Anda di halaman 1dari 13

TUGAS TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH

Potensi Limbah Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan

OLEH :

HEFRIYANTY RONASARI (05091003019)

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA

2012

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produk utama kelapa sawit yaitu minyak sawit (CPO) kini sudah mulai dikembangkan sebagai sumber energi terbarukan dengan memprosesnya menjadi biodiesel, seperti yang sudah dikembangkan di Malaysia. Produk samping kelapa sawit seperti cangkang dan limbah pabrik CPO juga potensial sebagai sumber biomassa yang dapat dikonversi menjadi energi terbarukan. Alternatif ini memiliki beberapa kelebihan. Pertama, sumber energi tersebut merupakan sumber energi yang bersifat renewable sehingga bisa menjamin kesinambungan produksi. Kedua, Indonesia merupakan produsen utama minyak sawit sehingga ketersediaan bahan baku akan terjamin dan industri ini berbasis produksi dalam negeri. Ketiga, pengembangan alternatif tersebut merupakan proses produksi yang ramah lingkungan. Keempat, upaya tersebut juga merupakan salah satu bentuk optimasi pemanfaatan sumberdaya untuk meningkatkan nilai tambah. Sejalan dengan hal tersebut, maka dalam tulisan ini akan dibahas mengenai pemanfaatan produk samping sawit (PSS) sebagai sumber energi terbarukan. Pembahasan difokuskan pada potensi secara empiris produk samping kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan. Sebagai bangsa yang besar dengan jumlah penduduk sekitar 220 juta jiwa, Indonesia menghadapi masalah energi yang cukup mendasar. Sumber energi yang tidak terbarukan (non-renewable) tingkat ketersediaannya semakin berkurang. Sebagai contoh, produksi minyak bumi Indonesia yang telah mencapai puncaknya pada tahun 1977 yaitu sebesar 1.7 juta barel per hari terus menurun hingga tinggal 1.125 juta barel per hari tahun 2004. Di sisi lain konsumsi minyak bumi terus meningkat dan tercatat 0.95 juta barel per hari tahun 2000, menjadi 1.05 juta barel per hari tahun 2003 dan sedikit menurun menjadi 1.04 juta barel per hari tahun 2004. Indonesia yang semula adalah tergolong net-exporter di bidang bahan bakar minyak (BBM), sejak tahun 2000 telah menjadi net importer jika produksi minyak

mentah Indonesia dikurangi dengan bagian kontraktor asing sebesar 35% produksi. Pada tahun 2003, impor bersih BBM Indonesia mencapai 0.336 juta barel per hari atau sedikit lebih kecil dari produksi bagian kontraktor asing. Impor bersih ini diperkirakan akan terus meningkat dengan semakin menurunnya produksi ladangladang minyak Indonesia dan meningkatnya konsumsi minyak penduduk Indonesia. Dalam upaya mengatasi masalah defisit energi tersebut, pengembangan sumber energi terbarukan merupakan suatu keharusan. Terhadap tuntutan ini, industri kelapa sawit mempunyai potensi kontribusi yang sangat besar.

B. Tujuan

Tujuan pembuatan tugas ini untuk mengetahui potensi limbah dari kelapa sawit sebagai energi alternatif.

II.

PEMBAHASAN

Kebun dan pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah padat dan cair dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara optimal. Serat dan sebagian cangkang sawit biasanya terpakai untuk bahan bakar boiler di pabrik, sedangkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang jumlahnya sekitar 23% dari tandan buah segar yang diolah, biasanya hanya dimanfaatkan sebagai mulsa atau kompos untuk tanaman kelapa sawit (Goenadi et al., 1998). Pemanfaatan dengan cara tersebut hanya menghasilkan nilai tambah yang terendah di dalam rangkaian proses

pemanfaatannya. Biogas yang komponen utamanya gas metan (CH4) sebenarnya sudah mulai manfaatkan sejak beberapa puluh tahun yang lalu, namun tidak banyak dipergunakan masyarakat. Biogas yang dikenal masyarakat lebih banyak dihasilkan dari pengolahan kotoran ternak atau kotoran manusia. Sebenarnya biogas juga bisa dihasilkan dari biomassa yang lain. Biogas lebih ramah lingkungan daripada BBM. Pembakaran biogas (metan) akan menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Kedua gas ini sama seperti gas yang dikeluarkan dari hidung manusia. Bandingkan dengan BBM yang banyak menyebabkan polusi udara. Satu m3 gas metan dapat diubah menjadi energi sebesar 4700 6000 kkal atau 20 24 MJ. Energi sebesar itu setera dengan energi yang dihasilkan oleh 0,48 kg gas Elpiji (LPG). Penggunaan gas metan tidak hanya menghasilkan energi yang besar tetapi juga lebih ramah lingkungan. Gas metan adalah gas yang dihasilkan dari perombakan anaerobik senyawasenyawa organik, seperti limbah cair kelapa sawit. Secara alami gas ini dihasilkan pada kolam-kolam pengolahan limbah cair kelapa sawit. Limbah cair yang ditampung di dalam kolam-kolam terbuka akan melepaskan gas metan (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Kedua gas ini merupakan emisi gas penyebab efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Selama ini kedua gas tersebut dibiarkan saja menguap.

Pembentukan gas metan melibatkan aktivitas mikroba yang sangat komplek. Beberapa kelompok mikroba tersebut secara bertahap akan merombak bahan organik di dalam limbah cair atau limbah padat hingga dihasilkan gas metan. Pertama, kelompok mikroba hidrolitik akan memecah-mecah bahan organik menjadi senyawa yang lebih kecil. Bahan organik komplek umumnya adalah polimer, hasil pecahannya adalah monomer-monomer. Hasil pemecahan bahan organik komplek tersebut antara lain: glukosa, asam amino, dan asam lemak.

Kedua, kelompok mikroba fermentasi asam. Kelompok mikroba ini akan merombak monomer-monomer organik menjadi asam, yaitu senyawa asam-asam organik, alkohol, dan keton. Tahap berikutnya kelompok mikroba acetogenik akan merombaknya menjadi asam asetat, CO2, dan H2. Selanjutnya kelompok mikroba menghasil metan (metanogenik) akan merubah asam-asam tersebut menjadi gas metan. Perombakan bahan organik ini terjadi dalam kondisi tanpa oksigen (O2) yang disebut kondisi anaerob. Secara alami proses pembentukan gas metan ini sangat lambat dan gas yang dihasilkan juga sedikit. Untuk dapat merombak limbah kelapa sawit menjadi biogas dalam jumlah besar, diperlukan sedikit rekayasa. Limbah cair ditempatkan pada tempat khusus yang disebut bioreaktor. Bioreaktor dapat diatur sedemikian rupa sehingga kondisinya optimum untuk memproduksi biogas. Dapat pula ditambahkan mikroba-mikroba yang akan mempercepat pembentukan gas metan. Bioreaktor ditutup rapat yang tidak memungkinkan gas metan yang dihasilkan keluar dari bioreaktor. Gas metan dialirkan atau dipompa ke tangki penampungan. Gas yang sudah tertampung dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Gas metan dapat juga dimampatkan dan dicairkan yang kemudian ditampung di tabung-tabung yang lebih kecil, seperti layaknya tabung elpiji. Proses pengolahan limbah padat TKKS menjadi biogas lebih sulit dibandingkan dengan limbah cair. TKKS adalah senyawa organik yang lebih komplek daripada limbah cair. TKKS harus dirobak atau didekomposisi terlebih dahulu sehingga mikroba metanogenik dapat memanfaatkannya untuk menghasilkan gas metan.

Gambar 1. Kesetaraan biomassa dan energi dalam proses pengolahan sawit di pabrik kelapa sawit Proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 1. Dari 1 ton TBS yang diolah dapat diperoleh CPO sebanyak 140 220 kg. Proses ini membutuhkan energi sebanyak 2025 kWh/t dan 0.73 ton steam (uap panas). Proses pengolahan ini akan menghasilkan limbah padat, limbah cair dan gas. Limbah cair yang dihasilkan sebanyak 600700 kg POME (Palm Oil Mill Effluent). Limbah padat yang dihasilkan adalah serat dan cangkang sebanyak 190 kg dan 230 kg TKKS segar (kadar air 65%). Selain itu juga dihasilkan limbah emisi gas dari boiler dan incenerator (Lacrosse, 2004). Potensi energi yang dapat dihasilkan dari produk samping sawit dapat dilihat dari nilai energi panas (calorific value). Nilai energi panas (calorific value) dari beberapa produk samping sawit ditunjukkan pada Tabel 2. Produk samping yang memiliki nilai energi panas tinggi adalah cangkang dan serat. Cangkang dan serat (fibre) dimanfaatkan sebagian besar atau seluruhnya sebagai bahan bakar boiler PKS. Produk samping yang lain belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi.

TKKS yang juga memiliki nilai energi panas cukup tinggi saat ini banyak dimanfaatkan sebagai mulsa atau diolah menjadi kompos. Sebagian PKS masih membakar TKKS dalam incinerator untuk mengurangi volume limbah TKKS, walaupun sudah dilarang sejak tahun 1996. Tabel 2. Nilai energi panas (calorific value) dari beberapa produk samping sawit (berdasarkan berat kering). Rata-rata calorific value (kJ/kg) Kisaran (kJ/kg) TKKS 18 795 18 000 19 920 18 800 19 580 19 500 20 750 17 000 17 800 15 400 15 680

Serat

19 055

Cangkang 20 093

Batang Pelepah

17 471 15 719

Sumber: Ma et.al. (2004) TKKS adalah limbah biomassa yang potensial sebagai sumber energi terbarukan. TKKS dapat digunakan sebagai bahan bakar generator listrik. Sebuah PKS dengan kapasitas pengolahan 200_000 ton TBS/tahun akan menghasilkan sebanyak 44_000 ton TKKS (kadar air 65%)/tahun. Nilai kalor (heating value) TKKS kering adalah 18.8 MJ/kg, dengan efisiensi konversi energi sebesar 25%, dari energi tersebut ekuivalen dengan 2.3 MWe (megawatt-electric). TKKS dapat juga dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas walaupun proses pengolahannya lebih sulit daripada biogas dari limbah cair. Di samping itu, limbah padat dapat juga diproses menjadi briket arang sebagai sumber energi terbarukan. Dengan teknologi yang

relatif sederhana, pemanfaatan limbah padat menjadi briket arang merupakan suatu pilihan yang sangat realistis dan prospektif. Menurut Loebis dan Tobing (1989), limbah cair PKS berasal dari air kondensat rebusan (150175 kg/ton TBS), air drab (lumpur) klarifikasi (350450 kg/ton TBS) dan air hidroksiklon (100-150 kg/ton TBS). PKS dengan kapasitas olah 30 ton TBS/jam menghasilkan limbah cair sebanyak 360480 m3 per hari dengan konsentrasi BOD rata-rata sebesar 25_000 mg/l. Limbah cair tidak dapat dibuang langsung ke perairan, karena akan sangat berbahaya bagi lingkungan. Saat ini umumnya PKS menampung limbah cair tersebut di dalam kolam-kolam terbuka (lagoon) dalam beberapa tahap sebelum dibuang ke perairan. Secara alami limbah cair di dalam kolam akan melepaskan emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Gas-gas tersebut antara lain adalah campuran dari gas methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Kedua gas ini sebenarnya adalah biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Potensi biogas yang dapat dihasilkan dari 600 700 kg POME kurang lebih mencapai 20 m3 biogas (Lacrosse, 2004). Penelitian pemaanfaatan POME untuk menghasilkan biogas saat ini menjadi perhatian banyak pihak. Selain sebagai sumber energi, teknologi biogas ini juga dapat mengurangi dampak emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Volume produksi CPO tersebut dihasilkan dari 205 pabrik kelapa sawit yang sebagian besar berlokasi di Sumatera (177 pabrik), dan lainnya di Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Sebagai ilustrasi, produksi TBS Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan sebesar 53.762 juta ton TBS. Produksi ini akan terus meningkat dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 64.000 juta ton TBS. Dari produksi TBS tahun 2004 dapat diperkirakan produksi POME sebanyak 32.257 . 376. 33 juta ton dan TKKS sebanyak 12.365 juta ton. Jumlah ini sangat melimpah dan berpotensi besar sebagai sumber energi terbarukan.Pertumbuhan produksi CPO berarti pula peningkatan ketersediaan produk samping sawit yang antara lain bersumber dari TBS. Seperti terlihat pada Gambar 2, produksi TBS diperkirakan akan terus meningkat dan mencapai sekitar 83 juta ton pada tahun 2020, sehingga dapat dihasilkan 17 ton CPO. Volume tersebut merupakan sumber produk samping yang sangat besar untuk menghasilkan energi.

Gambar 2. Grafik Perkembangan dan Proyeksi Produksi CPO Indonesia 2000/2010.

Potensi produksi biogas dari seluruh limbah cair tersebut kurang lebih adalah sebesar 1075 juta m3. Nilai kalor (heating value) biogas rata-rata berkisar antara 47006000 kkal/m3 (2024 MJ/m3) (CTL, 2004). Dengan nilai kalor tersebut 1075 juta m3 biogas akan setara dengan 516.000 ton gas LPG, 559 juta liter solar, 666.5 juta liter minyak tanah, dan 5052.5 MWh listrik. TKKS juga memiliki potensi energi yang besar sebagai bahan bakar generator listrik. TKKS sebanyak 12_365 juta ton berpotensi menghasilkan energi sebesar 23.463.5 juta MWe. Alternatif lain pemanfaatan limbah padat kelapa sawit yang paling sederhana untuk Indonesia adalah menjadikannya briket arang. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki sifat tersebut dengan cara pemadatan melalui pembriketan, pengeringan dan pengarangan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah merancang bangun paket teknologi untuk produksi briket arang dari limbah sawit, baik tandan kosong maupun cangkang sawit. Pada dasarnya ada dua metode pembuatan briket arang, yaitu (i) bahan bakupenggilingan-pengayakan-pembriketan-pengarangan, dan (ii) bahan baku-

pengarangan-penggilingan-pengayakan-pembriketan. Untuk limbah sawit ternyata metode kedua lebih sesuai untuk menghasilkan briket arang yang bermutu tinggi. TKKS dan cangkang sawit memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga untuk proses pengarangannya juga memerlukan tungku yang berbeda. Untuk TKKS, proses

pengarangan lebih sesuai dilakukan dalam tungku vertikal, sedangkan untuk cangkang sawit lebih baik dilakukan proses pengarangan pada tungku horisontal. Rendemen yang dihasilkan dari proses pengarangan tersebut adalah 2530%. Proses pembriketan limbah sawit dapat dilakukan dengan mesin pembriket tipe ulir dengan kapasitas 1 ton per hari. Mesin ini menghasilkan briket arang berbentuk silinder dengan diameter 5 cm dan panjang 1030 cm. ukuran ini sesuai dengan briket arang komersial yang dibuat dari serbuk gergaji. Briket arang sawit memiliki keunggulan yaitu permukaannya halus dan tidak meninggalkan warna hitam apabila dipegang.

III.

PENUTUP

Indonesia diperkirakan akan mengalami defisit energi dengan volume defisit semakin meningkat dalam waktu yang tidak terlalu lama,. Hal ini terjadi karena sementara konsumsi energi terus meningkat, sumber energi, khususnya yang tidak terbarukan, semakin menurun. Untuk mengatasi hal ini, pengembangan sumber energi yang terbarukan merupakan pilihan yang strategis. Dalam konteks ini, pemanfaatan produk samping sawit dan limbahnya mempunyai potensi besar untuk dimanfaatkan. Produk samping sawit dan limbahnya mempunyai potensi besar sebagai sumber energi yang terbarukan. Dengan perkembangan industri kelapa sawit yang masih relatif pesat, upaya untuk mewujudkan hal tersebut perlu mendapat prioritas. Indonesia perlu segera memacu diri untuk mewujudkan hal tersebut sehingga ketertinggalan dengan negara lain dalam hal teknologi dan implementasi dapat terus diperkecil. Hal ini memerlukan dukungan semua pihak, khususnya pelaku bisnis, lembaga riset, dan pemerintah. Kebijakan Pemerintah perlu diarahkan pada pemberian insentif finansial kepada industri yang merintis kegiatan pengembangan energi terbarukan seperti ini, misalnya dengan memanfaatkan sebagian dana kompensasi pencabutan subsidi BBM. Potensi biomassa dari produk samping sawit sebagai sumber energi terbarukan mulai dikembangkan di beberapa negera produsen sawit utama. Malaysia sebagai salah satu negera produsen CPO utama telah mengembangkan teknologi produksi biogas dari POME. Dari sisi teknologi Malaysia lebih maju daripada Indonesia dalam mengembangkan teknologi ini. Sejak tahun 2001 Malaysia melaksanakan program pengembangan energi terbarukan yang disebut dengan Small Renewable Energy Programe (SREP). Salah satu energi terbarukan yang dikembangkan dalam program ini adalah pengembangan biogas dari POME. Saat ini mereka telah berhasil mengembangkan bioreaktor untuk produksi biogas dari POME. Bumibiopower (Pantai Remis) Sdn. Bhd. adalah salah satu perusahaan di Malaysia

yang melaksanakan proyek untuk mengembangkan pabrik produksi biogas dari POME (Pabrik ini direncanakan akan mengolah POME dari salah satu pabrik kelapa sawit yaitu Pantai Remis Paml Oil Mill. Biogas yang dihasilkan juga akan digunakan untuk generator listrik dengan kapasitas 1 MW 1.5 MW. COGEN bekerjasama dengan ASEAN melaksanakan proyek pengembangan energi terbarukan dari limbah biomassa sebanyak 8 proyek ( 3 proyek di Thailand, 3 proyek di Malaysia, dan 2 proyek di Singapura). Proyek ini memanfaatkan limbah biomassa, salah satunya adalah TKKS, sebagai bahan bakar generator listrik. Proyek pemanfaatan TKKS sebagai bahan bakar listrik dilaksanakan oleh TSH Bio Energy di Sabah, Malaysia. Kapasitas listrik yang dihasilkan adalah sebesar 14 MW. Pengembangan produk samping sawit sebagai sumber energi terbarukan masih tertinggal dibandingkan negera-negara lain. Total potensi biomassa (TKKS termasuk di dalamnya) sebesar 178 MWe baru sekitar 0.36% yang dimanfaatkan. Melalui Kep.Men. No. 1122 K/30/MEM/2002 tentang Distribusi Pembangkit Listrik Skala Kecil, Indonesia mulai mengembangkan energi terbarukan. Tahun 2005 Indonesia mendapatkan bantuan sebesar $ US 500.000 dollar dari ADB (Bank Pembangunan Asia) untuk mengembangkan energi terbarukan dari limbah cair kelapa sawit .

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, K. (2004). Biomass Energy Potentials and Utilization in Indonesia. Department Agricultural Engineering, IPB and Indonesian Renewable Energy Society (IRES). Institute Pertanian Bogor, Indonesia. Cipta Tani Lestari (CTL) (2004). Teknologi Reaktor Biogas Plastik. Energi Alternatif Pedesaan yang Ekonomis. CTL Pusat Inkubator Bisnis ITB. Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan (2005). Pokok-Pokok Rencana Makro Pengembangan Agribisnis Komoditi Perkebunan 2005-2009. Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan. Goenadi, D.H, Y. Away, Sukin, Y., Yusuf, H. H., Gunawan & Aritonang, P. (1998). Pilot-Scale Compossing of Oil Palm Using ligno-cellulosic Decompossing Bioactivator. 1998 International Oil Palm Conference. Nusa Dua Bali, September 23-25, 1998. Isroi. 2008. Pemamfaat Produk Samping Kelapa sawit sebagai sumber Energi Terbarukan (online) . (http://isroi.com/2008/03/12/pemanfaatan-produksamping-kelapa-sawit-sebagai-sumber-energi-alternatif-terbarukan/). Loebis, B. & Tobing, P.L. (1989). Potensi pemanfaatan limbah kelapa sawit. Buletin Perkebunan. 20: 49-56. Ma, A.N., Choo, Y.M. & Cheah, K.Y. (2003). Development of Renewable Energy in Malaysia. Malaysian Palm Oil Board (MPOB). Susila, W. R. (2004). Impacts of CPO-export tax on several aspects of Indonesian CPO industty, Oil Palm Industry Economic Journal, 4(2), 1-13, Malaysian Palm Oil Board.

Anda mungkin juga menyukai