Anda di halaman 1dari 15

Kurangnya Minat Peserta Didik terhadap Mata Pelajaran IPA (Sains)

Di zaman modern seperti sekarang ini pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan generasi-generasi bangsa yang mampu mengimbangi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan merupakan salah satu penentu maju mundurnya peradaban suatu bangsa. Mengingat hal tersebut maka seharusnya pendidikan mampu memberikan kontribusinya secara optimal dalam melahirkan generasi-generasi penerus bangsa yang berkualitas, baik penguasaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam iman dan takwa, seperti apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan Pendidikan Nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1989 adalah: Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia

indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan. Salah satu bentuk wujud nyata untuk mencapai cita-cita bangsa tersebut adalah dengan penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) melalui Pendidikan di sekolah. Pendidikan sekolah merupakan salah satu bentuk pendidikan formal yang diselenggarakan dalam bentuk kegiatan pembelajaran yang terencana dan sistematis. Melalui pendidikan di sekolah diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan di Indonesia sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa. Penguasaan Iptek merupakan kunci penting dalam abad 21 ini. Oleh karena itu, peserta didik perlu dipersiapkan untuk mengenal, memahami, dan menguasai Iptek dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Upaya untuk mempersiapkan hal itu memang sudah dilakukan melalui pendidikan formal,

sesuai dengan Undang-undang No. 2 tahun 1989. Pengantar Sains dan Teknologi pun sudah diajarkan sejak pendidikan dasar. Persiapan sedini mungkin sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan dimasa depan yang secara kualitatif cenderung meningkat. Berbagai tantangan muncul, antara lain menyangkut peningkatan kualitas hidup, pemerataan hasil pembangunan, partisipasi masyarakat, dan kemampuan untuk mengembangkan sumber daya manusia. Pendidikan IPA sebagai bagian dari pendidikan umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berfikir kritis, kreatif, logis dan berinisiatif dalam menanggapi isu dimasyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan IPA dan tekhnologi.

A. Hakikat Pembelajaran IPA Ilmu Pengetahuan Alam, biasa disingkat IPA, adalah sebuah mata pelajaan yang mempelajari lmu alam untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah tingkat pertama (SMP/SLTP). Namun berbeda pada istilah yang terdapat di sekolah menengah tingkat atas (SMA/SMU) dan perguruan tinggi, kata IPA lebih dikenal sebagai salah satu penjurusan kelas yang secara khusus lebih memfokuskan untuk membahas ilmu-ilmu eksakta. Dalam ilmu pengetahuan, istilah ilmu pengetahuan alam merujuk kepada pendekatan logis untuk mempelajari alam semesta. Ilmu pengetahuan alam mempelajari alam dengan menggunakan metode-metode sains. Ilmu Pengetahuan Sosial yang menggunakan metode sains untuk mempelajari perilaku manusia dan masyarakat, ataupun ilmu pengetahuan formal seperti matematika. Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains (science) diambil dari kata latin yaitu Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan

mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process, inseparably Joint". Ilmu pengetahuan alam (IPA) atau Sains dalam arti sempit merupakan disiplin ilmu yang terdiri dari physical sciences (ilmu fisik), dan life sciences (ilmu biologi). Yang termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu, astronomi, kimia, geologi, mineralogy, meteorologi, dan fisika. sedangkan life science meliputi astronomi, fisiologi, zoology, citologi, embriologi, mikrobiologi. IPA (Sains) berupaya membangkitkan minat manusia agar mau

meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tidak habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan sains semakin luas dan lahirlah sifat terapannya, yaitu tekhnologi adalah lebar. Namun dari waktu jarak tersebut semakin lama semakin sempit, sehingga semboyan " Sains hari ini adalah tekhnologi hari esok" merupakan semboyan yang berkali-kali dibuktikan oleh sejarah. Bahkan kini Sains dan teknologi manunggal menjadi budaya ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang saling mengisi (komplementer), ibarat mata uang, yaitu satu sisinya mengandung hakikat Sains (the natureof Science) dan sisi yang lainnya mengandung makna teknologi (the meaning of technology). IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil obervasi dan eksperimen. Dari uraian di atas Sains adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai Obyek, menggunakan metode Ilmiah sehingga perlu diajarkan di Sekolah Dasar. Setiap guru harus paham akan alasan mengapa sains perlu diajarkan di sekolah dasar. Ada berbagai alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran itu dimasuk ke dalam kurikulum suatu sekolah.

Tujuan IPA secara umum adalah agar siswa memahami konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari,memiliki keterampilan tentang alam sekitar untuk mengembangkan pengetahuan tentang proses alam sekitar, mampu menerapkan berbagai konsep IPA untuk menjelaskan gejala alam dan mampu menggunakan teknologi sederhana untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Permasalahan dalam Pendidikan MIPA Kita harus mengakui bahwa mutu pendidikan di negara kita masih rendah. Kualitas pendididkan kita masih berada di bawah rata-rata negara berkembang lainnya. Hasil survai World Competitiveness Year Book tahun

1997-2007 menunjukkan bahwa dari 47 negara yang disurvai, pada tahun 1997 Indonesia berada pada urutan 39, pada tahun 1999, berada pada urutan 46. Tahun 2002, dari 49 negara yang disurvai, Indonesia berada pada urutan 47, dan pada 2007 dari 55 negara yang disurvai, Indonesia menempati posisi ke-53. Menurut laporan monitoring global yang dikeluarkan lembaga PBB, UNESCO, tahun 2005 posisi Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara berkembang di Asia Pasifik. Selain itu, menurut laporan United Nations Development Programme (UNDP), kualitas SDM Indonesia menempati urutan 109 dari 177 negara di dunia. Sedangkan menurut The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang merupakan lembaga konsultan dari Hongkong menyatakan kualitas pendidikan di Indonesia sangat rendah, di antara 12 negara Asia yang diteliti, Indonesia satu tingkat di bawah Vietnam. Khusus bidang MIPA, pendidikan di Indonesia juga masih cukup memprihatinkan. Hasil survai TIMSS tahun 2003 yang diikuti 46 negara, siswa-siswa Indonesia menempati urutan 34 untuk matematika, dan

menempati urutan 36 untuk sains. Singapura menempati urutan pertama untuk dua-duanya, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Jepang, juga

mendominasi peringkat atas, sementara Malaysia menempati urutan 10 untuk matematika, dan 20 untuk sains.

Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan oleh data dari Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP), dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP). Mudah diduga, jika mutu pendidikan rendah maka kualitas sumber daya manusia (SDM) juga akan rendah. Pada 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya. Ini sungguh memprihatinkan. Berbicara tentang kualitas pendidikan, Yusuf Kalla pernah mengatakan bahwa kualitas pendidikan Indonesia saat ini lebih buruk di banding 30-40 tahun yang lalu, bahkan menurut laporan hasil survey The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat 16 di tingkat Asia dan berada di urutan 160 untuk tingkat dunia. Ironisnya, kedudukan itu berada di bawah negara Vietnam yang sering mengalami kekacauan politik dan peperangan itu. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas mutu pendidikan di Indonesia terletak pada sistem pembelajaran khususnya pembelajaran pada bidang IPA Sains. Dewasa ini, pembelajaran IPA masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah dan kegiatannya lebih berpusat pada guru. Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Guru menjelaskan IPA hanya sebatas produk dan sedikit proses.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pelajaran sains (matematika dan IPA) merupakan pelajaran yang ditakuti oleh cukup banyak siswa. Hal itu dapat disebabkan karena pelajaran mipa memang susah dipahami,sehingga minat belajarpun berkurang. Kenyataan di lapangan masih ditemui bahwa pembelajaran MIPA (termasuk kimia) dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan menjadi momok bagi peserta didik. Ketidaktahuan peserta didik mengenai kegunaan MIPA dalam praktik sehari-hari menjadi penyebab mereka lekas bosan dan tidak tertarik pada pelajaran MIPA, disamping pengajar MIPA yang mengajar secara monoton dan hanya berpegang teguh pada diktat-diktat atau buku-buku paket saja. Berikut ini ada faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran MIPA: 1. Metode dalam pembelajaran MIPA yang cenderung monoton (metode ceramah). 2. Guru yang kurang professional dalam memotivasi siswa. 3. Sains nampaknya menurunkan rasa ingin tahu siswa. 4. Para siswa memandang guru sebagai orang yang maha tahu. 5. Para siswa memandang sains sebagai informasi yang harus dipelajari. 6. Para siswa melihat proses sebagai sesuatu yang perlu dilatih sebagai syarat pelajaran. 7. Siswa yang tanggap terhadap proses tidak dipahami oleh siswa terutama karena proses sains itu jarang mempengaruhi nilai. 8. Para siswa melihat proses sains sebagai sesuatu yang abstrak, tinggi dan tidak terjangkau, keterampilan yang tidak bisa didekati 9. Siswa melihat tidak adanya nilai dan kegunaan dari studi sains mereka dalam kehidupan sehari-hari. 10. Siswa melihat tidak adanya nilai dalam studi sains mereka untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa begitu banyak penyebab menurunnya minat siswa terhadap pembelajaran MIPA. Inilah yang menjadi

tugas semua orang dalam rangka menumbuh minat siswa terhadap pembelajaran MIPA. Muncullah sebuah pertanyaan, bagaimana

menumbuhkan minat siswa terhadap pembelajaran MIPA?

C. Pembahasan Menurut Hadiat (1994), dalam pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini masih didapati banyak permasalahan, antara lain berhubungan dengan: 1. Kreatifitas Gaya mengajar guru yang selalu mendrill siswa untuk menghafal berbagai konsep tanpa disertai pemahaman terhadap konsep tersebut. Alasan yang sering dikemukakan adalah untuk mengejar target ujian akhir. Pengajaran sains umumnya hanya dipelajari dengan cara menghafal saja tanpa disertai kerja laboratorium. Alasan yang dikemukakan adalah karena hasil kegiatan laboratorium tidak pernah atau hanya sedikit persentasenya yang diujikan dalam ujian akhir. Pada umumnya guru masih berpendapat bahwa mengajar itu suatu kegiatan menjelaskan dan menyampaikan informasi tentang konsep-konsep. Jika penyampaian informasi telah dilakukan berarti kegiatan mengajar telah selesai. Padahal pemahaman konsep yang terjadi di benak siswa adalah hasil bentukan sendiri, bukan sebagai hasil transfer informasi dari guru. Banyak buku-buku yang digunakan di sekolah yang kurang memenuhi kaidah pendidikan. Buku yang digunakan hanya informasi saja, bahkan buku yang disenangi adalah buku yang berupa tanya jawab tanpa diiringi dengan penalaran jawaban. Buku-buku yang demikian tidak memberikan peluang yang baik untuk berkembangnya potensi siswa berpikir kreatif.

Soal-soal ujian akhir kurang memotivasi siswa berpikir kreatif, karena soal-soal yang diajukan hanya dititik beratkan pada aspek kognitif, ditambah lagi dengan bentuk soal yang umumnya berbentuk pilihan ganda.

Fasilitas

sekolah

untuk

menopang

siswa

mengembangkan

kreatifitasnya, terutama yang berkaitan dengan perkembangan sains dan teknologi umumnya kurang memadai. 2. Bahan Ajar / Bahan Kajian Bahan ajar yang diberikan di sekolah masih terasa lepas dengan permasalahan pokok yang timbul di masyarakat, terutama yang berkaitan dengan perkembangan teknologi dan kehadiran produk-produk teknologi di tengah-tengah masyarakat, serta akibat yang dapat ditimbulkannya. Oleh karena itu perlu adanya usaha untuk mengembangkan dan menyelaraskan bahan ajar sains dengan perkembangan teknologi setempat dan permasalahannya yang berkaitan dengan bahan kajian yang tercantum dalam kurikulum. 3. Kelemahan Pembelajaran MIPA Kurikulum dan pengajaran sains yang diterapkan saat ini merupakan pengajaran yang berorientasi pada disiplin ilmu. Implikasinya materi yang diajarkan kepada siswa sifatnya seringkali menjadi lebih abstrak dan jauh dari pengalaman siswa. Materi yang diajarkan siswa pada dasarnya merupakan materi yang dipersiapkan untuk mengikuti pelajaran pada tahap berikutnya. Konsekuensi dari hal ini adalah timbulnya kerugian bagi para siswa yang tidak mengikuti salah satu tahap tersebut (dalam arti tidak meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi lagi). Metode pengajaran pada umumnya menggunakan ceramah dan kadangkala disertai dengan percobaan verifikasi laboratorium yang sudah jadi. Akibatnya siswa menjadi pasif dan sulit untuk berkembang apalagi sampai pada tingkat mental dan emosionalnya.

Minimnya keterkaitan antara konsep dan teori dengan aplikasi dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulum dan pengajaran yang ada sangat terkotak-kotak dan tersekat satu sama lainnya. Hal ini menyebabkan cara berpikir siswa menjadi terkotak-kotak pula.

Masalah-masalah yang dikemukakan di atas merupakan faktor yang menjadi penyebab menurunnya minat siswa terhadap mata pelajaran Sains. Muncul lagi pertanyaan bagaimana menumbuhkan atau meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran Sains (MIPA)?

D. Solusi atau Pemecahan Masalah Untuk mencapai tujuan pendidikan, tentu tidaklah mudah. Diperlukan metode, model, strategi dan pendekatan sehingga dapat dijadikan pedoman atau cara dalam meningkatkan mutu pendidikan. Tempat yang tepat yang digunakan dalam penerapan metode, model, strategi dan pendekatan tersebut adalah sekolah. Pendidikan di sekolah diharapkan mampu menjadi sarana dalam mencapai tujuan pendidikan tersebut. Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, maka cara untuk meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran Sains (MIPA) adalah sebagai berikut. 1. Guru yang profesional Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Berdasarkan keprofesionalannya, guru dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yakni guru yang profesional (walau dia tidak tersertifikasi) dan guru yang belum profesional (termasuk yang tersertifikasi). Jika gurunya dapat melakukan pembelajaran yang profesional, misalnya menyenangkan, memudahkan, mampu menumbuhkan

aktivitas dan kreativitas siswa,

serta membelajarkan siswa, maka

siswa akan memiliki minat yang tinggi terhadap bidang MIPA. Sebaliknya apabila guru kurang profesional, menyajikan materi

pelajaran berpusat pada dirinya, menyebabkan siswa sulit memahami, otoriter dan akhirnya membuat siswa malas belajar, maka siswa akan kehilangan minatnya terhadap bidang MIPA. Dalam hal ini guru sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar dapat memberikan dimasyarakat. 2. Motivasi Dengan memberikan motivasi yang kuat, minat siswa terhadap mata pelajaran MIPA akan semakin meningkat. Motivasi diberikan dengan menjelaskan tujuan yang diperoleh siswa setelah mempelajari MIPA serta penerapannya dalam sehari-hari. Selama ini, siswa hanya belajar saja tanpa motivasi karena mereka tidak mengetahui untuk apa dan apa yang diperoleh. Sehingga motivasi sangat diperlukan guna meningkatkan semangat, rasa ingin tahu dan minat siswa terhadap MIPA. 3. Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana sangat diperlukan dalam pemebelajaran khususnya pembelajaran MIPA karena akan menunjang proses pembelajaran. Sebagai contoh adalah kelengkapan alat dan bahan laboratorium. 4. Metode Pembelajaran Dewasa ini, pembelajaran IPA masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah dan kegiatannya lebih berpusat pada guru. Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Guru menjelaskan IPA hanya sebatas produk dan sedikit proses. Padahal, dalam membahas IPA tidak cukup hanya menekankan pada produk, tetapi yang lebih penting adalah proses untuk membuktikan atau mendapatkan suatu teori atau saran-saran berdasarkan hasil pengamatannya

10

hukum. Oleh karena itu, alat peraga/praktikum sebagai alat media pendidikan untuk menjelaskan. Pembelajaran IPA dengan

menggunakan alat peraga sangat efektif untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, minat dan nilai limiah pada siswa. 5. Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) merupakan terjemahan dari Science-Technology-Society (STS), yaitu suatu usaha untuk

menyajikan IPA dengan mempergunakan masalah-masalah dari dunia nyata. STM adalah suatu pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan yaitu tujuan, topik/masalah yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran, evaluasi dan persiapan/kinerja guru. Pendekatan ini melibatkan murid dalam menentukan tujuan, prosedur pelaksanaan, pencarian informasi dan dalam evaluasi. Tujuan utama pendekatan STM ini adalah menghasilkan lulusan yang cukup mempunyai bekal pengetahuan sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat dapat mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang diambilnya. Manfaat yang diperoleh siswa melalui pendekatan ini adalah sebagai berikut. a. Minat siswa meningkat dalam pelajaran. b. Para siswa menjadi lebih ingin tahu tentang segala yang ada di dunia. c. Para siswa lebih banyak bertanya; pertanyaan itu digunakan untuk mengembangkan kegiatan dan materi-materi STM. d. Para siswa sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang unik yang memacu minat mereka dan guru. e. Siswa dapat menghubungkan studi sains mereka dengan kehidupan sehari-hari.

11

f. Para siswa turut terlibat dalam perkembangan teknologi serta menggunakannya untuk kepentingan dan relevansi dari konsepkonsep sains. Cara-cara atau metode yang dijelaskan di atas merupakan sebagian dari metode atau cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran Sains (MIPA). Hal ini tergantung pada pelaksana dan teknik pelaksanaanya.

E. Kesimpulan Bedasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran Sains (MIPA) dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: metode dalam pembelajaran MIPA yang cenderung monoton (metode ceramah), Guru yang kurang professional, dan motivasi yang kurang. 2. Untuk menumbuhkan dan meningkatkan minat siswa terhadapaMIPA dapat dilakukan cara atau metode antara lain: guru yang professional, memberikan motivasi pada siswa, sarana dan prasarana yang cukup, menggunakan metode yang bervariasi dan dapat menggunakan pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (STM).

12

DAFTAR PUSTAKA
http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/10/penerapan-pembelajaran-berbasismasalah.html http://haqiqie.wordpress.com/2008/03/24/sains-ipa-itu-bukan-ilmu-pasti/ http://inoel.8m.com/whats_new.html http://www.anneahira.com/pelajaran-ilmu-pengetahuan-alam.htm

13

TUGAS
DASAR-DASAR PENDIDIKAN MIPA
KURANGNYA MINAT PESERTA DIDIK TERHADAP MATA PELAJARAN IPA (SAINS)

Disusun Oleh : I PUTU ASTAWA HARTAWAN ACB 109 005

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS PALANGKA RAYA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN MIPA 2011
14

TUGAS
LABORATORIUM FISIKA I
GERAK HARMONIK MENENTUKAN PERIODE PEGAS MENGGUNAKAN STOPWATCH

Disusun Oleh : I PUTU ASTAWA HARTAWAN ACB 109 005

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS PALANGKA RAYA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN MIPA 2011
15

Anda mungkin juga menyukai