Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN Pengkajian kualitas hidup terus dilakukan, bahkan secara internasional, dimotori oleh Organization of Health Economic

and Culture Development (OHECD) yang berkedudukan di Paris. Untuk mengetahui kualitas hidup, harus diketahui terlebih dahulu adalah indikatornya. Menurut OHECD (1992), indikator kualitas hidup penghasilan, kesehatan, perumahan, lingkungan, stabilitas, sosial, pendidikan, dan kesempatan kerja. Dengan kata lain, masing-masing indikator di atas perlu dijabarkan lebih lanjut. Indikator Kesehatan berhubungan dengan masalah kesehatan. Adapun masalah kesehatan memiliki ruang lingkup yang luas antara lain menyangkut perkembangan manusia yang harmonis dalam upaya meningkatkan kualitas hidup. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang memengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain. Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan. Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat
1

jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri. Dalam Undang-Undang yang dimaksud dengan : Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Untuk jangka panjang pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk tercapainya tujuan utama sebagai berikut: Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan. Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan. Peningkatan status gizi masyarakat.
2

Pengurangan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas). Pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan makin diterimanya norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.

Dasar-dasar pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah sebagai berikut: Semua warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia. Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat. Penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat. Indikator Kesehatan berhubungan dengan masalah kesehatan. Adapun masalah kesehatan memiliki ruang lingkup yang luas antara lain menyangkut perkembangan manusia yang harmonis dalam upaya meningkatkan kualitas hidup. Dalam bidang kesehatan, Morris (1979) mengajukan tiga indikator pokok menentukan kualitas hidup, yaitu angka kematian bayi, angka kematian ibu, dan angka harapan hidup. Indikator ini juga digunakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1987 dalam mengukur Indeks Mutu Hidup dalam usaha membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Menurut WHO Sehat adalah suatu keadaan yang lengkap dari sehat fisik, mental dan sosial, serta tidak hanya bebas penyakit atau kecacatan, sehingga seseorang dapat bekerja secara produktif. Definisi tersebut mengindikasikan adanya kisaran luas dari faktor yang mempengaruhi kesehatan individu atau kelompok, dan menyarankan bahwa sehat itu bukan konsep yang absolut.

Kualitas hidup pasien seharusnya menjadi perhatian penting bagi para profesi kesehatan karena dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu tindakan/intervensi atau terapi.

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Definisi Hasil Kesehatan (Health Outcomes) WHO (1948) mendefinisikan sehat sebagai keadaan yang utuh dari keadaan fisik, mental, dan sosial yang baik dari seorang individu, tidak hanya dari ada atau tidaknya penyakit. Hasil (outcome) adalah hasil akhir dari praktek perawatan kesehatan. Ada banyak jenis hasil. Berapa lama orang hidup setelah suatu perawatan kesehatan adalah salah satu jenis hasil, yang dikenal sebagai survival (kelangsungan hidup). Hasil lainnya mengukur efek pengobatan pada kehidupan masyarakat, seperti perubahan dalam kemampuan mereka untuk bekerja atau perubahan kualitas hidup mereka. Hasil juga termasuk kejadian yang tidak diinginkan seperti efek samping obat. Tipe lain dari hasil adalah apakah orang perlu untuk berganti ke jenis lain dari pengobatan. Oleh karena itu penerapan penelitian outcomes ke praktik dalam pelayanan medis selalu bertujuan untuk menciptakan outcomes yang diinginkan dalam setting klinis yang dianalisis dari tabel berikut :

Tabel 1 : Outcomes dalam pelayanan medis dalam setting klinis

Proses

Outcome

Intervensi spesifik ke pasien yang Hasil interaksi pasien dengan penyedia dilakukan oleh penyedia pelayanan pelayanan

Berfokus pada individual pasien

Berfokus pada populasi pasien

Lebih mudah dilakukan, pengumpulan Indikator diskret, berfokus pada pasien dan analisis data lebih ringan, lebih sebagai endpoints mudah dipahami Kebutuhan sumber daya tinggi,

research-based Perlu sistem risk-adjustment Indikator proses Dikelola oleh case manager Indikator outcome Dikelola oleh outcome manager

Untuk memperoleh outcomes yang baik maka kita harus melakukan kontrol terhadap faktor faktor yang mempengaruhinya yakni :

Tabel 2 : Faktor-faktor yang mempengaruhi outcomes

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Outcomes Faktor pasien : Outcomes : Fisiologis Psikologis Sosial Fisiologis Psikososial Fungsional
6

Faktor pelayanan: Pengobatan interdisipliner Setting fasilitas pelayanan kesehatan Proses pelayanan

Spiritual

Pengetahuan Kontrol gejala Kepuasan Utilisasi sumber

daya

2.2.

Defenisi Kualitas Hidup Pembangunan Sosial bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat (peoples well-being). Midgley menyebutkan bahwa kondisi sejahtera (well-being) menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) yang berkonotasi pada suatu kondisi sosial di mana masalah-masalah sosial diatur, kebutuhan sosial dipenuhi dan terciptanya kesempatan sosial. (2005:21). Bukan sekedar kegiatan amal ataupun bantuan publik yang diberikan oleh pemerintah. (2005:19). Pakar ilmu sosial mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai tinggi rendahnya tingkat hidup pada suatu masyarakat. Oleh karenanya kemudian diciptakan suatu metode untuk dapat mengetahui indikator kesejahteraan sosial, diantaranya adalah indeks kualitas hidup secara fisik atau PQLI (Physical Quality of Life Index) yang diperkenalkan oleh D.M. Morris (1979), kemudian indeks kemajuan sosial (The Index of Social Progress) yang diciptakan oleh Richard Estes (1985) dan yang terbaru adalah indeks pembangunan manusia (Human Development Index) yang dikembangkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990. (Midgley, 2005:20). Model terakhir inilah yang menjadi populer di berbagai negara termasuk di Indonesia sebagai suatu tools untuk mengukur pembangunan manusia.
7

Di sisi lain, tidak mudah untuk mendefinisikan kualitas hidup secara tepat. Pengertian mengenai kualitas hidup telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun semua pengertian tersebut tergantung dari siapa yang membuatnya. Seperti halnya definisi sehat, yaitu tidak hanya berarti tidak ada kelemahan atau penyakit, demikian juga mengenai kualitas hidup, kualitas hidup bukan berarti hanya tidak ada keluhan saja, akan tetapi masih ada hal-hal lain yang dirasakan oleh penderita, bagaimana perasaan penderita sebenarnya dan apa yang sebenarnya menjadi keinginannya. Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapinya dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapinya dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya. Stiglitz, Sen & Fitoussi (2011:68) menyebutkan bahwa kualitas hidup adalah konsep yang lebih luas daripada produksi ekonomi dan standar hidup. Kualitas hidup mencakup sekumpulan penuh faktor-faktor yang mempengaruhi apa yang kita hargai dalam hidup ini, melampaui sisi materialnya. Menurut Calman yang dikutip oleh Hermann (1993:14-21) dalam Silitonga (2007) mengungkapkan bahwa konsep dari kualitas hidup adalah bagaimana perbedaan antara keinginan yang ada dibandingkan perasaan yang ada sekarang, definisi ini dikenal dengan sebutan Calmans Gap. Calman mengungkapkan pentingnya mengetahui perbedaan antara perasaan yang ada dengan keinginan yang sebenarnya, dicontohkan dengan membandingkan suatu keadaan antara dimana seseorang berada dengan di mana seseorang ingin berada. Jika perbedaan antara kedua keadaan ini lebar, ketidakcocokan ini menunjukkan bahwa kualitas hidup seseorang tersebut rendah. Sedangkan kualitas hidup tinggi jika perbedaan yang ada antara keduanya kecil.

Definisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi dari penderita terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial dan emosional serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain. Menurut Schipper yang dikutip oleh Ware (1992) mengemukakan kualitas hidup sebagai kemampuan fungsional akibat penyakit dan pengobatan yang diberikan menurut pandangan atau perasaan pasien. Menurut Donald yang dikutip oleh Haan (1993), kualitas hidup berbeda dengan status fungsional, dalam hal kualitas hidup mencakup evaluasi subyektif tentang dampak dari penyakit dan pengobatannya dalam hubungannya dengan kemampuan fisik dan emosional pasien. Cella & Tulsky dalam Dimsdale (1995) menyebutkan bahwa beberapa pendekatan fenomenologi dari kualitas hidup menekankan tentang pentingnya persepsi subjektif seseorang dalam memfungsikan kemampuan mereka sendiri dan membandingkannya dengan standar kemampuan internal yang mereka miliki agar dapat mewujudkan sesuatu menjadi lebih ideal dan sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Campbell, dkk dalam Dimsdale (1995) yang menggarisbawahi tentang pentingnya persepsi subjektif dan penafsiran dalam pengukuran kualitas hidup. Dalam hal ini dikemukakan bahwa kualitas hidup dibentuk oleh suatu gagasan yang terdiri dari aspek kognitif dan afektif karena penilaian individu terhadap satu kondisi kognitif mempengaruhi secara efektif dan menimbulkan reaksi terhadap kondisi emosi individu tersebut. tujuan, nilai dan pengharapan seseorang, sedangkan status fungsional memberikan suatu penilaian obyektif dari

Adapun menurut Cohen & Lazarus dalam Sarafino (1994) kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dapat dinilai dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu. (Larasati, n.d.). Stiglitz, Sen & Fitoussi (2011:70-71) mengajukan ada tiga pendekatan konseptual untuk mengukur kualitas hidup, yaitu : Pendekatan pertama, yang dikembangkan erat dengan riset psikologis, dipijakkan pada gagasan tentang kesejahteraan subjektif. Pendekatan ini terkait erat dengan tradisi utilitarian, yang menyatakan bahwa mengupayakan manusia untuk bahagia dan puas dengan hidup mereka merupakan tujuan universal eksistensi manusia. Pendekatan kedua berakar pada gagasan tentang kapabilitas. Pendekatan ini melihat hidup seseorang sebagai kombinasi antara berbagai kegiatan dan kedirian (functionings) dan kebebasannya untuk memilih di antara fungsi-fungsi tersebut (capabilities). Dasar pendekatan kapabilitas ini memiliki akar kuat pada ide filosofis mengenai keadilan sosial, mencerminkan fokus pada tujuan manusia dan menghargai kemampuan individu untuk mengejar dan merealisasikan tujuan yang dia yakini, serta memainkan peran prinsip-prinsip etis dalam merancang masyarakat yang baik. Pendekatan ketiga, yang dikembangkan dalam tradisi ilmu ekonomi, didasarkan pada gagasan tentang alokasi yang adil. Dasar pemikirannya, banyak
10

ditemui dalam ilmu ekonomi kesejahteraan, adalah menimbang berbagai dimensi non-moneter kualitas hidup (melampaui barang dan jasa yang diperdagangkan di pasar) dengan suatu cara yang menghargai preferensi seseorang. Kemudian Stiglitz, Sen & Fitoussi (2011:77-98) menyebutkan ada beberapa bidang yang terkait dengan kualitas hidup, diantaranya yaitu : kesehatan, pendidikan, aktivitas personal, hak suara politik dan tata kelola pemerintahan, koneksi sosial, kondisi lingkungan, serta ketidakamanan pribadi. Karena penelitian ini terkait dengan pendidikan maka penulis hanya akan membahas pendidikan. Lebih lanjut terkait pendidikan, Stiglitz, Sen & Fitoussi mengatakan bahwa pendidikan penting bagi kualitas hidup, terlepas dampaknya pada pendapatan dan produktivitas masyarakat, dimana masyarakat yang lebih terdidik pada umumnya memiliki status kesehatan yang lebih baik, pengangguran yang lebih sedikit, koneksi sosial yang lebih banyak, dan keterlibatan yang lebih besar dalam kehidupan sipil dan politik. Indikator pendidikan yang tersedia sekarang meliputi beragam bidang. Beberapa mengacu pada input (tingkat pendaftaran sekolah, anggaran pendidikan, dan sumber daya sekolah), sementara yang lain mengacu pada throughput dan output (tingkat kelulusan, lamanya tahun bersekolah, pengukuran berbasis tes standar atas tingkat melek huruf dan melek angka). Mana di antara indikatorindikator ini yang yang lebih relevan bergantung pada taraf pembangunan suatu negara dan pada tujuan proses evaluasi itu sendiri. Sebagian indikator yang paling relevan untuk mengkaji dampak pendidikan terhadap kualitas hidup adalah ukuran kompetensi seseorang, yang mengukur pendidikan dan outcome lain yang penting bagi kualitas hidup di tingkat individu.

11

2.2.1. Ruang Lingkup Kualitas Hidup Secara umum terdapat 5 bidang (domains) yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO (World Health Organization), bidang tersebut adalah kesehatan fisik, kesehatan psikologik, keleluasaan aktivitas, hubungan sosial dan lingkungan, sedangkan secara rinci bidang-bidang yang termasuk kualitas hidup adalah sebagai berikut : 1) Kesehatan fisik (physical health): kesehatan umum, nyeri, energi dan vitalitas, aktivitas seksual, tidur dan istirahat. 2) Kesehatan psikologis (psychological memori dan konsentrasi. 3) Tingkat aktivitas (level of independence): mobilitas, aktivitas sehari-hari, komunikasi, kemampuan kerja. 4) Hubungan sosial (sosial relationship): hubungan sosial, dukungan sosial. 5) Lingkungan (environment), keamanan, lingkungan rumah, kepuasan kerja. health): cara berpikir, belajar,

12

Gambar 1 : Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran outcome pasien dalam model konsep health-related quality of life. Dikutip dari Wilson IB, Cleary PD

2.2.2. Pengukuran Kualitas Hidup Menurut Guyatt dan Jaescke yang dikutip oleh Ware dan Sherbourne (1952), kualitas hidup dapat diukur dengan menggunakan instrumen pengukuran kualitas hidup yang telah diuji dengan baik. Dalam mengukur kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan semua domain akan diukur dalam dua dimensi yaitu penikaian obyektif dari fungsional atau status kesehatan (aksis X) dan persepsi sehat yang lebih subyektif (aksis Y). Walaupun dimensi obyektif penting
13

untuk menetukan derajat kesehatan, tetapi persepsi subyektif dan harapan membuat penilaian obyektif menjadi kualitas hidup yang sesungguhnya (Gambar 1). Suatu instrument pengukuran kualitas hidup yang baik perlu memiliki konsep, cakupan, reliabilitas, validitas dan sensitivitas yang baik pula.

Gambar 2 : Skema pengukuran kualitas hidup. Secara garis besar instrumen untuk mengukur kualitas hidup dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu instrumen umum (generic scale) dan instrumen khusus (specific scale). Instrumen umum ialah instrumen yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup secara umum pada penderita dengan penyakit kronik. Instrumen ini digunakan untuk menilai secara umum mengenai kemampuan fungsional, ketidakmampuan dan kekuatiran yang timbul akibat penyakit yang diderita. Salah satu contoh instrumen umum adalah the Sickness Impact Profile (SIP), the Medical Outcome Study (MOS) 36-item short-form Health Survey (SF-36).

14

Tabel 3 : Instrumen taksonomi kualitas hidup

Instrumen umum Profil kesehatan Preferensi berbasis tindakan Instrumen spesifik Penyakit tertentu (misalnya, diabetes) Populasi spesifik (misalnya, orang dewasa yang lebih tua lemah) Fungsi tertentu (misalnya fungsi, seksual) Kondisi atau masalah tertentu (misalnya, nyeri) Data dari Patrick DL, Deyo RA. Med Care 1989, 27: S217-S232. Sedangkan instrumen khusus adalah instrumen yang dipakai untuk

mengukur sesuatu yang khusus dari penyakit, populasi tertentu (misalnya pada orang tua) atau fungsi yang khusus (misalnya fungsi emosional), contohnya adalah The Washington Psychosocial Seizure Inventory (WPSI), The Liverpool Group, The Epilepsy Surgery Inventory(ESI-55).

Tabel 4 : Domain yang termasuk dalam instrumen generik terpilih EuroQol Groups EQ-SD Mobilitas Pemeliharaan thd diri sendiri

15

Aktifitas biasa Kecemasan / depresi Nottingham Health Profile (NHP) Bagian I: Distress dalam domain berikut Emosi Tidur Isolasi sosial Bagian II: Kesehatan-masalah yang berkaitan dalam domain berikut Pekerjaan Pekerjaan rumah tangga Kehidupan sosial Rumah hidup Quality of Well-Being Scale (QWB) Gejala/ masalah Mobilitas Sickness Impact Profile (SIP) Tidur dan istirahat Makanan Bekerja

Nyeri / ketidaknyamanan

Energi Sakit Mobilitas

Kehidupan seks Hobi Liburan

Aktifitas fisik Kegiatan sosial

Manajemen rumah Rekreasi dan hiburan Perawatan tubuh dan gerakan


16

Ambulasi Mobilitas Komunikasi

Perilaku waspada Perilaku emosional Interaksi sosial

Health Utilities Index (HUI)Mark III Penglihatan Pendengaran Ambulasi Ketangkasan Kesadaran Nyeri dan ketidaknyamanan Emosi The MOS (SF - 36) merupakan salah satu contoh instrumen pengukuran kualitas hidup yang dipakai secara luas untuk berbagai macam penyakit, merupakan suatu isian berisi 36 pertanyaan yang disusun untuk melakukan survey terhadap status kesehatan yang dikembangkan oleh para peneliti dari Santa Monica, terbagi dalam 8 bidang, yaitu : 1) Pembatasan aktifitas fisik karena masalah kesehatan yang ada. 2) Pembatasan aktifitas sosial karena masalah fisik dan emosi. 3) Pembatasan aktifitas sehari-hari karena masalah fisik. 4) Nyeri seluruh badan. 5) Kesehatan mental secara umum. 6) Pembatasan aktifitas sehari-hari karena masalah emosi.

17

7) Vitalitas hidup. 8) Pandangan kesehatan secara umum

Tabel 5 : SF-36 Timbangan dan Jumlah Item per Skala (SF-36/SF-12) SF-36 Scales and Number of Items per Scale (SF-36/SF-12) Fungsi fisik (10/2) Keterbatasan peran disebabkan masalah fisik (4/2) Tubuh nyeri (2/1) Kesehatan umum (5/1) Vitalitas (4/1) Sosial yang berfungsi (2/1) Keterbatasan peran disebabkan masalah emosional (3/2) Kesehatan Mental (5/2) Kesehatan transisi (1/0 Disusun dari Ware and Sherbourne and Ware et al.

2.2.3. Kriteria Pengukuran Kualitas Hidup/ Kualitas Taraf Hidup Ada 3 kriteria yang biasa digunakam untuk mengukur kualitas hidup manusia/ kualitas taraf hidup manusia, yaitu :

18

1) Terpenuhinya kebutuhan dasar untuk kelangsungan sebagai mahluk hidup hayati Kebutuhan ini bersifat mutlak, yang didorong oleh keinginan manusia untuk menjaga kelangsungan hidup hayatinya. Kelangsungan hidup hayati tidak hanya menyangkut dirinya, melainkan juga masyarakatnya, dan terutama kelangsungan hidupnya sebagai jenis melalui keturunannya. Kebutuhan dasar ini terdiri atas udara, air yang bersih, pangan, kesempatan untuk mendapatkan keturunan serta perlindungan terhadap serangan penyakit dan sesama manusia. Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air, reaksi kimia dalam tubuh manusia untuk proses metabolisme juga membutuhkan air. Air juga merupakan bahan yang terbuang dari reaksi kimia dalam tubuh manusia untuk proses metabolisme dalam bentuk urine (air seni). Air juga berperan dalam menjaga suhu tubuh. Apabila manusia kekurangan air, tubuh mengalami dehidasi, metabolisme manjadi kacau dan suhu tubuh menjadi tidak teratur. Manusia membutuhkan air, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya, melainkan juga untuk proses produksi dan lain-lain. Misalnya untuk pertanian, perikanan, dan industri. Kebutuhan air tidak hanya menyangkut segi kuantitasnya melainkan juga kualitasnya. Misalnya, persyaratan air utuk keperluan rumah tangga berbeda dengan persyaratan untuk irigasi. Udara mengandung oksigen yang dibutuhkan manusia untuk pernafasan. Tanpa oksigen manusia tidak dapat hidup, masalah yang makin serius adalah tercampurnya udara dengan gas dan partikel padat yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, baik dari sektor industri maupun transportasi. Gas dan partikel padat tersebut beracun. Pencemaran udara dengan gas dan partikel padat akan mengurangi pemenuhan atas kebutuhan udara yang bersih. Pangan adalah kebutuhan dasar lain yang bersifat mutlak. Pangan berfungsi sebagai penyusun tubuh, sumber energi dan pengatur metabolisme.

19

Karena itu disamping kuantitas pangan, kualitasnyapun penting. Kualitas pangan ditentukan oleh susunan sebagai unsur makanan, seperti karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin. 2) Kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup manusiawi Berbeda dengan mahluk hidup yang lain, manusia sebagai mahluk yang berbudaya tidak cukup hanya sekedar hidup secara hayati, melainkan karena perkembangan kebudayaannya maka manusia harus hidup secara manusiawi. kebutuhan dasar untuk hidup secara manusiawi, sebagian bersifat material dan sebagian lagi bersifat non material. Hal inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Jika di alam semesta, hukum rimba berdiri di atas kekuatan, siapa yang kuat yang akan menang. Di dalam masyarakat manusia yang beradab, hukum berdiri diatas keadilan, oleh karena itu perlindungan hukum yang adil merupakan kebutuhan dasar yang membuat manusia dapat hidup secara manusiawi. Pekerjaan bukanlah sekedar sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar hayati sebagaimanayang diajarkan oleh induk hewan kepada anaknya, tetapi juga perlu diberikan pengetahuan tentang agama, filsafat, ilmu, seni dan budaya yang membedakan pendidikan manusia dengan hewan. Pendidikan teknologi sangatlah penting. Pendidikan ini haruslah disertai dengan pendidikan lain seperti tersebut di atas. Jika tidak, sebenarnya manusia secara kualitatif tidak akan ada bedanya dengan hewan. Kebutuhan dasar lain yang membuat manusia menjadi manusiawi adalah energi. Misalnya untuk tranportasi sangatlah tidak manusiawi seandainya seseorang harus berjalan kaki puluhan kilometer dari tempat tinggalnya ke suatu lokasi dimana dia bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup hayatinya.

20

3) Kebutuhan dasar untuk memilih Sudah barang tentu dalam masyarakat yang tertib, derajat kebebasan untuk memilih dibatasi oleh hukum, baik yang tertulis maupu yang tidak tertulis. Kemampuan memilih merupakam sifat hakikih untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, baik pada tumbuhan, hewan maupun manusia. Untuk dapat memilih harus ada keanekaragaman pilihan, oleh karena itu keanekaragaman merupakan unsur yang esensial dalam lingkungan.

2.2.4. Batasan Kualitas Hidup Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan terhadap keadaan seseorang sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan dan niatnya. Dikutip dari kualitas hidup menurut Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan Harvey Schipper (1999), Kualitas hidup mencakup : a) Gejala fisik b) Kemampuan fungsional (aktivitas) c) Kesejahteraan keluarga d) Spiritual e) Fungsi sosial f) Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan) g) Orientasi masa depan h) Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri
21

i) Fungsi dalam bekerja

Gambar 3 : QALYs diperoleh (yaitu, daerah antara kurva) sebagai hasil dari intervensi hipotetis kesehatan, seperti obat. (QALY, quality-adjusted life-year; kualitas-disesuaikan tahun hidup)

22

Gambar 4 : Standar resiko untuk status kesehatan kronis. Subjek menawarkan pilihan antara A dan B. Melibatkan sebuah kepastian hidup di kesehatan keadaan i (keadaan kesehatan di bawah optimal) untuk jangka waktu tertentu. B melibatkan intervensi yang dapat menyebabkan kesehatan penuh untuk periode yang sama waktu atau kematian segera. Probabilitas yang berhubungan dengan hasil sehat dan mati adalah p dan 1 - p, masing-masing. Seperti p bervariasi, yang ketidakpedulian titik antara pilihan A dan B mewakili utilitas keadaan i.

23

Gambar 5 : Waktu trade-off untuk kondisi kesehatan kronis. Subjek memilih antara hidup sejumlah bervariasi dari waktu dalam kesehatan penuh (x) dan hidup sejumlah waktu tertentu (t) di keadaan i. Lamanya waktu secara penuh kesehatan dipersingkat sampai subjek acuh tak acuh antara dua pilihan. Nilai kesehatan negara i (hi ) Kemudian dihitung dengan membagi x / t.

2.3.

Hubungan Kesehatan dengan Kualitas Hidup Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU no.23/1992 tentang kesehatan). Kesehatan adalah kebutuhan dasar dan modal utama untuk mencapai kualitas hidup yang terbaik. Pengukuran Kualitas Hidup telah berkembang selama 20 tahun dan kini telah menjadi metodologi tertentu dengan teori yang terstruktur formal Skor kualitas hidup telah semakin diakui sebagai ukuran hasil yang penting baik dalam
24

penelitian, pelayanan kesehatan dan evaluasi pengobatan. Penilaian kualitas hidup secara luas digunakan dalam uji klinis dan dalam pengamatan studi tentang kesehatan dan penyakit. Hal ini sering digunakan untuk mengevaluasi intervensi dan efek samping pengobatan serta dampak penyakit dan proses biologis lainnya dari waktu ke waktu. 2.4. Kualitas Hidup dan Farmakoterapi Seperti dijelaskan oleh Smith, empat kemungkinan hasil QOL (Quality of Life) terkait dengan farmakoterapi: (a) QOL ditingkatkan, (b) kualitas hidup yang aktif dipertahankan, (c) QOL menurun, atau (d) QOL tetap tidak terpengaruh. Untuk efektif menilai hasil-hasil yang mungkin, bergerak di luar menganggap- asi hanya biologis atau manifestasi fisik dari penyakit atau perawatannya sangat penting. Penggunaan pengukuran standar alat (misalnya, dilaporkan sendiri HRQOL instrumen) untuk mengumpulkan informasi mengenai dampak farmakoterapi pada kualitas hidup pasien meningkat. Namun, sebagian besar klaim dalam iklan obat resep terus didasarkan pada parameter physiologic dan/ atau dokter-dinilai fungsi fisik lebih dibandingkan pasien yang dilaporkan aktif dan sehat-bugar. Sebuah studi oleh Croog et al. adalah salah satu yang pertama dalam tubuh tumbuh literatur melaporkan dampak QOL farmakoterapi, spesifiknya penggunaan obat antihipertensi. Seiring dengan hipertensi, contoh wilayah terapi lain yang menerima perhatian yang asma, kanker, diabetes, arthritis, human immunodeficiency virus (HIV) / acquired immune deficiency syndrome (AIDS), dan depresi. Jenis kondisi dan jenis perawatan mendikte pentingnya data HRQOL dalam menentukan nilai farmakoterapi. Seperti dibahas oleh Badia dan Herdman, dalam kondisi kronis dan perawatan paliatif (yaitu, gejala medium tetapi tidak menyembuhkan penyakit yang mendasari), HRQOL mungkin mempertajam
25

keberhasilan. Namun, dengan kondisi akut dan (kuratif) pengobatan, HRQOL kemungkinan menjadi sekunder (meskipun hal itu mungkin tidak termasuk meremehkan dampak positif dan negatif dari pengobatan). Informasi tentang dampak farmakoterapi pada kualitas hidup dapat menyediakan data tambahan untuk membuat keputusan kebijakan pada obat gunakan. Bahkan, Akademi Farmasi Managed Care, dalam Format for Submissions formularium, menyatakan bahwa produsen farmasi, biologis, dan vaksin produk harus mencakup data hasil (misalnya, QOL) dalam berkas pengajuan formularium mereka. Jika tersedia, farmasi dan komite terapi harus memasukkan data ke QOL formularium dan praktek pedoman proses pengambilan keputusan. HRQOL sebagai masukan untuk pengambilan keputusan klinis di tingkat pasien juga adalah penting. Misalnya, pengobatan alternatif mungkin sama khasiat berdasarkan parameter klinis tradisional (misalnya, penurunan tekanan darah) tetapi menghasilkan efek yang sangat berbeda pada pasien HRQOL. Dengan demikian, pemilihan penyedia di antara alternatif bersaing mungkin bergantung pada pendokumentasian dampak yang berbeda pada HRQOL. Penurunan dirasakan di QOL disebabkan oleh pasien pada pengaruh yang merugikan dari obat mungkin menyebabkan penurunan kepatuhan terhadap rejimen pengob atan.

26

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Menurut WHO Sehat adalah suatu keadaan yang lengkap dari sehat fisik, mental dan sosial, serta tidak hanya bebas penyakit atau kecacatan, sehingga seseorang dapat bekerja secara produktif. Definisi tersebut mengindikasikan adanya kisaran luas dari faktor yang mempengaruhi kesehatan individu atau kelompok, dan menyarankan bahwa sehat itu bukan konsep yang absolut. Ada 3 kriteria yang biasa digunakam untuk mengukur kualitas hidup manusia/ kualitas taraf hidup manusia, yaitu ; 1) Terpenuhinya kebutuhan dasar untuk kelangsungan sebagai mahluk hidup hayati (bersifat mutlak), 2) Kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup manusiawi (bersifat material dan sebagian lagi bersifat non material), dan 3) Kebutuhan dasar untuk memilih. Penilaian HRQOL (health-related quality of life) adalah bidang usaha yang relatif baru, dan sejumlah isu teoritis dan metodologis masih belum terselesaikan. Namun, beberapa konsep umum dalam pengukuran outcomes (hasil) HRQOL harus dipertimbangkan dengan hati-hati ketika merancang suatu penelitian, mengevaluasi penelitian yang ada, atau mengevaluasi program baru atau jasa. 3.2. Saran Praktisi kesehatan dan pembuat kebijakan harus ingat bahwa upaya untuk meningkatkan panjang hidup harus tidak melebihi kemampuan untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas hidup. Makalah ini hanya memberikan gambaran singkat tentang konsep-konsep dalam upaya untuk menyadarkan mahasiswa dan praktisi kesehatan untuk impor- dikan daerah serta untuk memberikan wawasan tentang bagaimana konsep-konsep dapat dan harus dimasukkan ke dalam praktek mereka.
27

DAFTAR PUSTAKA [1] Wilson IB, Cleary PD. Linking clinical variables with health-related quality of life. JAMA 1995; 273:59. [2] Lindstrom B. Measuring and improving quality of life for children. In: Lindstrom B, Spencer N, eds. Social Paediatrics. Oxford:Oxford University Press 1995;570-85. [3] Ware JE Jr, Sherbourne CD. The MOS 36-item short-form health survey (SF36): I. Conceptual framework and item selection. Med Care 1992;30:4734 . [4] Ware JE Jr, Kosinski M, Keller SD. A 12-item short-form health survey: Construction of scales and preliminary test of reliability and validity. Med Care 1996;34:220. [5] Coons, Stephen Joel. Health Outcomes and Quality of Life . The McGraw-Hill Companies, Inc . 2008;15-22.

28

Anda mungkin juga menyukai