Anda di halaman 1dari 15

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PEMBIBITAN TAHUN 2012

DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian 2012

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam rangka pencapaian swasembada daging sapi dan peningkatan penyediaan protein hewani maka perlu didukung dengan ketersediaan jumlah ternak sapi yang cukup. Untuk mencapai populasi sapi yang mencukupi untuk target pencapaian swasembada daging maka perlu adanya kecukupan benih dan bibit sapi dalam kualitas dan kuantitas. Kenyataan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa impor sapi, daging dan susu cukup tinggi, karena pasokan dari dalam negeri masih belum mencukupi. Pasokan daging sapi dalam negeri untuk kebutuhan konsumsi baru mencapai sekitar 60 % dan pasokan susu dalam negeri baru mampu menyediakan 20 %. Hal ini disebabkan oleh kurangnya populasi sapi potong dan sapi perah yang tersedia sebagai bibit. Dalam rangka mendukung pemenuhan kebutuhan daging dan susu dalam negeri diperlukan peningkatan produksi melalui penambahan jumlah bibit sapi. Sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 18 tahun 2009 bahwa pemerintah berkewajiban melakukan pengembangan usaha perbenihan dan atau perbibitan dengan melibatkan peran serta masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan benih dan bibit bersertifikat dan membina pembentukan wilayah sumber bibit. Program pengembangan perbibitan merupakan suatu hal yang harus segera ditangani oleh pemerintah dalam mendukung program PSDSK. Program reguler untuk mendukung program PSDSK tahun 2014 melalui pengembangan usaha pembibitan yang telah difasilitasi oleh pemerintah antara lain program skim Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan Aksi perbibitan dan APBNP. Hal ini bertujuan untuk menjadikan kelompok peternak mandiri serta dapat memanfaatkan sumber pendanaan dan pelayanan dalam upaya peningkatan skala usaha, pengetahuan dan keterampilan teknologi pembibitan. Kedepan masih banyak program-program lain yang harus dilaksanakan guna mendukung swasembada daging sapi dan kerbau. Upaya penyediaan perbenihan dan atau perbibitan ternak yang berkualitas tersebut, memerlukan modal dalam jumlah besar dan waktu pengembalian modal yang relative lama sehingga sampai saat ini sangat sedikit bahkan belum ada investor yang mau melakukan usaha perbibitan, oleh karena itu peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal ini berupa fasilitasi dan regulasi.

Dengan didasari pengalaman usaha pembibitan sapi yang dilakukan oleh peternak masih berjalan lambat, pembibitan belum banyak dilakukan oleh pelaku usaha karena dianggap kurang menguntungkan dan memerlukan waktu yang lama, oleh karena itu, diperlukan peran pemerintah untuk menciptakan tatanan iklim usaha yang mampu mendorong pelaku usaha untuk bergerak di bidang pembibitan sapi, melalui penyediaan Skim Kredit Usaha Pembibitan Sapi dengan suku bunga bersubsidi. Melalui Kredit Usaha Pembibitan Sapi diharapkan industri pembibitan dan kelompok pembibitan akan tumbuh dan berkembang sehingga terjadi peningkatan populasi sapi dan terciptanya lapangan pekerjaan di masyarakat. Pada kondisi riil menunjukkan bahwa dominasi struktur usaha peternakan rakyat ditandai dengan kepemilikan skala usaha rendah, dan kelembagaan yang belum berfungsi dengan baik. Tingkat daya saing peternak kita mengalami kelemahan dalam hal kelembagaan. Daya tawar terhadap perbankan juga sangat lemah, oleh karena itu perlu pembenahaan kelembagaa terhadap kelompok usaha peternakan pembibitan dalam rangka meningkatkan daya tawar petani peternak pembibit. Untuk mendukung pengembangan perbibitan dan pembenahan kelembagaan petani peternak pembibit untuk mendukung aspek manajerial petani maka pada tahun 2012 perlu dilakukan Pengembangan dan Penguatan Kelembagaan Perbibitan sehingga perbibitan ternak dapat berkembang melalui pembenahan investasi dan kelembagaan petani pembibit sehingga dapat meningkatkan daya saing dan daya tawarnya.

B. Maksud dan Tujuan Pedoman Pengembangan dan Penguatan Kelembagaan Perbibitan ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengembangan dan penguatan kelembagaan perbibitan. Program perbibitan yang telah difasilitasi secara reguler dan berkembang memerlukan perhatian dalam hal permodalan untuk untuk dikembangkan dalam skala usaha pembibitan. Tujuan dari pedoman ini adalah untuk: 1) Koordinasi pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengembangan dan penguatan kelembagaan perbibitan; program

2) Pelaksanaan pengembangan usaha perbibitan melalui skim kredit KUPS; 3) Penyediaan bibit sapi berkelanjutan bagi pelaku usaha pembibitan sapi;

4) Penguatan investasi perbibitan bagi pembibit ternak rakyat dalam upaya menghasilkan benih dan bibit; 5) Memotivasi pembibitan ternak rakyat untuk mendukung ketersediaan bibit ternak berkualitas dalam jumlah yang cukup, mudah diperoleh dan dapat dijangkau serta terjamin kontinuitasnya; 6) Pembinaan kelembagaan peternak pembibit; 7) Terciptanya peluang usaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat;

C. Sasaran Sasaran pelaksanaan program pengembangan dan penguatan kelembagaan usaha pembibitan ternak adalah peningkatan penyediaan bibit sapi menggunakan skim Kredit Usaha Pembibitan Sapi (1 juta ekor sapi induk dalam kurun waktu 5 tahun atau setiap tahunnya sebanyak 200.000 ekor), yang dilakukan oleh pelaku usaha pembibitan sapi potong dan sapi perah dan pembenahan sistem kelembagaan peternak pembibit. Penguatan sistem kelembagaan petani pembibit masih perlu dilakukan pembinaan dan bimbingan administrasi serta penguatan modal. Dengan sistem kelembagaan yang bagus dan tertata rapi akan menghasilkan daya saing petani dan kemudian dapat menghasilkan bibit sapi yang lebih baik. D. Landasan Hukum 1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Ternak; 2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 36/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang Sistim Perbibitan Ternak Nasional; 3. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 54/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang Baik (Good Breeding Practices); 4. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 55/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Perah yang Baik (Good Breeding Practices); 5. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 57/Permentan/ KU.430/7/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi juncto; 6. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 21/Permentan/ KU.430/4/2009; 7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.05/ 2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi.

BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN

A. PENGEMBANGAN USAHA PERBIBITAN Pengembangan usaha perbibitan melalui analisis pengembangan perbibitan untuk memperolah data yang akurat untuk penetapan kebijakan program pembibitan yang tepat. Pengembangan perbibitan tahun ini dilakukan melalui program skim KUPS. Beberapa kegitan yang dilakukan adalah berkoordinasi dengan daerah. Koordinasi ini meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. Koordinasi pelaksanaan pengembangan perbibitan; Identifikasi calon pelaku KUPS; Pelaksanaan pemanfaatan kredit oleh pelaku; Monitoring dan evaluasi pemanfaatan KUPS; Evaluasi pemanfaatan KUPS;

Dalam pelaksanaan KUPS pelaku usaha yang dimaksud adalah perusahaan peternakan, koperasi dan kelompok/ gabungan kelompok peternak. Persyaratan dan Kewajiban Peserta KUPS KUPS hanya dapat digunakan untuk mendanai pengembangan usaha pembibitan sapi oleh pelaku usaha. Pelaku usaha yang dimaksud adalah perusahaan pembibitan, koperasi dan kelompok/ gabungan kelompok peternak. Persyaratan dan kewajiban pelaku usaha peserta KUPS adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan Peternakan a. Persyaratan Perusahaan Peternakan adalah sebagai berikut: 1) Berbadan hukum. 2) Memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank pelaksana. 3) Memiliki izin usaha peternakan yang bergerak dibidang pembibitan. 4) Memenuhi prosedur baku pelaksanaan produksi bibit. 5) Bermitra dengan kelompok/gabungan kelompok peternak. 6) Memperoleh rekomendasi dari Dinas kabupaten/ kota dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan tembusan kepada Dinas Peternakan yang membidangi fungsi peternakan di Provinsi

7) Melakukan usaha pembibitan sapi.

b. Kewajiban Perusahaan Peternakan adalah sebagai berikut: 1) Menyusun dan menandatangani rencana definitif kebutuhan untuk usaha pembibitan sapi (RDK-UPS). 2) Mengajukan permohonan kredit kepada Bank Pelaksana yang dilampiri rencana definitif kebutuhan kredit. 3) Menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana. 4) Melakukan usaha pembibitan sapi sesuai prosedur baku untuk penyediaan bibit sapi. 5) Membantu kelompok/gabungan kelompok, dalam hal pembinaan teknis dan manajemen, penyusunan rencana usaha pembibitan sapi dan pemasaran hasil produksi serta penyediaan sarana produksi peternakan yang diperlukan kelompok/ gabungan kelompok. 6) Membuat dan menandatangani perjanjian kerjasama dengan kelompok/gabungan kelompok atas dasar kesepakatan pihak yang bermitra serta diketahui oleh Dinas kabupaten/kota dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

2. Koperasi a. Persyaratan Koperasi adalah sebagai berikut: 1) Berbadan hukum. 2) Memiliki pengurus yang aktif. 3) Memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank pelaksana. 4) Memiliki anggota yang terdiri dari peternak. 5) Memiliki izin usaha peternakan 6) Memenuhi prosedur baku pelaksanaan produksi bibit. 7) Bermitra dengan kelompok/gabungan kelompok peternak. 8) Memperoleh rekomendasi dari Dinas kabupaten/ kota dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan tembusan kepada Dinas Peternakan yang membidangi fungsi peternakan di Provinsi.

b. Kewajiban Koperasi adalah sebagai berikut: 1) Menyusun dan menandatangani rencana definitif kebutuhan untuk usaha pembibitan sapi (RDK-UPS). 2) Mengajukan permohonan kredit kepada Bank Pelaksana yang dilampiri rencana definitif kebutuhan kredit. 3) Menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana. 4) Melakukan usaha pembibitan sapi sesuai prosedur baku untuk penyediaan bibit sapi. 5) Membantu kelompok/gabungan kelompok, dalam hal pembinaan teknis dan manajemen, penyusunan rencana usaha pembibitan sapi dan pemasaran hasil produksi serta penyediaan sarana produksi peternakan yang diperlukan kelompok/gabungan kelompok. 6) Membuat dan menandatangani perjanjian kerjasama dengan kelompok/gabungan kelompok atas dasar kesepakatan pihak yang bermitra serta diketahui oleh dinas kabupaten/kota dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

3. Kelompok/Gabungan Kelompok Peternak a. Persyaratan Kelompok/Gabungan Kelompok Peternak adalah sebagai berikut: 1) Memiliki organisasi dan pengurus yang aktif. 2) Memiliki anggota yang terdiri dari peternak. 3) Terdaftar pada Dinas kabupaten/kota setempat. 4) Memiliki aturan kelompok/gabungan kelompok yang disepakati anggota. 5) Memenuhi prosedur baku pelaksanaan produksi bibit. 6) Mandiri atau bermitra dengan perusahaan/koperasi. 7) Memperoleh rekomendasi dari Dinas kabupaten/kota dengan tembusan kepada Dinas Peternakan yang membidangi fungsi peternakan di Provinsi.

b. Kewajiban kelompok/gabungan kelompok adalah sebagai berikut: 1) Menyusun dan menandatangani rencana definitif kebutuhan untuk usaha pembibitan sapi (RDK-UPS). 2) Mengajukan permohonan kredit kepada Bank Pelaksana yang dilampiri rencana definitif kebutuhan kredit. 3) Menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana. 4) Melaksanakan usaha pembibitan sapi sesuai Good Breeding Practise (GBP) dengan memperhatikan pembinaan teknis dari Dinas Provinsi, kabupaten/Kota dan atau perusahaan/koperasi. 5) Bagi yang bermitra dengan perusahaan/koperasi menandatangani perjanjian kerjasama dengan perusahaan/koperasi atas dasar kesepakatan pihak yang bermitra serta diketahui oleh Dinas kabupaten/kota. Dan bagi yang tidak bermitra dengan perusahaan/koperasi menandatangi perjanjian kerjasaama dengan anggota kelompok atas dasar kesepakatan. Serta diketahui oleh dinas peternakan kabupaten/kota. Rekomendasi akan diberikan kepada pelaku usaha yang mampu menyediakan sapi untuk usaha pembibitan sapi, memenuhi persyaratan sesuai prosedur baku dan melakukan kemitraan.

B. PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN INVESTASI PERBIBITAN Dalam rangka meningkatkan daya saing petani peternak untuk memproduksi bibit diperlukan sistem kelembagaan yang kuat. 1. Koordinasi pelaksanaan penguatan kelembagaan perbibitan; 2. Sosialisasi VBC; 3. Pembinaan dan Inventarisasi kelembagaan Village Breeding Center; 4. Evaluasi VBC; C. PENGGUNAAN DANA 1. Pengembangan Perbibitan. Dana pengembangan perbibitan melalui skim KUPS, meliputi dana pembinaan dan supervisi KUPS dan fasilitasi perkembangan KUPS. Penggunaan anggaran meliputi :

a. Memfasilitasi persiapan kegiatan persiapan, fasilitasi, pembinaan dan supervisi; b. Pengadaan reader; c. Memfasilitasi fungsi pemerintah provinsi untuk membiayai kegiatan pendukung yang berkaitan dengan pertemuan; d. Memfasilitasi kegiatan pembinaan dan supervisi.

2. Penguatan Kelembagaan Perbibitan. Penggunaan anggaran tersebut digunakan untuk : a. Memfasilitasi persiapan kegiatan persiapan, inventarisasi, pembinaan, supervisi dan evaluasi; b. Memfasilitasi pertemuan; fungsi kegiatan pendukung yang berkaitan dengan

D. PROVINSI PENGGUNA DANA Untuk mendukung pengembangan perbibitan melalui program skim KUPS yang ditujukan untuk kegiatan pembinaan dan supervisi KUPS serta fasilitasi perkembangan KUPS melalui anggaran tahun 2012 telah dialokasi anggaran dengan jumlah masing-masing Provinsi berbeda. (Terlampir pada lampiran 1 dan 2)

BAB III PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN

A. PEMBINAAN Pembinaan pengembangan perbibitan melalui KUPS di tingkat pusat dilakukan oleh Menteri Pertanian yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pembinaan KUPS di daerah dilakukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota melalui Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota bersangkutan. Aspek pembinaan di tingkat pusat yang terkait dengan pemanfaatan KUPS antara lain menetapkan norma, standar, pedoman, dan kriteria: 1. Peningkatan ketersediaan dan mutu bibit ternak, serta pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya genetik hewan; 2. Peningkatan koordinasi dan penumbuhan kelembagaan perbibitan; 3. Peningkatan dan pemberdayaan sumber daya manusia perbibitan; 4. Peningkatan minat usaha pembibitan ternak. Pembinaan di tingkat daerah yang terkait dengan pemanfaatan KUPS antara lain: 1. Provinsi, melakukan bimbingan penerapan norma, standar, pedoman dan kriteria; 2. Kabupaten/kota, melaksanakan norma, standar, pedoman dan kriteria. Pembinaan penguatan kelembagaan dan investasi di tingkat pusat dilakukan oleh Menteri Pertanian yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pembinaan penguatan kelembagaan dan investasi di daerah dilakukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota melalui Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota bersangkutan. Aspek pembinaan di tingkat pusat yang terkait dengan kelembagaan dan investasi antara lain menetapkan norma, standar, pedoman, dan kriteria: 1. Koordinasi dan penumbuhan kelembagaan perbibitan; 2. Peningkatan dan pemberdayaan sumber daya manusia perbibitan; 3. Peningkatan minat usaha pembibitan ternak. Pembinaan di tingkat daerah yang terkait dengan pemanfaatan KUPS antara lain: 1. Provinsi, melakukan bimbingan penerapan norma, standar, pedoman dan kriteria; 2. Kabupaten/kota, melaksanakan norma, standar, pedoman dan kriteria.

B. MONITORING DAN EVALUASI Monitoring dan evaluasi terhadap pengembangan dan penguatan kelembagaan perbibitan dilakukan secara periodik dan/atau sewaktu-waktu. Dalam hal pengembangan pembibitan melalui KUPS meliputi penyaluran, pemanfaatan dan pengembalian KUPS. Penguatan kelembagaan dan investasi perbibitan meliputi pembinaan dan evaluasi penataan kelembagaan. Di tingkat Pusat dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Cq. Direktorat Perbibitan Ternak dan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan oleh Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten/Kota.

C. PENGAWASAN Pengawasan di tingkat pusat, dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Cq. Direktur Perbibitan Ternak terhadap rekomendasi yang diberikan oleh Kepala Dinas kabupaten/kota kepada calon peserta KUPS. Pengawasan di tingkat daerah, dilakukan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan seleksi calon peserta KUPS, melakukan pemantauan pemanfaatan penggunaan dana KUPS, penerapan prinsip perbibitan, pengamatan dan pengawasan terhadap penggunaan nomor identifikasi yang berupa microchips, dan melakukan pengawasan terhadap anak sapi betina dalam penyediaan bibit. Dalam hal peserta KUPS tidak melaksanakan pemanfaatan kredit untuk usaha pembibitan, Direktur Jenderal Peternakan mengusulkan kepada Bank Pelaksana untuk menerapkan sanksi berupa penerapan bunga komersial.

D. PELAPORAN Pengembangan Perbibitan Ternak melalui KUPS


1. Cabang Bank Pelaksana menyampaikan laporan perkembangan penyaluran

dan pengembalian KUPS yang dikelolanya secara periodik setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya kepada Dinas kabupaten/kota. 2. Bank Pelaksana menyampaikan laporan bulanan perkembangan penyaluran dan pengembalian KUPS yang dikelolanya paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Cq. Direktur Perbibitan Ternak dan Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Cq. Direktur Pembiayaan Pertanian. 3. Kepala Dinas kabupaten/kota menyampaikan laporan penyaluran dan pengembalian KUPS setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya kepada Kepala Dinas Provinsi. 4. Kepala Dinas Provinsi menyampaikan laporan penyaluran dan pengembalian KUPS setiap bulan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya

kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Cq. Direktur Perbibitan Ternak dan Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Cq. Direktur Pembiayaan Pertanian. 5. Format laporan sebagaimana terlampir pada lampiran

BAB IV PENUTUP

Pedoman teknis pengembangan dan penguatan kelembagaan perbibitan ini merupakan acuan untuk kelancaran operasional pengembangan pembibitan ternak di daerah pada tahun 2012. Dengan pedoman teknis ini diharapkan seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan dari tingkat Pusat, Provinsi, sampai Kabupaten/Kota dapat terlaksana dengan baik dan benar menuju tercapainya sasaran yang telah ditetapkan.

Direktur Perbibitan Ternak

Lampiran 1.

LOKASI PROVINSI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN TAHUN 2012 NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 PROVINSI NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumsel Lampung Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Tenggara Bengkulu Sulawesi Utara Sulawesi Barat Gorontalo Papua Papua Barat

Lampiran 3.

Anda mungkin juga menyukai