Anda di halaman 1dari 3

http://iktikad.wordpress.

com/ -- Makalah Korupsi - Info Kasus Korupsi Indonesia


SOPAN SANTUN KORUPSI Oleh: Bambang Purwanto pembiaran itu merupakan bagian cerdik seorang pimpinan, dengan pelan-pelan mengondisikan agar mindset yang terbentuk tak berdaya menangkal perilaku koruptif. Tanpa terasa, inilah sesungguhnya sopan santun berkorupsi yang dilakukan oknum-oknum demi memenuhi moral hazardnya. Indonesia masuk kategori negara korup di dunia. Berbagai analisa menunjukkan banyak faktor menyebabkan korupsi marak di Indonesia. Salah satu faktor penting adalah gaya manajemen yang justru menciptakan lingkungan menjadi kondusif bagi tumbuh kembangnya perilaku korupsi. Secara teoritis, perilaku korupsi dapat ditekan sekecil mungkin dengan mendesain Sistem Pengendalian Manajemen (SPM) yang andal. Namun hal ini menjadi sia-sia kalau terjadi kolusi ataupun pengabaian manajemen. Korupsi bisa dilakukan siapapun dari berbagai profesi, di lingkungan swasta, maupun negeri. Namun banyak pihak mempercayai, korupsi sulit dilakukan sendirian. Dengan berkolusi maka, korupsi mudah dilakukan. Demikian pula SPM menjadi runtuh karena pengabaian manajemen. Lebih-lebih kalau mindsetnya bermasalah. Menurut hemat penulis, perilaku korupsi tumbuh subur karena tidak sehatnya mindset para pelaksana birokrasi. Hal ini terjadi akibat sikap pimpinan dalam waktu yang relatif panjang mengabaikan Lingkungan Pengendalian, utamanya yang berkenaan dengan penegakan integritas dan nilai etika: Apakah pimpinan instansi pemerintah membina serta mendorong terciptanya budaya yang menekankan pentingnya nilai-nilai integritas dan etika. Misalnya melalui keteladanan dalam kegiatan sehari-hari. Salah satu tolok ukur upaya pencegahan perilaku korupsi, adalah: penyelenggaraan pengembangan budaya kerja sebagaimana diatur dalam Kepmenpan 2002 no. 25. Sebenarnya pedoman itu sangat membantu bagaimana membentuk mindset yang sehat. Namun karena pimpinan mengabaikannya dan tidak menggantikan denga cara sehat yang lain, maka rapuhlah sistem pengendalian manajemen organisasi bersangkutan. Ibarat tubuh manusia, mindset sebagai darahnya; ketika darah tersebut tidak memenuhi standar kesehatan maka jangan berharap tubuh yang dialiri darah itu akan sehat. Artinya birokrasi yang dibangun diatas mindset yang sakit niscaya terjadi penyimpangan dan korupsi merajalela. Melalui pengamatan dan assessment SPM terdapat sinyalemen pimpinan organisasi setengah sengaja membiarkan mindset terbentuk disertai temperamen yang kondusif terhadap perilaku koruptif. Setengah sengaja, mengandung kemungkinan: yang pertama, pimpinan memang tidak mampu mengelola manajemen dengan baik sehingga mindset terkontaminasi nilai yang tidak sesuai dengan tujuan organisasi. Sedangkan kemungkinan kedua, pembiaran itu merupakan bagian cerdik seorang pimpinan, dengan pelan-pelan mengondisikan agar mindset yang terbentuk tak berdaya menangkal perilaku koruptif. Tanpa terasa, inilah sesungguhnya sopan santun berkorupsi yang dilakukan oknum-oknum demi memenuhi moral hazardnya. Manajemen Ala Firaunisme Menengok sejarah Mesir kuno, kita mengenal tokoh populair Firaun yang juga dikenal dalam Al Kitab dan Al Quran. Sejarah juga mencatat: Kekuasaan pemerintahan berlalu tanpa mengindahkan pendapat orang lain. cara Firaun menjamin status quo kekuasaan melalui program licik penuh kesewenangan. Melakukan penindasan terhadap sebahagian dari rakyatnya dan memberikan kedudukan terhadap kelompok penduduk yang sejalan dengan pola kekuasaanya dengan

http://iktikad.wordpress.com/ -- Makalah Korupsi - Info Kasus Korupsi Indonesia


Halaman - 1

http://iktikad.wordpress.com/ -- Makalah Korupsi - Info Kasus Korupsi Indonesia


menerapkan sistim politik belah bambu. (http://www.scribd.com). Kemudian Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (w.751 H) memasukkan Firaun dalam deretan tokoh dajjajilah sepanjang sejarah mewakili simbol penguasa zalim (kitab al-Fawaid,hal:90). Ada dajjal sifat yang selalu ada di panggung sejarah meramaikan jagad zaman, (http://mimbarjumat.com) Uraian di atas, mempertegas bahwa kepemimpinan Firaun sangat mungkin mengilhami manajemen layanan publik kekinian. Apabila model kepemimpinan bentuk aslinya disebut Firaunisme, praktik kekinian sebut saja sebagai Neo Firaunisme, yang tetap bercirikan zalim dan licik. Sebagai auditor intern penulis berada pada posisi terbatas dalam menyajikan bukti-bukti yang ada. Namun atas dasar keprihatinan dan terkait pelaksanaan tugas, penulis mencoba menyajikan tulisan ini dalam rangka mendorong percepatan reformasi birokrasi di Indonesia. Neo Firaunisme tentu berbeda dengan Firaunisme. Perbedaan terletak pada dimensi waktu, teknik operasionalnya dan bobot kebengisan. Firaunisme eksis pada masa kejayaan Mesir Kuno, model operasinya terang-terangan dan penerapan sanksi diwujudkan dalam bentuk siksaan fisik dan mental yang tak terperikan. Sedangkan Neo Firaunisme merupakan praktik manajemen kekinian yang diilhami kemanjuran manajemen ala Firaun, namun teknis operasionalnya bersifat sembunyi-sembunyi dan tersamar. Adapun penerapan sanksi lebih mengedepankan bentuk ancaman, pembunuhan karakter dan karier anak buahnya. Kelicikan Neo Firaunisme Mindset sumber daya manusia diciptakan untuk memberi ruang yang cukup bagi berlangsungnya perilaku koruptif, beberapa contoh dapat disebut: Pertama: Komitmen dan implementasi peraturan bergaya distursif yang bertumpu pada kemudahan dan keenakan. Peraturan yang sudah jelas tetapi membatasi ruang gerak korupsi tidak segera diindahkan dengan alasan: belum mengetahui, belum ada perintah pimpinan. Sedangkan peraturan yang menguntungkan meskipun persyaratan belum memenuhi, disikapi dengan bersegera melaksanakannya dengan merekayasa pemenuhan persyaratan yang dibutuhkan. Kedua: Gaya komunikasi kental dengan teknik non verbal yang memiliki ciri tersamar dan halus, sehingga di satu pihak kelihatan berbudaya kelas elit, di pihak lain diperlukan kepekaan dan cepat tanggap terhadap sinyal-sinyal. Gaya komunikasi ini dimanfaatkan pimpinan untuk memerintah dengan memberi sinyal melakukan korupsi. Sengaja menempuh cara ini untuk menghindari resiko hukum (tidak terpenuhinya bukti tertulis). Dua pihak baik yang memerintah maupun yang diperintah sebenarnya sedang berspekulasi. Kalau anak buah tanggap dan bersedia melakukannya maka biasanya kedua belah pihak berbagi hasil menikmati korupsi tersebut. Keuntungan pimpinan, kalau ketahuan, pimpinan relatif aman karena tidak terdapat bukti yang kuat. Sedangkan keuntungan bagi anak buah biasanya atas jasanya itu, anak buah diberi reward: lancar dalam kariernya. Namun apabila nasib tak sedang mujur, anak buah tersebut jatuh pada posisi menjadi kambing hitam sedangkan pimpinan tetap berlenggang. Ketiga: Cara pandang pentingnya predikat atau performance yang bernuansa keagamaan meskipun tidak selalu berkorelasi lurus dengan makna sumpah jabatannya; bahkan kadang terkesan merusak citra agama tertentu, dan rakyatpun terkecoh karenanya. Keempat: Asumsi keberhasilan manajemen lebih mengutamakan terciptanya kondisi kondusif ketimbang suasana dinamis, kreatif dan inovatif. Kondusif sering termaknai: jaga ketenangan meskipun ada korupsi. Lebih lanjut waspadai pemikiran kritis. Pegawai yang mencoba kritis, inovatif dan sportif dianggap berbahaya, dapat mengganggu kepentingan berkorupsi. Sehingga pemikiran kreatif, inovatif dan sikap sportif biasanya tidak memiliki ruang yang memadai. Meski sesekali muncul keseriusan berkreasi dan berinovasi mencari jalan keluar masalah penyimpangan yang sedang dihadapi.

http://iktikad.wordpress.com/ -- Makalah Korupsi - Info Kasus Korupsi Indonesia


Halaman - 2

http://iktikad.wordpress.com/ -- Makalah Korupsi - Info Kasus Korupsi Indonesia


Kelima: Agak latah bertoleransi terhadap perilaku korupsi dengan cara mengemas rapi dan indah dalam terminologi pemberian kebijaksanaan dan dalam rangka pembinaan. Menurut hemat penulis, suatu kebijakan itu layak diambil dengan syarat tidak terdapat aturan operasional terkait situasi dan kondisi unik; - kebijakan itu tidak bertentangan dengan paraturan yang lebih tinggi dan/atau tidak bertentangan dengan akal sehat; - kebijakan tersebut lebih banyak memberikan kemanfatan dalam lingkup yang lebih besar dari pada kemadlaratannya; kebijakan itu dapat dipertanggungjawabkan secara terukur. Keempat hal tersebut harus terpenuhi secara akumulatif. Apabila tidak, maka dapat makin menyuburkan perilaku korupsi, karena tidak memberikan efek jera, sebaliknya menumbuhkan sikap berani menantang sanksi yang terbatas hanya ada di atas kertas. Lebih lanjut terdapat analisa: berdalih perlu diambil sikap bijaksana dan dalam rangka pembinaan terhadap anak buah yang korupsi, disinyalir terkandung maksud untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan aman, guna menekan sekecil mungkin potensi pembalasan terhadap pimpinan yang kebetulan berhobi sama melakukan korupsi. Kezaliman Neo Firaunisme Anak buah yang berjasa mengamankan korupsi, masuk kategori prioritas menduduki jabatan lebih tinggi sedangkan terhadap anak buah yang kritis, mempertahankan nilai-nilai, berani mengingatkan perilaku menyimpang atasannya, niscaya akan dicari-cari kelemahan dan kesalahannya, disandra kariernya dengan berbagai cara bahkan jika dipandang perlu dikorbankan dengan cara dimutasi di tempat dan pada posisi yang makin tidak memungkinkan kariernya berkembang lebih baik. Memang di satu sisi mutasi merupakan bagian penting dari manajemen birokrasi, namun di sisi lain kadang dimanfaatkan untuk menyingkirkan anak buah yang dianggap berseberangan, bisa jadi termasuk dianggap mengganggu zona nyaman koruptifnya. Tindakan demikian sering kontraproduktif, meski berdalih demi penyegaran suasana kerja, yang terjadi justru menghambat dinamika kerja menuju good governance dalam arti yang sebenarnya. Dalam hal ini nampaknya birokrasi sedang memperteguh pendirian dengan tanpa merasa berdosa: barang siapa berani mempertahankan nilai-nilai tetapi bersebarangan dengan selera pimpinan, rasakan akibatnya. Moral hazard ini dikemas dalam disain sistem pengendalian manajemen yang beroperasi pada wilayah perasaan khawatir (ketidaknyamanan) anak buah atas ancaman karier. Padahal bagi setiap pegawai, jalur karier dipahami sebagai medan perjuangan profesi, demi amanah, demi ketercukupan nafkah keluarga dan masa depan anak-anaknya. Karena itu pulalah, karier anak buah sering dijadikan fokus titik tembak yang strategis bagi kepentingan manajemen koruptif yang beraliran Neo Firaunisme. Bentuk konkrit dapat disebut beberapa contoh: Mengancam anak buah dimutasikan pada tempat dan posisi yang tidak cocok dengan potensi dan keahliannya. Karier anak buah disandra melalui berbagai cara misalnya keikutsertaan diklat; membatasi peran secara tidak wajar; Memberikan reward anak buah yang bersedia merekayasa penyimpangan sekaligus pandai menyembunyikannya dari mata publik; Memberikan reward anak buah yang telah teruji kesetiaannya terhadap pimpinan yang kadang melebihi rasa takutnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan gaya manajemen Neo Firaunisme, perilaku korupsi niscaya tetap akan tumbuh dan terpelihara pada lingkungan yang kondusif. Mengharap ada perubahan memang bukan sebuah mimpi, namun diperlukan sinergi yang harmoni, bersama pemangku kepentingan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, sportifitas serta mengenyahkan segala bentuk kezaliman dan kelicikan baik yang nyata maupun yang tersembunyi. -o0o -

http://iktikad.wordpress.com/ -- Makalah Korupsi - Info Kasus Korupsi Indonesia


Halaman - 3

Anda mungkin juga menyukai