Anda di halaman 1dari 18

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A.

Review Anatomi fisiologi Muskuloskeletal terdiri atas : Muskuler/Otot Skeletal/Rangka : Otot, tendon,dan ligamen : Tulang dan sendi

1. Muskuler/Otot 1.1 Otot Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi. Terdapat lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan pada tulang-tulang kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagian kecil ada yang melekat di bawah permukaan kulit. Fungsi sistem muskuler/otot: Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat dan bergerak dalam bagian organ internal tubuh. Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan

mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi. Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas untuk mepertahankan suhu tubuh normal.

Jenis-jenis otot a) Otot rangka, merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka. Serabut otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan lebar berkisar antara 10 mikron sampai 100 mikron. Setiap serabut memiliki banyak inti yang tersusun di bagian perifer.
4

Kontraksinya sangat cepat dan kuat. b) Otot Polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah.

Jenis otot polos Ada dua kategori otot polos berdasarkan cara serabut otot distimulasi untuk berkontraksi. Otot polos unit ganda ditemukan pada dinding pembuluh darah besar, pada jalan udara besar traktus respiratorik, pada otot mata yang memfokuskan lensa dan menyesuaikan ukuran pupil dan pada otot erektor pili rambut. Otot polos unit tunggal (viseral) ditemukan tersusun dalam lapisan dinding organ berongga atau visera. Semua serabut dalam lapisan mampu berkontraksi sebagai satu unit tunggal. Otot ini dapat bereksitasi sendiri atau miogenik dan tidak memerlukan stimulasi saraf eksternal untuk hasil dari aktivitas listrik spontan. c) Otot Jantung Merupakan otot lurik Disebut juga otot seran lintang involunter Otot ini hanya terdapat pada jantung Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.

Gambar .1

Otot Rangka

Otot Polos

Otot Jantung

1.2 Tendon Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang dengan otot atau otot dengan otot.

Gambar.2 Tendon

1.3 Ligamen Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakan jaringan elastis penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang diikat oleh sendi.

Gambar.3 Ligamen

2. Skeletal 2.1 Tulang/ Rangka Skeletal disebut juga sistem rangka, yang tersusun atas tulang-tulang. Tubuh kita memiliki 206 tulang yang membentuk rangka. Bagian terpenting adalah tulang belakang. Fungsi Sistem Skeletal : 1. Memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis. 2. Membentuk kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga tubuh dan otot-otot yang. 3. Melekat pada tulang 4. Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan salah satu jaringan pembentuk darah. 5. Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium daridalam darah misalnya. 6. Hemopoesis

Struktur Tulang Tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material tidak hidup (matriks). Matriks tersusun atas osteoblas (sel pembentuk tulang). Osteoblas membuat dan mensekresi protein kolagen dan garam mineral. Jika pembentukan tulang baru dibutuhkan, osteoblas baru akan dibentuk. Jika tulang telah dibentuk, osteoblas akan berubah menjadi osteosit (sel tulang dewasa). Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel perusakan tulang). Jaringan tulang terdiri atas : a. Kompak (sistem harvesian matrik dan lacuna, lamella intersisialis) b. Spongiosa (trabecula yang mengandung sumsum tulang dan pembuluh darah)

Klasifikasi Tulang berdasarkan penyusunnya 1. Tulang Kompak a. Padat, halus dan homogen b. Pada bagian tengah terdapat medullary cavity yang mengandung yellow bone marrow. c. Tersusun atas unit : Osteon Haversian System d. Pada pusat osteon mengandung saluran (Haversian Kanal) tempat pembuluh darah dan saraf yang dikelilingi oleh lapisan konsentrik (lamellae). e. Tulang kompak dan spongiosa dikelilingi oleh membran tipis yang disebut periosteur, membran ini mengandung: Bagian luar percabangan pembuluh darah yang masuk ke dalam tulang Osteoblas

2. Tulang Spongiosa a. Tersusun atas honeycomb network yang disebut trabekula. b. Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan tekanan. c. Rongga antara trebakula terisi red bone marrow yang mengandung pembuluh darah yang memberi nutrisi pada tulang. d. Contoh, tulang pelvis, rusuk,tulang belakang, tengkorak dan pada ujung tulang lengan dan paha. Klasifikasi Tulang berdasarkan Bentuknya 1. Tulang panjang, contoh: humerus, femur, radius, ulna 2. Tulang pendek, contoh: tulang pergelangan tangan dan pergelangan kaki 3. Tulang pipih, contoh: tulang tengkorak kepala, tulang rusuk dan sternum 4. Tulang tidak beraturan: contoh: vertebra, tulang muka, pelvis

2.2 Sendi Persendian adalah hubungan antar dua tulang sedemikian rupa, sehingga dimaksudkan untuk memudahkan terjadinya gerakan. 1. Synarthrosis (suture) Hubungan antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan, strukturnya terdiri atas fibrosa. Contoh: Hubungan antara tulang di tengkorak. 2. Amphiarthrosis Hubungan antara dua tulang yang sedikit dapat digerakkan, strukturnya adalah kartilago. Contoh: Tulang belakang 3. Diarthrosis Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan, yang terdiri dari struktur sinovial. Contoh: sendi peluru (tangan dengan bahu), sendi engsel (siku), sendi putar (kepala dan leher), dan sendi pelana (jempol/ibu jari). Gambar. 4

B.

Konsep Kegawatdaruratan dengan Krisis Hipertensi 1. Definisi Krisis Hipertensi Krisis hipertensi atau hipertensi darurat adalah suatu kondisi dimana diperlukan penurunan tekanan darah dengan segera (tidak selalu diturunkan dalam batas normal), untuk mencegah atau membatasi kerusakan organ. ( Mansjoer, 1999). Krisis hipertensi ialah keadaan dimana tekanan darah meningkat dan menetap pada nilai yang tinggi, misalnya diastolik 120-150 mmHg atau lebih dan/atau disertai beberapa penyulit (Purwadianto dan Sampurna, 1979). Krisis hipertensi disebut juga kegawatan hipertensi. Krisis hipertensi merupakan suatu sindrom klinis dengan tanda khas berupa kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolic secara tiba-tiba dan progresif. Tekanan darah sistolik naik menjadi 250 mmHg atau lebih, tekanan diastolik menjadi 140 mmHg atau lebih (Idris Idham dan Manoefris Kasim, 1996). Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa krisis hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat dan atau menetap yang dilihat dari tekanan sistolik 120 250 mmHg dan diastole mencapai 140 mmHg yang diperlukan penurunan tekanan darah untuk mencegah atau membatasi kerusakan organ.

2.

Klasifikasi Menurut a. b. c. , krisis hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi :

Ensefalopati hipertensi Krisis hipertensi karena pelepasan katekolamin Krisis hipertensi karena perdarahan intracranial (intraserebral otak atau arakhnoid)

d. e.

Krisis hipertensi yang berhubungan dengan edema paru akut Krisis hipertensi yang berhubungan dengan penyakit ginjal, biasanya pada glomerulonefritis akut

f. g.

Diseksi aneurisme aorta akut Eklampsia dan pre eklampsia

3.

Etiologi

10

Menurut Idham & Kasim (1996), gangguan krisis hipertensi dapat terjadi pada penderita dengan hipertensi esensial maupun hipertensi terakselerasi. Juga dapat terjadi pada penderita dengan tekanan darah normal (normotensif). Krisis hipertensi pada penderita yang dulunya normotensif kemungkinan karena glomerulonefritis akut, reaksi terhadap obat monoamin oksidase inhibitor (MAO), feokromositoma atau toksemia graviradum. Sedangkan pada penderita yang telah mengidap hipertensi kronis, krisis hipertensi terjadi karena glomerulonefritis, piolenefritis atau penyakit vaskuler kolagen, lebih sering pada hipertensi renovaskuler dengan kadar renin tinggi. Sebagian besar krisis hipertensi terjadi pada hipertensi esensial. Kira-kira 1% penderita hipertensi akan menjadi maligna. Insiden krisis hipertensi menurun dengan ditemukannya obat antihipertensi yang efekstif dan kombinasi pengobatan dengan antihipertensi baru. Disamping keadaan diatas dikenal pula krisis hipertensi karena sebab iatrogenik, seperti pemberian cairan intravena yang berlebihan, kenaikan tensi Karena pemberian alfa agonis seperti dekongestan, stress pasca operasi atau karena intubasi. Adapun etiologi lain menurut Purwadianto dan Sampurna (1979) yaitu : a. Primer (tidak diketahui) b. penyakit parenkhim ginjal (glomerulonefritis, pielonefritis, ginjal polikistik) c. hipertensi renovaskuler (stenosis arteri renalis, infark ginjal aneurisme arterirenalis, fistula arteri-vena ginjal) d. penyakit adrenal (aldoteronisme primer, sindrom cushing, sindrom

adrenogenitakongenital, feokromositoma) e. penyakit neurologis (foliomielitis bulber, tekanan intracranial meningkat dengan cepat, forfiria intermiten) f. toksemia gravidarum g. koartasio aorta

4.

Manefestasi klinis Menurut Purwadianto dan Sampurna (1979), manifestasi yang muncul pada krisis hipertensi yaitu: a. Anamnesa 1) Sakit kepala hebat dan tiba-tiba, kebanyakan berlokasi didaerah tengkuk terutama pagi hari
11

2) Penglihatan kabur 3) Anoreksia dan muntah-muntah 4) Keluhan-keluhan yang berhubungan dengan payah jantung, kelainan neurologis

b.

Pemeriksaan fisik 1) Tekanan darah tinggi, terutama diastolic, misalnya 120-150mmHg atau lebih. 2) Gejala neurologis, misalnya hemiplegia afasia, hemianopsia 3) Gejala payah jantung, jantung dapat membesar 4) Pada funduskopi didapatkan edema papil, cotton wool patches, multiple hard exudat, star figure, makula yang menonjol.

c.

Laboratorium 1) Proteinuria, hematuria mikroskopik 2) Ureum, kreatinin, kalsium, fosfor, alkali fosfatase dapat normal atau meninggi.

5.

Patofisiologi Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugalaris ini biasa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada renin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada

angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah. Selain itu juga dapat meningkatkan hormon aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung. Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila mean arterial pressure (MAP) 120mmHg- 160mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60-120mmHg. Pada keadaan hiperkapnia autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125mmHg sehingga perubahan sedikit
12

saja dari tekanan darah menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya edema otak. Tekanan darah yang sangat tinggi terutama yang meningkat dalam waktu singkat menyebabkan gangguan atau kerusakan gawat pada target organ. (Cermin Dunia Kedokteran No.67,1991)

6.

Penatalaksanaan kegawatdaruratan a. Primary survey Pada kegawatdaruratan krisis hipertensi yang pertama kali harus diperhatikan adalah pemantauan tanda-tanda serangan stroke. Stroke merupakan gangguan pada pembuluh darah intrakranial yang meliputi penghentian mendadak aliran darah kedalam otak. Kurangnya aliran darah menyebabkan infark pada daerah otak yang terkena sehingga terjadi defisit neurologis.(Linda J.2008: 117) Tanda dan gejala dari stroke bergantung pada daerah otak yang terkena. Stroke dapat mengenai kemampuan mental, fungsi motorik, atau bicara. Semua Gejala stroke terjadi secara tiba-tiba. Baru-baru ini Brain Attack Coalition of The National Institute of Neurologic Disorders and Stroke menyepakati tanda-tanda stroke sebagai berikut : 1) Kebas atau kelemahan pada wajah, lengan atau tungkai, khususnya jika terjadi pada satu sisi (unilateral). 2) Konfusi, kesulitan dalam berbicara atau memahami perkataan. 3) Kesulitan melihat dengan satu atau kedua mata. 4) Kesulitan berjalan, vertigo, dan kehilangan keseimbangan atau koordinasi. 5) Sakit kepala tanpa gejala dan penyebab. Skala stroke dari National Institute of Health dapat digunakan untuk standarisasi pengkajian stroke. Skala tersebut mengkaji 5 bidang utama yaitu tingkat kesadaran, pengkajian visual, fungsi motorik, sensasi dan pengabaian, dan bicara bicara serta bahasa. Pada kegawatan hipertensi diberikan obat antihipertensi parenteral yang memerlukan titrasi secara hati-hati sesuai dengan respons klinik. Setelah

13

penurunan tekanan darah secara cepat tercapai dengan pemberian obat antihipertensi parenteral, dimulai pemberian obat antihipertensi oral. Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat antihipertensi oral tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat

antihipertensi parenteral sampai dihentikan. Pengukuran tekanan darah yang berkesinambungan dapat dilakukan dengan menggunakan alat monitor tekanan darah osilometrik otomatik.

Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan sampai normal atau hipotensi, kecuali pada diseksi aorta, karena akan mengakibatkan terjadinya hipoperfusi organ target. Penurunan tekanan darah sampai normal dapat dilaksanakan pada saat pasien berobat jalan. Menurut Brunner & Suddarth ( 2008 ), obat pilihan pada kedaruratan hipertensi adalah yang memiliki efek samping segera. Nitroprusid dan labetalol hidroklorida intravena memiliki efek vasodilatasi segera dengan waktu kerja yang pendek, sehingga banyak digunakan pada awal klinis. Efek pada kebanyakan obat antihipertensi diperkuat oleh deuretik. Pemantauan tekanan darah yang sangat ketat dan status kardiovaskuler pasien penting dilakukan selama penanganan dengan obat ini. Penurunan tekanan darah secara mendadak dapat terjadi dan memerlukan tindakan segera untuk mengembalikan tekanan darah ke batas normal. b. Secondary survey Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU, pasang femoral intra arterial line dan pulmonari arterial catether ( bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume intravaskuler. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik. Tentukan penyebab krisis hipertensi, singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi, tentukan adanya kerusakan organ sasaran. Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien. Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48
14

jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat. Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta. TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu. 1) Pemeriksaan fisik a) Takikardi b) Pelebaran vena leher c) Ronchi dan Irama gallop atatu bising akibat disfungsi muskulus papilaris. d) Papil edema e) perdarahan fundus dan eksudat dan kelainan neurologic. 2) Pemeriksaan diagnostic a) Pemeriksaan elektrokardiogram. Pemeriksaan ini dapat

memperlihatkan gambaran iskemia berupa hipertrofi ventrikel kiri dan perubahan pada segmen S-T. b) Pemeriksaan rontgen dada. Dapat menunjukan tanda bendungan. 3) Terapi lanjutan a) Pengobatan Obat parenteral yang digunakan untuk terapi krisis hipertensi adalah : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Natrium Nitropusida Nikardipin hidroklorida Nitrogliserin Enaraplirat Hidralazin Hidroklorida Diazoksid Labatalol Hidroklorida Fentolamin ( Mansjoer, 1999 ). Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolic kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnya sampai tekanan
15

darah diastolic kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnya mean arterial blood pressure mean arterial blood pressure25 %( pada strok penurunan hanya boleh 20 % dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap bila sangat tinggi> 220 / 330 mmHg ) dalam waktu 2 jam. Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam 12 16 jam selanjutnya sampai mendekati normal. Penurunan tekanan darah hipertensi urgency dilakukan secara bertahap dalam dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam b) Diet sehat penderita krisis hipertensi Pengaturan menu bagi penderita hipertensi selama ini dilakukan dengan empat cara, yakni diet rendah garam, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas, diet rendah serat,dan diet rendah energi (bagi yang kegemukan). Cara diet tersebut bertambah satu dengan hadirnya DASH (Dietary Approach to Stop Hipertension) yang merupakan strategi pengaturan menu yang lengkap. Prinsip utama dari diet DASH adalah menyajikan menu makanan dengan gizi seimbang terdiri atas buahbuahan, sayuran, produk-produk susu tanpa atau sedikit lemak, ikan, daging unggas, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Porsi makanan tergantung pada jumlah kalori yang dianjurkan untuk dikonsumsi setiap harinya. Jumlah kalori tergantung pada usia dan aktifitas. Menu yang dianjurkan dalam diet DASH untuk yang berat badannya normal mengandung 2.000 kalori yang dibagi dalam tiga kali waktu makan (pagi, siang, malam). Diet tinggi buah-buahan, sayuran, dan produk susu tanpa lemak atau rendah lemak secara bersama-sama dan total dapat menurunkan tekanan sistolik rata-rata 6 11 mmHg. Buah yang paling sering dianjurkan dikonsumsi untuk mengatasi hipertensi adalah pisang. Sementara dari golongan sayuran adalah sayuran hijau, seledri, dan bawang putih. Sedangkan makanan yang dilarang dikonsumsi lagi oleh penderita hipertensi adalah daging kambing dan durian. . C. Konsep Asuhan Keperawatan Dengan Krisis Hipertensi
16

Menurut Dongoes Marilynn E (2002), asuhan keperawatan pada klien dengan krisis hipertensi adalah sebagai berikut : 1. Pengkajian a. Identitas 1) Pasien, meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa. 2) Penanggung Jawab : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa dan hubungan dengan pasien. b. Pengkajian Primer 1) Airway Kaji : Bersihan jalan nafas Adanya/ tidaknya jalan nafas Distres pernafasan Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring

2) Breathing Kaji : Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada Suara nafas melalui hidung atau mulut Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas

3) Circulation Kaji : Denyut nadi karotis Tekanan darah Warna kulit, kelembapan kulit Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal

4) Disability Kaji : Tingkat kesadaran Gerakan ekstremitas GCS ( Glasgow Coma Scale ) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya

5) Eksposure Kaji :
17

Tanda-tanda trauma yang ada. ( Muslicha, 2008)

c. Dasar Data Pengkajian Menurut Dongoes Marilynn E (2002), dasar data pengkajian yang didapat pada klien dengan krisis hipertensi sebagai berikut : 1) Aktivitas/istirahat Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, Takipnea 2) Sirkulasi Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin 3) Integritas Ego Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, Factor stress multiple Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara 4) Eliminasi Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu 5) Makanan/Cairan Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema 6) Neurosensori Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic 7) Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen 8) Pernapasan Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
18

nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis 9) Keamanan Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postura 10) Pembelajaran/Penyuluhan Gejala : faktor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit ginjal faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon.

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Menurut Dongoes Marilynn E (2002), diagnosa dan intervensi yang bisa diberikan klien dengan hipertensi yaitu : a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan O2 otak menurun Tujuan : gangguan perfusi jaringan dapat diatasi Kriteria hasil : a. Fungsi sensori dan motorik membaik b. Mampu mempertahankan tingkat Intervensi : 1) Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya R : Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan tekanan darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK. Napas tidak teratur menunjukkan adanya peningkatan TIK 2) Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana R : Mampu mengetahui tingkat respon motorik pasien. 3) Pantau status neurologis secara teratur R : Mencegah/menurunkan atelektasis 4) Dorong latihan kaki aktif/ pasif R : Menurunkan statis vena 5) Pantau pemasukan dan pengeluaran haluaran urin R : Penurunan atau pemasukan mual terus menerus dapat menyebabkan penurunan volume sirkulasi 6) Beri obat sesuai indikasi, misal : Caumadin R : Menurunkan resiko trombofeblitis
19

b. Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola napas Kriteria hasil : Memperhatikan pola napas normal/efektif, bebas sianosis dengan GDA dalam batas normal pasien

Intervensi : 1) Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara suara tambahan yg tidak normal R : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru 2) Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, catat ketidakteraturan pernapasan R : Perubahan dapat menunjukan komplikasi pulmonal/menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. 3) Berikan oksigen sesuai indikasi R : Mencegah hipoksia, jika pusat pernapasan tertekan. 4) Anjurkan pasien untuk latihan napas dalam yang efektif jika pasien sadar R : Mencegah/menurunkan atelektasis 5) Kaji TTV tiap hari R : Mengetahui perubahan status kesehatan

c. Resiko injury berhubungan dengan diplopia Tujuan : Resiko injuri berkurang Kriteria hasil : Pasien merasa tenang dan tidak takut jatuh Intervensi : 1) Atur posisi pasien agar aman. R : Menurunkan resiko injuri 2) Pertahankan tirah baring secara ketat R : Pasien mungkin merasa tidak dapat beristirahat atau perlu untuk bergerak 3) Atur kepala taruh diatas daerah yang empuk ( lunak ) R : Menurunkan resiko trauma secara fisik

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik


20

Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan Kriteria hasil : Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur

Intervensi : 1) Kaji respon pasien terhadap aktifitas, parhatikan frekuensi nadi, dispnea atai nyeri dada, keletihan dan kelemahan yang berlebihan, diaforesis, pusing atau pingsan R : Menyebutkan parameter membantu dlam mengkaji respons fisiologi terhadap stres aktifitas dan bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktifitas 2) Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi R : Tehnik menghemat energi mengurangi penggunaan energi juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen 3) Berikan dorongan untuk melakukan aktifitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan. R : Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba tiba. Memberikan bentuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktifitas.

21

Anda mungkin juga menyukai