Anda di halaman 1dari 5

Efek Tyndall

Seandainya anda terjebak di ruang bawah tanah berdebu yang gelap gulita pada siang hari, dimana satu-satunya cahaya berasal dari celah kecil, maka sebaiknya anda berterimakasih pada debu.

Hal serupa dapat terjadi bila anda terjebak di hutan tropis lebat pada pagi hari dimana kabut mengelilingi anda, sinar matahari akan tampak jelas menerobos sela-sela pepohonan. Sebaiknya anda berterimakasih juga pada kabut yang telah membuat pemandangan disekitar anda menjadi indah

Asap dan kabut merupakan koloid, partikel terdispersinya memiliki ukuran lebih kecil darilarutan sejati juga tidak sebesar suspensi kasar, kurang lebih 1100 nm. Istilah koloid ini berasal dari bahasa Yunani, kolla=lem dan oidos=seperti. Pertama kali dikenalkan oleh Thomas Graham (1805-1869) saat dia meneliti zat-zat yang berdifusi lambat seperti getah, kanji dan lem. Partikel terdispersi pada debu dan kabut atau pada sistem koloid lain mampu menyerap cahaya matahari dan menghamburkan kembali sesuai dengan panjang gelombangnya, sehingga sinar menjadi tampak jelas di mata kita. Peristiwa ini dikenal sebagai Efek Tyndall. Pada tahun 1860-1870, John Tyndall, fisikawan asal Irlandia melakukan observasi mendalam mengenai udara dan atmosfir. Pada kurun waktu tersebut dia menghasilkan beberapa penemuan berkaitan dengan keadaan atmosfir. Salah satu klarifikasi ilmiahnya yang terkenal adalah efek Tyndall. Pada peristiwa efek rumah kaca dan pada fenomena langit berwarna juga dapat ditelaah penyebabnya dari efek tyndall tersebut. Kita sering mendengar tentang efek rumah kaca. Efek rumah kaca yang menyebabkan bumi makin lama makin panas, hal yang mengerikan bagi seluruh mahluk bumi. Tetapi di satu sisi sebenarnya efek rumah kaca ini yang membuat kita terus hidup. Kenapa demikian? Karena menurut hasil pengukuran spectrophotometer Tyndall, gas-gas yang berada di atmosfer memiliki kemampuan berbeda dalam menyerap panas. Gas-gas yang memiliki daya serap panas yang tinggi disebut gas-gas rumah kaca, karena menyelubungi kita, menyimpan dan menyegel panas sehingga kita tetap hangat pada malam hari. Efek Tyndall juga dapat menerangkan mengapa langit pada siang hari berwarna biru, sedangkan ketika matahari terbenam di ufuk barat berwarna jingga atau merah. Hal tersebut dikarenakan penghamburan cahaya matahari oleh partikelpartikel koloid di angkasa, dan tidak semua frekuensi sinar matahari dihamburkan dengan intensitas yang sama. Oleh karena intensitas cahaya berbanding lurus dengan frekuensi, maka ketika matahari melintas di atas kita, frekuensi paling tinggilah yang banyak sampai ke mata kita, sehingga kita melihat langit biru. Ketika matahari hampir

terbenam, hamburan cahaya yang frekuensinya rendahlah yang lebih banyak sampai ke kita, sehingga kita menyaksikan langit berwarna jingga atau merah. Coba kita ingat lagi pelajaran waktu SD tentang urutan cahaya dalam spektrum cahaya, merah-jingga-kuning-hijau-biru-ungu. Dari urutan merah sampai ungu, frekuensinya semakin tinggi. Jadi warna-warna yang mendekati merah memiliki frekuensi cahaya tinggi, dan warna-warna yang mendekati ungu memiliki frekuensi cahaya rendah. Jadi, kesimpulannya menurut saya, Efek Tyndall terjadi karena ukuran partikel koloid. Karena partikel yang kecil itulah yang membuat langit berwarna. Karena partikel kecil itulah yang membuat kita semua hangat saat malam tiba. Ungkapan terimakasih berbentuk puisi telah ditulis oleh Tyndall dalam catatannya pada tahun 1851 Betapa kita berhutang budi : Uap air adalah selimut yang begitu penting bagi kehidupan tanaman di tanah Inggris, lebih penting dari baju seorang gentleman. Tanpa uap air yang menyelubungi seluruh pelosok negeri ini, semua tumbuhan akan mati beku. Hangatnya tanah dan kebun kita akan tercurah ke angkasa tanpa pernah kembali lagi, dan matahari akan terbit di sebuah pulau yang berada dalam cengkeraman es

Dan Brown, seorang Peneliti yang kebetulan Penulis


Saya penggemar fiksi thriller, khususnya genre legal, techno dan scientific. Bacaan sejenis ini dapat dengan mudah kita temui di jajaran buku sastra popular -best seller- jaman sekarang. Legal thriller akan kita temukan pada karya-karya Grisham, sedangkan untuk techno dan scientific, kita dapat menikmati karya Dan Brown, penulis yang melejit garagara Da Vinci Code. Karakter Brown yang menggilai kriftografi dan kode memungkinkan Brown membawa tema berbau rahasia ke dalam tulisannya. Hal ini diperkuat lagi

dengan tambahan tema anti dan kontra dalam beberapa novelnya. Novel terlarisnya, Da Vinci Code, walaupun isinya menunjukkan sikap anti-kristen, tetapi justru bukunya merupakan cerita motivator yang dipergunakan sebagai katalis introspeksi, eksplorasi dalam diskusi dan debat religi. Begitu juga dalam novelnya yang lain, Digital Fortress (DF) dan Deception Point (DP), menunjukkan sikap anti-Amerika, tapi lagi-lagi dampaknya merupakan kebalikannya. Beberapa teman saya yang membaca buku-buku diatas merasakan hal yang sama, bukannya terperdaya alih-alih mengagumi betapa hebatnya pemerintahan Amerika. Brown memang HUMAS jempolan untuk pemerintahan Amerika. Cuma sayangnya, dalam cerita DF dan DP ini, saya menemukan banyak sekali persamaan, mirip malah, padahal tahun penerbitannya terpaut enam tahun. Tapi hal ini tidak menutup kemungkinan kalau Brown menulis dua buku pada saat yang sama. Stephen King pernah memberitahukan hal seperti ini dalam novelnya, Bag of Bones. Dilatarbelakangi oleh dunia musik, Brown yang pernah menjadi pencipta lagu pada awal karirnya -menurut saya- sangat memungkinkan bila dia terbiasa menulis hal yang sama berulang-ulang. Ketika seseorang menciptakan lagu -dengan keterbatasan not dan inspirasi- pasti mereka hanya tertarik untuk menulis lagu dari genre yang sama kan? Ingat saja lagu-lagu Rod Stewart atau Kahitna, hampir semua terdengar sama. Mungkin hal inilah yang menyebabkan Brown seperti itu. Ketertarikannya terhadap sains-lah yang sangat menonjol darinya. Brown bukan seorang scientist, dia seorang guru Bahasa Inggris yang mempunyai hobi bermusik. Tetapi kemauan untuk risetnya menandingi para alumni Ilmu Murni atau Engineering sekalipun. Ilmuwan mana yang bersedia mengorekngorek tentang Anti-Materi, Riset Vatikan, Chrondules, Produk NASA, Struktur Kutub dan lapisan es, Illuminati, Kriftografi dan Politik sekaligus? Riset dalam berbagai bahasa yang berbeda pula? Ketertarikannya tentang ilmu pengetahuan-lah (dibahasakan oleh Ian Cadwell dan Dustin Thomason sebagai observasi) yang harus dicontoh oleh para pembacanya yang berniat menjadi penulis (atau penulis-penulis lain). Sehingga betul-betul menghasilkan karya tulis yang berisi dan tidak asal ketik.

Tapi ingat, The Wise Old Man pernah bilang: Mencuplik dari satu sumber adalahPlagiarism, tapi mencuplik dari berbagai sumber adalah Riset , saya kira inilah rahasianya Dan Brown.

Anda mungkin juga menyukai