Anda di halaman 1dari 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kebersihan gigitiruan harus dijaga untuk mencegah terjadinya denture stomatitis dan kerusakan pada gigi geligi yang masih ada serta jaringan pendukung gigitiruan. Merendam gigitiruan dalam bahan desinfektan merupakan salah satu cara untuk memelihara kebersihan gigitiruan. Bahan desinfektan dapat mengurangi jumlah mikroorganisme yang melekat pada gigitiruan.18-28

2.1 Desinfektan Metode pembersihan gigitiruan dapat dilakukan dengan merendam gigitiruan ke dalam bahan desinfektan. Bahan desinfektan direkomendasikan sebagai perawatan tambahan pada pasien yang menderita denture stomatitis.18,27 Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, serta untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman, sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri dan jamur. Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan, tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras.40

Universitas Sumatera Utara

2.1.1 Klorheksidin Klorheksidin merupakan salah satu jenis bahan desinfektan golongan kemis yang memiliki keuntungan berupa kemampuan untuk mencapai seluruh bagian dari gigitiruan, dan resiko terjadinya kerusakan dan abrasi pada gigitiruan akibat pasien yang kurang terampil sangat kecil.3,7,8,18 Klorheksidin sudah dikenal sejak tahun 1950. Klorheksidin memiki kemampuan antiseptik dan desinfektan dengan spektrum luas, sangat efektif untuk bakteri gram positif, gram negatif, bakteri ragi, jamur, serta protozoa.24-27 Klorheksidin dapat menghambat pembentukan plak karena kemampuan untuk :24 a. Mengadakan ikatan dengan kelompok asam ionik glikoprotein saliva sehingga pembentukan pelikel yang diperlukan untuk kolonisasi bakteri plak terhambat. b. Mengadakan ikatan dengan lapisan polisakarida yang menyelubungi bakteri sehingga perlekatan bakteri ke permukaan gigi terhambat. c. Mengendapkan faktor-faktor aglutinasi asam yang ada dalam saliva dan menggantikan kalsium yang diperlukan sebagai perekat bakteri untuk membentuk massa plak. d. Memiliki efek baterisidal karena molekul kationiknya berikatan dengan anionik bakteri yang akan mempengaruhi dinding sel bakteri dan selanjutnya mengganggu keseimbangan osmotis sel. Cara penggunaan klorheksidin adalah dengan merendam gigitiruan dalam larutan klorheksidin selama 15 menit dua kali sehari. Penggunaan jangka panjang mempunyai

Universitas Sumatera Utara

akan menyebabkan stain. Bahan desinfektan klorheksidin buatan pabrik contohnya adalah Chlorheksidin (Smithkline Beecham Consumer Healthcare, Brentford, UK). Di pasaran Indonesia tersedia Minosep buatan Minorock yang mengandung larutan klorheksidin glukonat 0,2% (Gambar 1).18,24 Minosep digunakan sebagai obat kumur dengan aturan pakai selama satu menit sebanyak dua kali sehari, sesuai dengan petunjuk pabrik.24

Gambar 1. Minosep

2.1.2 Daun Sirih (Familia Piperaceae) Sirih (Familia Piperaceae) merupakan salah satu tanaman yang diketahui berkhasiat sebagai antiseptik dan desinfektan.28,31,36,41-43 Bagian yang dipakai pada sirih adalah daunnya. Daun sirih (Familia Piperaceae) memiliki aroma yang khas yaitu rasa pedas, sengak, dan tajam. Rasa dan aroma yang khas tersebut diakibatkan oleh kavikol dan bethelphenol yang terkandung dalam minyak atsiri. Faktor lain yang menentukan aroma dan rasa sirih (Familia Piperaceae) adalah jenis sirih itu sendiri,

Universitas Sumatera Utara

umur sirih, jumlah sinar matahari yang sampai ke bagian daun, dan kondisi dedaunan bagian atas tumbuhan.32,42,43

2.1.2.1 Gambaran Umum Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari sirih (Familia Piperaceae) adalah sebagai berikut :32 Kerajaan Divisio Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Piperales : Piperaceae : Piper : Piper betle

Nama binomial : Piper betle Linn Sirih (Familia Piperaceae) merupakan tanaman yang banyak ditanam orang Indonesia di halaman, memiliki batang berwarna hijau kecokelatan, permukaan kulit kasar dan berkerut-kerut, mempunyai nodul/ruas yang besar tempat keluarnya akar. Tumbuh memanjat dan bersandar pada batang pohon lain, tinggi dapat mencapai 5 m15 m. Sirih (Familia Piperaceae) memiliki daun tebal, tumbuh berseling, bertangkai, daun berbentuk jantung dengan ujung daun meruncing, tepi rata dengan lebar 2,5 cm10 cm, panjang 5 cm-18 cm, dan mengeluarkan bau aromatik. 42

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.2 Jenis-jenis Daun Sirih (Familia Piperaceae) Berdasarkan bentuk daun, rasa dan aromanya, sirih (Familia Piperaceae) dibedakan menjadi beberapa jenis :43 1. Daun Sirih Banda Daun sirih banda berdaun besar, berwarna hijau tua dan kuning di beberapa bagian, memiliki rasa dan aroma yang sengak 2. Daun Sirih Cengkeh Daun sirih cengkeh berdaun kuning, dan rasanya tajam menyerupai rasa cengkeh. 3. Daun Sirih Hitam Daun sirih hitam rasanya sengak, biasanya digunakan untuk campuran obat. 4. Daun Sirih Jawa Daun sirih jawa berwarna hijau tua dan rasanya tidak begitu tajam. Daun sirih ini merupakan jenis yang sering digunakan masyarakat untuk menyirih (Gambar 2).

Gambar 2. Daun sirih jawa

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.3 Kandungan dan Kegunaan Daun Sirih (Familia Piperaceae) Daun sirih (Familia Piperaceae) telah dikenal sebagai obat tradisional karena memiliki kandungan antiplak, antioksidan, antiseptik, antijamur, dan

antidiabetes.28,33,35,37,41-43 Penggunaan secara tradisional biasanya dilakukan dengan cara merebus daun sirih kemudian air rebusan digunakan untuk kumur atau membersihkan bagian tubuh lain, atau daun sirih dilumatkan kemudian ditempelkan pada luka (Mardisiwojo, 1985, Anonim, 1981).31 Dalam daun sirih (Familia Piperaceae) 100 gram terdapat kandungan: air 85,4 mg; protein 3,1 mg; karbohidrat 6,1 mg; serat 2,3 mg; yodium 3,4 mg; mineral 2,3 mg; kalsium 230 mg; fosfor 40 mg; besi ion 3,5 mg; karoten (vitamin A) 9600 iu; kalium nitrat 0,26-0,42 mg; tiamin 70 mg; riboflavin 30 mg; asam nikotinal 0,7 mg; vitamin C 5 mg; kanji 1,0-1,2%; gula non reduksi 0,6-2,5%; gula reduksi 1,4-3,2%. Sedangkan minyak atsirinya terdiri dari: alilkatekol 2,7-4,6%; kadinen 6,7-9,1%; karvakol 2,2-4,8%; kariofilen 6,2-11,9%; kavibetol 0,0-1,2%; sineol 3,6-6,2%; eugenol 26,8-42,5%; eugenol metil eter 26,8-15,58%; pirokatekin; fenol; metanol; kavikol 5,1-8,2%.31,37,42,43 Kavikol merupakan komponen pendukung yang terurai dari daun sirih (Familia Piperaceae), memberikan bau khas dan memiliki daya bunuh bakteri lima kali lebih besar dari fenol.32,33,35,37,43 Senyawa fenol yang terkandung dalam minyak atsiri pada daun sirih (Familia Piperaceae) bersifat bakterisid. Senyawa fenol apabila terjadi interaksi dengan dinding sel mikroorganisme akan terjadi denaturasi protein dan meningkatkan permeabilitas mikroorganisme. Interaksi antar mikroorganisme mengakibatkan perubahan keseimbangan muatan dalam molekul protein, sehingga

Universitas Sumatera Utara

terjadi perubahan struktur protein dan menyebabkan terjadinya koagulasi. Protein yang mengalami denaturasi dan koagulasi akan kehilangan aktivitas fisiologis sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Perubahan struktur protein pada dinding sel bakteri akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian sel menjadi rusak. Metanol memiliki kemampuan antimikroba terhadap bakteri gram positif dan negatif. Senyawa kariofilen bersifat antiseptik dan anastetik lokal, sedangkan senyawa eugenol bersifat dan analgesik topikal dan antiseptik. 37 Daun sirih (Familia Piperaceae) memiliki kemampuan untuk mencegah proses terjadinya pembentukan plak dari awal (antiplak) dengan bekerja terhadap bakteri plak, sehingga berperan dalam menjaga kesehatan rongga mulut.41 Mekanisme kerja sirih dalam mencegah terjadinya plak adalah dengan cara :41 1. Mengurangi kemampuan pelikel yang terbentuk pada permukaan gigi untuk mengikat bakteri sehingga fase awal pembentukan plak tidak terjadi (Fathilah dan Rahim, 2003) 2. Mengurangi sifat hidrofobik permukaan sel bakteri yang sangat penting dalam proses perlekatan bakteri (Fathilah et al., 2006). Nalina dan Rahim (2006) melaporkan bahwa ekstrak sirih dapat menghambat aktifitas glucosyltransferase (GTF) yang dibutuhkan untuk pembentukan glukan bagi bakteri Streptococcus mutans yang menyebabkan karies gigi. Fathilah dan Rahim (2003) melaporkan bahwa konsentrasi minimal sirih untuk bisa menghambat pertumbuhan bakteri (Minimal Inhibitory Concentration) adalah 0,216 0.469 gr/100

Universitas Sumatera Utara

ml dan konsentrasi minimal sirih untuk bisa membunuh bakteri (Minimal Bactericidal Concentration) adalah 0,521 1,042 gr/100ml.41

2.2 Resin Akrilik Polimerisasi Panas

2.2.1 Komposisi 1. Komposisi cairan :7,23,44 a. Monomer (metil metakrilat) b. Stabiliser; sekitar 0,006% hidroquinon untuk mencegah berlangsungnya polimerisasi selama penyimpanan c. Bahan untuk memacu ikatan silang, seperti etilen glikol dimetakrilat (1-2%) 2. Komposisi bubuk : 7,23,44 a. Polimer (poli metil metakrilat) b. Initiator : berupa 0.2 - 0.5 % benzoil peroksida c. Pigmen : merkuri sulfit atau cadmium sulfit sekitar 1 % tercampur dalam partikel polimer supaya diperoleh warna sesuai dengan gingival. d. Plasticizer : dibutil phthalate e. Opacifiers : Seng atau Titanium oksida 2.2.2 Manipulasi7,23,44,45 1. Perbandingan polimer dan monomer, biasanya 3 sampai 3,5 : 1 (satuan volume) atau 2,5 : 1 (satuan berat). Penggunaan perbandingan yang benar adalah penting : a. Bila polimer terlalu banyak, tidak semua polimer sanggup dibasahi oleh monomer dan akibatnya akrilik yang telah digodok akan bergranula.

Universitas Sumatera Utara

b. Bila polimer terlalu sedikit, maka kontraksi yang terjadi akan lebih besar. 2. Pencampuran polimer dan monomer. Polimer dan monomer dalam perbandingan yang benar dicampur di dalam tempat yang bertutup lalu dibiarkan hingga dicapai dough stage. Pengamatan setelah pencampuran polimer dan monomer. Pada saat pencampuran bahan akan melalui fase (stage) berikut ini : a. Sandy stage adalah terbentuknya campuran yang menyerupai pasir basah. b. Sticky stage adalah saat bahan akan merekat ketika polimer mulai larut dalam monomer dan berserat jika ditarik. c. Dough stage adalah konsistensi liat dimana adonan sudah mudah diangkat dan tidak melekat lagi, serta merupakan waktu yang tepat memasukkan adonan ke dalam mold dan kebanyakan dicapai dalam waktu kurang dari 10 menit. d. Rubber hard stage adalah seperti karet dan terlalu keras untuk dibentuk, pada stadium ini bahan akan mengeras. 3. Waktu dough tergantung pada : a. Ukuran partikel polimer, partikel yang lebih kecil lebih cepat larut dan lebih cepat tercapai konsistensi dough. b. Berat molekul polimer, lebih kecil berat molekul lebih cepat terbentuk konsistensi dough. c. Terdapatnya plastisizer yang akan mempercepat terbentuknya dough. d. Suhu adalah penting. Sebagai contoh, pembentukan dough dapat diperlambat dengan menyimpan campuran di dalam freezer. e. Perbandingan polimer dan monomer, bila tinggi, waktu dough lebih singkat.

Universitas Sumatera Utara

4. Mold lining. Setelah semua malam dikeluarkan dari mold dengan cara menyiramnya dengan air mendidih dan detergen, dinding mold harus diberi lapisan separator untuk: a. Mencegah merembesnya monomer ke dalam mold dan berpolimerisasi sehingga menghasilkan permukaan yang kasar dan merekat degan mold b. Mencegah air dari mold masuk ke dalam akrilik resin 5. Pengisian. Sewaktu melakukan pengisian kedalam mold perlu diperhatikan agar : a. Mold terisi penuh b. Sewaktu dipres terdapat bahan yang cukup pada mold, ini dapat dicapai dengan cara mengisikan akrilik dough stage sedikit lebih banyak ke dalam mold. Selama polimerisasi terjadi kontraksi yang mengakibatkan berkurangnya tekanan di dalam mold. porosity. 6. Kuring. Mold yang telah diisi kemudian dikuring dalam waterbath. Suhu dan lamanya proses kuring harus dikontrol. Selama proses kuring dalam waterbath perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Bila bahan mengalami polimerisasi yang tidak sempurna, kemungkinan gigitiruan mengandung monomer sisa yang tinggi. b. Menurut Itjiningsih (1997), proses kuring resin akrilik dilakukan pada suhu 70C dibiarkan selama 30 menit dan selanjutnya 100 C dibiarkan selama 90 menit. Proses kuring resin akrilik sebaiknya dilakukan sesuai petunjuk pabrik (Gambar 3).45 Pengisian yang kurang dapat menyebabkan terjadinya shrinkage

Universitas Sumatera Utara

100 C 70 C 70 C 30 menit 90 menit

100 C

Suhu kamar

Suhu kamar

Gambar 3. Diagram kuring resin akrilik polimerisasi panas45

7. Pendinginan. Kuvet harus dibiarkan dingin secara perlahan sampai mencapai suhu kamar. Pendinginan secara cepat menyebabkan kerusakan basis gigitiruan karena perbedaan kontraksi termal dari resin dan gips keras. Kuvet yang telah dingin diangkat dari rendaman air dan dibiarkan dingin.44 8. Deflasking. Mengeluarkan hasil kuring dari mold harus dilakukan dengan hatihati untuk mencegah patahnya gigitiruan. 9. Penyelesaian dan pemolesan. Biasanya dipergunakan suspensi asahan batu apung halus dalam air. Kadang-kadang dilakukan teknik pemolesan kering, selama pemolesan harus dijaga agar jangan timbul panas yang berlebihan pada gigitiruan. 2.2.3 Sifat-Sifat23,44,45 1. Berat molekul a. Polimer, memiliki berat molekul 500.000 sampai 1.000.000 b. Monomer, memiliki berat molekul 100 c. Polimer yang telah mengalami polimerisasi, memiliki berat molekul 1.200.000

Universitas Sumatera Utara

2. Monomer sisa. Ini mempunyai pengaruh pada berat molekul rata-rata. Meskipun pada akrilik yang berpolimerisasi secara benar, masih terdapat monomer sisa sebesar 0,2%-0,5%. Kuring pada suhu yang terlalu rendah dan dalam waktu yang singkat menghasilkan monomer sisa yang lebih besar. Ini hendaknya dicegah karena: a. Monomer bebas dapat lepas dari gigitiruan dan mengiritasi jaringan mulut. b. Monomer sisa akan bertindak sebagai plastisizer dan membuat resin menjadi lunak dan lebih fleksibel. 3. Porositas. Ini dapat memberi pengaruh yang tidak menguntungkan pada kekuatan dan sifat-sifat optis akrilik. a. Shrinkage porosity, kelihatan seperti gelembung yang tidak beraturan bentuk di seluruh dan pada permukaan gigitiruan. b. Gaseous porosity, terlihat berupa gelembung kecil halus yang uniform, biasanya terjadi terutama pada gigitiruan yang tebal dan di bagian yang lebih jauh dari sumber panas. 4. Absorbsi air. Selama pemakaian absorbsi air berlanjut hingga dicapai keseimbangan sekitar 2%. Setiap kenaikan berat akrilik sebesar 1% disebabkan oleh absorbsi air menyebabkan terjadinya ekspansi linear sebesar 0,23%. Sebaliknya juga pengeringan bahan ini akan disertai oleh timbulnya kontraksi. Gigitiruan hendaknya selalu dijaga basah meskipun sedang tidak dipakai. 5. Retak. Dapat timbul retak-retak pada permukaan resin. Ini disebabkan karena adanya tensile stress yang menyebabkan terpisahnya molekul-molekul polimer. 6. Ketepatan dimensional.

Universitas Sumatera Utara

Ketepatan dimensional dipengaruhi oleh ekspansi mold sewaktu pengisian, ekspansi termal, kontraksi yang terjadi sewaktu polimerisasi, kontraksi sewaktu pendinginan dan hilangnya stress yang dapat terjadi sewaktu pemolesan basis gigitiruan akrilik. 7. Kestabilan dimensional. Kestabilan dimensional berhubungan dengan absorbsi air oleh resin akrilik. Absorbsi air dapat menyebabkan ekspansi pada resin akrilik. Besar ekspansi karena absorbsi air hampir sama dengan kontraksi selama proses kuring.23 8. Fraktur. Gigitiruan dapat mengalami fraktur yang disebabkan karena kekuatan impak misalnya terjatuh pada permukaan yang kasar dan fatique yang terjadi karena gigitiruan mengalami pembengkokan yang berulang-ulang selama pemakaian. 2.2.4 Kegunaan Sejak pertengahan tahun 1940-an, kebanyakan basis gigitiruan dibuat menggunakan resin (poli metil metakrilat). Resin-resin tersebut merupakan plastik lentur yang dibentuk dengan menggabungkan molekul-molekul metil metakrilat multipel. Beberapa kegunaan dari resin akrilik antara lain adalah :44-48 1. Basis gigitiruan 2. Digunakan untuk proses relining, rebasing 3. Pembuatan sendok cetak fisiologis 4. Elemen gigitiruan 5. Alat-alat ortodonsia

Universitas Sumatera Utara

6. Bahan splinting (resin akrilik polimerisasi kimia) 7. Temporomandibular Joint Arthroplasty dengan menggabungkannya dengan bahan metal pada bedah mulut maksilofasial

2.3 Candida albicans Candida albicans dapat tumbuh pada suhu 37C dalam kondisi aerob dan anaerob. Gambaran makroskopis koloni Candida albicans berwarna krem, agak mengkilat, dan halus (Gambar 4). Pada kondisi anaerob Candida albicans mempunyai waktu generasi yang lebih panjang yaitu 248 menit dibandingkan dengan kondisi pertumbuhan aerob yang hanya 98 menit. Candida albicans tumbuh baik pada media padat tetapi kecepatan pertumbuhan lebih tinggi pada media cair pada suhu 37C. Pertumbuhan juga lebih cepat pada kondisi asam dibandingkan dengan pH normal atau alkali. Pada media Sabourauds Dextrose Agar (SDA) Candida albicans berbentuk bulat atau oval yang biasa disebut dengan bentuk mikroskopis berupa khamir dengan ukuran 3,5-6 x 6-10 m.49

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4. Candida albicans pada media SDA

2.3.1 Lapisan Biofilm pada Candida albicans Kemampuan suatu mikroorganisme untuk mempengaruhi lingkungannya tergantung pada kemampuan untuk membentuk suatu komunitas. Candida albicans membentuk komunitasnya dengan membentuk ikatan koloni yang disebut biofilm (Nabile dan Mitchell, 2005), sebagai pelindung sehingga mikroba yang membentuk biofilm biasanya mempunyai resistensi terhadap antimikroba biasa atau menghindar dari sistem kekebalan sel inang. Secara struktur, biofilm terbentuk dari dua lapisan yaitu lapisan basal yang tipis berupa lapisan khamir dan lapisan luar yaitu lapisan hifa yang lebih tebal tetapi lebih renggang.49 Berkembangnya biofilm biasanya seiring dengan bertambahnya infeksi klinis pada sel inang sehingga biofilm ini dapat menjadi salah satu faktor virulensi dan resistensi. Pembentukan biofilm dapat dipacu dengan keberadaan serum dan saliva dalam lingkungannya (Nikawa et al., 1997). Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan biofilm Candida albicans diantaranya adalah ketersediaan udara. Pada

Universitas Sumatera Utara

kondisi anaerob, Candida albicans

dapat membentuk hifa tetapi tidak mampu

membentuk biofilm (Biswas dan Chaffin, 2005).49 2.3.2 Mekanisme infeksi Candida albicans pada permukaan sel Pemakaian gigitiruan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya Candida albicans dalam rongga mulut. Penutupan mukosa oleh basis gigitiruan dapat mengurangi efek pembersihan saliva, sehingga sisa makanan menumpuk dan meningkatkan prevalensi mikroorganisme. Pemakaian gigitiruan secara terus menerus akan meningkatkan kecenderungan terjadinya infeksi denture stomatitis yang disebabkan Candida albicans. Peningkatan jumlah Candida albicans pada penderita denture stomatitis tidak terbatas pada mukosa mulut yang terkena denture stomatitis, tetapi juga pada lidah, mukosa palatal, permukaan mekanis gigitiruan, dan saliva.15 Edgerton et al, Hoffman, dan Haidaris (1998) melaporkan bahwa Candida albicans menyerap musin saliva secara selektif, sehingga

meningkatkan perlekatan sel jamur Candida albicans ke permukaan resin akrilik.50 Tahap pertama dalam proses infeksi Candida albicans ke tubuh hewan atau manusia (sel inang) adalah perlekatan (adhesi). Kemampuan melekat pada sel inang merupakan tahap penting dalam kolonisasi dan penyerangan (invasi) ke sel inang. Bagian pertama dari Candida albicans yang berinteraksi dengan sel inang adalah dinding sel. Mekanisme perlekatan sendiri sangat dipengaruhi oleh keadaan sel tempat dinding sel Candida albicans melekat (misalnya sel epitelium). Perlekatan dan kontak fisik antara Candida albicans dan sel inang selanjutnya mengaktivasi

Universitas Sumatera Utara

mitogen

activated

protein

kinase

(Map-kinase)

yang

dibutuhkan untuk

perkembangan hifa dan lapisan biofilm Candida albicans.49,50 Tahap setelah perlekatan adalah invasi yang ditandai dengan terjadinya perubahan khamir ke bentuk hifa (filamen). Perubahan bentuk khamir ke hifa sangat dipengaruhi oleh lingkungan mikro sel inang yang terdeteksi oleh Candida albicans selama proses invasi (Brown dan Gow, 1999). Hifa Candida albicans mempunyai kepekaan untuk menempel sehingga membantu dalam proses infiltrasi pada permukaan epitel selama invasi jaringan. Kemampuan untuk merubah morfologi merupakan faktor penting dalam menentukan infeksi dan penyebaran Candida albicans pada jaringan inang.49,50

2.4 Denture Stomatitis

2.4.1 Definisi Denture Stomatitis merupakan proses inflamasi dari mukosa rongga mulut, terutama mukosa palatum dan gingiva, terjadi akibat kontak langsung dengan basis gigitiruan lepasan. Hal ini ditandai dengan terjadinya perubahan seperti eritema, dan biasanya ditemukan pada kedua rahang, sedangkan mukosa rahang bawah jarang terlibat karena pada rahang bawah aliran saliva sangat baik. Prevalensi berkisar antara 25-67%, lebih sering pada wanita, dan prevalensinya meningkat sesuai dengan pertambahan umur.51-55 2.4.2 Gambaran Klinis Denture stomatitis memiliki gambaran klinis berupa eritema difus dan pembengkakan mukosa pada permukaan mukosa yang berkontak dengan gigitiruan.

Universitas Sumatera Utara

Tanda dan gejala pada denture stomatitis disertai dengan perdarahan mukosa, pembengkakan, rasa terbakar, halitosis, perasaan tidak nyaman, dan mulut kering. Denture stomatitis berhubungan dengan angular seilitis, atrofik glositis, kandidiasis pseudomembran akut, dan kandidiasis hiperplastik kronis.52-54 Denture stomatitis dibedakan menjadi tiga tipe berdasarkan klasifikasi Newton, yaitu : 52-55 1. Tipe 1 : tahap inisial berupa petechiae (bintik merah) yang terlokalisir atau tersebar pada mukosa palatum yang berkontak dengan gigitiruan 2. Tipe 2 : terjadi eritema difus dan edema terbatas pada daerah mukosa palatum yang ditutupi gigitiruan (tipe yang paling sering terjadi) (Gambar 5)

Gambar 5. Eritema difus dan edema terbatas pada daerah mukosa palatum (tanda panah)55

3. Tipe 3 : hiperplasia papila dengan eritema difus (Gambar 6). Newton tipe 3 lima kali lipat lebih sering terjadi pada gigitiruan basis akrilik dari pada gigitiruan kerangka logam

Universitas Sumatera Utara

Gambar 6. Hiperplasia papila dengan eritema difus (tanda panah)55

2.4.3 Mekanisme Terjadinya Denture Stomatitis Akibat Plak Gigitiruan Denture stomatitis merupakan proses inflamasi yang umumnya melibatkan mukosa pada bagian palatal karena tertutup oleh gigitiruan penuh atau sebagian.51 Etiologi denture stomatitis adalah multifaktoral, terbagi atas dua faktor yaitu faktor utama dan faktor predisposisi. Faktor-faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya denture stomatitis adalah :50,53,55 1. Faktor gigitiruan Denture stomatitis tidak akan terjadi tanpa adanya gigitiruan. Denture stomatitis disebabkan oleh gigitiruan yang tidak retentif, tidak stabil, trauma akibat gigitiruan, dan pemeliharaan gigitiruan yang tidak baik. 2. Faktor infeksi Infeksi diakibatkan oleh akumulasi bakteri dan jamur yang dapat mengganggu keseimbangan bakteri normal dalam rongga mulut. Jamur patogen oportunistik Candida albicans merupakan faktor etiologi denture stomatitis yang paling penting.

Universitas Sumatera Utara

Faktor-faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya denture stomatitis adalah :50,53,55 1. Faktor sistemik Faktor sistemik penyebab denture stomatitis yaitu fisiologi (usia tua), disfungsi endokrin, defisiensi nutrisi, neoplasma, immunosupresi, dan antibiotik spektrum luas. 2. Faktor lokal Faktor lokal penyebab denture stomatitis yaitu antimikroba dan topikal maupun kortikosteroid inhalasi, diet tinggi karbohidrat, konsumsi tembakau dan alkohol, hiposalivasi, oral hygiene yang buruk, serta pemakaian gigitiruan khususnya pada malam hari. Permukaan gigitiruan yang mempunyai porositas memungkinkan terjadinya perlekatan mikroorganisme dengan cara menembus gigitiruan dan perlekatan kimia terjadi pada permukaan yang tidak rata. Pada permukaan yang tidak dipolis yang kontak dengan mukosa merupakan tempat proliferasi bagi Candida albicans yang akan menyebabkan terbentuknya plak. 54 Plak pada gigitiruan mengandung lebih dari 1011 organisme per gram berat basah. Penelitian dengan menggunakan sinar dan mikroskop elektron menunjukkan bahwa plak gigitiruan memiliki struktur yang sama dengan plak gigi. Flora mikrobial dasar pada plak gigitiruan mirip dengan plak gigi, tetapi pada plak gigitiruan memiliki jumlah Candida albicans lebih banyak.16 Plak gigi mulai terbentuk sebagai tumpukan dan kolonisasi mikroorganisme pada permukaan enamel dalam 3-4 jam sesudah gigi dibersihkan dan mencapai

Universitas Sumatera Utara

ketebalan maksimal pada hari ke tiga puluh. Pada awal pembentukan plak, jenis kokus gram positif, terutama Streptococcus sp paling banyak dijumpai. Kolonisasi pertama terdiri dari Steptococcus sanguis, Steptococcus mitis, Streptococcus salivarius dan beberapa strain lainnya. Setelah itu, berbagai jenis mikroorganisme lainnya memasuki plak gigi.56 Penelitian melaporkan bahwa, Candida albicans tidak akan melekat pada resin akrilik tanpa adanya kolonisasi Streptococcus sanguis dan Streptococcus salivarius terlebih dahulu.50 Peristiwa masuknya mikroorganisme lainnya setelah kolonisasi pertama oleh Streptococcus sp disebut Phenomena of Cession.50,56 Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan produk metabolisme yang dapat menyebabkan peradangan jaringan mukosa mulut yang disebut denture stomatitis.53,54,56-58 Marinka, Lada, dan Ivana (2000) melaporkan bahwa kebersihan rongga mulut dan gigitiruan merupakan faktor lokal pertama dalam perkembangan denture stomatitis, dibandingkan dengan faktor-faktor lain seperti jumlah saliva, umur, dan umur gigitiruan.51 Pada denture stomatitis proporsi Candida albicans pada plak gigitiruan akan meningkat sampai di atas 100x lipat, namun jumlah khamir yang dapat dikultur dari gigitiruan kurang dari 1%.53

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai