Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pengantar Studi Islam. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Penulis

BAB I PENDAHULUAN Fiqih atau islam merupakan salah satu bidang studi islam yang paling di kenal masyarakat, hal ini antara lain karena fiqih terkait langsung dengan kehidupan masyarakat. Dari sejak lahir sampai dengan meninggal dunia manusia selalu berhubungan dengan fiqih. Tentang siapa misalnya yang harus bertanggung jawab memberi nafkah terhadap dirinya, siapa yang menjadi ibu bapaknya, sampai dia dimakamkan terkait dengan fiqih. Karena sifat dan fungsinya itu, maka fiqih dikategorikan sebagai ilmu Al-hal yaitu ilmu yang berkaitan dengan tingkah laku kehidupan manusia, dan termasuk ilmu yang wajib di pelajari. Karena dengan ilmu itu pula seseorang baru dapat melaksanakan kewajibannya mengabdi kepada Allah melalui ibadah Shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Dengan fungsinya yagn demikian itu tidak mengherankan jika Figih termasuk ilmu yang pertama kali diajarkan kepada anak-anak dari sejak di bangku taman kanak-kanak sampai dengan kuliah di perguruan tinggi. Dari sejak kanak-kanak seseorang sudah mulai diajari berdoa, berwudhu, shalat dan sebagainya dilanjutkan sampai tingkat dewasa di perguruan tinggi. Para mahasisiwa mempelajari Fiqih secara lebih luas lagi, yaitu tidak hanya menyangkut Fiqih ibadah, tetapi juga Fiqih Mualamat seperti jual beli, perdagangan, sewa menyewa, gadai menggadai, dan perseroan, dilanjutkan dengan Fiqih Jinayat yang berkaitan dengan peradilan tindak pidana, masalah rumah tangga, perceraian dengan masalah perjanjian, perorangan, pemerintah dan sebagainya. Keadaan Fiqih yang demikian itu nampak heran atau menyatu dengan misi agama Islam yang kehadirannya untuk mengatur kehidupan manusia agar tercapai ketertiban dan keteraturan, dengan Rasullah SAW. Sebagai aktor utamanya yang melaksanakan aturan-aturan hukum tersebut, karena wahyu, yaitu cara memperoleh dan mengetahui kehendak Tuhan secara langsung terhenti semenjak meninggalnya nabi Muhammad. Selanjutnya jika Ilmu hukum atau Fiqih disebut idealities, itu bukan dimaksud untuk mengatakan bahwa materi-materi hukum itu sendiri tidak memiliki pertimbangan praktis yang terkait dengan kebutuhan di masyarakat, juga bukan dimaksudkan bahwa praktik hukum peradilan muslim tidak pernah sejalan dengan cita-cita di atas yang hendak ditandaskan ialah bahwa filsafat hukum orang Isalam pada hakikatnya adalah tidak lain pengembangan dan analisa terhadap hukum syariah yang abstrak, bukan hukum positif yang berasal dan bersumber dari forum pengadilan.

Karena itu sifat yang demikian menjadi ciri hukum islam dalam arti hukum yang mengatur kehidupan umat islam adalah pembedaan antara ajaran lokal dan praktek faktual, antara syariah seperti yang diajarkan ahli-ahli hukum klasik disatu pihak dan hukum positif yang berlaku di pengadilan dipihak lain. Dan ini merupakan dasar yang baik buat penelitian teoritis, suatu penelitian yang bergerak dalam ruang lingkup sejauh mana praktek pengadilan sesuai atau penyimpangan dari norma-norma syariah. Berdasarkan pengamatan terhadap fungsi hukum islam atau fiqih tersebut, muncullah serangkaian penelitian dan pengembangan hukum islam, yaitu penelitian yang igin melihat seberapah jauh produk-produk hukum islam trersebut masih sejalan dengan tuntunan zaman, dan bagaimana seharusnya hukum islam itu dikembangkan dalam rangka merespon dan menjawab secara konkrit sebagai masalah yang timbul di masyarakat. Poenelitian ini dinilai penting untuk dilakukan agar keberadaan hukum islam atau fiqih tetap akrab dan fungsional dalam memandu dan membimbing perjalanan umat. Sejalan dengan penelitian di atas, maka pada bagian ini akan dikemukakan tentang model-model penelitian fiqih atau hukum islam. Dengan terlebih dahulu mengemukakan pengertian Fiqih atau hukum islam serta karakteristiknya

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hukum Islam Dalam kehidupan sehari-hari hukum Islam sering dikenal dengan kata Fiqih Islam atau Syariat. Kedua kata tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan tentang ajaran agama Islam yang memenuhi aspek-aspek hukum. Antara kata Fiqih dan Syariat dalam penggunaan sehari-hari tidak ada perbedaan arti, padahal kalau dikaji secara mendalam kedua kata tersebut mempunyai arti yang berbeda. Kata syariat itu sendiri mencakup seluruh ajaran Islam, yang menyangkup ibadah, muamalah, ahklak ataupun Fiqih itu sendiri, yang semuanya bersumber dalam Al Qur'an. Sedangkan Fiqih hanya sebagian dari Syariah tersebut. Menurut para Ulama Syariah adalah hukum- hukum yang berasal dari Allah untuk para hamba-hamba-Nya yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW melalui wahyu. Menurut istilah Syariah itu berarti jalan yang harus diikuti oleh umat Islam. aturan-aturan yang digariskan Allah agar manusia berpegang kepada-Nya, di dalam hubungan manusia dengan Tuhan-Nya, manusia dengan saudaranya sesama muslim, dengan alam dan di dalam hubungannya dengan kehidupannya. Jadi dapat diketahui bahwa Syariat adalah semua yang difirmankan Allah SWT baik yang diperintahkan maupun yang dilarang yang berhubungan dengan perbuatan setiap umat muslim dalam menjalani kehidupan. Sedangkan Fiqih menurut bahasa berarti memahami, mengetahui dan mendalami ajaran-ajaran agama secara keseluruhan. Sedangkan menurut istilah Fiqih adalah mengetahui hukum-hukum syara yang amaliah (mengenai perbuatan perilaku) dengan melalui dalil-dalilnya yang terperinci. Fiqih adalah ilmu yang dihasilkan oleh pikiran ijtihad (penelitian) dan memerlukan wawasan perenungan.

B. Karakteristik Hukum Islam Untuk membedakan antara hukum Islam dengan hukum umum, maka hukum Islam memiliki beberapa karakteristik tertentu.Diantaranya: 1. Penerapan hukum Islam bersifat universal Nash-nash al-Quran tampil dalam bentuk prinsip-prinsip dasar yang universal dan ketetapan hukum yang bersifat umum. Ia tidak berbicara mengenai bagianbagian kecil, rincian-rincian secara detail (Yusuf al-Qardhawi, 1993: 24) Oleh karena itu, ayat-ayat al-Quran sebagai petunjuk yang universal dapat dimengerti dan diterima oleh semua umat di dunia ini tanpa harus diikat oleh tempat dan waktu. 2. Hukum yang ditetapkan oleh al-Quran tidak memberatkan

Di dalam al-Quran tidak satupun perintah Allah yang memberatkan hamba-Nya. Jika Tuhan melarang manusia mengerjakan sesuatu, maka dibalik larangan itu akan ada hikmahnya. Walaupun demikian manusia masih diberi kelonggaran dalam hal-hal tertentu (darurat). Contohnya memakan bangkai adalah hal yang terlarang, namun dalam keadaan terpaksa, yaitu ketika tidak ada makanan lain, dan jiwa akan terancam, maka tindakan seperti itu diperbolehkan sebatas hanya memenuhi kebutuhan saat itu. Hal ini berarti bahwa hukum Islam bersifat elastis dan dapat berubah sesuai dengan persoalan waktu dan tempat. 3. Menetapkan hukum bersifat realistis Hukum Islam ditetapkan berdasarkan realistis dalam hal ini harus berpandangan riil dalam segala hal. Menghayalkan perbuatan yang belum terjadi lalu menetapkan suatu hukum tidak diperbolehkan. Dengan dugaan ataupun sangkaansangkaan tidak dapat dijadikan dasar dalam penetapan hukum. Said Ramadhan menjelaskan bahwa hukum Islam mengandung method of realism (Said Ramadhan, 1961: 57) 4. Menetapkan hukum berdasarkan musyawarah sebagai bahan pertimbangan Hal ini yang terlihat dalam proses diturunkannya ayat-ayat al-Quran yang menggambarkan kebijaksanaan Tuhan dalam menuangkan isi yang berupa hukum Islam ke dalam wadahnya yang berupa masyarakat (Anwar Marjono, 1987: 126) 5. Sanksi didapatkan di dunia dan di akhirat. Undang-undang produk manusia memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap hukum-hukumnya. Hanya saja sanksi itu selamanya hanya diberikan di dunia, berbeda halnya dengan hukum Islam yang memberi sanksi di dunia dan di akhirat. Sanksi di akhirat selamanya lebih berat daripada yang di dunia. Karena itu, orang yang beriman merasa mendapatkan dorongan kejiwaan yang kuat untuk melaksanakan hukum-hukum-Nya dan mengikuti perintah serta menjauhilarangan-larangan-Nya (Muh. Yusuf Musa, 1998: 167) Hukum yang disandarkan pada agama bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan individu dan masyarakat. Tidak diragukan lagi ini adalah tujuan yang bermanfaat hanya saja ia bermaksud membangun masyarakat ideal yang bersih dari semua apa yang bertentangan dengan agama dan moral. Begitu juga ia tidak hanya bermaksud untuk membangun masyarakat yang sehat saja, tetapi ia juga bertujuan untuk membahagiakan individu, masyarakat, dan seluruh umat manusia di dunia dan di akhirat.

C. Model-model Penelitian Hukum Islam

1. Model Harun Nasution Sesbagai guru besar dalam bidang Teologi dan Filsafat Islam penelitiannya dalam bidang hukun? Islam ini ia tuangkan secara ringkat dalam bukunya Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jilid II. Melalui penelitiannya secara ringkas terhadap berbagai hukum Islam dengan menggunakan pendekatan sejarah, Harun Nasution telah berhasil mendeskripsikan struktur ukum Islam secara komprehensif, yaitu mulai dari kajian terhadap ayat-ayat hukum yang ada dalam Al-quran, latar belakang sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam dari sejak zaman Nabi sampai dengan sekarang, lengkap dengan beberapa mazhab yang ada, berikut sumber hukum yang digunakannya serta latar belakang timbulnya perbedaan pendapat. Dengan membaca hasil penelitiannya itu pembaca akan memperoleh informasi tentang jumlah ayat Al-quran yang berkaitan dengan hukum, yang jumlahnya 368 ayat, dan 228 ayat atau 3 1/5 persen merupakan ayat yang mengungkap soal kehidupan kemasyarakatan umat yakni ayat yang berkaitan dengan hidup kekeluargaan, perkawinan, perceraian, hak waris dan sebagainya ayat-ayat mengenai perdagangan, perekonomian, jual beli, sewa-menyewa, pinjam meminjam, gadai, perseroan, kontrak, dan sebagainya ayat-ayat tentang kriminal, mengenai hubungan Islam dan bukan Islam, soal pengadilan, hubungan kaya dan miskin serta mengenai soal kenegaraan. Harun Nasution melaporkan bahwa di periode Nabi segala persoalan dikembalikan kepada nabi untuk menyelesaikannya, Nabilah yang menjadi satusatunya sumber hukum. Secara langsung pembuat hukum adalah Nabi, tetapi secara tidak langsung Tuhanlah pembuat hukum, karena hukum yang dikeluarkan Nabi bersumber pada wahyu, dari Tuhan. Nabi sebenarnya bertugas menyampaikan dan melaksanakan hukum yang telah diwahyukan kepadanya. Dalam pendapat hukumnya Abu Hanifah dipengaruhi oleh perkembangan yang ada di Kufah yang letakmya jauh dari Madinah sebagai pusat kegiatan dakwah Rasulullah dan tempat tumbulnya Al-Sunnah. keadaan demikian Abu Hanifah banyak mempergunakan rasio sumber hukum Islam yang dia gunakan adalah Alquran, Al-Sunnah, Al-rayu, qiyas, istihsan dan syariat sebelum Islam yang masih sejalan dengan Al-quran dan Al-Sunnah. Mazhab ini sekarang banyak dianut di Turki, Suria. Afghanistan, Turkistan, dan India dan yang memakainva secara resmi adala Suria, Lebanon dan Mesir. Sementara itu Imam Malik yang tinggal di Madinah sebagai pusat dakwah Rasulullah dan tempat beredarnya Hadist, serta masyarakatnya tidak semaju dibandingkan dengan masyarakat Kufah yang dihadapi Imam Malik nampak tidak

sulit mendapatkan Hadist guna memecahkan berbagai masalah Untuk ini ia menggunakan sumber hukum berupa Alquran dan Sunnah. Selanjutnya Imam Syafi yang pernah berguru pada Abu Hanifah dan pada Imam Malik serta pernah tinggal di berbagai kota seperti Kufah, Mesir, Madinah, dan Makkah tentu menghadapi permasalahan yang berlainan lagi, dalam kaitan pemecahan masalah. Selanjutnya Ahmad Ibn Hambal yang lahir di Baghdad pada tahun 780 M. Dalam pemikiran hukumn Ahmad bin Hambal memakai lima sumber yaitu Alquran, sunnah, pendapat sahabat yang diketahui tidak mendapat tantangan dari sahabat lain, pendapat seorang atau beberapa sahabat, dengan syarat sesuai dengan Al-quran serta sunnah, hadis mursal, dan qiyas dalam keadaan terpaksa. Jika berbagai sumber hukum Islam dari lima mazhab tersebut disatukan antara satu dan lainnya, maka sumber hukum Islam itu meliputi Alquran, hiHadis, pendapat para sahabat, qiyas, istihsan, maslahat al-ummah, dan sariat sebelum Islam. Dari uraian tersebut terlihat bahwa model penelitian hukum Islam yang digunakan Harun Nasution adalah penelitian eksploratif, deskriptif dengan menggunakan pendekatan kesejarahan. Interpretasi yang dilakukan atas data-data histotis tersebut selalu dikaitkan dengan konteks sejarahnya. 2. Model Moel J. Coulson Hasil penelitian itu dituangkan dalam tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan tentang terbentukya hukum syariat, dan, yang di dalamnya dibahas tentang legalisasi Alquran, praktek hukum di abad pertama Islam, sebagai mazhab petama, lmam Al-Syafi, Bapak Yurisprudensi. Bagian kedua, berbicara tentang pemikiran dan praktek hukum Islam di abad pertengahan. Di dalamnya dibahas tentang, teori hukum klasik, antara kesatuan dan keragaman, darn aliran dalam sistem hukum, pemerintahan Islam dan hukum syariat, masyarakat dan hukum syariat. Bagian ketiga, berbicara tentang hukum Islam dimasa modern yang di dalamnya dibahas tentang penyerapan hukum Eropa, hukum syariat kontemporer, taklid dan pembaharuan hukum serta neo ijtihad. Pada bagian pendahuluan ia menyatakan bahwa problema yang mendasar saat ini ialah adanya pertentangan antara ketentuan-ketentuan hukum tradisional yang dinyatakan secara kaku di satu pihak, dan tuntutan-tuntutan masyatakat modern di lain pihak. Apabila perjalanan hukum diarahkan agar bisa membentuk sebagai penjabaran perintah Tuhan, agar tetap hukum Islam, tak bisa dibenarkan suatu reformasi yang dimaksudkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sebaliknya, reformasi harus mencari dasar hukum dalam prinsip-prinsip Islam sebagai penopang. Artinya, harus ada legitimasi (pengesahan) baik secara implisit maupun secara eksplisit dari kemauan Tuhan. Akan tetapi, selama teori tentang sistem hukum Islam klasik masih mendominasi dunia pemikiran dukungan seperti itu sukar diperoleh. Menurut Coulson ada dua alasan prinsipil di balik keberagaman atau perbedaan: ini. Pertama, adalah lazim bahwa masing-masing qadi cenderung menetapkan aturan setempat yang tentu berbeda-beda antara satu daerah dengan yang lainnya. Misalnya Madinah masih teguh pada konsep hukum kesukuan Arab, maka yang berlaku disini adalah bahwa perkawinan merupakan hak prerowgatif anggota keluarga laki-laki. Disini norma kesukuan sangat asing, namun meski menduduki posisi yang lebih rendah, kaum wanita dalam hal-hal tertentu mempunyai kuasa atas dirinya sendiri. Alasan kedua, wewenang hakim untuk memutus perkara sesuai dengan pendapatnya sendiri (ray) untuk maksud apapun, tidak dibatasi. Demikian pula pemerintah pusat tidak punya pengaruh yang berguna. Di samping itu, tidak dikenal- hierarki dalam peradilan tidak ada peradilan tertinggi yang mencontohkan cara penyelesaian kasus hukum-hukum Al-quran sendiri tidak ditemukan unsur penyatu yang kuat. Selanjutnya ketika berbicara teori hukum klasik ia mengatakan bahwa yurisprudensi hukum umat Islam di awal abad kesepuluh seara formal menyakinkan bahwa saat itu kekuatan kreatifnya menjadi habis dengan adanya satu doktrin yang dikenal dengan tertutupnya pintu ijtihad. Hak ijiihad digantikan dengan kewajiban talid (meniru). Dan setiap ulama pun lantas menjadi muqollid (peniru atau pengekor) yang harus menerima dan mengikuti ajaran para pendahulu mereka. Sementara penulis modern menyatakan bahwa doktrin ini timbul dari keadaan khusus pada penyerangan Mongol di abad ketiga belas, yaitu ketika warisan berharga berupa syariah dibalseni dan dikuburkan dalam rangka melindunginya dari gerombalan Jengis khan yang bengis. Tetapi, sebenarnya secara historis gejala ini telah muncul tiga abad sebelumnya. Dan boleh jadi hal ini disebabkan oleh sebab-sebab internal, bukan tekanan dari luar. Penghargaan berlebihan terhadap para ulama pendahulu, terhadap pribadi mereka, melahirkan kepercayaan bahma pekerjaan menafsirkan dan mengembangkan secara mendalam sudah selesai dan ulama-ulama (dulu) yang kemarnpuannya tak tertandingi itu dan bahwa usaha mereka sudah bernasil mengantarkan syariah pada bentuk final vang sempurna. Sikap ini tentu saja secara erat merupakan akibat dari melebarnya wilayah ijma' yang berakibat melemahkan.

Coulson melaporkan tentang adanya penyerapan hukum Eropa oleh hukum Islam. Menurut hasil penelitiannya, semenjak akhir abad kesembilan belas, syriah yang murni di Timur Tengah dalam bentuk tradisionalnya hanya terbatas pada bidang hukum keluarga, yang selanjutnya memasukkan hukum waris, sistem waqf dan dalam banyak kasus hukum hibah hanya Jazirah Arab yang pada umumnya masih kebal dari pengaruh hukum Eropa. Di sini, Saudi Arabia, Yaman, dan Hadramaut serta beberapa kerajaan di Teluk Persia, hingga hari ini hukum Islam tradisional, masih tetap fundamental dan dengan beberapa modifikasi kecil-kecilan masih tetap mengatur setiap aspek dari hubungan hukum. Berdasar pada hasil penelitian tersebut, tampak bahwa dengan menggunakan pendekatan historis, Coulson lebih berhasil menggambarkan perjalanan hukum islam dari sejak berdirinya hingga sekarang secara utuh. melalui penelitiannya itu, Coulson telah berhasil menempathan hukum Islam sebagal perangkat dari perilaku teratur dan merupakan suatu lembaga. Di dalam prosesnya, hukum sebagai lembaga sosial memenuhi kebutuhan pokok manusia akan kedamaian dalam masyarakat. Warga masyarakat tak akan mungkin hidup teratur tanpa hukum oleh karena norma-norma lainnya akan mungkin memenuhi kebutuhan nanusia ketenteraman secara tuntas. Dalam hukum Islam sebagaimana diketahui misalnya memperhatikan sekali masalah keluarga, karena dari keluargakeluarga yang baik, makmur, dan bahagia akan tersusun masyarakat yang baik, makmur, dan bahagia. Oleh karerla itu, keteguhan ikatan kekeluargaan perlu dipelihara, dan di sinilah terletak salah satu sebabnya ayat-ayat ahkam mementingkan soal hidup kekeluargaan. Dengan melihat fungsi hukum demikian, pengamatan terhadap perubahan sosial harus dijadikan pertimbangan penting dalam rangka reformulasi hukum Islam. 3. Model Mohammad Atho Mudzhar Hasil penelitian yang dituangkan dalam pendapat pertama mengemukakan tentang latar belakang dan karakteristik Islam di Indonesia serta pengaruhnya terhadap corak hukum Islam. Karakteristik tersebut dilihat dalam empat aspek, yaitu latar belakang kultur, doktrin teologi, struktur sosial, dan ideologi politik. Selanjutnya pada bagian ini juga dikemukakan tentang kondisi hukum Islam di Indonesia serta berbagai lembga yang memegang kekuasaan hukum tersebut mulai dari periode penjajahan sampai dengan periode Indonesia merdeka. Berbagai muatan pemikiran yang dikemukakan pada bagian pendahuluan ini digunakan sebagai alat untuk menganalisa herbagai produk yang dikeluarkan Majelis Ulama. Dengan demikian penelitian ini ingin melihat seberapa jauh latar belakang budaya, doktrin teologi, struktur sosial, dan ideologi politik yng dianut masyarakat dan pemerintah Indonnesia Majelis Ulama Indonesia.

Pada ketiga, penelitian tersebut isi produk fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia serta metode yang digunakan fatwa-fatwa tersebut antara lain meliputi bidang ibadah ritual, masalah keluarga, dan perkawinan, kebudayaan, makanan, perayaan hari-hari besar agama nasrani, masalah kedokteran, keluarga bencana dan lain sebagainya. Sedangkan dalam bagian ke empat kesimpulan yang dihasilkan adalah bahwa Majelis Ulama Indonesia dalam kenyataannya tidak selalu konsisten mengikuti pola metodologi dalam penetapan fatwa sebagaimana dijumpai dalam ilmu fiqih. Fatwa-fatwa tersebut terkadang langsung merujuk pada Al-quran sebelum merujuk kepada Al-hadist. Dengan memperhatikan uraian tersebut, terlihat bahwa bidang penelitian hukum islam yang dilakukan Atho Mudzhar termasuk penelitian uji teori atau uji asumsi (hipotesis) yang dibangun dari berbagai teori yang terdapat dalam lmu sosiologi hukum. Peneliti dengan sangat jelas menggunakan asumsi yang ingin dibuktikan dalam penelitiannva itu. Dengan menggunakan penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan. Sedangkan kerangka analisis yang digunakannya adalah sosiologi hukum Hasil penelitian tersebut terasa mengejutkan sebahagian Ulama fiqih tradisional. Hal ini dinilai akan menghilangkan unsur kesakralan atau kekudusan hukum Islam. Para ulama tradisional khawatir penelitian tersebut akan menempatkan hukum Islam sebagai hukum sekuler yang dapat di ubah seenaknya. Kesan demikian tidak mengherankan karena secara faktual hukun Islam atau fiqih yang selama ini dipelajari unlit Islam mulai dari tingkat dasar sampai dengan Perguruan Tinggi bersifat ahistoris, atau kehilagan konteks kesejarahannya. Para ulama yang mempelajari Fiqih pada umumnya tidak mengetahui berbagai faktor sosio kultural, politik, serta lainnya yang ikut serta mempengaruhi terbentuknya hukum tersebut. Akibat dari keadaan demikian mereka tidak mengetahui persis konteks. Namun demikian, kita pun tidak sepenuhnya menerima pendapat yang mengatakan bahwa seluruh produk hukum islam harus disesuaikan dengan tuntutan zaman yang berkaitan dengan masalah ibadah ritual misalnya jelas tidak dipengaruhi oleh perubahan zaman serta ketentuan lainnya tentang ibadah jelas tidak mempengaruhi oleh perubahan seseorang memahami makna ibadah dalam kehiduoan oleh latar belakang penelitian lingkungan dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Abuddin Nata, MA Metodologi Study Islam http://dinulislami.blogspot.com http://kwalitaspemuda.com/pengertian-hukum-islam-tujuan-dan-sumbernya/ http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2114429-pengertian-hukumislam/#ixzz2AaZqUmyU

Anda mungkin juga menyukai