan, padahal fungsi lain dari pembungkus makanan ini juga untuk melindungi makan dari kerusakan fisik,kimia, biologis maupun mekanis. Selain itu industri makanan yang berkembang akhir-akhir ini, menuntut para produsen untuk berlomba-lomba menarik perhatian konsumen dari penampilan luar atau kemasan makanan yang didesain semenarik mungkin tanpa memperhatikan keselamatan dari para konsumen. Pembungkus makanan yang saat ini tengah berkembang biasanya terbuat dari plastik. Tahu kah kamu sejarah plastik? Sejak tahun 1950-an plastik menjadi bagian penting dalam hidup manusia. Plastik digunakan sebagai bahan baku kemasan, tekstil, bagian-bagian mobil dan alat-alat elektronik. Pada tahun 1976 plastik dikatakan sebagai materi yang paling banyak digunakan dan dipilih sebagai salah satu dari 100 berita kejadian pada abad ini. Plastik pertama kali diperkenalkan oleh Alexander Parkes pada tahun 1862 di sebuah ekshibisi internasional di London, Inggris. Nah sudah tahu kan sejarah plastik, saat ini plastik menjadi bagian kemasan makanan yang sudah terjamah modernisasi, bagaimana dengan daun pisang, apa kalian tahu kandungan daun pisang? Daun pisang mengandung polifenol dalam jumlah besar yang sama seperti pada daun teh, berbentuk EGCG, sehingga menghasilkan aroma khas ketika menjadi bahan pelengkap makanan. Daun Pisang memiliki bentuk daun yang besar dan panjang sehinggga biasanya dipakai untuk meletakkan makanan di atasnya. Daun pisang pun ternyata memiliki manfaat yang cukup baik. Selain digunakan sebagai pembungkus makanan, daunnya ternyata bisa digunakan untuk pengobatan kulit yang terbakar. Jika kalian pergi ke pasar tradisional untuk membeli tempe, tanpa kalian sadari kalian dihadapkan pada dua pilihan, yaitu ada tempe yang dibungkus dengan plastik atau tempe yang dibungkus hijaunya daun pisang. Hal inilah yang membuat saya tertarik membahas kemasan

modernisasi dan tradisional dengan menggunakan salah satu contoh makanan terkenal Indonesia yang biasanya menggunakan kemasan yang berbeda yaitu tempe. Apakah ada perbedaan dari tempe yang dibungkus plastik atau tempe yang dibungkus daun pisang??

Ok bagaimana dengan tempe apa kalian tahu kekhasan dari salah satu makanan terkenal Indonesia ini? Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lainnya yang menggunakan beberapa jenis kapang rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus, sehingga membentuk padatan kompak berwarna putih. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ragi tempe. Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakan jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh. Dalam sebuah penelitian meyebutkan bahwa tempe yang dibungkus rapat dengan plastik akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan tempe yang dibungkus oleh daun pisang. Mengapa hal ini bisa terjadi? Lalu beberapa orang juga berpendapat tempe yang dibungkus daun pisang akan terasa lebih enak dibandingkan dengan tempe yang dibungkus plastik. Apakah menurut kalian juga begitu? Molekul kecil pada kemasan plastik yang digunakan untuk membungkus tempe atau bahan makanan lainnya dikhawatirkan akan melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas, hal inilah yang dapat menyebabkan cepatnya pembusukan tempe. Apalagi jika plastik diolah dari bahan yang berbahaya, hal ini dapat mengakibatkan bahan kimia bercampur dengan tempe dan akan menghambat pertumbuhan kapang. Tahukah kamu bahwa kapang tempe yang digunakan bersifat aerob obligat, artinya membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu jika tempe dibungkus dengan plastik yang rapat dikhawatirkan proses fermentasi akan

terhambat dan kualiatas kapang yang dihasilkan akan mempengaruhi kulaits tempe juga. Ingat kapang tempe sangat membutuhkan udara! Selain itu, plastik tidak mempunyai rongga karena partikel-partikelnya padat,sementara itu daun pisang memiliki rongga yang tidak terlalu padat sehingga sirkulasi udara berjalan lancar yang berguna bagi tempe ketika menguap. Sementara itu daun pisang merupakan bahan organik yang memiliki sifat kontaminan alami yang ada pada daunnya. Macam bakteri yang sering ada pada permukaan daun adalah Bacillus cereus, B.Subtilis, Lacotbacillus acidophilus sp., Staphylococcus aureus, S.epidermidis, pseudomonas sp.,Corynebacterium sp.,Micrococcus sp. Kapang yang sering ada adalah Mucor mucedo, Aspergillus niger, A.flavus, penicilium expansum,Rhizopus stolonifer (Supardi dan Sukamto, 1999). Sejak dulu daun pisang digunakan oleh masyarakat jawa sebagai pembungkus makanan terutama tempe, hal ini disebabkan karena membungkus tempe dengan daun pisang sama halnya dengan menyimpan tempe dalam ruang gelap dimana hal itu adalah salah satu syarat ruang fermentasi. Walaupun dibungkus kelebihan lainnya daun pisang masih bisa melakukan sirkulasi udara Karena rongga-rongga udaranya. Ini dia yang menambah kelebihan tempe jika dibungkus dengan daun pisang, kandungan polifenol yang terdapat pada daun pisang sama dengan daun teh yang dapat menjadi antioxidant. Antioxidant polifenol dapat mengurangi resiko penyakit jantung, pembuluh darah dan kanker. Aroma dari tempe pun akan lebih harum dan tak berbau tengik karena ada kandungan polifenol ini. Kandungan polifenol juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri streptococcus dan akan lebih memaksimalkan proses fermentasi pada tempe karena kapang tumbuh dengan baik. Pengemasan bahan pangan memegang peranan penting dalam pengendalian dari kontaminasi mikroorganisme terhadap produk bahan pangan. Apabila tercemar oleh mikroorganisme dan disimpan dalam kondisi yang memungkinkan bagi aktivitas metabolisme dapat menimbulkan kerusakan bahan pangan dan membahayakan kesehatan konsumen (Supardi dan Sukamto, 1999). Cita rasa tempe kedelai ditentukan oleh jenis kedelainya dan ditentukan juga oleh jenis pembungkus yang digunakan selama fermentasi. Selama ini yang kita ketahui ada dua jenis pembungkus tempe, yaitu plastik dan daun pisang. Kemasan plastik memiliki kelebihan yaitu kuat, ringan, tidak karatan serta dapat diberi warna, sedangkan kelemahannya adalah molekul kecil yang terkandung dalam plastik yang dapat melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas. Daun pisang memiliki kelebihan pembungkus alami yang tidak mengandung bahan kimia, mudah ditemukan, mudah di lipat dan memberi aroma sedap. Di samping itu juga memiliki kekurangan, antara lain mudah sobek dan kebersihan kurang. Selain tempe ada makanan lain yang mungkin juga memakai plastik dan daun pisang sebagai alternatif pembungkusnya, kalian bisa mencari tahunya sendiri dengan salah satu referensinya adalah pembungkus makanan pada tempe ini. Jadi menurut kalian mana yang lebih baik, membungkus makanan dengan plastik atau denagan daun pisang? sumber: http://www.scribd.com/doc/93487696/55717207-Pemanfaatan-Daun-Talas-SebagaiPembungkus-Makanan

http://dc402.4shared.com/doc/R667F5Xt/preview.html http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/piwp/tempe.pdf http://lab.tekim.undip.ac.id/mikrobiologi/files/2012/03/TEMPE.pdf http://etd.eprints.ums.ac.id/10919/2/Bab_I.pdf


http://www.scribd.com/doc/50333761/diktat-praktikum-pengemasan

Anda mungkin juga menyukai