Anda di halaman 1dari 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Sejarah Imunisasi Meninjau sejarah, sejak tiga abad yang lalu vaksinasi dilakukan sebagai upaya untuk mencegah seseorang agar tidak terkena suatu penyakit yang mematikan. Hasil yang sangat dirasakan oleh masyarakat adalah menghilangnya (eradikasi) penyakit cacar bopeng (variolla=smallpox). Sejak 1976, di dunia tidak lagi ditemukan pasien variolla yang sangat menakutkan karena tingkat kematian yang tinggi dan kecacatan (bopeng) seumur hidup. Sasaran berikutnya diharapkan tidak ada lagi anak-anak yang menderita kelumpuhan dan kematian akibat penyakit polio, dengan dilakukannya vaksinasi polio terhadap semua anak di seluruh dunia. Vaksinasi sebenarnya telah lama dikenal dalam kedokteran. China dan Yunani kuno pada abad ke-17 merupakan negara-negara pertama yang melaporkan tentang inoculation dan variolation sebagai upaya mencegah cacar bopeng. Penyuntikan bahan cacar di lengan seseorang dilakukan oleh Lady Mary Wortley Montagu di Inggris pada 1721. Lady Mary mengetahui teknik ini dari Turki, saat suaminya menjadi duta besar Inggris di sana. Selanjutnya pada abad ke-18 di Inggris seorang petani bernama Benyamin Jesty melakukan pengamatan pada pemerah susu dan pengantar susu; mengapa mereka tidak terkena variola pada saat terjadi wabah di desanya. Selanjutnya, 22 tahun kemudian pada 14 Mei 1796 Edward Jenner adalah orang pertama yang melakukan penelitian vaksinasi pada manusia dengan menggoreskan cairan keropeng di lengan pemerah susu bernama Sarah Nelmes dan seorang anak laki-laki, Thomas Phipps. Inilah pertama kali vaksinasi dilakukan, seperti ditulisnya pada 1798 dengan judul An inquiry into the causes and effects of the variolae vaccinae. Melalui penelitian dan publikasinya tersebut, Edward Jenner diangkat sebagai Bapak Vaksinasi. Setelah era Jenner, baru satu abad kemudian dunia kedokteran dikejutkan oleh penemuan ahli mikrobiologi dan kimia yang bernama Louis Pasteur yang

dikenal berkat penemuan teknik pasterurisasi yang berhasil membuat cara pengawetan dengan pemanasan pada minuman anggur dan bir. Selanjutnya ia berhasil membuat vaksin pencegah penyakit anthrax dan rabies untuk manusia pada 1885. Sejak itu kemajuan pembuatan vaksin berjalan sangat maju seiring dengan kemajuan teknologi di bidang kesehatan. Asisten Louis Pasteur bernama Robert Koch pertama kali menemukan pengobatan terhadap penyakit difteria, yang diikuti studi pembuatan difteria toksoid dan tetanus toksoid oleh Emil von Behring dan Shibasaburo Kitasato pada tahun 1891. Pada pertengahan abad ke-19 makin banyak vaksin bakteria ditemukan, seperti vaksin pes ditemukan oleh Yersin pada 1895, vaksin tifoid oleh Almroth Wright 1898, vaksin BCG oleh Calmette dan Guerin, vaksin tifus oleh Weigl pada 1933. Vaksin poilo inactivated (vaksin yang berasal dari virus hidup polio yang dimatikan, diberikan melalui suntikan) ditemukan oleh Jonas Salk pada 1954. Dilanjutkan oleh Albert Sabin yang membuat vaksin polio oral (diminum dengan cara diteteskan) yang kita kenal saat ini. Sejarah pengembangan vaksin terasa semakin pesat setelah tahun 1950-an. Sebagai contoh, vaksin yang telah kita kenal yaitu DPT (difteri, pertusis, tetanus) sudah diberikan secara luas sejak 1949, diikuti oleh vaksin campak pada 1956, influenza pada 1957, MMR pada 1967, meningokokus 1975, dan vaksin pneumokokus 1977. Sejak tahun 1990-an, kemajuan bioteknologi di bidang kedokteran telah memicu pembuatan vaksin yang berkualitas dari segi keamanan dan khasiatnya. Maka sepanjang vaksin-vaksin tersebut digunakan, pemantauan senantiasa dilakukan. Apabila ditemukan teknologi vaksin yang lebih maju, baik dari sisi keamanan maupun khasiatnya, maka vaksin lama akan dipengaruhi kembali. Kajian juga dilakukan dengan memperhitungkan aspek ekonomi.8

2.2.

Pengertian Imunisasi Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan tubuh bayi dan anak

terhadap penyakit tertentu, sedangkan vaksin adalah kuman atau racun kuman yang dimasukkan kedalam tubuh bayi/anak yang disebut antigen. Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentuk zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui mulut seperti vaksin polio.1 Imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan antibodi, yang dalam bidang Ilmu Imunologi merupakan kuman atau racun (toxin disebut sebagai antigen). Secara khusus antigen merupakan bagian dari protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kalinya masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti terhadap racun kuman yang disebut dengan antibodi.2

2.3.

Tujuan Imunisasi Tujuan diberikannya imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal

terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.1 Ada tiga tujuan utama pemberian imunisasi pada seseorang, yaitu : 1) Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang. 2) Menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi). 3) Menghilangkan penyakit tertentu dari dunia (misalnya cacar)9

2.4.

Manfaat Imunisasi Usia anak-anak rawan merupakan masa rawan terserang penyakit karena

daya tahan tubuhnya belum kuat. Dengan pemberian imunisasi dasar secara lengkap, terjadinya penyakit terhadap bayi dapat dihindari. Adapun manfaat imunisasi antara lain : 1) Dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.

2) Upaya pencegahan yang sangat efektif terhadap timbulnya penyakit. 3) Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada diri seseorang atau sekelompok masyarakat. 4) Mencegah kecacatan atau kematian bayi. 5) Dapat meningkatkan derajat kesehatan untuk menciptakan bangsa yang kuat dan berakal budi untuk melanjutkan pembangunan negara.

2.5.

Jenis Imunisasi

Secara umum imunisasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam : 1. Imunisasi Aktif Imunisasi aktif merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan membuat zat antibodi yang akan bertahan bertahun-tahun lamanya.2 Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara lain : 1) Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat merupakan polisakarida, toksoid atau virus dilemahkan atau bakteri dimatikan. 2) Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan. 3) Preservatif, stabilizer dan antibiotika yang berguna untuk menghindari tumbuhnya mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen. 4) Adjuvan yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan imunogenitas antigen1 Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada imunisasi pasif.2 2. Imunisasi Pasif Imunisasi pasif di sini tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikan bahan atau serum yang telah mengandung zat anti.2 Imunisasi pasif merupakan pemberian imunoglobulin, yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk

dalam tubuh yang terinfeksi.1 Imunisasi pasif perlu diberikan pada kondisi-kondisi tertentu. Pada difteria atau tetanus, toksin dalam sirkulasi perlu dinetralisasi dengan antibodi terhadap toksin tersebut. Antibodi dari luar perlu diberikan bila penderita belum pernah diimunisasi sehingga tidak dapat diharapkan timbul respons sekunder terhadap toksin ini. Antibodi diberikan pada kasus-kasus gangren, botulism, gigitan ular atau kalajengking berbisa, dan rabies.10 Imunisasi pasif dapat diperoleh melalui dua bentuk pemberian, yaitu : 1) Imunoglobulin non-spesifik, diberikan pada anak dengan defisiensi imunoglobulin, sehingga memberikan perlindungan dengan sengaja dan cepat dan anak dapat terhindar dari kematian. Perlindungan ini tidak permanen, hanya berlangsung beberapa minggu saja dan relatif mahal. 2) Imunoglobulin spesifik, diberikan pada anak yang belum terlindungi karena belum pernah mendapatkan vaksin kemudian terserang, misalnya penyakit difteri, tetanus, hepatitis A dan B.

2.6.

Macam-Macam Imunisasi

2.6.1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin) Bacillus Calmette Guerin (BCG), adalah vaksin hidup dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiakkan selama 1-3 tahun, sehingga didapatkan basil yang tidak virulen, tetapi masih memiliki imunogenitas. Tujuan imunisasi BCG tidak untuk mencegah TBC, tetapi mengurangi risiko TBC berat, seperti TBC meningitis dan TBC miliar. Vaksin diberikan melalui suntikan intrakutan di daerah insersio muskulus deltoideus kanan. Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, disimpan pada suhu 2-8o C, tidak boleh beku, serta vaksin yang telah diencerkan harus dibuang dalam 8 jam.9 BCG dianjurkan diberikan selama dalam masa inkubasi (dari lahir sampai umur 2-3 bulan) atau dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu untuk mengetahui apakah anak telah terinfeksi mikobakterium atau belum. Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun adalh 0,05 mL dan untuk anak adalah 0,10 mL.10 Terakhir, ada beberapa bukti bahwa vaksin BCG juga memberikan perlindungan melawan Lepra (penyakit yang sifatnya progresif dan menular yang

ditandai dengan terserangnya kulit dan saraf) dan Leukemia (sejenis kanker darah). Banyak dokter spesialis anak yang saat ini menggunakan vaksin ini untuk kasus-kasus yang diduga sebagai kasus tuberkulosis.11 2.6.2. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) DPT merupakan vaksin yang mengandung tiga elemen, yaitu (1) Toksoid Corynebacterium diphtheriae (difteri), (2) Bakteri Bordetella pertussis yang telah dimatikan (seluruh sel), dan (3) Toksoid Clostridium tetani (tetanus).10 Saat ini telah beredar vaksin DtaP (DTP dengan komponen acelluler pertussis), disamping DTwP (DTP dengan whole cell pertusis) yang telah ada selama ini. Keduanya dapat digunakan secara bergantian. Dosis pemberian vaksin DtaP, DTwP, atau DT adalah 0,5 mL, diberikan melalui suntikan IM.9 Vaksin DPT, dapat disimpan dalam suhu 2-8 derajat celcius.2 2.6.3. Imunisasi Polio 1. Oral Polio Vaccine (OPV) Vaksin virus polio hidup oral berisi virus polio tipa 1,2,3 suku Sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin digunakan rutin sejak bayi lahir sebagai dosis awal, dengan dosis 2 tetes (0,1 mL). Vaksin polio oral harus disimpan tertutup pada suhu -15 sampai -25o C. Vaksin sangat stabil, tetapi sekali dibuka akan kehilangan potensi akibat perubahan pH setelah terpapar udara. Vaksin harus dijaga tidak berubah warna, yaitu merah muda sampai oranye muda (sebagai indikator pH)9. Pemberian secara oral sebanyak dua tetes langsung dari botol ke mulut bayi dengan tanpa menyentuh mulut bayi. Vaksin polio oral ini sangat mudah dan cepat rusak jika terkena panas.2 2. Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV) Vaksin polio inactivated merupakan antigen polio tipe 1,2,3 yang telah mati. Vaksin harus disimpan pada suhu 2-8o C dan tidak boleh dibekukan. Dosis pemberian adalh 0,5 mL dengan suntikan subkutan dalam, tiga kali berturut-turut, dengan jarak antara masing-masing dosis adalah 2 bulan, sehingga memberikan imunitas jangka panjang.9

2.6.4. Imunisasi Campak Ada dua jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak dari virus campak hidup dan dilemahkan dan vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan. Vaksin campak dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 mL melalui suntikan subkutan dalam pada umur 9 bulan. 2.4.6.5. Imunisasi Hepatitis Upaya preventif khusus hepatitis B ditempuh dengan imunisasi pasif dan imunisasi aktif. Imunisasi psif Hepatitis B Immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat memberikan proteksi, meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan). Pemberian yang tepat sesuai dosis yang direkomendasikan akan memberikan respon protektif (anti HBs lebih dari atau sama dengan 10 mIU/mL) pada lebih dari 90% orang dewasa, bayi, anak, dan remaja. Vaksin diberikan secara intra muscular (IM) dalam. Pada neonatus dan bayi penyuntikan di anterolateral paha, sedangkan anak besar dan dewasa di regio deltoid.9 Jadwal Pemberian Imunisasi1 Vaksin Hepatitis B-1 Keterangan HB-1 dalam setelah lahir, dilanjutkan pada harus waktu diberikan 12 jam

2.7. Umur

Saat Lahir

umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan

HBlg 0,5 ml bersamaan dengan Apabila HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan vaksin semula HB-1. status

selanjutnya

diketahui

bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat

diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari. Polio O Polio-0 diberikan saat

kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi

virus vaksin kepada bayi lain) 1 Bulan Hepatitis B-2 Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan. 0-2 Bulan BCG BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada umur > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu dan BCG diberikan apabila uji

tuberkulin negatif. 2 Bulan DTP-1 DTP-1 diberikan pada

umur lebih dari 6 minggu, dapat dipergunakan DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi

10

dengan Hib-1 (PRP-T)

Hib-1

Hib-1 umur interval 2

diberikan 2 bulan

mulai dengan

bulan.

Hib-1

dapat

diberikan secara terpisah atau dikombinasikan DTP-1. Polio-1 Polio-1 dapat diberikan dengan

bersamaan dengan DTP-1 PCV-1 PCV-1 diberikan pada

umur 2 bulan Rota Virus Vaksin diberikan minggu/oral 4 Bulan DTP-2 DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan secara terpisah dikombinasikan Hib-2 (PRPT). Hib-2 Hib-2 terpisah dikombinasikan dengan DTP-2 Polio-2 Polio-2 diberikan dapat diberikan atau atau dengan Rotavirus-1 umur 6-14

bersamaan dengan DTP-2 PCV-2 PCV-1 diberikan pada

umur 4 bulan

11

Rota Virus

Vaksin

Rotavirus

ke-2

diberikan umur 4 bulan 6 Bulan DTP-3 DTP-3 dapat diberikan

terpisah atau dikombinasikan Hib-3 (PRP-T). Hib-3 Apabila mempergunakan dengan

Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak perlu diberikan. Polio-3 Polio-3 diberikan

bersamaan dengan DTP-3 PCV-3 PCV-1 diberikan pada

umur 6 bulan Rota Virus Vaksin Rotavirus

pentavalen diberikan umur 6 bulan 6 Bulan Hepatitis B-3 HB-3 diberikan umur 3-6 bulan. respons Untuk imun mendapat optimal

interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan 6-23 Bulan Influenza Infuenza dapat diberikan sejak umur 6 bulan 9 Bulan Campak Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah

12

mendapatkan MMR pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan. 12- 15 Bulan PCV-7 Varisela Ulangan PCV-7 diberikan 1 dosis, 12-15 bulan Varisela diberikan umur 1 tahun atau lebih untuk umur>13 th diberikan 2 kali 15-18 Bulan MMR Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan. Hib-4 Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau

PRPOMP). 18 Bulan DTP-4 DTP-4 (DTwp atau DTap) diberikan 1 tahun setelah DTP-3. 2 Tahun Hepatitis A Vaksin direkomendasikan umur > 2 tahun, diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan. 2-3 Tahun Tifoid Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur > 2 tahun. HepA pada

13

Imunisasi polisakarida

tifoid

injeksi perlu diulang setiap 3 tahun. 5 Tahun DTP-5 DTP-5 umur diberikan 5 pada tahun

(DTwp/DTap) Polio-5 Polio-5 diberikan

bersamaan dengan DTP-5. 6 Tahun MMR Diberikan untuk catch-up immunization pada anak yang belum mendapatkan MMR-1. 10 Tahun Dt/TT Menjelang pubertas,

vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan untuk imunitas

mendapatkan selama 25 tahun. Varisela

Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.

14

15

2.8

Kondisi Anak yang Baik untuk Mendapatkan Imunisasi Tidak semua Ibu-ibu yang memiliki balita mengetahui kondisi yang

bagaimana anaknya boleh mendapatkan imunisasi atau harus ditunda untuk sementara waktu. Pada prinsipnya, imunisasi/vaksinasi tidak seharusnya diberikan saat kondisi imunologis atau kekebalan anak menurun. Penundaan tersebut bertujuan untuk menghindari komplikasi yang merugikan bagi tubuh anak dan agar imunisasi itu sendiri mampu memberi respon yang optimal. a) Imunisasi yang boleh diberikan dalam kondisi : Gangguan saluran nafas dan gangguan saluran cerna. Riwayat kejang dalam keluarga. Riwayat penyakit infeksi. Kontak dengan seseorang yang menderita suatu penyakit tertentu. Kelainan syaraf seperti down syndrom. Memiliki penyakit kronis seperti jantung, paru, serta penyakit metabolik. Sedang menjalani terapi antibiotik seperti terapi steroid topikal (terapi kulit atau mata). Riwayat kuning pada masa neonatus atau beberapa hari setelah lahir. Berat badan lahir rendah. Usia anak melebihi usia rekomendasi imunisasi.

b) Imunisasi yang tidak boleh diberikan dalam kondisi : Sakit berat dan mendadak demam tinggi. Memiliki alergi yang berat (anafilatik). Menderita gangguan sistem imun, misalnya sedang menjalani pengobatan steroid jangka panjang seperti HIV. Keadaan yang seperti ini tidak boleh diberikan vaksin hidup seperti polio oral, MMR, BCG, Cacar Air. Memiliki alergi terhadap telur.12

16

2.9

Kontra Indikasi Imunisasi Imunisasi terkadang dapat menimbulkan efek samping, tetapi hal ini

menandakan bahwa vaksin bekerja secara tepat. Efek samping yang dapat terjadi antara lain : a) Setelah bayi diberikan imunisasi BCG akan terjadi pembengkakan kecil dan merah pada tempat suntikan selama 2 minggu. Setelah 2-3 minggu, pembengkakan akan menjadi abses kecil dan menjadi luka dengan diamater 10 mm. Luka akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu 2-3 bulan dan meninggalkan luka parut. Apabila dosis yang diberikan terlalu tinggi maka ulkus yang akan timbul akan lebih besar dan apabila penyuntikkan terlalu dalam maka luka parut yang akan tertarik kedalam (retacred). b) Setelah bayi mendapatkan imunisasi DPT anak menjadi gelisah dan menangis terusmenerus selama beberapa jam paskasuntikkan. Biasanya bayi akan demam pada sore hari setelah mendapat imunisasi DPT, demam akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar anak akan merasa nyeri, sakit, merah dan bengkak ditempat suntikkan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus karena akan sembuh dengan sendirinya. Bila gejala tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak bekerja dengan baik. c) Setelah mendapatkan imunisasi polio sebahagian kecil penerima vaksin OPV akan mengalami gejala pusing-pusing, diare ringan dan sakit otot. Pada umumnya efek samping paska imunisasi polio sangat jarang ditemukan bahkan hampir tidak memberikan efek samping sama sekali. d) Setelah mendapatkan imunisasi Campak kemungkinan anak akan diare, panas dan disertai kemerahan 4-10 hari sesudah suntikkan. Untuk mengatasi efek yang timbul dianjurkan untuk memakai pakaian yang tipis dan minum obat penurun panas. e) Setelah mendapatkan imunisasi hepatitis mungkin hanya terjadi keluhan nyeri pada bekas suntikkan, demam ringan dan pembengkakan. Reaksi ini akan hilang dalam waktu 2 hari.4

17

18

Anda mungkin juga menyukai