Anda di halaman 1dari 7

Kompresi Dada Kompresi dada merupakan tindakan yang berirama berupa penekanan pada tulang sternum bagian tengah

setengah bawah. Kompresi dada dapat menimbulkan aliran darah dikarenakan peningkatan tekanan intratorak dan kompresi langsung pada jantung. Walaupun kompresi dada dapat menimbulkan tekanan sistolik pada arteri, namun tekanannya hanya 60-80 mmHg. Tekanan diastolic sangat rendah dan tekanan arteri di dalam arteri karotis jarang mencapai 40 mmHg. Aliran darah yang ditimbulkan oleh kompresi dada sangatlah kecil, tetapi sangat penting untuk dapat membawa oksigen ke otak dan otot jantung. Pada karbon dengan fibrilasi ventrikel kompresi dada dapat meningkatkan keberhasilan melakukan tindakan defibrilasi.1 Beberapa kesimpulan tentang kompresi dada pada Konfrensi Konsesus 2005 adalah sebagai berikut: 1. Kompresi dada yang efektif merupakan dasar untuk dapat menimbulkan aliran darah selama RJP. 2. Untuk dapat memberikan kompresi dada yang efektif dengan cara tekan yang keras dan tekan dengan cepat. Kompresi dada pada orang dewasa kecepatannya adalah 100 kali/menit, dengan kedalaman kompresi 1 - 2 inch (4-5 cm) 3. Mengurangi penghentian kompresi dada

Cara melakukan kompresi dada


Untuk dapat memaksimalkan keefektifan kompresi dada, korban harus dalam posisi terlentang di atas alas yang keras (mis : papan punggung atau lantai) dengan posisi penolong berlutut di sisi korban setinggi torak. Penolong dapat menekan setengah bawah dari tulang sternum korban di tengah dada, di antara kedua putting susu. Penolong dapat meletakkan telapak tangan pertama di atas tulang sternum di tengah dada di antara kedua putting dan letakkan telapak tangan kedua di atas telapak tangan pertama sehingga telapak tangan akan saling bertumpuk dan parallel. Tekanlah tulang sternum sedalam 1 - 2 inch (kira-kira 4-5 cm) dan membiarkan dada kembali ke posisi normal. Dengan membiarkan dada kembali ke posisi normal menyebabkan terjadinya aliran balik ke jantung , ini sangat penting untuk keefektifan RJP,

dan harus diberi penekanan pada saat memberikan pelatihan. Waktu kompresi dan relaksasi dada kira-kira haruslah sama. Pada penelitian tentang kompresi dada di dalam dan di luar rumah sakit menunjukkan bahwa 40% kompresi dada kurang kedalamannya. Penolong harus berlatih melakukan kompresi dada dengan baik, dan bergantian dengan yang lain setiap beberapa menit untuk mengurangi kelelahan yang menyebabkan tidak adekuatnya kedalaman kompresi dan kecepatan kompresi. Penelitian pada manusia melakukan kompresi dada dengan kecepatan > 80 kali/menit menghasilkan aliran darah selama RJP, oleh karena itu kecepatan kompresi yang direkomendasikan adalah 100 kali/menit.1

Gambar 3. Kompresi Dada

Ratio kompresi-ventilasi
Ratio kompresi-ventilasi yang direkomendasikan adalah 30:2. Ratio ini merupakan hasil consensus dasar dari para ahli. Rasio ini dibuat untuk meningkatkan jumlah kompresi dada, mengurangi kejadian hiperventilasi, mengurangi pemberhentian kompresi untuk melakukan ventilasi dan menyederhanakan pelatihan. Penelitian dengan menggunakan boneka (manikin) bahwa dengan rasio kompresi ventilasi 30:2 penolong merasa lebih melelahkan daripada dengan menggunakan rasio 15:2. Ketika korban selama RJP telah terpasang Advanced airway, 2 orang penolong tidak lagi menggunakan siklus. Sebagai penggantinya kompresi dilakukan dengan kecepatan 100 kali/menit tanpa berhenti untuk memberikan ventilasi. Penolong memberikan ventilasi 8-10 kali/menit. Kedua penolong harus bergantian dalam melakukan kompresi dan ventilasi setelah melakukan RJP selama 2 menit untuk mencegah kelelahan pada penolong yang melakukan kompresi sehingga tidak terjadi kekacauan dalam hal kualitas dan kecepatan

kompresi dada. Jika penolong dalam jumlah banyak, lakukan rotasi kompresi dada setiap 2 menit.1 Buka Jalan Napas dan Periksa Pernapasan
1

Penolong awam harus memeriksa jalan napas dengan head tilt-chin lift maneuver untuk korban cedera dan tidak cedera. Jaw Thrust tidak direkomendasikan untuk penolong awam karena sangat sulit dilakukan, dan lebih sering tidak dapat membuka jalan napas serta dapat menyebabkan pergerakan tulang punggung.

Gambar 4. Head Tilt Chin Lift Maneuver Petugas kesehatan menggunakan head tilt-chin lift maneuver untuk membuka jalan napas untuk korban yang tidak mengalami cedera kepala dan leher. Jika petugas kesehatan memperkirakan adanya trauma pada tulang belakang, membuka jalan napas dengan mempergunakan teknik jaw thrust tanpa ekstensi kepala. Dikarenakan membuka jalan jika teknik jaw thrust tidak berhasil napas dan pemberian pernapasan yang adekuat adalah prioritas utama RJP, maka pergunakan teknik head tilt-chin lift maneuver membuka jalan napas

Gambar 5. Jaw Thrust

Petugas kesehatan sama dengan penolong awam dapat terjadi kesalahan dalam menilai pernapasan pada korban yang tidak sadar, karena jalan napas tidak terbuka atau korban dalam keadaan gasping (napas satu-satu), dimana terjadi pada menit pertama setelah henti jantung mendadak dan dapat keliru dengan pernapasan adekuat. Pernapasan gasping (napas satu-satu) tidak efektif, korban harus diberikan bantuan pernapasan jika tidak bernapas. Berikan 2 kali bantuan pernapasan, setiap 1 detik, dengan volume yang cukup untuk dapat mengembangkan dada. Merekomendasikan lamanya memberikan bantuan pernapasan sampai dada mengembang adalah 1 detik demikian halnya berlaku jika bantuan pernapasan diberikan melalui mulut ke mulut dan mulut ke sungkup muka dan ventilasi melalui advanced airway, dan tanpa penambahan oksigen. Selama RJP kegunaan dari ventilasi adalah mempertahankan kadar oksigen yang adekuat, tetapi keadaan paling baik untuk volume tidal, kecepatan pernapasan, dan penambahan konsentrasi oksigen belum diketahui.1 Rekomendasi secara umum dapat dilakukan: 1. Selama menit pertama fibrilasi ventrikel, bantuan pernapasan mungkin tidak sepenting kompresi dada karena kadar oksigen di dalam darah masih tersisa cukup banyak untuk beberapa menit setelah henti jantung. Pada awal henti jantung, aliran oksigen ke miokardium dan otak terhenti disebabkan berkurangnya aliran darah dan juga kadar oksigen di dalam darah. Selama RJP aliran darah dapat terjadi akibat kompresi dada. Penolong harus memberikan kompresi dada yang efektif dan mengurangi selama sesuatu yang dapat menghentikan kompresi dada. 2. Ventilasi dan kompresi keduanya sangat penting untuk korban dengan fibrilasi ventrikel, ketika oksigen di dalam darah telah dipergunakan. Ventilasi dan kompresi juga sangat penting untuk korban akibat asifiksia, seperti pada anak dan korban tenggelam yang mengalami hipoksemia saat henti jantung. 3. Selama RJP aliran darah ke paru-paru sangat berkurang, oleh sebab itu ratio ventilasiperfusi dapat dipertahankan dengan volume tidal yang kecil dan kecepatan pernapasan yang normal. Penolong tidak boleh melakukan hiperventilasi. Ventilasi yang berlebihan tidaklah perlu dan berbahaya karena peningkatan tekanan intratorakal akan menurunkan aliran balik (venous return) ke jantung dan mengurangi curah jantung (cardiac output) dan mengurangi kelangsungan hidup.

4. Hindari pemberian pernapasan yang terlalu banyak dan terlalu kuat. Pernapasan yang demikian tidak diperlukan dan dapat menyebabkan kembung (distensi lambung) dan dapat menimbulkan komplikasi pada paru-paru.

Bantuan napas dari Mulut ke Mulut


Bantuan pernapasan dari mulut ke mulut memberikan oksigen dan ventilasi kepada korban. Untuk memberikan bantuan pernapasan mulut ke mulut, bukan jalan napas korban, tutup cuping hidung korban, dan mulut penolong mencakup seluruh mulut korban. Berikan 1 kali pernapasan dalam waktu 1 detik, berikan pernapasan biasa, dan berikan bantuan pernapasan kedual dalam waktu 1 detik, memberikan bantuan pernapasan secara biasa untuk mencegah penolong mengalami pusing atau berkunang-kunang. Penyebab umum terjadinya kesulitan ventilasi adalah ketidaktepatan dalam membuka jalan napas, jadi jika dada korban tidak mengembang pada bantuan pernapasan yang pertama, lakukan kembali

head tilt-chin lift maneuver dan berikan bantuan pernapasan yang kedua.1 Bantuan pernapasan dari mulut ke alat pelindung pernapasan
Walaupun aman, beberapa petugas kesehatan dan penolong awam ragu-ragu untuk melakukan bantuan pernapasan dengan cara mulut ke mulut dan lebih suka menggunakan alat pelindung. Alat pelindung bantuan pernapasan tidak dapat mengurangi risiko penularan penyakit, dan dapat meningkatkan tahana aliran udara. Jika anda menggunakan alat pelindung, jangan sampai terlambat memberikan bantuan pernapasan. Alat pelindung terdiri dari 2 tipe: 1. Pelindung wajah 2. Sungkup wajah Pelindung wajah berbentuk selembar plastic bening atau lembaran silicon yang dapat mengurangi sentuhan antara korban dan penolong tetapi tidak dapat mencegah terjadinya kontaminasi pada sisi penolong. Sungkup wajah ada yang telah dilengkapi dengan lubang untuk memasukkan oksigen, ketika oksigen telah tersedia berikan oksigen dengan aliran sebanyak 10-12 liter/menit.1

Ventilasi dari mulut ke hidung dan mulut ke stoma


Ventilasi mulut ke hidung direkomendasikan jika pemberian ventilasi melalui mulut korban tidak dapat dilakukan (misalnya luka yang sangat berat pada mulut), mulut tidak dapat dibuka, korban berada di dalam air, atau mencakup mulut korban tidak dapat dilakukan. Pada beberapa kasus tindakan bantuan pernapasan mulut ke hidung pada orang dewasa mudah dilakukan, aman, dan efektif. Berikan bantuan pernapasan pada korban dengan trakea stoma yang memerlukan pernapasan. Alternative lain dapat dipergunakan sungkup muka anak-anak untuk memberikan bantuan pernapasan melalui trakea stoma. Tidak ada penelitian mengenai keamanan, keefektifan, ventilasi dari mulut ke stoma.
1

Ventilasi bagging sungkup


Ventilasi bagging sungkup memerlukan keterampilan untuk dapat melakukannya. Penolong seorang diri menggunakan alat bagging sungkup harus dapat mempertahankan terbukanya jalan napas dengan mengangkat rahang bawah, tekan sungkup ke muka korban dengan kuat dan memompa udara dengan memeras bagging. Penolong harus dapat melihat dengan jelas pergerakan dada korban pada setiap pernapasan. Bagging sungkup sangat efektif bila dilakukan oleh 2 penolong dan berpengalaman. Salah seorang penolong membuka jalan napas dan menempelkan sungkup ke wajah korban sambil penolong lain memeras bagging. Keduanya harus memperhatikan pengembangan dada korban. Penolong harus menggunakan bagging ukuran dewasa (1-2 liter) untuk memberikan volume tidal yang cukup mengembangkan dada korban. Jika jalan napas terbuka dan tidak ada kebocoran, volume udara yang diberikan dengan menggunakan bagging berukuran 1 liter sekitar 1/2 sampai 2/3 dari volume bagging atau jika menggunakan bagging berukuran 2 liter volume udara yang diberikan 1/3 dari volume bagging. Selama korban belum dipasang Endotracheal tube, penolong harus melakukan 30 kompresi dada dan 2 ventilasi. Penolong memberikan pernapasan selama kompresi berhenti sejenak dalam waktu 1 detik. Petugas kesehatan dapat mempergunakan tambahan oksigen (10-12 liter/menit) jika tersedia. Idealnya bagging dengan kantong oksigen dapat memberikan oksigen 100%.1

Ventilasi dengan advanced airway


Ketika korban selama RJP telah terpasang Advanced airway, 2 orang penolong tidak lagi menggunakan siklus. Sebagai penggantinya kompresi dilakukan dengan kecepatan 100 kali/menit tanpa berhenti untuk memberikan ventilasi. Penolong memberikan ventilasi 8-10 kali/menit. Kedua penolong harus bergantian dalam melakukan kompresi dan ventilasi setelah melakukan RJP selama 2 menit untuk mencegah kelelahan pada penolong yang melakukan kompresi sehingga tidak terjadi kekacauan dalam hal kualitas dan kecepatan kompresi dada. Jika penolong dalam jumlah banyak, lakukan rotasi kompresi dada setiap 2 menit. Penolong harus menghindari pemberian ventilasi yang terlalu banyak lebih baik sesuai dengan jumlah pernapasan yang direkomendasikan dan membatasi volume tidal hanya sampai dada mengembang. Pada penelitian memperlihatkan pemberian napas lebih dari 12 kali/menit selama RJP mempunyai peranan dalam meningkatkan tekanan intratorak, mengurangi aliran balik ke jantung selama kompresi dada. Pengurangan aliran balik ke jantung menyebabkan curah jantung menurun selama kompresi dada dan juga mengurangi aliran darah ke arteri koroner dan perfusi otak. Pentingnya penolong mempertahankan kecepatan ventilasi 8-10 kali/menit selama RJP dan jangan memperbanyak ventilasi.
1

Daftar pustaka: Berg RA, Robin H and Benyamin SA,et al. Adult Basic Life Support : 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation Journal of The American Heart Association. 2010; 122:685-705.

Anda mungkin juga menyukai