Anda di halaman 1dari 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahanbahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galanik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 Pasal 1). Dasar hukum : a. UU RI NO. 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan pasal 43, b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 0584/ MENKES/ SK/ VI/ 1995 tentang Sentra Pengembangan Dan Penerapan Pengobatan Tradisional, c. daftar bahan obat tradisional yang boleh digunakan untuk obat tradisional dibebaskan dari wajib daftar (Depkes, R.I., 1992). B. Kelapa (cocos nucifera L)

1. Klasifikasi tanaman cocos nucifera L Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Marga jenis : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Arecales/ Principes : Arecaceae/ Palmae : Cocos : Cocos nucifera L

2. Sinonim dari tanaman cocos nucifera L Tanaman ini mempunyai banyak nama di setiap daerah antara lain: Arambir (Mandailing), Nyiur (Minangkabau), Kalapa (Maluku), Toitet (Mentawai), Tuwalah (Karo), Bongo (Tolitoli), Igo (Ternate, Tidore), Hau niharambir (Toba), Hayu niharambir (Simalungun), Harambir (Angkola), Niokh (Ogan), Niol (Sumarea Tengah), Klendah (Jawa Timur), No (Flores), Kabatu (Toraja), Kokur (Sumba Timur).

3. Deskripsi Kelapa

Gambar 2.1 : Pohon kelapa (Munawar, 2009)

Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu tanaman yang termasuk dalam famili Palmae dan banyak tumbuh di daerah tropis, seperti di Indonesia. Tanaman kelapa membutuhkan lingkungan hidup yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksinya. Faktor lingkungan itu adalah sinar

matahari, temperatur, curah hujan, kelembaban, dan tanah (Palungkun, 2003). Kelapa hampir tumbuh di seluruh wilayah Indonesia terutama tumbuh dan dapat berhasil baik di dataran rendah (Gambar 2.1). Pohon kelapa tidak berdahan, pada batangnya kelihatan berkas-berkas dasar daun yang telah jatuh. Daun yang besar-besar beserta buahnya yang bertanda diantaranya pangkal daun hanya terdapat di ujung atas pohon, menghias pohonnya sebagai mahkota. Pohon kelapa tumbuh dari satu biji bakal buahnya berongga tiga, tetapi yang tumbuh lurus hanya satu, bentuk buahnya sedikit bulat panjang, bentuk buah tergantung dari varietasnya, ukurannya kira-kira sebesar kepala orang (Munawar, 2009). Tanah yang berpasir dapat menghasilkan hingga 100 butir buah per tahun. Adapun jenisjenis kelapa yang ada antara lain : a. Varietas Dalam Varietas ini terdapat diberbagai negara produsen kelapa. Varietas ini berbatang tinggi dan besar, tingginya mencapai 30 m atau lebih. Kelapa dalam mulia berbuah agak lambat yaitu antara 6-7 tahun setelah tanam. Umurnya dapat mencapai 100 tahun lebih. b. Varietas Genjah Tanaman kelapa varietas genjah berbadan ramping, tinggi batang mencapai 5 m atau lebih. Masa berbuah 3-4 tahun setelah tanam dan dapat mencapai umur 50 tahun.

10

c. Kelapa Hibrida Kelapa hibrida diperoleh dari persilangan antara kelapa varietas genjah dan varietas dalam. Salah satu persilangan itu mendapatkan kombinasi sifat-sifat baik dari kedua jenis kelapa asalnya (Palungkun, 1993). Salah satu bagian yang terpenting dari tanaman kelapa adalah buah kelapa. Buah kelapa mempunyai beberapa bagian antara lain : a. Sabut (Mesocarp)

Gambar 2.2 : Sabut Kelapa (Munawar, 2009)

Sekitar 35% dari total berat buah kelapa merupakan berat sabut kelapa. Bagian yang bersabut ini merupakan kulit dari buah kelapa dan dapat dijadikan sebagai bahan baku aneka industri, seperti karpet, sikat, keset, bahan pengisi jok, tali dan lain-lain. Sabut kelapa juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dibuat dengan cara membakar sabut tersebut (Gambar 2.2). Sabut kelapa juga dapat dimanfaatkan sebagai obat antidiare karena mengandung tanin (Marline, 2004).

11

b. Tempurung (Endicarp) Tempurung merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan 35 mm. Sifat kerasnya disebabkan oleh banyaknya kandungan silikat (SiO2) di tempurung tersebut (Gambar, 2.3). Berat total buah kelapa, 1519% merupakan berat tempurung selain itu, tempurung juga banyak mengandung lignin, sedangkan kandungan methoxyl dalam tempurung hampir sama dengan yang terdapat dalam kayu (Munawar, 2009). Tempurung yang dibakar akan menghasilkan minyak, minyak tempurung tersebut digunakan untuk mengobati sakit gigi (Kloppenburg, 1983).

Gambar 2.3 : Tempurung Kelapa (Munawar, 2009)

Tempurung kelapa memiliki

beberapa

senyawa komponen

yang

menyusunnya dengan kandungan yang berbeda disetiap komponennya (tabel 2. 1).

12

Tabel 2. 1 komposisi dari tempurung kelapa No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Komponen Selulosa Hemiselulosa Lignin Abu Komponen ekstraaktif Uranot anhidrat Nitrogen Air
Sumber : (Suhardiyono, 1988)

Presentase 26,6% 27,7% 29,4% 0,6% 4,2% 3,5% 0,1% 8,0%

c. Daging Buah Kelapa

Gambar 2.4 : Daging Buah Kelapa (Munawar, 2009)

13

Daging buah adalah jaringan yang berasal dari inti lembaga yang dibuahi sel kelamin jantan dan membelah diri. Daging buah kelapa berwarna putih, lunak dan tebalnya 8 10 mm (Gambar 2.4). Daging buah kelapa banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak, baik secara langsung maupun diproses dahulu menjadi kopra. Dimanfaatkannya daging buah kelapa sebagai bahan baku pembuatan minyak karena mempunyai kandungan lemak atau minyak yang tinggi (Munawar, 2009). d. Air Kelapa

Gambar 2.5 : Air Kelapa (Munawar, 2009)

Jumlah air kelapa makin berkurang sesuai dengan pertambahan umur buahnya yaitu 18 gr setiap buah sebelum buah berdaging, 30 gr setiap buah muda dan 810 gr setiap buah yang sudah tua, demikian pula warna airnya, makin tua airnya akan makin keruh. Buah kelapa yang terlalu muda belum memiliki daging buah yang ada hanya air yang disebut air degan (Gambar 2.5). Air kelapa muda ini rasanya manis, mengandung mineral

14

4%, gula 2%, abu dan gula, bila buah makin tua, maka airnya makin kurang manis (Munawar, 2009). 4. Manfaat tempurung kelapa Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara biologis adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam sabut dengan ketebalan berkisar antara 36 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu keras tetapi mempunyai kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah dengan kadar air sekitar enam sampai sembilan persen (dihitung berdasarkan berat kering) dan terutama tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa (Tilman, 1981). Tempurung kelapa mempunyai manfaat yang cukup banyak, selain bermanfaat sebagai obat juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan lainnya di dalam masyarakat. Tempurung kelapa dapat digunakan sebagai pengganti kayu bakar, bahan baku campuran untuk pembuatan obat nyamuk bakar. Tempurung kelapa setelah dibersihkan dari sabutnya tempurung kelapa dapat digunakan sebagai kerajinan tangan (Palungkun, 1993). Menurut hasil penelitian dari Universitas Surabaya Jurusan Farmasi (1995), bahwa tempurung yang dibakar akan menghasilkan minyak yang bisa digunakan untuk pengobatan antara lain: sakit gigi, penyakit kulit (eksim dan borok) serta kencing nanah. 5. Kandungan minyak tempurung kelapa Kandungan dari tempurung kelapa sendiri mengandung silikat (SiO2) dan mengandung lignin, sedangkan kandungan methoxil dalam tempurung kelapa

15

hampir sama dengan yang terdapat dikayu. Jumlah unsur-unsur itu bervariasi tergantung lingkungan tumbuhnya (Suhardiman, 1994). Tempurung kelapa kalau dibakar akan menghasilkan asap yang memiliki sifat antioksidan dan antimikroba. Sifat antioksidan dan antimikroba terutama diperoleh dari senyawa-senyawa fenol yang merupakan salah satu komponen aktif dalam asap karbonil, keton, aldehid, asam-asam, lakton, alkohol, furan dan ester. Antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau memperlambat kecepatan oksidasi terhadap yang dapat mengalami autooksidasi. Senyawa fenol yang terdapat pada asap merupakan hasil penguraian termal dari komponen lignin yang terdapat pada tempurung (Wulandari dkk, 1999). Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat (Prananta, 2010). Kandungan dari minyak tempurung kelapa dari hasil penelitian yang dilakukan mahasiswa Universitas Surabaya Jurusan Farmasi (1995) bahwa minyak tempurung kelapa mengandung zat antimikroba yang setara dengan antibiotika khususnya tetrasiklin HCL. Kandungan antimikroba pada minyak tempurung kelapa dapat mengahambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, bakteri ini dapat meragikan karbohidrat dan menghasilkan asam laktat tetapi tidak menghasilkan gas, bakteri ini relatif resisten terhadap pengeringan panas (bakteri ini tahan pada suhu 50 derajat selama 30 menit). Kombinasi antara komponen fungsional fenol dan asam-asam organik yang bekerja secara sinergis mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikrobia

16

(Pszczola, 1995). Adanya fenol dengan titik didih tinggi dalam asap juga merupakan zat antibakteri yang tinggi (Wulandari dkk, 1999). Menurut penelitian mahasiswa Universitas Surabaya Jurusan Farmasi (1995) bahwa Staphylococcus aureus sangat peka terhadap antibiotik karena minyak tempurung kelapa pada konsentrasi tertentu dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Penelitian selanjutnya

menunjukkan pula bahwa meningkatnya konsentrasi minyak tempurung kelapa meningkat pula daya antibakterinya. 6. Cara pengolahan Hasil penelitian Universitas Surabaya (1995) untuk memilih tempurung kelapa sebaiknya dari kelapa yang tua dan kering, agar didapat minyak tempurung kelapa yang kental, murni dan tidak bercampur dengan air. Tempurung kelapa agar bersih dari kotoran sebaiknya dibersihkan dari sabutnya dengan cara : a. Ambil tempurung kelapa dari 1 butir kelapa, b. Periuk tanah untuk tempat tempurung kelapa, c. Arang yang dipakai sebagai sumber panas pada pembuatan minyak tempurung kelapa, d. Cawan penampung minyak tempurung kelapa, e. Tanah yang digali tempat periuk tanah diletakkan, f. Lubang dari periuk tanah agar minyak tempurung kelapa menetes ke cawan bawah, g. Lapisan semen sebagai perekat antara periuk dan tutupnya.

17

Gambar 2.6 : Cara tradisional memperoleh minyak tempurung kelapa (Universitas Surabaya, 1995)

keterangan gambar : 1. Lapisan semen sebagai perekat antara periuk dengan tutupnya 2. permukaan tanah 3. Arang yang dipakai sebagai sumber panas pada pembuatan minyak tempurung kelapa 4. Tanah yang digali tempat periuk tanah diletakkan 5. Periuk tanah yang berisi tempurung kelapa 6. Cawan penampung minyak tempurung kelapa 7. Tanah yang digali tempat cawan penampung 8. Lubang dari periuk tanah, agar minyak tempurung kelapa menetes ke cawan penampung (Universitas Surabaya, 1995).

18

Cara pengolahannya sebagi berikut : Tempurung kelapa yang telah dibersihkan di pecah-pecah menjadi beberapa bagian kira-kira 3cm2 dimasukkan kedalam periuk tanah kemudian ditutup rapat, selanjutnya periuk tanah diberi penampung dibawahnya untuk menampung minyak yang keluar dari hasil pemanasan tempurung kelapa (Universitas Surabaya, 1995). 7. Aturan pemakaian Minyak tempurung kelapa yang telah jadi kemudian langsung digunakan untuk pengobatan, dengan cara ambil sedikit kapas kemudian gulung dan bentuk sesuai lubang gigi yang terasa sakit kemudian oleskan kapas tersebut pada minyak tempurung tadi dan masukkan ke dalam lubang gigi lalu diamkan selama 30 menit. Ulangi lagi jika gigi masih terasa sakit (Susilawatirani, 2010). C. Penyebab Rasa Sakit Gigi Rasa sakit gigi disebabkan adanya lubang gigi atau karies. Hampir setiap orang pasti pernah merasakan sakit gigi. Faktornya bisa bermacam-macam, tetapi kebanyakan orang sakit karena giginya berlubang besar dan biasanya sudah mencapai pulpa. Bakteri yang sudah mengenai pulpa akan menyebabkan peradangan pada pulpa (pulpitis) dan jika dibiarkan tanpa pengobatan, tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan kematian pulpa (Martariwansyah, 2008).

19

1. Karies gigi Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, sementum, yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik pada suatu karbohidrat yang diragikan. Karies gigi ditandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi mikroorganisme dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal yang menyebabkan rasa nyeri (Kidd and Becal, 1992). Karies atau gigi berlubang adalah penyakit jaringan keras gigi akibat aktivitas bakteri sehingga terjadilah (melunaknya) jaringan keras gigi yang diikuti terbentuknya kavitas (rongga), bakteri tersebut mampu meragikan gula dalam karbohidrat sehingga menghasilkan asam yang dapat menurunkan pH rongga mulut. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi secara perlahanlahan, jika dibiarkan dapat mengakibatkan lubang gigi terus membesar. Kesimpulannya karies gigi atau gigi berlubang hanya terjadi jika semua faktor tersebut saling mempengaruhi, seperti bakteri, gula, waktu, dan juga gigi (Martariwansyah, 2008). Menurut Houwink dkk (1993), karies gigi adalah proses demineralisasi yang disebabkan oleh suatu interaksi antara (produk-produk)

mikroorganisme, ludah, bagian-bagian yang berasal dari makanan dan email.

20

2. Proses Terjadinya Karies Lehner (1972) mengatakan bahwa perkembangan karies gigi

membutuhkan faktor mikroorganisme yang kariogenik yang mampu memproduksi asam dengan cepat di bawah pH kritis yang dibutuhkan untuk melarutkan email dan faktor diet dalam hal ini gula pada makanan yang memudahkan mikroorganisme untuk berkoloni dan dapat dicerna bakteri untuk metabolismenya menjadi asam. Proses ini dapat terganggu dengan adanya respon imun yang efektif. Proses terjadinya karies gigi karena adanya interaksi berbagai faktor yang melibatkan jasad renik (agent), inang (gigi), lingkungan (diet) di dalam rongga mulut sampai terjadinya karies gigi dibutuhkan adanya faktor waktu (Rosen, 1991). Menurut WD. Miller (1889, cit. Be kien Nio, 1989), karies gigi adalah suatu penyakit chemoparasitair atau acidogenic yang terjadi dari dua tahap yaitu decalsification dan proteolysis. Proses decalsification (bagian anorganik) dibantu oleh kuman dalam plak (coccus), sedangkan proses proteolysis (larutnya zat-zat yang mengalami decalsification) dibantu oleh enzim-enzim yang dapat mencerna protein. Karies timbul pada tempat-tempat dimana sisa makanan sering tertinggal lama pada permukaan gigi kemudian oleh ludah di uraikan menjadi asam (Miller, 1830). Asam (H+) yang terbentuk karena adanya gula (sukrosa) dan kuman dalam plak (coccus). Gula (sukrosa) akan mengalami fermentasi oleh kuman coccus dalam plak sehingga terbentuk asam (H+) dan dextran (zat

21

pelekat). Dextran akan melekatkan asam (H+) yang terdapat pada permukaan email gigi apabila hanya satu kali mengkonsumsi gula (sukrosa), maka asam (H+) yang terbentuk sedikit dan apabila berkali-kali mengkonsumsi gula (sukrosa), maka berkali-kali terbentuk asam (H+) sehingga lama-kelamaan pH plak menjadi 5 (Be Kien Nio, 1989). Frekuensi mengkonsumsi gula (sukrosa) mempengaruhi pH plak. Asam (H+) dengan pH 5 ini akan dapat masuk ke dalam email melalui ekor enamel rod (Porte dentre) (Be Kien Nio, 1989). Asam tersebut dapat menurunkan pH rongga mulut. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi gigi secara perlahan-lahan (Martariwansyah, 2008), setelah demineralisasi sebagian bahan anorganik kebanyakan diselingi oleh periode remineralisasi, pada proses selanjutnya juga bahan organik email akan hilang (Houwink dkk, 1993). Asam (H+) yang masuk kedalam subsurface enamel dan akan melarutkan krista-kristal hydroxyapatit yang ada. Reaksi kimianya adalah sebagai berikut : Ca10 (PO4)6 (OH)2 + 8H+
Hydroxyapati ion Hydrogen asam Apabila

10 Ca++ + 6HPO4 + H2O


Calcium Hydrogen Phospat Air

asam (H+) yang masuk kedalam subsurface enamel sudah banyak,

reaksi kimia di atas akan terjadi berulang-ulang kali. Jumlah Ca yang lepas bertambah banyak dan lama-kelaman Ca akan keluar dari email. Proses ini disebut decalsification, karena proses ini terjadi pada subsurface enamel maka biasa disebut Subsurface decalsification (Be Kien Nio, 1989).

22

Terjadinya karies gigi pertama-tama yang kelihatan bukan adanya lubang pada permukaan gigi. Proses terjadinya karies pertama-tama akan kelihatan adanya perubahan warna email dari putih mengkilat dan licin menjadi putih buram, seperti kapur ini disebut dengan White spot. White spot ini merupakan proses karies yang terjadi pada subsurface enamel, sedangkan surface enamel masih utuh (Be Kien Nio, 1989).

Gambar 2.7 : Tahap hilangnya mineral email yang identik dengan terjadinya karies (Thylstrup dan Feyerskov, 1986)

Proses karies pada hakikatnya berjalan lama, karena itu karies juga dapat disebut sebagai penyakit multifaktor yang kronis. Proses karies umumnya juga sudah terjadi lama sebelum tanda-tanda klinik dapat dilihat. Tahap sebelumnya tahap ultrastruktural, dan tahap yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop cahaya, yang juga disebut tahap subklinik (Gambar 2.7). Sesudahnya terjadi bercak putih sebagai tanda klinik pertama terlihat kemudian baru terjadi kavitas, pada semua tahap perkembangan karies, proses

23

remineralisasi

masih

mungkin

terjadi,

terutama

jika

pasien

aktif

meningkatkan kebersihan mulutnya dan tidak mengkonsumsi gula(Sundoro, 2005)karena itu sampai pada tahap kavitas karies masih mungkin tidak berkembang lagi atau terhenti (Sundoro, 2005). Proses karies tahap dini akan menguntungkan pasien yang pada hakikatnya lebih dapat menerima usaha preventif dan kurang senang dengan pengeboran.

Gambar 2.9 : gambar skematis karies dini : (1) Lapisan permukaan, (2) Badan lesi, (3) Zona gelap, (4) Zona translusen (Sundoro, 2005)

Secara histopatologic karies email menunjukkan gambaran khas dengan adanya beberapa zona yang terdiri atas zona permukaan, badan lesi, zona gelap dan zona translusen. Gambar ini lebih jelas pada karies yang terjadi pada dataran email yang halus. Beberapa zona (Gambar 2. 9) tersebut daerah yang paling banyak kehilangan mineral adalah badan lesi yaitu sekitar 24%, sedangkan zona permukaan ternyata hanya mengalami sedikit demineralisasi (Arends and Cristofferson, 1986). Keadaan ini sebetulnya karena masuknya

24

kembali beberapa ion mineral ke dalam email yang telah menjadi lebih porous, karena itu zona permukaan baru terlihat beberapa waktu sesudah perubahan pertama pada email terjadi (silvertone, 1983). Gambaran histopatologic karies dini terdiri atas empat zona, yaitu zona permukaan, badan lesi, zona gelap, dan zona translusen. Menurut berbagai literatur berturut-turut dari zona permukaan, pori-pori lesi karies dini adalah 1-5%, 10-25%, 1-4%, dan 1% jika dibandingkan dengan email normal yang volume porinya adalah 0,1%, zona permukaan volume porinya lebih besar (Gambar 2.10). Zona permukaan atau lapisan permukaan ini mengandung lebih banyak fluor, karena sebenarnya zona permukaan juga lebih tahan terhadap asam daripada email normal (Thylstrup dan Feyerskov, 1986).

Gambar 2.10 : Zona permukaan karies dini yang ternyata kandungan fluornya lebih tinggi daripda email normal, karena itu lebih tahan asam dan sedapat mungkin dipertahankan (Thylstrup dan Feyerskov, 1986)

25

Karies dentin yang berlanjut merupakan stadium yang sudah terlambat dan memerlukan perawatan restoratif (Houwink, 1993). Karies dentin yang berkelanjutan yang tidak dirawat akhirnya akan sampai pada ruang pulpa dan mengakibatkan pulpitis. Tahap ini pasien akan merasakan nyeri atau sakit bukan hanya setelah makan tapi pada keadaan tertentu dan kemudian akan mengakibatkan kerusakan pulpa yang akut jika tidak diobati maka pasien akan merasa sakit yang terus-menerus yang akhirnya mengganggu aktivitas sehari-hari (Pratiwi, 2009). Saat karies telah mencapai pulpa dan menimbulkan rasa sakit yang membuat pasien terganggu biasanya akan dilakukan pengobatan dengan analgesik dan antibiotika (Zombito dan Sciubba, 1997).

Anda mungkin juga menyukai